d Stimuli yang mendorong dan mempertegas perilaku Stimulu atau rangsangan yang ada tergantung kepada situasi
layak atau tidak seseorang untuk melakukan perilaku. Misalnya situasi dalam mesjid yang tidak memungkinkan seseorang untuk
bebas melakukan apa saja karena ada nilai-nilai yang tidak boleh dilanggar di dalamnya.
C. Interaksi Sosial
Interaksi sosial adalah hubungan antara individu satu dengan individu
yang lainnya, individu yang satu dapat mempengaruhi yang lain atau sebaliknya, jadi terdapat hubungan yang saling timbal balik. Hubungan tersebut dapat antara
individu dengan individu, individu dengan kelompok, atau kelompok dengan kelompok.
37
Jadi interaksi sosial pun dapat mempengaruhi individu dalam berperilaku. Jika lingkungan tempat individu berinteraksi cenderung permisif bisa
jadi individu yang berinteraksi dilingkungan tersebut dapat berperilaku permisif pula.
Interaksi sosial hanya dapat terjadi jika telah memenuhi dua syarat yaitu,
adanya kontak sosial dan komunikasi. Secara harfiah kontak diartikan dengan sama-sama menyentuh. Secara fisik kontak baru dapat terjadi apabila terjadi
hubungan badaniah, namun sebagai gejala sosial hubungan badaniah itu tidak perlu, karena orang dapat melakukan hubungan dengan pihak lain tanpa
menyentuhnya, seperti berbicara dengan pihak lain. Maka hubungan badan bukan merupakan hal yang penting dalam melakukan kontak, karena kontak sendiri
37
Bimo Walgito, Psikologi Sosial Suatu Pengantar, Yogyakarta: Andi, 2003. Hal 57
dapat dilakukan walaupun jarak yang berkontakan sangat jauh dengan teknologi yang sudah semakin maju seperti sekarang, misalnya dengan menggunakan
pesawat telpon, telpon seluler, radio dan lain sebagainya. Sedangkan komunikasi memiliki arti penting dalam berinteraksi sosial,
seseorang akan dapat memberikan tafsiran pada perilaku orang lain yang berwujud pembicaraan, gerak-gerak badaniah atau sikap, perasaan – perasaan apa
yang ingin disampaikan oleh orang melalui komunikasi.
38
Kemudian orang yang bersangkutan memberikan reaksi terhadap perasaan yang ingin disampaikan oleh
orang lain tersebut, sehingga terjadilah interaksi antara orang yang satu dengan orang yang lainnya.
D. Karakteristik Mahasiswa
Kalau seorang anak memasuki SD pada umur 6 tahun, dan selama di SD, SMP, SMA, tidak pernah tinggal kelas maka ia akan memasuki Pendidikan
tinggi atau Akademik pada usia 18 tahun, itu pun jika ada niat meneruskan studinya ke jenjang yang lebih tinggi.
Pada umumnya tahapan perkembangan adalah sebagai berikut: 1. 12-14 tahun : remaja awal
2. 15-17 tahun : remaja 3. 18-21 tahun : remaja akhir
Dengan melihat tahapan diatas berarti mahasiswa berada dalam tahap remaja akhir, karena usia mereka sekitar 18 sampai dengan 21 tahun, bahkan
lebih.
38
Soerjono Soekanto, Sosiologi, Suatu pengantar, Jakarta: PT Raja Grapindo Persada, 1990. hal 67
Ciri – ciri perkembangan remaja lanjut dapat dilihat dalam tugas- tugas perkambangan sebagai berikut:
39
4 Menerima keadaan fisiknya 4 Memperoleh kebebasan emosional
4 Mudah bergaul. 4 Menemukan model untuk identifikasi
4 Mengetahui dan menerima kemampuan sendiri 4 Memperkuat penguasaan diri atas dasar skala nilai dan norma
4 Meninggalkan reaksi dan cara penyesuaian kekanak-kanakan Mahasiswa yang berada pada masa usia remaja lanjut memang
menghadapi berbagai kesulitan penyesuaian dan tidak semua mampu mengatasi sendiri. Bahkan banyak mahasiswa yang membutuhkan bantuan baik dalam
menyesuaikan diri ke statusnya yang baru sebagai mahasiswa dengan berbagai persoalan dalam pergaulan maupun dalam studi, hal hal yang membutuhkan
penyesuaian bagi seorang mahasiswa adalah :
40
1. Perbedaan sifat pendidikan di SLTA –Perguruan Tinggi Akademi a Kurikulum, kurikulum Perguruan tinggi dengan kurikulum SLTA
pastinya sangat berbeda, kurikulum diperguruan tinggi lebih sedikit dibading di SLTA namun lebih mendalam.
b Disiplin, biasanya di Perguruan Tinggi tidak seketat ketika di SLTA, karena memang dianggap sudah dewasa dan tanggung
jawab diserahkan kepada mahasiswa yang bersangkutan, dengan
39
Singgih D. Gunarsa dan Ny. Singgih D. Gunarsa, Psikologi Praktis : Anak, Remaja dan keluarga,
Jakarta:PT BPK Gunung Mulia, 2000, hal 129
40
Singgih D. Gunarsa dan Ny. Singgih D. Gunarsa, Psikologi Praktis : Anak, Remaja dan keluarga
. Hal 132
melonggarnya disiplin jelas mengubah cara belajar yang lebih bebas dan hal ini akan menimbulkan kesulitan sendiri.
c Hubungan dosen – mahasiswa, pola hubungan yang sangat berbeda dibandingkan di SLTA. Dialog langsung pada tingkat-tingkat awal
dimana mahasiswa cenderung lebih banyak jarang sekali dilakukan, karena itu mahasiswa sering kali harus menyesuaikan
diri terhadap cara dosen memberi kuliah. 2. Hubungan Sosial
Pada masa usia lanjut pola pergaulan sudah bergeser dari pola pergaulan homoseksual kearah heteroseksual. Seiring juga dengan
pergeseran dari depedensi ke indepedensi, mahasiswa lebih bebas untuk bergaul, masalah pergaulan ini dapat menjadi masalah yang cukup pelik
bila berkaitan dengan masalah percintaan, kesulitan penyesuaian diri dan keterlibatan terhadap pengaruh kelompok pergaulan yang bisa bersifat
negatif. 3. Masalah Ekonomi
Sekalipun mahasiswa sudah bisa melepaskan diri dari ketergantungan spisikis, namun ketergantungan ekonomi masih ada, karena pada umumnya
belum berpenghasilan. Kalau studinya lancar dan orang tua mempunyai uang yang cukup maka keuangan tidak akan menjadi masalah yang pelik,
tetapi sebaliknya jika studi tidak lancar dan perekonomian orang tua kurang mendukung, maka akan timbul masalah yang pelik, akan timbul konflik
antara ingin meneruskan studi dan bekerja mencari uang.
41
41
Singgih D. Gunarsa dan Ny. Singgih D. Gunarsa, Psikologi Praktis : Anak, Remaja dan keluarga
. Hal 133
4. Pemilihan bidang studi Antara bakat dan minat serta kesempatan yang ada sering kali
menimbulkan masalah yang pelik. Apa yang diminati sering kali harus dikorbankan karena kesempatan tidak atau sulit diperoleh.
Dalam menjalanai pergaulan ataupun studinya mahasiswa sering sekali menghadapi kendala atau masalah. Masalah yang sering dihadapi oleh
mahasiswa diantaranya : o
Bersumber pada kepribadian, aspek motivasi sangat penting agar gairah untuk belajar dan menekuni studi menjadi lancar. Namun terkadang
bayangan mengenai masa depan, pekerjaan apa yang akan di dapat nanti belum jelas, dapat mengendorkan semangat studinya. Sebaliknya
kepercayaan diri yang terlalu kuat dapat menimbulkan ketegangan terus menerus dengan akibat konsentrasi belajar menjadi terganggu, misalnya
pada tipe kepribadian yang neurotic. o
Prestasi akademik, tidak semua keinginan dapat terpenuhi. Dalam bidang pendidikan prestasi akademik merupakan hasil dari berbagai
faktor, antara lain faktor kemampuan dasar dan bakat yang dimiliki. Kegagalan dalam prestasi akademik bisa jadi disebabkan karena
kemampuan dasar yang dimiliki tidak menyokong atau tidak ada bakat. Kegagalan
juga disebabkan karena mahasiswa tidak dapat menggunakan waktu belajar dengan tepat atau karena fasilitas yang
ada kurang mendukung. o
Kondisi yang kurang atau tidak menunjang, keadaaan rumah seperti fentilasi yan kurang baik, bising dan lain sebagainya dapat menjadi
masalah bagi mahasiswa untuk belajar. Keadaan psikologis keluarga, hubungan dengan orang tua atau saudara-saudara, bahkan kampus
dengan berbagai aktivitas yang serba ada pun dapat menjadi penghambat dalam menjalankan studinya.
42
42
Singgih D. Gunarsa dan Ny. Singgih D. Gunarsa, Psikologi Praktis : Anak, Remaja dan keluarga
.135
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
Metode penelitian adalah kerangka teoritis yang dipergunakan oleh penulis untuk mengumpulkan, menganalisa, mengerjakan, atau mengatasi masalah
yang dihadapi dalam penelitian. Penelitian ini merupakan explanatory research, yaitu penelitian survey yang bertujuan menjelaskan pengaruh dan hubungan
antara variabel melalui pengujian hipotesa. Senada dengan pendapat Masri Singarimbun dan Sofyan Effendy, bahwa “Apabila untuk data yang sama peneliti
menjelaskan hubungan kausal antara variabel-variabel melalui pengujian hipotesa, maka penelitian tersebut tidak lagi dinamakan penelitian dekriptif melainkan
penelitian pengujian hipotesa atau penelitian penjelasan”
43
. A.
Lokasi dan Waktu Penelitian
Dalam penelitian ini penulis mengambil lokasi di Universitas Islam Negeri Syarif Jakarta, dengan objek yang Hidayatullah diteliti adalah mahasiswa UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta. Sedangkan waktu yang ditempuh untuk penelitian ini selama tiga bulan, dimulai sejak tanggal 1 November 2008 sampai dengan 31
Januari 2009.
B. Populasi, Sampel dan Teknik Pengambilan Sampel
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh mahasiswa UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta yang tercatat pada tahun akademik 2007-2008 yang tersebar pada 10 fakultas. Dengan melihat besarnya populasi, maka penulis membatasinya
dengan hanya mengambil beberapa sampel dari jumlah populasi yang ada. Maka,
43
Masri Singarimbun dan Sofyan Effendy, Metodologi Penelitian Survey, Jakarta : LP3ES 1989 hal 21.