2. Keberagamaan religiusitas
Dalam kamus bahasa Indonesia religiusitas berarti pengabdian
terhadap agama atau kesalehan. Sedangkan menurut Dister religiusitas adalah
keadaan dimana individu merasakan dan mengakui adanya kekuatan tertinggi yang menaungi kehidupan manusia, dan hanya kepada-Nya manusia merasa
bergantung dan berserah diri.
17
Semakin manusia mengakui adanya Tuhan dan kekuasaan-Nya, maka semakin tinggi tingkat religiusitasnya. Religiusitas
diwujudkan dalam berbagai sisi kehidupan manusia yang tidak hanya pada kegiatan yang kasat mata tetapi lebih dalam lagi , mencakup aspek perasaan,
motivasi, dan aspek batiniah manusia.
Selain itu Ibnu Djarir menyatakan bahwa religiusitas adalah satu
kesatuan unsur - unsur yang komprehensif yang menjadikan seseorang sebagai orang yang beragama being religious, dan bukan hanya sekedar mengaku
mempunyai agama having religious. Religiusitas meliputi kemauan agama, keyakinan agama, pengalaman ritual agama, pengalaman agama, perilaku
agama dan sikap sosial keagamaan.
18
Dalam Islam, religiusitas pada garis besarnya tercermin dalam pengalaman akidah, syariah dan akhlak. Atau dalam
ungkapan lain tercermin dalam iman, islam, dan ikhsan. Bila unsur itu dimiliki seseorang maka itulah beragama sesungguhnya.
Dari penjelasan diatas dapat dikatakan bahwa religiusitas adalah keyakinan, penghayatan, pengalaman, pengetahuan dan peribatan seorang
17
Niko Syukur Dister, Pengalaman dan Motivasi Beragama, Yogyakarta: Kanisisus, 1994, 67
18
Ibnu Jarir, Erosi Moral Dan Pemahaman Kembali Agama, diakses pada tanggal 27 April 2008, dari http:suara merdeka.comharian
penganut agama terhadap agamanya yang diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari sebagai pengakuan akan adanya kekuatan tertinggi yang menaungi
kehidupan manusia di dunia dan di akhirat.
3. Fungsi Agama
Dister mengemukakan empat fungsi religiusitas, yaitu:
19
a Untuk mengatasi frustasi Setiap manusia memiliki kebutuhan, baik kebutuhan fisik seperti
makanan, minuman, dan pergaulan seksual maupun kebutuhan spisikis seperi ketentraman, persahabatan, penghargaan, dan cinta kasih. Maka
manusia terdorong untuk memuaskan kebutuhan dan keinginan tersebut. Bila tidak berhasil memenuhi kebutuhan maka akan timbul rasa kecewa,
keadaan inilah yang disebut frustasi. Orang yang mengalami frustasi berusaha mengatasi dengan membelokkan arah kebutuhan dan keinginan
yang dimiliki dari yang bersifat keduniaan menuju keinginan Tuhan, lalu mengharapakan pemenuhan keinginan tersebut dari Tuhan. Manusia akan
tenang bila berserah diri dengan Tuhan karena merasa yakin bahwa Tuhan akan selalu menolong setiap hamba yang membutuhkan, sehingga dapat
memberikan ketentraman di dalam hati setiap manusia. Disini keyakinan tersebut ada karena seseorang memiliki kualitas pemahaman agama yang
baik. b Untuk menjaga kesusilaan dan tata tertib masyarakat
19
Niko Syukur, Dister, Pengalaman dan Motivasi Beragama, Yogyakarta: Kanisius,1994 hal 67
Manusia wajib hidup berdasarkan moral bukan hanya karena kehendak Tuhan, tetapi juga demi diri dan suara hati manusia itu sendiri.
Nilai-nilai moral yang bersifat otonom, artinya nilai-nilai seperti keadilan, kejujuran dan keteguhan hati tetap berlaku meskipun Tuhan tidak tampil
dalam wujud fisik yang nampak oleh mata. Ini berarti manusia tidak dapat bergaul dengan Tuhan kalau manusia tidak hidup sesuai dengan norma-
norma moral. Oleh karena itu seseorang perlu menginternalisasikan nilai- nilai agama dan mengamalkan nilai-nilai moral yang otonom dan
religiusitas yang berfungsi sebagai pengendali suara hati. c
Untuk memuaskan intelek yang ingin tahu Terdapat tiga unsur kepuasan yang dapat ditemukan dalam agama oleh
intelek yang ingin tahu, yaitu: 4 Agama dapat
menyajikan pengetahuan
rahasia yang
dapat menyelamatkan manusia dari kejasmanian yang dianggap manghambat
dan menghantarkan manusia kepada keabadian. 4 Dengan menyajikan suatu moral maka agama memuaskan intelek yang
lain, mengetahui apa yang harus dilakukan manusia dalam hidup agar tercapai tujuan kehidupan manusia.
4 Agar dapat memuaskan keinginan yang mendalam agar hidup manusia bermakna, sehingga manusia menyetir hidup yang diijalani dan tidak
hanya diombang ambingkan saja oleh gelombang kehidupan dan terbawa arus.
Menurut Hendropuspito agama memiliki fungsi sebagai berikut:
a. Fungsi edukatif Agama memiliki fungsi edukatif yang mencakup tugas belajar dan
bimbingan. Dalam menyampaikan ajaran-ajarannya, agama memiliki perantara seperti nabi, kyai, pendeta dan lain sebagainya. Selain itu
media diberi petunujuk untuk keselamatan baik di dunia dan akhirat melalui kitab suci. Agama memberi pedoman kepada manusia untuk
menjalankan aktivitasnya di dunia agar mendapatkan karunia tuhan. Jika manusia kehilangan arah atau menyimpang dari norma atau ajaran
yang berlaku, maka agama dapat memberikan keseimbangan. b. Fungsi Penyelamatan
Setiap manusia menginginkan keselamatan baik hidup pada saat ini hingga kehidupan sesudah. Setiap agama mengajarkan dan
memberikan jaminan untuk mencapai kehidupan pada saat ini atau dikehidupan mendatang sesudah mati.
c. Pengawas sosial Agama memiliki fungsi pengawasan sosial dimana agama
bertanggungjawab atas adanya norma susila yang berlaku dalam masyarakat. Agama menyeleksi kaidah-kaidah susila yang ada dan
mengukuhkan yang baik sebagai kaidah yang baik dan menolak kaidah yang buruk untuk ditinggalkan sebagai larangan atau tabu. Selain itu
agama juga memberikan sanksi kepada manusia yang melanggar dan melakukan pengawasan yang ketat bagi pelaksananya.
d. Persaudaraan Konflik dan perpecahan sering kali terjadi dalam masyarakat. Dalam
hal ini agama mengajarkan untuk cinta perdamaian dan persatuan dengan mengukuhkan toleransi dan sikap menghormati antar pemeluk
agama. e. Transformatif
Disini agama dapat merubah kepribadian seseorang atau kelompok. Agama mampu merubah kehidupan dalam bentuk kehidupan baru dan
dengan nilai-nilai yang baru pula. Jika pola pikir masyarakat lama dibentuk oleh nilai-nilai adat maka fungsi transformatif agama dapat
mengubah kesetiaan masyarakat kepada nilai-nilai adat yang kurang ideal dan tidak manusiawi menjadi bentuk kepribadian manusia yang
ideal.
20
Dan pada penelitian ini, fungsi agama untuk perilaku permisif adalah sebagai kontrol sosial atau pengawas sosial karena agama dapat dijadikan norma
agar seseorang dapat mengendalikan hawa nafsu dan tidak melanggar norma yang ada.
20
D. Hendropuspito,o.c, Sosiologi Agama, Yogyakarta, Kanisius, 1983 Cet- ke 2 hal 38-55
4. Dimensi- dimensi Agama Menurut R . Stark dan C.Y Glock, ada lima dimensi agama yang perlu