6 Parasit Rate PR
Adalah sama dengan SPR tetapi PR ini digunakan pada kegiatan survei malariometrik terhadap anak berumur 0 – 9 tahun Depkes RI, 1999
PR =
100 x
diperiksa yang
darah sediaan
seluruh jumlah
positif darah
sediaan jumlah
7 Spleen Rate SR
Adalah adanya pembesaran limpa pada golongan umur tertentu terhadap jumlah penduduk yang diperiksa limfanya pada golongan umur yang sama dan tahun
yang sama, dinyatakan dalam persen Depkes RI, 1999 SR =
100 x
limpanya diperiksa
yang 9tahun
2 jumlah
limpanya besar
yang tahun
9 2
anak jumlah
− −
2.4. Pestisida
Menurut Depkes RI 2000,, pestisida adalah semua bahan kimia, binatang maupun tumbuh-tumbuhan yang dipergunakan untuk mengendalikan hama. Secara
umum pestisida dapat didefinisikan sebagai bahan yang dipergunakan untuk mengendalikan jasad hidup yang dianggap hama pest yang secara langsung ataupun
tidak langsung merugikan kepentingan manusia.
Pestisida yang dipergunakan dalam pemberantasan hama dikelompokan menjadi 3 kelompok yaitu 1 pestisida yang berasal dari tumbuh-tumbuhan, 2
pestisida yang berasal dari hewan, dan 3 pestisida yang berasal dari bahan kimia. Secara umum pestisida yang lazim digunakan adalah pestisida berasal dari bahan
Universitas Sumatera Utara
kimia. Berdasarkan cara kerja atau pengaruh fisiologis, pestisida dapat digolongkan menjadi: 1 racun perut stomach poisson, 2 racun kulit contact poisson,3
racun nafas. Sedangkan pestisida kimia secara farmakologis, dapat digolongkan menjadi Depkes RI, 2000:
1 Senyawa organofosfat
Senyawa organofosfat antara lain temasuk diazinon, dimethyl phosphate, dimeton, oxydimeton methyl, azinophosmethyl, carbophenothion, ethion, methyl
parathion, ethyl parathion, trichlorfon, malathion dimethoate, phorate, dan dinitrodimeton.
2 Senyawa organokhlorin
Senyawa organokhlorin antara lain DDT, BHC, chlorobenzilate, dicotol, aldrin, dieldrin, chlordane, neptachlor, metoxychlor, lindane, endrin, toxophene,
methyl bromide, ethylene dichloride, carbon tetra bromide, ethylene dibromide. 3
Senyawa carbamat Senyawa carbamat dapat menghambat aktifitas enzim cholinesterase darah,
dengan ciri khasnya mengandung unsur nitrogen. Senyawa carbamat seperti pyrolan, isolan, dimethilan, karbaryl baygon, banol, mesurol, zectran.
2.5. Larvasiding
Larvasiding adalah aplikasi larvasida pada tempat perindukan potensial vektor guna membunuh memberantaskan larva dengan menggunkan bahan kimia atau agen
biologis dan bahan kimia. Menurut WHO 2004, Larvicida adalah formulasi
Universitas Sumatera Utara
insektisida yang dapat diserap oleh tanah atau aplikasi untuk menekan perkembangan vektor sejak tahap. Penggunaan larvasida dinilai lebih efektif dan mengurangi biaya
yaitu, pengendalian larva nyamuk sebelum mereka muncul sebagai nyamuk dewasa. Aplikasi larvacida merupakan komponen penting dari setiap program pengendalian
nyamuk secara terpadu.
2.5.1. Larvasida Kimia
Larvasida kimia adalah jenis-jenis larvasida dengan unsur kimia yang digunakan untuk memberantas nyamuk Anopheles spp. Jenis larvasida tersebut
umumnya berbasis pestisida jenis organophosfat, misalnya diflubernzuron yaitu suatu zat pengghambat pembentukan cylitine, apabila larva nyamuk terkena dosis
yang cukup, maka larva akan mati pada waktu menjadi pupa atau dapat menetas menjadi nyamuk tidak normal yang tidak dapat terbang. Selain itu larvasida s-
methoprene yang merupakan IGR Insect Growth Regulator. Larvasida kimia dalam penelitian ini adalah s-methoprene. Metopren adalah
serangga pengatur tumbuh yang sangat efektif sebagai agen kontrol untuk larva nyamuk, karena dapat menghambat dengan pematangan dan reproduksi dalam
serangga. Metoprene adalah pengatur pertumbuhan serangga yang telah terdaftar sebagai pestisida yang digunakan secara umum sejak tahun 1975. Metoprene tidak
memiliki efek yang signifikan toksikologi merugikan dalam setiap manusia efek kesehatan dan sebagai biokimia pestisida karena mengendalikan serangga melalui
Universitas Sumatera Utara
toksisitas langsung, mengganggu siklus hidup serangga dan mencegah dari mencapai kematangan dan mereproduksi.
Secara komersial metoprhene dijual dengan nama dagang Altosid. Produk komersial tersedia yaitu Altosid produk formulasi slow release seperti Briket, yang
rilis bahan aktif terus-menerus ketika basah saat mereka mengikis selama periode yang berkisar antara 12 hari sampai 150 hari. Aplikasi larvasida ini bervariasi
tergantung pada jenis habitat, kedalaman air dan kualitas air. Adapun rumus molekul metophrene adalah C
19
H
34
O
3
, yaitu
Gambar 2.1. Struktur Molekul S-metoprene
Secara kimia, berbentuk rumus melekul S-metoprene terdiri dari Isopropil 2E, 4E-11- Metoksi-3,7,11 - trimetil-2 ,4-dodecadienoate, dan secara fisik
berwarna pucat kuning cairan dengan bau buah. Aplikasi Altosid adalah menempatkannya pada tempat perkembangbiayakan
nyamuk yang areal dan lokasinya relatif sulit dan terpencil seperti rawa-rawa, hutan bakau, bekas galian pasir lagun dan lain-lain. Briket tersebut di bungkus dengan
kain berpori atau jaring yang di ikat pada pasak tiang kemudian di masukkan kedalam air lebih kurang 15-20 cm yang di ketahui sebagai tempat potensial nyamuk
Wellmark, 2005. Altosid terdiri dari dua jenis yaitu jenis Altosid 1,3 G yang berbentuk granul
butiran berwarna hitam dan bersifat terurai secara perlahan, dan Altosid 1,8 G yang
Universitas Sumatera Utara
berbentuk briket berwarna abu-abu dan juga bersifat terurai secara perlahan. Kedua jenis tersebut sangat cocok untuk mengontrol hampir seluruh populasi nyamuk.
Altosid mengandung s-methoprene sebagai larvasida dengan cara kerja larva yang memakan atau terkena methoprene tidak dapat mengeluarkan cycilitin, sehingga pupa
tidak dapat berkembang menjadi nyamuk dewasa dengan pelepasan zat aktif secara bertahap. Altosid berisi zat arang charcoal yang melindungi zat aktif dari sinar
matahari, tetap efektif pada serangga yang resisten terhadap organophophat, carbonat dan pyrethroid, serta efektif pada air dengan tingkat polusi tinggi seperti septic tank
Wellmark, 2005. Menurut Depkes RI 1999, penggunaan larvasida biologis jenis S-metoprene
efektif menurunkan populasi larva nyamuk Anopheles spp sampai 82,1 pada dosis 3,0 ppm dan 4,0 ppm.
2.5.2. Larvasida Biologis
Pengendalian vektor dengan bakteri Bacillus thuringiensis tidak menimbulkan kerugian pada mamalia, tanaman dan organisme bukan sasaran. Bakteri ini dapat
bertahan pada suhu 0 C-15
C jika disimpan dalam wadah yang tertutup rapat, dengan masa kadarluasanya 6 bulan sejak tanggal pembuatan. Menurut Widyastuti
1997 biosida ini dalam dosis 0,28 gm2 efektif membunuh larva Anopheles barbirostris pada semua instar. Kematian rata-rata larva Anopheles barbirostris 24
jam setelah aplikasi Bacillus thuringiensis berkisar antara 80 - 100 Depkes RI, 1999.
Universitas Sumatera Utara
Bacillus thuringiensis memproduksi toksin yang terdapat dalam bentuk kristal yang sangat beracun dengan larutan alkalis yang terdapat dalam usus serangga terjadi
perubahan kristal-kristalnya dan apabila diabsorbsi ke dalam darah menyebabkan kenaikan PH darah. Secara spesifik bakteri Bacillus thuringiensis terdiri dari Bacillus
thuringiensis Serotype H-14, dan Strain HD-14, dan sub spesies
Bacillus sphaericus, dan Bacillus thuringiensis israelensis
Penggunaan B. thuringiensis H-14 Vectobac 12 AS untuk penurunan kepadatan larva Anopheles di Teluk Dalam, Pulau Nias, setelah
penyemprotan pertama dan kedua berkisar antara 70,4-89,7 Mujiyono, dkk,1996. Menurut Depkes RI 1999, penggunaan larvasida biologis jenis B.
thuringiensis efektif menurunkan populasi larva nyamuk Anopheles spp sampai 82,1 pada dosis 4,0 ppm.
2.6. Landasan Teori
Menurut Depkes RI 2004 upaya menurunkan faktor resiko penularan oleh vektor dapat dilakukan dengan meminimalkan habitat potensial perkembangbiakan
vektor, menurunkan kepadatan dan umur vektor serta mengurangi kontak vektor dengan manusia. Pengendalian vektor tersebut salah satunya melalui larvasiding,
yaitu aplikasi larvasida pada tempat perindukan potensial vektor guna membunuh memberantaskan larva dengan menggunkan bahan kimia atau agen biologis, bahkan
bahan kimia yang di pakai. Larvasiding dapat dilakukan dengan menggunakan Altosid dengan bahan
aktifnya S-methropene dan Vektobac dengan bahan aktifnya Bacillus thurigiensis.
Universitas Sumatera Utara
Kedua bahan aktif tersebut dapat membunuh larva nyamuk dewasa sehingga memutuskan mata rantai populasi nyamuk Anopheles khususnya pada daerah endemis
malaria. Konsep teori dalam penelitian ini mengacu pada konsep Blum 1974, bahwa
ada empat faktor utama mempengaruhi derajat kesehatan masyarakatindividu yaitu perilaku, faktor lingkungan, pelayanan kesehatan dan faktor genetik. Kaitannya
dengan kejadian malaria kecenderungan disebabkan oleh faktor perilaku, dan lingkungan baik lingkungan fisik, dan biologis. Pengendalian vektor melalui
larvasiding termasuk dalam upaya manipulasi keadaan lingkungan untuk memberantas vektor penyebab malaria.
2.7. Kerangka Konsep Penelitian