Rumusan Masalah Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian Tempat dan Waktu Penelitian Hasil Identifikasi β-Glukan dengan FTIR Metode Cakram KBr

3

1.2. Rumusan Masalah

1. Sejauh manakah β-glukan dapat diisolasi dengan menggunakan metode ekstraksi Yap Ng 2001 ? 2. Bagaimana hasil karakterisasi β-glukan dengan FTIR? 3. Berapakah kadar β-glukan hasil pengukuran dengan metode kolorimetri congo red dan megazyme?

1.3. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengisolasi β-glukan dari tubuh buah jamur tiram putih dengan menggunakan metode ekstraksi Yap Ng 2001 dan mengetahui hasil karakterisasi β-glukan hasil ekstraksi dengan Spektrofotometer FTIR serta menentukan kadar β-glukan yang dihasilkan menggunakan metode megazyme dan congo red.

1.4. Manfaat Penelitian

Dari hasil penelitian ini diharapkan diperoleh β-glukan murni dari hasil ekstraksi jamur tiram putih dengan menggunakan metode Yap Ng 2001 sehingga ekstrak yang diperoleh dapat diuji bioaktivitasnya sebagai bahan obat antikanker. 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Jamur Tiram Putih

Jamur tiram putih merupakan jenis jamur kayu yang tumbuh berderet menyamping pada batang kayu lapuk. Jamur ini memiliki tubuh buah yang tumbuh mekar membentuk corong dangkal seperti kulit kerang. Ciri jamur tiram putih antara lain bentuk tudung seperti tiram, lebar mencapai 25 cm, tebalnya 0,5- 2 cm, yang tumbuh di daerah dingin biasanya tudungnya lebih tebal dibandingkan dengan yang tumbuh di suhu yang lebih panas Sumarmi, 2006. Jamur tiram putih banyak tumbuh di daerah yang lembab atau di negara yang memiliki 4 musim. Indonesia merupakan salah satu negara penghasil jamur tiram putih. Petani-petani jamur tiram putih di Indonesia pada saat ini berkembang cukup pesat hal ini dikarenakan permintaan pasar internasional dan potensi dari jamur tiram putih tersebut Suriawira, 2009. Pada mulanya jenis jamur ini ditemukan tumbuh secara alami pada batang- batang pohon di hutan. Sekitar tahun 1935, upaya pembudidayaannya dipublikasikan oleh Kaufert, kemudian diikuti dengan berbagai penelitian di mancanegara untuk berbagai jenis jamur tiram. Jamur tiram mula-mula dibudidayakan di Belanda dan sempat diteliti serta diuji khasiatnya di laboratorium World Healt Organization WHO. Dalam perkembangannya, jamur ini kemudian masuk ke Indonesia dan dikembangkan di Wonosobo, selanjutnya dibudidayakan di Sukabumi, Purbalingga, dan Temanggung Prahastuti, 2001. 4 5

2.1.1. Klasifikasi Jamur Tiram Putih

Gambar 1. Pleurotus ostreatus Jamur tiram putih Pleurotus ostreatus dinamakan demikian karena bentuknya seperti tiram atau kerang. Oleh orang Jepang jamur tiram putih disebut shimeji, lain halnya dengan orang eropa dan amerika yang menyebutnya sebagai oyster white Anonim, 2002. Jamur tiram putih merupakan jenis tumbuhan yang hidup pada bahan organik yang sudah tidak berguna saprofit. Jamur tiram putih tumbuh dan berkembang sepanjang tahun di berbagai iklim tropis dan sub tropis. Jamur tiram putih tumbuh baik pada musim panas. Di Indonesia jamur tiram putih biasa tumbuh saat musim hujan maupun kemarau Sumarmi, 2006. Pada umumnya jamur tiram, Pleurotus ostreatus, mengalami dua tipe perkembangbiakan dalam siklus hidupnya, yakni secara aseksual maupun seksual. Seperti halnya reproduksi aseksual jamur, reproduksi aseksual basidiomycota secara umum yang terjadi melalui jalur spora yang terbentuk secara endogen pada kantung spora atau sporangiumnya, spora aseksualnya yang disebut konidiospora terbentuk dalam konidium. Sedangkan secara seksual, reproduksinya terjadi Kerajaan : Fungi Filum : Basidiomycota Kelas : Homobasidiomycetes Ordo : Agaricales Famili : Tricholomataceae Genus : Pleurotus Spesies : P. ostreatus 6 melalui penyatuan dua jenis hifa yang bertindak sebagai gamet jantan dan betina membentuk zigot yang kemudian tumbuh menjadi primodia dewasa. Spora seksual pada jamur tiram putih, disebut juga basidiospora yang terletak pada kantung basidium Phillips, 2006. Mula-mula basidiospora bergerminasi membentuk suatu masa miselium monokariotik, yaitu miselium dengan inti haploid. Miselium terus bertumbuh hingga hifa pada miselium tersebut berfusi dengan hifa lain yang kompatibel sehingga terjadi plasmogami membentuk hifa dikariotik. Setelah itu apabila kondisi lingkungan memungkinkan suhu antara 10-20 °C, kelembaban 85-90, cahaya mencukupi, dan CO 2 1000 ppm maka tubuh buah akan terbentuk. Terbentuknya tubuh buah diiringi terjadinya kariogami dan meiosis pada basidium. Nukleus haploid hasil meiosis kemudian bermigrasi menuju tetrad basidiospora pada basidium. Basidium ini terletak pada bilah atau sekat pada tudung jamur dewasa yang jumlahnya banyak lamela. Dari spora yang terlepas ini akan berkembang menjadi hifa monokarion. Hifa ini akan memanjangkan filamennya dengan membentuk cabang hasil pembentukan dari dua nukleus yang dibatasi oleh septum satu septum satu nukleus. Kemudian hifa monokarion akan mengumpul membentuk jaringan sambung menyambung berwarna putih yang disebut miselium awal dan akhirnya tumbuh menjadi miselium dewasa kumpulan hifa dikarion. Dalam tingkatan ini, hifa-hifa mengalami tahapan plasmogami, kariogami, dan meiosis hingga membentuk bakal jamur. Nantinya, jamur dewasa ini dapat langsung dipanen atau dipersiapkan kembali menjadi bibit induk OECD, 2006. 7 Indonesia merupakan salah satu negara yang mengembangkan pertanian jamur tiram putih selain Jepang dan Cina. Hal ini terlihat pada tabel 1 dimana Indonesia merupakan salah satu produsen jamur tiram putih di dunia. Tabel 1. Negara penghasil beberapa jenis jamur Nama Umum Negara Penghasil ChampaignonJamur kancing Shittakeblack mushroomhioko Jamur merang paddy straw mushroom Jamur winter Jamur kupinghiratake Jamur tiramshimeji Nameko Jamur lendir putih Tuber Amerika serikat, Perancis, Nederland, Inggris, RRC, Taiwan, Australia, Skandinavia Cina, Jepang, Taiwan, Korea, Indonesia Baru mulai, Amerika serikat dan beberapa Negara Eropa Cina, Taiwan, Korea, Filipina, Thailand, Indonesia, Malaysia Jepang, Cina, Taiwan, Korea Cina, Taiwan, Filipina Cina, Taiwan, Jepang, Thailand, Pakistan, Indonesia, Singapura, Jerman, Nederland Jepang Cina, Taiwan Jepang Suriawira, 2009

2.1.2. Komposisi Kimia dan Khasiat Jamur Tiram Putih

Seiring dengan populasi jamur sebagai bahan makanan yang enak dan bergizi, permintaan atas jamur tiram putih di masyarakat terus meningkat. Jamur tiram putih banyak diminati oleh masyarakat karena rasanya yang enak. Jamur tiram putih biasa dimasak di dalam sup bahkan ada pula yang membuat jamur tiram putih menjadi makanan ringan seperti keripik jamur tiram. Selain enak 8 jamur tiram putih juga bergizi, dimana kandungan gizi dari jamur tiram putih ini dapat dilihat pada tabel 2. Tabel 2. Komposisi dan kandungan gizi jamur tiram putih per 100 gram Zat Gizi Kandungan Kalorienergi 367 kal Protein 10,5-30,4 Karbohidrat 56,6 Lemak 1,7-2,2 Tiamin 0,2 mg Riboflavin 4,7-4,9 mg Niasin 77,2 mg Co kalsium 314 mg K kalium 3,793 mg P Posfor 717 mg Na Natrium 837 mg Fe zat besi 3,4-18,2 mg Serat 7,5-8,7 Sumarmi, 2006 Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa jamur tiram putih memiliki kandungan gizi yang cukup baik untuk dikonsumsi bahkan jika dilihat dari kandungan proteinnya jamur tiram ini memiliki kandungan protein yang lebih tinggi dari beras yang hanya sebesar 7,3 dan gandum yang sebesar 13,2. Jamur tiram putih juga mengandung sembilan macam asam amino yaitu lisin, metionin, triptofan, threonin, valin, leusin, isoleusin, histidin dan fenilalanin. 72 lemak dalam jamur tiram terdiri dari asam lemak tidak jenuh, sehingga aman dikonsumsi baik yang menderita kelebihan kolesterol hiperkolesterol 9 maupun gangguan metabolisme lipid, sisanya 28 asam lemak jenuh serta adanya semacam polisakarida kitin di dalam jamur tiram sehingga menimbulkan rasa enak Sumarmi, 2006. Dilihat dari kandungan gizi yang terdapat dalam jamur tiram putih maka bahan ini termasuk aman untuk dikonsumsi. Adanya serat yaitu lignoselulosa baik untuk pencernaan. Penelitian pada tikus menunjukkan bahwa dengan pemberian menu jamur tiram putih selama 3 minggu akan menurunkan kadar kolesterol dalam serum hingga 40 dibandingkan dengan tikus yang tidak diberi pakan yang mengandung jamur tiram putih, sehingga mereka berpendapat bahwa jamur tiram putih dapat menurunkan kadar kolesterol pada penderita hiperkolesterol Sumarmi, 2006. Kandungan serat yang terkandung dalam jamur tiram putih juga berpengaruh positif terhadap pencegahan penyakit kencing manis. Dengan peningkatan konsumsi serat dapat membantu perbaikan sensitifitas jaringan ujung saraf insulin, sehingga dapat mengurangi kebutuhan tubuh akan insulin. Berdasarkan eksperimen The Mushroom Asosiation of England dengan memberi tiga pon jamur tiram putih pada penderita kanker setiap minggu selama enam bulan berturut-turut menunjukan efek yang signifikan terhadap kondisi kesehatan penderita yang berangsur membaik dan pada akhirnya sembuh Jaelani, 2008. Selain zat-zat di atas jamur tiram putih juga mengandung senyawa pleuran yang merupakan polimer dari glukosa. Pleuran terdiri dari ikatan β-1,3 dan β-1,6 glukosida, dengan rumus molekul C 6 H 10 O 5 x . Zat inilah yang diduga memiliki 10 bioaktivitas sebagai zat antikanker, antikolesterol dan antiinflamasi karena memiliki struktur umum β-glukan. Gambar 2. Rumus Struktur Pleuran β-1,3 dan β-1,6 glukan

2.2. β-D-Glukan

Gambar 3. Struktur molekul β-D-glukan Kidd, 2000 Glukan adalah polisakarida yang terbuat dari rantai molekul glukosa. Sedangkan beta β adalah sebutan dari posisi sterik dari group hidroksi glukosa yang termasuk dalam formasi rantai tersebut. Beta β-1,3 D-glukan dan beta β- 1,6 D-Glukan adalah struktur yang biasa terbentuk. Sedangkan penomoran 1,3 dan 1,6 adalah berdasarkan posisi molekul glukosa yang terangkai bersama rantai. β- glukan merupakan homopolimer glukosa yang diikat melalui ikatan β-1,3 dan β- 11 1,6 glukosida Thontowi, 2007. β-glukan memiliki bobot molekul tinggi, tergolong senyawa homopolisakarida, yaitu polisakarida yang tersusun dari satu jenis gula. Monomer β-glukan yakni D-glukosa Kusmiati, 2007. Pada tahun 1940-an sebuah riset telah dilakukan oleh Pillemer yang kemudian menemukan suatu substansi yang dapat meningkatkan kekebalan tubuh yang disebut Zymosan dan tidak diketahui dengan jelas sampai pada tahun 1960- an. Hingga pada tahun 1970-an Nicholas Diluzio di Tulane University, penelitian mengenai beta β 1,3 D Glukan pada manusia dimulai, kemudian diuji lagi oleh Dr Peter Mansell bahwa senyawa beta β D Glukan mampu mengaktifkan makrofag. Pada tahun 1980 di Harvard Study dilakukan penelitian yang menggambarkan adanya rangsangan yang disebabkan oleh senyawa beta β D Glukan untuk meningkatkan kekebalan tubuh. Disamping juga sejumlah riset yang menunjukkan bahwa senyawa beta β D Glukan yang mampu mengaktifkan makrofag untuk mengatasi infeksi HIV, komplikasi yang disebabkan trauma berat dan akibat radiasi, beta β D Glukan juga mampu untuk meningkatkan efektifitas antibiotik dan antivirus Ahmad, 2008. Beta glukan banyak terdapat pada dinding sel bakteri, jamur, maupun tumbuhan tingkat tinggi. Beta glukan telah mendapat rekomendasi aman dari Food and Drug Administration FDA untuk dikonsumsi manusia. Berbagai penelitian mengungkapkan bahwa β-glukan yang dikonsumsi dapat memberikan efek pengobatan antara lain sebagai antioksidan, antikolesterol, perlindungan terhadap radiasi, antipenuaan dan juga sebagai antitumor Spicer, 2005. 12 Proteoglikan merupakan gabungan antara polisakarida dan protein dengan polisakarida sebagai rantai utamanya dan protein sebagai konjugat. Perbedaan proteoglikan dengan glikoprotein yaitu pada proteoglikan rantai penyusun utamanya yaitu polisakarida, sedangkan pada glikoprotein rantai penyusun utamanya adalah protein. Proteoglikan bisa juga disebut sebagai glikosaaminoglikan atau dapat juga disebut mukopolisakarida. Heparin adalah salah satu contoh senyawa yang termasuk proteoglikan, dimana ia berfungsi sebagai anti gumpalan darah Anida, 2004 Gambar 4. Struktur heparin Peptidoglikan adalah polisakarida yang terdiri dari dua gula turunan yaitu asam-N-asetil glukosamin serta asam-N-asetil muramat yang dihubungkan ikatan β-1,4, dan sebuah rantai peptida pendek yang contohnya terdiri dari asam amino l- alanin, D-alanin, D-asam glutamat, dan baik L-lisin atau asam diaminopimelik DAP-asam amino langka yang hanya ditemukan pada dinding sel prokariot. Peptidoglikan adalah komponen utama dinding sel bakteri yang bersifat kaku dan 13 bertanggung jawab untuk menjaga integritas sel serta menentukan bentuknya. Struktur dasar peptidoglikan adalah sebuah selubung yang menyelimuti sel yang tersusun dari utas-utas peptidoglikan yang berdampingan satu sama lain dan dihubungkan dengan ikatan silang tetrapeptida yang terbuat dari asam amino. Peptidoglikan hanya ditemukan pada spesies bakteri contohnya Staphylococcus aureus, namun tidak semua bakteri memiliki DAP pada peptidoglikannya Madigan et al, 2006.

2.2.1. Bioaktivitas β-glukan Sebagai Antikanker

Seperti yang telah diketahui β-glukan memiliki bioaktifitas sebagai antikanker. Hal ini telah dibuktikan dengan penelitian yang dilakukan peneliti terdahulu. Berikut ini merupakan mekanisme penghambatan perkembangan sel kanker oleh β-glukan. Gambar 5. Mekanisme penghambatan sel kanker oleh β-glukan Anonim, 2009 14 Mekanisme penghambatan perkembangan sel kanker oleh β-glukan sebagaimana pada gambar 4 dapat terjadi secara langsung ataupun tidak langsung, secara langsung β-glukan mengaktivasi makrofag, neutrofil, dan Natural Killer Cells dan memecah dinding selkanker, sehingga pertumbuhan sel kanker terhambat. Secara tidak langsung β-glukan yang menempel pada makrofag menstimulasi makrofag untuk membentuk Cytotoksik T Limposit yang kemudian cytotoksik T limposit menghasilkan substansi kimia antikanker lainnya yang dapat menghacurkan sel kanker. Dengan kata lain adanya β-glukan dapat mengaktifkan makrofag untuk mengenal dan merusak sel yang mengalami mutasi yang dapat menyebabkan kanker ataupun tumor Anonim, 2009.

2.3. Ekstraksi

Ekstraksi adalah proses pemisahan komponen yang diinginkan dari penyusun-penyusun lain dalam suatu bahan atau campuran dengan menggunakan pelarut. Ekstraksi merupakan salah satu langkah untuk mendapatkan senyawa dari sistem campuran Pudjaatmaka dan Qodratillah, 2002. Bila suatu zat terlarut membagi diri antara dua cairan yang tak dapat campur, ada suatu hubungan yang pasti antara konsentrasi zat terlarut dalam dua fasa pada kesetimbangan. Nernst pertama kalinya memberikan pernyataan yang jelas mengenai hukum distribusi ketika pada tahun 1981 ia menunjukan bahwa suatu zat akan terlarut akan membagi dirinya antara dua cairan yang tak dapat campur sedemikian rupa sehingga angka banding konsentrasi pada kesetimbangan adalah konstanta pada suatu temperatur tertentu Underwood, 2002. 15 Berdasarkan hukum distribusi nernst : [A] 1 = tetapan [A] 1 menyatakan konsentrasi zat terlarut A dalam fase cair 1. Meskipun hubungan ini berlaku cukup baik dalam kasus-kasus tertentu, pada kenyataannya hubungan ini adalah tidak eksak. Yang benar, dalam pengertian termodinamik, angka banding aktivitas bukannya rasio konsentrasi yang seharusnya konstan. Aktivitas suatu spesies kimia dalam satu fase memelihara suatu rasio yang konstan terhadap aktivitas spesies itu dalam fase cair yang lain ; a A1 Di mana : a A1 = aktivitas zat terlarut A dalam fase 1 K DA = koefisien distribusi dari spesies A

2.3.1. Ekstraksi Padat-Cair

Ekstraksi padat–cair dilakukan bila ingin memisahkan suatu komponen dalam suatu padatan dengan menggunakan suatu pelarut cair. Ekstraksi ini didasarkan pada perpindahan massa komponen zat padat ke dalam pelarut dimana perpindahan mulai terjadi pada lapisan antar muka, kemudian berdifusi masuk ke dalam pelarut. Proses pengekstraksian komponen kimia dalam sel tanaman yaitu pelarut organik akan menembus dinding sel dan masuk kedalam rongga sel yang mengandung zat aktif, zat aktif akan larut dalam pelarut organik di luar sel, maka larutan terpekat akan berdifusi keluar sel dan proses ini akan berulang terus [A] 2 a A2 K DA 16 sampai terjadi keseimbangan antara konsentrasi cairan zat aktif di dalam dan di luar sel Sudjadi, 1986. Faktor-faktor yang harus diperhatikan dalam proses ekstraksi padat-cair, yaitu : 1. Pelarut yang digunakan harus melarutkan bahan yang diekstraksi secara sempurna 2. Analit dalam sampel harus tahan panas tidak terurai oleh panas 3. Volume pelarut pengekstraksi harus cukup agar tidak kering 4. Pelarut tidak atau sedikit saja melarutkan bahan lain selain analit yang diinginkan diisolasi Ada beberapa contoh dari ekstraksi padat cair yaitu : 1. Maserasi Maserasi merupakan proses perendaman sampel dengan pelarut organik yang digunakan pada temperatur ruangan. Proses ini sangat menguntungkan dalam isolasi senyawa bahan alam karena dengan perendaman sampel tumbuhan akan terjadi pemecahan dinding dan membran sel akibat perbedaan tekanan antara di dalam dan di luar sel sehingga metabolit sekunder yang ada dalam sitoplasma akan terlarut dalam pelarut organik dan ekstraksi akan sempurna karena dapat diatur lama perendaman yang dilakukan. Pemilihan pelarut untuk proses maserasi akan memberikan efektivitas yang tinggi dengan memperhatikan kelarutan senyawa bahan alam pelarut tersebut Darwis, 2002. Keuntungan cara ekstraksi ini adalah cara pengerjaan dan peralatan yang digunakan sederhana dan mudah diusahakan. Sedangkan kelemahannya adalah waktu pengerjaan lama. 17 2. Perkolasi Perkolasi merupakan proses melewatkan pelarut organik pada sampel sehingga pelarut akan membawa senyawa organik bersama-sama pelarut. Prinsipnya serbuk sampel ditempatkan dalam suatu bejana silinder yang bagian bawahnya diberi sekat berpori. Cairan pelarut dialirkan dari atas ke bawah melalui serbuk tersebut sehingga akan melarutkan zat aktif. Alat yang digunakan untuk perkolasi disebut perkolator. Larutan zat aktif yang keluar dari perkolator disebut sari atau perkolat, sedangkan sisa penyarian disebut ampas atau sisa perkolasi. Tetapi efektivitas dari proses ini hanya akan lebih besar untuk senyawa organik yang sangat mudah larut dalam pelarut yang digunakan Darwis, 2002. Gambar 6. Perkolator 3. Soxhletasi Prinsip kerjanya adalah serbuk yang akan diekstraksi diletakkan pada selongsong thimble dan ditempatkan pada bagian dalam alat soxhlet. Kemudian dipasang labu alas bulat yang sesuai dengan ukurannya. Diisi pelarut melalui bagian atas soxhlet, sehingga terjadi dua kali sirkulasi. Pada bagian atas dipasang 18 pendingin balik. Jika pelarut dididihkan uap akan keluar ke atas melalui pipa menuju pendingin balik dan akan dikondensasikan. Uap yang telah dikondensasikan akan turun dengan tetesan pelarut dan kemudian jatuh ke selongsong yang berisi bahan yang diekstraksi. Larutan akan berkumpul dan setelah larutan mencapai tinggi maksimal di atas soxhlet, secara otomatis larutan akan turun mengalir ke dalam labu alas bulat. Dengan demikian bahan dikatakan telah mengalami satu kali sirkulasi Darwis, 2002. Gambar 7. Ekstraktor soxhlet Proses ini akan terjadi terus menerus secara otomatis sampai ekstraksi sempurna. Selanjutnya senyawa hasil ekstraksi dapat diambil dari larutan yang terkumpul dari labu alas bulat. Keuntungan metode ini adalah cairan pelarut yang dibutuhkan lebih sedikit, zat aktif yang diperoleh lebih banyak, dan ekstraksi dapat diteruskan sesuai dengan keperluan tanpa menambah volume cairan pelarut. Sedangkan kerugiannya adalah larutan dipanaskan terus menerus sehingga yang zat aktifnya tidak tahan pemanasan kurang cocok dilakukan dengan metode ini. 19 Proses ini sangat baik untuk senyawa yang tidak terpengaruhi oleh panas Darwis, 2002. 4. Distilasi Distilasi atau penyulingan adalah suatu metode pemisahan bahan kimia berdasarkan perbedaan kecepatan atau kemudahan menguap volatilitas bahan. Dalam penyulingan, campuran zat dididihkan sehingga menguap, dan uap ini kemudian didinginkan kembali ke dalam bentuk cairan. Zat yang memiliki titik didih lebih rendah akan menguap lebih dulu Darwis, 2002. Gambar 8. Distilator Distilasi pertama kali ditemukan oleh kimiawan Yunani sekitar abad pertama masehi yang akhirnya perkembangannya dipicu terutama oleh tingginya permintaan akan spritus. Hypathia dari Alexandria dipercaya telah menemukan rangkaian alat untuk distilasi dan Zosimus dari Alexandria-lah yang telah berhasil menggambarkan secara akurat tentang proses distilasi pada sekitar abad ke-4 Bentuk modern distilasi pertama kali ditemukan oleh ahli-ahli kimia Islam pada masa kekhalifahan Abbasiah, terutama oleh Al-Razi pada pemisahan alkohol 20 menjadi senyawa yang relatif murni melalui alat alembik, bahkan desain ini menjadi semacam inspirasi yang memungkinkan rancangan distilasi skala mikro, The Hickman Stillhead dapat terwujud. Tulisan oleh Jabir Ibnu Hayyan 721-815 yang lebih dikenal dengan Ibnu Jabir menyebutkan tentang uap anggur yang dapat terbakar. Ia juga telah menemukan banyak peralatan dan proses kimia yang bahkan masih banyak dipakai sampai saat kini. Kemudian teknik penyulingan diuraikan dengan jelas oleh Al-Kindi. Secara teori, hasil distilasi dapat mencapai 100 dengan cara menurunkan tekanan hingga 110 tekanan atmosfer. Dapat pula dengan menggunakan distilasi azeotrop yang menggunakan penambahan pelarut organik dan dua distilasi tambahan, dan dengan menggunakan penggunaan cornmeal yang dapat menyerap air baik dalam bentuk cair atau uap pada kolom terakhir. Namun, secara praktek tidak ada distilasi yang mencapai 100 Yee, 2008. 5. Ekstraksi Yap Ng 2001 Metode ekstraksi Yap Ng pada dasarnya hampir sama dengan proses ekstraksi lainnya, pelarut yang digunakan dalam ekstraksi ini yaitu air aquades. β-glukan diisolasi dengan air panas yang kemudian dilakukan presipitasi pengendapan dengan etanol dan diteruskan dengan proses freeze drying dengan menggunakan nitrogen cair. Uji kemurnian dilakukan dengan analisis kolom karbohidrat yang memberikan kemurnian sebesar 87,5 . Jika dilihat dari aspek komersialnya metode ekstraksi yang dilakukan oleh Yap Ng 2001 lebih efisien, lebih murah dan tidak membutuhkan waktu yang lama jika dibandingkan dengan metode ekstraksi β-glukan yang dilakukan oleh 21 Mizuno 1999 dan Chihara et al pada tahun 1970. Berikut merupakan perbandingan antara metode Yap Ng dan Chihara et al. Tabel 3. Perbandingan metode ekstraksi Yap Ng 2001 dan Chihara et al 1970 Karakteristik Metode yang digunakan Metode Chihara Metode Yap Ng 1. Waktu ekstraksi 2. Bahan kimia yang dibutuhkan 3. Ekstrak yang dihasilkan 4. Persentasi kemurnian ekstrak 14 hari Banyak 4 mg 99,23 5 hari Tidak ada, kecuali nitrogen cair dan etanol 325 mg 87,50 Yap Ng, 2001

2.3.2. Ekstraksi Cair-Cair

Proses ekstraksi melibatkan dua fasa kedua fasa dapat berupa cairan tetapi tidak bercampur, dan dapat dilakukan dengan satu kali ekstraksi single extraction, beberapa kali ekstraksi multiple extraction, dan ekstraksi berkesinambungan continues extraction. Ektraksi cair-cair corong pisah merupakan pemisahan komponen kimia diantara 2 fase pelarut yang tidak saling bercampur dimana sebagian komponen larut pada fase pertama dan sebagian lain larut pada fase kedua, lalu kedua fase yang mengandung zat terdispersi dikocok, kemudian didiamkan sampai terjadi pemisahan sempurna dan terbentuk dua lapisan fase cair, dan komponen kimia akan terpisah ke dalam kedua fase tersebut sesuai dengan tingkat kepolarannya dengan perbandingan konsentrasi tetap Sudjadi, 1986. Hal yang penting pada jenis ekstraksi cair-cair ini bukanlah volume fasa organik, melainkan jumlah pengekstraksian yang dilakukan. Ekstraksi 10 ml fasa organik sebanyak 5 kali, 22 akan memisahkan senyawa yang lebih banyak dibandingkan dengan satu kali ekstraksi, walaupun total volume palarut organik yang digunakan sama Puspita, 2004. Ekstraksi cair-cair terutama digunakan, bila pemisahan campuran dengan cara destilasi tidak mungkin dilakukan misalnya karena pembentukan aseotrop atau karena kepekaannya terhadap panas atau tidak ekonomis. Seperti ekstraksi padat-cair, ekstraksi cair-cair selalu terdiri atas sedikitnya dua tahap, yaltu pencampuran secara intensif bahan ekstraksi dengan pelarut, dan pemisahan kedua fasa cair itu sesempurna mungkin. Pada ekstraksi cair-cair, satu komponen bahan atau lebih dari suatu campuran dipisahkan dengan bantuan pelarut. Proses ini digunakan secara teknis dalam skala besar misalnya untuk memperoleh vitamin, antibiotika, bahan-bahan penyedap, produk-produk minyak bumi dan garam-garam logam. Proses inipun digunakan untuk membersihkan air limbah dan larutan ekstrak hasil ekstraksi padat cair Rahayu, 2009.

2.4. Spektrofotometri UV-Visibel

Teknik analisis spektrofotometri termasuk salah satu teknik analisis instrumental disamping teknik kromatografi dan elektrokimia. Teknik tersebut memanfaatkan fenomena interaksi materi dengan gelombang elektromagnetik seperti sinar-x, ultraviolet, cahaya tampak dan inframerah. Fenomena interaksi bersifat spesifik baik absorpsi maupun emisi. Interaksi tersebut menghasilkan signal-signal yang disadap sebagai alat analisis kualitatif dan kuantitatif Sudjadi, 1985. 23

2.4.1. Prinsip Kerja Spektrofotometri UV-Visibel

Prinsip kerja dari spektrofotometri UV-Visibel adalah adanya interaksi antara radiasi pada rentang panjang gelombang 200-800 nm yang dilewatkan terhadap suatu senyawa. Elektron-elektron pada ikatan di dalam molekul menjadi tereksitasi sehingga menempati keadaan kuantum yang lebih tinggi dan dalam proses menyerap sejumlah energi yang melewati larutan tersebut. Semakin longgar elektron tersebut ditahan di dalam ikatan molekul, maka semakin panjang panjang gelombang energi lebih rendah radiasi yang diserap Watson, 2005. Suatu spektrometer UV-Visibel bekerja pada daerah panjang gelombang sekitar 200 nm pada ultra-violet dekat sampai sekitar 800 nm pada infra-merah sangat dekat. Lompatan elektron yang mungkin menyerap sinar pada daerah itu jumlahnya terbatas. Warna-warna utama dari spektrum sinar tampak adalah: Gambar 9. Warna pada spektrum sinar tampak Warna-warna dari spektrum sinar tampak lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel 4 dibawah ini : 24 Pa Pr Po Pt Tabel 4. Rentang panjang gelombang pada sinar tampak Warna Panjang gelombang nm Ungu 380 – 435 Biru 435 – 500 Sian biru pucat 500 – 520 Hijau 520 – 565 Kuning 565 – 590 Oranye 590 – 625 Merah 625 – 740 Gambar 10. Prinsip kerja cahaya yang terabsorpsi Po = Pa + Pt + Pr dimana: Po = intensitas sinar yang masuk Pa = intensitas sinar yang diabsorbsi Pr = intensitas sinar yang dipantulkan Pt = intensitas sinar yang diteruskan Ketika panjang gelombang cahaya melalui larutan kimia yang diujikan, sebagian cahaya tersebut akan diabsorbsi oleh larutan. Berdasarkan hukum Lambert Beer’s 1852, secara kuantitatif absorbsi ini dinyatakan sebagai berikut : Log I I T = ε . L. C 25 dimana I = Intensitas cahaya sebelum melewati sampel I T = Intensitas cahaya setelah melewati sampel ε = Koefisien ekstingsi, konstanta yang tergantung dari senyawa substansi dan panjang gelombang yang digunakan untuk análisis L = Panjang atau jarak cahaya yang melewati sampel C = Konsentrasi dari larutan yang dianalisa

2.4.2. Instrumentasi Spektrofotometer UV-Visibel

Alat spektrofotometer UV-Vis terdapat dua macam yaitu single beam dan double beam dimana perbedaan antara keduanya adalah pada tempat sampel dan standar. Untuk single beam, tempat sampel dan standar digunakan bergantian, sedangkan untuk double beam sampel dan standar memiliki tempat masing- masing, sehingga dalam pengukuranya dilakukan secara bersama. Berikut perbedaan skema alat antara single beam dan double beam Underwood,2002 Gambar 11. Skema alat spektrofotometer UV-Vis single beam Sumber Monokromator Sampel Detektor Penguat Pembaca 26 Gambar 12. Skema alat spektrofotometer UV-Vis double beam Adapun bagian-bagian dari alat spektrofotometer UV-Vis terdiri dari : 1. Sumber cahaya, yang biasa digunakan dalam spektrofotometer UV-Vis adalah lampu hidrogen atau lampu deuterium. Kebaikan lampu wolfram adalah energi radiasi yang dibebaskan tidak bervariasi pada berbagai panjang gelombang. 2. Monokromator, Alatnya dapat berupa prisma atau grating. Untuk mengarahkan sinar monokromatis yang diinginkan dari hasil penguraian ini dapat digunakan celah. Ada dua tipe prisma yaitu susunan cornu dan susunan littrow. Secara umum tipe cornu menggunakan sudut 60°, sedangkan tipe littrow menggunakan prisma dimana pada sisinya tegak lurus dengan arah sinar yang berlapis alumunium serta mempunyai sudut optik 30°. sumber monokr omator sampel referens komputer Pengubah analog ke digital Pemroses sinyal Detektor Cermin berotasi Cermin Cermin Setengah cermin 27 3. Sel absorpsi, pada pengukuran di daerah tampak kuvet kaca atau kuvet kaca corex dapat digunakan, tetapi untuk pengukuran pada daerah UV kita harus menggunakan sel kuarsa karena gelas tidak tembus cahaya pada daerah ini. Umumnya tebal kuvetnya adalah 10 mm, tetapi yang lebih kecil ataupun yang lebih besar dapat digunakan. Sel yang biasa digunakan berbentuk persegi, tetapi bentuk silinder juga dapat digunakan. Kita harus menggunakan kuvet yang bertutup untuk pelarut organik. Sel yang baik adalah kuarsa dan gelas hasil leburan serta seragam keseluruhannya. 4. Detektor, peranan detektor penerima adalah memberikan respon terhadap cahaya pada berbagai panjang gelombang. Underwood,2002 Syarat-syarat senyawa yang dapat dianalisis menggunakan UV-VIS yaitu : 1 Bahan mempunyai gugus kromofor UV 2 Bahan tidak mempunyai gugus kromofor tapi berwarna Visible 3 Bahan tidak mempunyai gugus kromofor tidak berwarna, ditambahkan pereaksi warna Visible 4 Bahan tidak mempunyai gugus kromofor dibuat turunannya yang mempunyai gugus kromofor UV.

2.4.3. Metode Pengukuran Kadar β-glukan

1. Megazyme

Megazyme adalah salah satu perusahaan yang memproduksi enzim. Salah satu enzim yang diproduksi digunakan untuk menentukan kemurnian β-glukan yang berasal dari jamur. Mekanisme uji kemurnian β-glukan adalah sebagai berikut; senyawa hasil ekstraksi dari jamur dihidrolisis dengan menggunakan HCl 28 pekat menjadi D-glukosa dengan bantuan enzim Exo-1,3-Glucanase, setelah terhidrolisis D-glukosa diinkubasi menggunakan glukosa oksidase dan kemudian berubah menjadi D-glukonat dan peroksidase. Adanya enzim peroksidase dan penambahan p-hydroxibenzoic acid serta 4 aminoantipyrine, akan mengubah D- glukonat menjadi quinoneimine dye yang berwarna merah. Senyawa tersebut dapat diukur dengan menggunakan UV-Visibel spektrofotometer pada panjang gelombang 510 nm Barry, 2009. Uji Kemurnian β-glukan dengan metode megazyme dilakukan dengan dua tahap yaitu pengukuran total glukan dan pengukuran α-glukan dari ekstrak sampel. Untuk penentuan kadar kemurnian β-glukan dilakukan dengan cara persentase total glukan dikurangi dengan persentase α-glukan, maka akan didapat persentase kemurnian dari senyawa β-glukan yang terkandung dalam ekstrak sampel. Selain pengukuran sampel dilakukan juga pengukuran terhadap standar yaitu yeast yang telah tersedia dalam paket bersama enzim. Pengukuran ini dilakukan untuk memastikan ketelitian hasil pengujian ini, karena konsentrasi β- glukan dari yeast telah ditentukan sebesar 56,5 yang tertera pada botol standar yeast. Total Glukan – α-glukan = β-glukan Pengukuran total glukan dilakukan dengan cara menghidrolisis ekstrak sampel terlebih dahulu dengan menggunakan HCl pekat asam pekat kemudian sisa glukan yang tak terhidrolisis oleh HCl akan dihidrolisis oleh enzim exo-1,3- glukanase hal ini bertujuan agar sampel yang merupakan polimer dapat 29 terhidrolisis secara sempurna menjadi monomer-monomernya yang berupa D- glukosa. Setelah terhidrolisis secara sempurna kemudian larutan diinkubasi dengan GOPOD 4-aminoantipirin, asam p-hidroksi benzoat, enzim peroksidase sehingga warna larutan akan berubah menjadi warna merah yang dapat diukur dengan spektrofotometer UV-Visibel pada panjang gelombang 510 nm. Dapat dilihat reaksi dari proses di atas adalah sebagai berikut Barry, 2009. Reaksi 1 Reaksi 2 4 O 2 30 Pengukuran α-glukan dilakukan dengan cara menginkubasi sampel yang telah dilarutkan dengan KOH 2N dengan enzim amyloglucosidase dan larutan invertase. Yang mana enzim tersebut hanya akan memotong-motong glukan pada posisi α, sehingga hanya α-glukan yang terukur pada alat spektrofotometer. Setelah penambahan enzim larutan ditambahkan enzim GOPOD 4- aminoantipirin, asam p-hidroksi benzoat, enzim peroksidase dan diinkubasi. Akan terjadi perubahan warna menjadi warna merah sama halnya dengan pengukuran total glukan. Dapat dilihat reaksi dari proses di atas adalah sebagai berikut Barry, 2009. Reaksi 1 α-glukan + H 2 O D-glukosa Reaksi yang selanjutnya terjadi pada pengukuran α-glukan sama dengan pengukuran total glukan. Dari glukosa hingga pembentukan senyawa quinonimine yang berwarna merah. 2. Congo Red Gambar 13. Struktur molekul congo red amyloglukosidase 31 Congo red adalah suatu garam natrium dari benzidinediazo-bis-1- naftilamin-4-asam sulfonat dengan rumus molekul C 32 H 22 N 6 Na 2 O 6 S 2 dan dengan berat molekul 696,66 gmol. Congo red larut dalam air, dan kelarutan congo red paling baik dalam pelarut organik. Penggunaan congo red dalam bidang biokimia digunakan dalam penentuan kemurnian β-glukan yang diisolasi dari gandum. Berawal dari penelitian tersebut, reagen congo red sampai sekarang masih dapat digunakan sebagai penentuan kemurnian β-glukan Stensmaa, 2001. Congo red pertama kali disintesis pada tahun 1883 oleh Paul Bottiger yang bekerja untuk perusahaan Friedrich Bayer di Elberfield, Jerman. Ia sedang mencari pewarna tekstil yang tidak memerlukan langkah yang rumit. Perusahaan tersebut tidak tertarik dengan warna merah yang cerah. Jadi ia mengajukan paten di bawah namanya kemudian dijual kepada perusahaan AGFA di Berlin. Pewarna tersebut membawa sukses besar untuk perusahaan AGFA, sehingga pada tahun- tahun berikutnya dengan alasan yang sama perusahaan tersebut memasarkan pewarna lainnya dengan nama “congo”. Stensmaa, 2001 Metode congo red merupakan salah satu metode yang digunakan untuk menentukan adanya senyawa β-glukan dari suatu bahan. Metode ini menggunakan reagen congo red sebagai pereaksi sehingga akan membentuk kompleks congo red dan polisakarida yang berwarna merah. Senyawa congo red sendiri berwarna merah, tetapi apabila reagen ini tidak bereaksi terhadap suatu senyawa, maka larutan akan berubah menjadi bening. Untuk uji pendahuluan dengan congo red tidak dikhususkan pada polisakarida tertentu tetapi polisakarida secara umum, jadi untuk uji congo red hanya digunakan untuk mengetahui konsentrasi polisakarida 32 dari ekstrak sampel. Untuk mengetahui jenis senyawa yang terkandung dalam ekstrak sampel dapat dilakukan dengan cara kromatografi.

2.5. Spektrofotometri Infra Merah

Spektrofotometri Infra Red atau Infra Merah merupakan suatu metode yang mengamati interaksi molekul dengan radiasi elektromagnetik yang berada pada daerah panjang gelombang 0,75 – 1.000 µm atau pada Bilangan Gelombang 13.000 – 10 cm -1 Giwangkara, 2007. Dibandingkan dengan panjang gelombang sinar ultraviolet dan tampak, panjang gelombang infra merah lebih panjang dan dengan demikian energinya lebih rendah. Energi sinar inframerah berkaitan dengan energi vibrasi molekul. Radiasi elektromagnetik dikemukakan pertama kali oleh James Clark Maxwell, yang menyatakan bahwa cahaya secara fisis merupakan gelombang elektromagnetik, artinya mempunyai vektor listrik dan vektor magnetik yang keduanya saling tegak lurus dengan arah rambatan Giwangkara, 2007. Saat ini telah dikenal berbagai macam gelombang elektromagnetik dengan rentang panjang gelombang tertentu. Spektrum elektromagnetik merupakan kumpulan spektrum dari berbagai panjang gelombang. Berdasarkan pembagian daerah panjang gelombang, sinar infra merah dibagi atas tiga daerah, yaitu: 1. Daerah infra merah dekat 0,72 – 2,5µm 2. Daerah infra merah pertengahan 2,5 – 50 µm 3. Daerah infra merah jauh 50 – 1000 µm 33

2.5.1. Prinsip Dasar Spektroskopi IR

Dasar Spektroskopi Infra Merah dikemukakan oleh Hooke dan didasarkan pada senyawa yang terdiri atas dua atom atau diatom yang digambarkan dengan dua buah bola yang saling terikat oleh pegas seperti tampak pada gambar di bawah ini. Gambar 14. Gambaran dua atom yang memiliki vektor listrik dan vektor magnetik Jika pegas direntangkan atau ditekan pada jarak keseimbangan tersebut maka energi potensial dari sistem tersebut akan naik. Setiap senyawa pada keadaan tertentu telah mempunyai tiga macam gerak, yaitu gerak translasi, vibrasi dan rotasi. Bila ikatan bergetar, maka energi vibrasi secara terus menerus dan secara periodik berubah dari energi kinetik ke energi potensial dan sebaiknya. Jumlah energi total adalah sebanding dengan frekwensi vibrasi dan tetapan gaya k dari pegas dan massa m 1 dan m 2 dari dua atom yang terikat. Energi yang dimiliki oleh sinar infra merah hanya cukup kuat untuk mengadakan perubahan vibrasi Giwangkara, 2007. Frekuensi vibrasi suatu ikatan dapat dihitung dengan cukup seksama dengan cara yang sama seperti menghitung frekuensi vibrasi sistem pegas dan sebuah bola. Sesuai dengan persamaan hukum Hooke dibawah ini. υ = 1 2 π k m 1 m 2 m 1 + m 2 34 di mana υ = Frekuensi k = Tetapan yang berhubungan dengan kekuatan pegas gaya suatu ikatan m 1, m 2 = Masa dari dua bola atom c = Kecepatan cahaya = 3. 10 10 cmdetik besaran m 1 m 2 m 1 +m 2 dapat dinyatakan sebagai µ, masa tereduksi dari sistem itu Sudjadi, 1985. Atom-atom di dalam molekul tidak dalam keadaan diam, tetapi biasanya terjadi peristiwa vibrasi. Hal ini bergantung pada atom-atom dan kekuatan ikatan yang menghubungkannya. Vibrasi molekul sangat khas untuk suatu molekul tertentu dan biasanya disebut vibrasi finger print 400-2000 cm -1 . Vibrasi molekul dapat digolongkan atas dua golongan besar, yaitu : 1. Vibrasi Regangan Stretching Dalam vibrasi ini atom bergerak terus sepanjang ikatan yang menghubungkannya sehingga akan terjadi perubahan jarak antara keduanya, walaupun sudut ikatan tidak berubah. Vibrasi regangan terdiri dari dua macam, yaitu regangan simetri dan regangan asimetri. Gambar 15. Vibrasi regangan antar atom Giwangkara, 2007 35 2. Vibrasi Bengkokan bending Jika sistem tiga atom merupakan bagian dari sebuah molekul yang lebih besar, maka dapat menimbulkan vibrasi bengkokan atau vibrasi deformasi yang mempengaruhi osilasi atom atau molekul secara keseluruhan. Vibrasi bengkokan ini terbagi menjadi empat jenis, yaitu vibrasi goyangan, guntingan, kibasan, dan pelintiran. Gambar 16. Jenis-jenis vibrasi bengkokan antar atom Giwangkara,2007 Vibrasi yang digunakan untuk identifikasi molekul sidik jari adalah vibrasi bengkokan, khususnya goyangan rocking, yaitu yang berada di daerah bilangan gelombang 2000 – 400 cm -1 . Karena di daerah antara 4000 – 2000 cm -1 merupakan daerah yang khusus yang berguna untuk identifkasi gugus fungsi. Daerah ini menunjukkan absorbsi yang disebabkan oleh vibrasi regangan. Pada daerah antara 2000 – 400 cm -1 seringkali sangat rumit, karena vibrasi regangan maupun bengkokan mengakibatkan absorbsi pada daerah tersebut. Dalam daerah 2000 – 400 cm -1 tiap senyawa organik mempunyai absorbsi yang unik, sehingga 36 daerah tersebut sering juga disebut sebagai daerah sidik jari. Berikut ini adalah beberapa senyawa dengan daerah serapannya. Tabel 5. Serapan khas beberapa gugus Gugus Jenis senyawa Daerah serapan C-H Alkana 2850-2960, 1350-1470 C-H Alkena 3020-3080, 675-1000 C-H Aromatic 3000-3100, 675-870 C-H Alkuna 3300 C=C Alkena 1640-1680 C C Alkuna 2100-2260 C=C Aromatic cincin 1500-1600 C-H Alkana 2850-2960, 1350-1470 C-O Alcohol,eter, asam karboksilat, ester 1080-1300 C=O Aldehid, keton, asam karboksilat,ester 1690-1760 O-H Alkohol, fenolmonomer 3610-3640 O-H Alkohol, fenolikatan H 200-3600 lebar O-H Asam karboksilat 500-3000 lebar N-H Amina 3300-3500 C-N Amina 1180-1360 C N Nitril 2210-2260 NO 2 Nitro 1515-1560, 1345-1385 Takeuchi, 2009 Spektra IR informasinya tak sekaya spektra NMR. Namun, spektroskopi IR merupakan satu dari teknik yang paling sering digunakan untuk mendapatkan informasi struktur berbagai tipe senyawa. Keuntungan spektroskopi IR dibanding 37 NMR adalah pengukurannya mudah dan sederhana, dan spektra IR tidak terlalu dipengaruhi oleh kondisi pengukuran.

2.5.2. Instrumentasi Spektrofotometer IR

Spektrofotometer infra merah biasanya merupakan spektrofotometer ganda dan terdiri dari 5 bagian utama yaitu sumber radiasi, daerah cuplikan, kisi difraksi monokromator, dan detektor. 1. Sumber radiasi, radiasi infra merah biasanya dihasilkan oleh pemijar Nernst dan Globar. Pemijar Globar merupakan batangan silikon karbida yang dipanasi hingga sekitar 1.200 o C, sehingga memancarkan radiasi kontinyu pada daerah 1-40µm. Globar merupakan sumber radiasi yang sangat stabil. Pijar Nernst merupakan batang cekung dari sirkonium dan yitrium oksida yang dipanasi hingga sekitar 1.500 o C dengan arus listrik. Sumber ini memancarkan radiasi antara 0,4-20µm dan kurang stabil jika dibandingkan dengan globar, tetapi Globar memerlukan pendinginan air. 2. Monokromator, monokromator terdiri dari sistem celah masuk dan celah keluar, alat pendespersi yang berupa kisi difraksi atau prisma, dan beberapa cermin untuk memantulkan dan memfokuskan berkas sinar. Bahan yang lazim digunakan prisma adalah natrium klorida, kalium bromida, sesium bromida dan litium fluorida. Prisma natrium klorida paling banyak digunakan untuk monokromator infra merah, karena dispersinya tinggi untuk daerah antara 5,0- 16µm, tetapi dispersinya kurang baik untuk daerah antara 1,0-5,0µm. Kalium bromida dan sesium bromida merupakan bahan prisma yang baik untuk infra merah jauh. Litium fluorida merupakan bahan yang baik untuk infra merah 38 dekat. Bahan-bahan tersebut diatas bersifat higroskopis, sehingga dapat dirusak oleh uap air. Sekarang spektrofotometer infra merah kebanyakan menggunakan kisi difraksi, bukan prisma. Keuntungan kisi difraksi adalah resolusi lebih baik, energi sinar yang hilang lebih sedikit sehingga dapat digunakan lebar celah yang lebih sempit, memberikan disperse yang linier dan tahan terhadap uap air. Sedangkan kekurangan dari kisi difraksi adalah jumlah sinar hamburan lebih banyak dan dihasilkannya lebih dari satu spektrum dari berbagai orde. Untuk mengatasi kelemahan ini maka digunakan prisma dan filter bersama kisi difraksi monokromator ganda, sehingga hanya dihasilkan spektrum dari satu orde saja. Hal yang sama juga dapat diperoleh dengan membuat sudut jalur kisi sedemikian rupa sehingga sinar yang didispersikan terpusat hanya pada satu orde saja. 3. Detector. Sebagian besar alat modern menggunakan detektor panas. Detektor fotolistrik tidak dapat digunakan untuk mendeteksi sinar infra merah, karena energi foton infra merah tidak cukup besar untuk membebaskan elektron dari permukaan katoda dari suatu tabung foton. Detektor panas suntuk mendeteksi sinar infra merah yaitu termokopel, bolometer dan sel Golay. Ketiga detektor ini bekerja berdasarkan efek pemanasan yang ditimbulkan oleh sinar infra merah Sudjadi,1985. 39 BAB III METODOLOGI PENELITIAN

3.1. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Mikologi BPPT dan Laboratorium Bahan Alam Pusat Penelitian Kimia LIPI Puspiptek, Serpong serta Pusat Laboratorium Terpadu UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Penelitian dilaksanakan mulai bulan Oktober 2009 hingga Januari 2010. 3.2. Alat dan Bahan 3.2.1. Alat Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah spektrofotometer UV- Visibel Hitachi U-2001, ultra sentrifugator Beckman, sentrifius Sigma 201m, spektrofotometer FTIR spectrum one Perkin Elmer, freez-drying telstar iyoalfa 15 , blender, waterbath, vortex mixer, neraca analitik, magnetik stirer dan beberapa alat-alat glassware seperti beaker glass, tabung glass uji dengan tutup ukuran 20 x 125 mm dan 16 x 125 mm, tabung glass uji tanpa tutup ukuran 16 x 100 mm, erlenmeyer, gelas ukur dan pipet ukur dan alat-alat lainnya.

3.2.2. Bahan

Bahan yang digunakan berupa jamur tiram putih Pleorotus Ostreatus yang diperoleh di pasar tradisional Ciputat. Jamur tiram yang digunakan adalah jamur tiram yang masih segar fresh. Standar β-glukan sigma ȕ-glucan from barley, C 6 H 10 O 5 n 9041-22-9 powder, glucose 95 sebagai standar untuk uji 39 40 kemurnian dengan FTIR, Yeast sebagai standar dalam pengukuran megazyme. Selain itu juga digunakan bahan-bahan lain selain bahan penunjang, antara lain : Kits megazyme : 1. Botol 1 : Exo-1,3-Glucanase 100 UmL plus β-Glucosidase 20UmL, stabil selama 4 tahun pada suhu 4 o C = 2 mL 2. Botol 2 : Amyloglucosidase 1630 UmL plus larutan invertase 50 vv dalam gliserol, stabil selama 2 tahun pada suhu 2 o C atau 4 tahun pada suhu - 20 o C. = 20 mL 3. Botol 3 : Reagent buffer glukosa, stabil selama 2tahun pada 4 o C atau 4 tahun pada suhu -20 o C. = 50 mL 4. Botol 4 : Glucose determination reagent, stabil selama 4 tahun pada suhu - 20 o C 5. Botol 5 : larutan standar D-Glukosa dalam 0,2 wv asam benzoat, stabil selama 4 tahun pada suhu ruang = 5mL, 1.00 mgmL 6. Botol 6 : Kontrol β-glukan, stabil selama 5 tahun pada temperature ruang. = ~2 g Reagent : 1. Buffer Sodium asetat 200 mM, pH 5.0 2. Buffer Sodium asetat 1,2 M, pH 3.8 3. Potasium Hidroksida KOH 2M 4. Asam Hidroklorida 37 vv, ~10M 41

3.3. Prosedur Kerja

3.3.1. Ekstraksi β-glukan dari Tubuh Buah Jamur Tiram Putih Yap Ng,

2001 Ekstraksi β-glukan dari tubuh buah jamur tiram menggunakan metode yang telah dikembangkan oleh Yap Ng 2001 dengan sedikit modifikasi pada penelitian ini untuk membekukan sampel basah dengan deep freeze sedangkan pada metode Yap Ng dengan menggunakan nitrogen cair, mula-mula 1 kg jamur tiram putih segar dicuci dan diblender kemudian dihomogenisasikan dengan air panas sebanyak 1500 mL pada suhu ± 100 o C. setelah tercampur rata, homogenat didinginkan pada suhu ruang kemudian dipisahkan dari residu dengan menggunakan sentrifus pada kecepatan 4000 rpm selama 5 menit. Selanjutnya filtrat tersebut ditambah dengan etanol 95 yang telah didinginkan sampai suhu 4 o C, kemudian terjadi presipitasi. Presipitat kemudian diekstraksi kembali dengan menggunakan air panas sebanyak 1000 mL pada suhu 100 o C dan disaring untuk memisahkan bahan-bahan yang tidak larut. Larutan yang bersih dipisahkan dengan bahan yang tidak larut dengan menggunakan kapas, kemudian filtrat larutan yang bersih ditambahkan lagi dengan etanol 95 4 o C dengan volume yang sama 1:1 dan didiamkan selama 1 hari. Disentrifugasi kembali kemudian larutan dipisahkan dari presipitat. Presipitat yang didapat dibekukan dalam Deep Freezer pada suhu -82 o C dan dikeringkan dengan cara freeze drying kemudian ditimbang sebagai berat kering ekstrak sampel. 42 Residu jamur diekstraksi hingga empat kali dengan cara yang sama tetapi dengan volume yang berbeda untuk memastikan tidak ada senyawa pleuran β-glukan yang terdapat dalam jamur tiram putihPleorotus ostreatus yang tersisa atau hanya tinggal sedikit sekali yang tertinggal pada residu jamur. Hasil yang didapatkan dari hasil ekstraksi adalah berupa padatan glukan larut air.

3.3.2. Analisa Kualitatif Ekstrak Padatan Glukan Dengan FTIR

Sampel padatan glukan larut air sebanyak ± 20 mg dicampurkan dengan serbuk KBr, digerus pada lumping agate hingga tercampur rata dan diambil sedikit kemudian masukan ke dalam cakram dan dipress dengan alat press holder. Setelah terbentuk film tipis, cakram KBr dimasukan pada KBr disc holder dan spektrum sampel direkam pada range 400-4000 cm -1 pada resolusi 8 dengan FTIR spektrofotometer. Hasilnya dibandingkan dengan spektrum standar barley 95.

3.3.3. Pengukuran Total Glucan dan D-Glukosa Megazyme

Sampel padatan glukan larut air dan yeast sebagai standar pengujian dimasukan ke dalam tabung glass uji tabung reaksi bertutup ukuran 20 x 125 mm sebanyak 100 mg, tabung digoyang-goyangkan hingga sampel jatuh seluruhnya ke bagian bawah tabung. Selanjutnya 1,5 mL asam klorida terkonsentrasi 37 vv ditambahkan ke dalam tiap tabung 2 tabung, tutup tabung dan dikocok dengan vortex. Tabung ditempatkan dalam waterbath pada suhu 30 o C selama 45 menit dan vortex setiap 15 menit, kemudian ditambahkan 10 mL aquades pada tiap tabung, tutup tabung dan kocok dengan vortex. Selanjutnya tutup tabung dilepaskan dan masukan tabung pada air mendidih ~100 o C, setelah 5 menit tutup kembali dan inkubasi dilanjutkan selama 2 jam. Setelah 2 jam 43 dinginkan tabung pada suhu ruang, tutup tabung dilepaskan dengan hati-hati kemudian 10 mL KOH 2N ditambahkan pada tiap tabung. Bilas isi tabung menggunakan buffer sodium asetat pH 5.0 ke dalam tabung bersih, tepatkan volumenya. Suspensi disaring dengan menggunakan kertas saring Whatman GFA atau sentrifus pada 1500 g selama 10 menit. Cairan yang jernih dipisahkan dari endapan yang telah disaring kemudian dimasukan ke dalam tabung glass uji ukuran 16x100 mm. Reagen Exo-1,3-Glucanase 100 UmL plus β-Glucosidase 20UmL ditambahkan ke dalam sodium asetat buffer 200 mM, pH 5.0 pada tiap tabung, kocok tabung dengan menggunakan vortex dan inkubasi pada suhu 40 o C selama 60 menit. Selanjutnya 3 mL reagen GOPOD ditambahkan pada tiap tabung dan inkubasi pada suhu 40 o C selama 20 menit. Warna larutan berubah menjadi merah dan absorbansi semua larutan sampel, blanko, yeast dan standar glukosa diukur pada panjang gelombang 510 nm. Setelah didapatkan absorbansi dari sampel, blanko, yeast dan standar glukosa, dapat dihitung konsentrasi total glukan dengan cara manual lampiran 4 atau dengan menggunakan software Mega Calc lampiran 3 dengan memasukan absorbansi tiap larutan.

3.3.4. Pengukuran α-Glukan Megazyme

Sampel padatan glukan larut air dan yeast sebagai standar pengujian yang terdapat dalam paket megazyme dimasukan ke dalam tabung glass uji bertutup ukuran 20x125 mm, kemudian tutup tabung dan goyangkan hingga sampel jatuh seluruhnya ke dasar tabung. Magnetik stirer 5x15 mm dan 2 mL KOH 2N dimasukkan ke dalam tiap tabung. Selanjutnya 8 mL buffer Sodium asetat 1,2 44 M, pH 3.8 dimasukan ke dalam tiap tabung, 0,2 mL Amyloglucosidase 1630 UmL plus larutan invertase 50 vv dalam gliserol ditambahkan perlahan- lahan ke dalam tiap tabung, campur hingga rata dan tempatkan dalam waterbath pada suhu 40 o C. Kemudian tabung diinkubasi pada suhu 40 o C selama 30 menit dengan diselingi pengocokan oleh vortex. Untuk sampel dengan kandungan α- glukan lebih dari 10 ; secara kuantitatif dipindahkan dengan menggunakan air ke dalam volumetric flask, campur dengan baik kemudian larutan disentrifugasi pada 1500 g selama 10 menit. Untuk sampel dengan kandungan α-glukan kurang dari 10 sentrifugasi semua larutan dalam tabung pada 1500g selama 10 menit. Untuk semua sampel volume akhir dalam tabung 10 mL. Kemudian 0,1 mL aliquot dipindahkan ke dalam tabung glass uji 16x100 mm, selanjutnya sodium asetat buffer 200 mM, pH 5.0 plus 3 mL reagen GOPOD Aminoantipirin, asam p-hidroksi benzoat dan enzim peroksidase ditambahkan ke dalam tabung uji dan inkubasi pada suhu 40 o C selama 20 menit. Absorbansi semua larutan sampel, blanko, yeast dan standar glukosa diukur pada panjang gelombang 510 nm. Setelah didapatkan absorbansi dari sampel, blanko, yeast dan standar glukosa, dapat dihitung konsentrasi α-glukan dengan cara manual lampiran 4 atau dengan menggunakan software Mega Calc lampiran 3 dengan memasukan absorbansi tiap larutan.

3.3.5. Pengukuran Kadar β-glukan Metode Congo Red

Sampel glukan sebanyak 0,02787 g dimasukan dalam botol vial botol polipropilen, dilarutkan dengan 1,4 mL NaOH dan 0,6 mL aquades larutan glukan 1. Larutan distirer hingga larut, kemudian 1 ml larutan glukan 1 di 45 pipet dan dimasukan ke dalam ependof 1,5 mL. Kemudian sentrifus larutan dan pisahkan filtrat. Filtrat ditambahkan dengan 0,5 mL NaOH kemudian ditambahkan congo red. Rekam spektrum larutan glukan dengan menggunakan spektrofotometer UV-Visibel pada panjang gelombang 510 nm. Kandungan β- glukan dihitung berdasarkan kurva kalibrasi yang diperoleh dari larutan standar β- glukan dari barley dengan memasukan absorbansi yang didapatkan dari hasil pengukuran ke dalam persamaan regresi linear lampiran 5. Hasil yang didapatkan yaitu konsentrasi dalam satuan ppm yang kemudian di konversi ke satuan ww lampiran 6

3.3.6. Desain Penelitian

Jamur Tiram Putih 1kg Ekstraksi Yap Ng Ekstrak glukan Identifikasi Kemurnian Uji Kualitatif FTIR Uji Kuantitatif UV‐Vis megazyme dan congored 46 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Ekstraksi jamur tiram putih dilakukan dengan menggunakan metode Yap Ng dengan sedikit modifikasi. Ekstraksi dilakukan dengan menggunakan pelarut air dan dibekukan dalam Deep freezer pada suhu -82 o C. Sedangkan dalam penelitian yang dilakukan Yap Ng untuk membekukan sampel basah glukan menggunakan nitrogen cair tetapi dalam penelitian ini menggunakan deep freezer. Ekstraksi dilakukan sebanyak lima kali pengulangan dengan berat ekstrak yang didapat sebanyak 2,4004 g berat sampel glukan kering berupa serbuk 0,24 dari 1 kg berat basah jamur tiram putih. Hasil ekstrak dibandingkan dengan penelitian yang dilakukan oleh Yap Ng 2001 dengan menggunakan sampel Lentinula edodes jamur shiitake, ekstrak glukan yang terkandung dalam jamur tiram putih lebih kecil jika dibandingkan dengan ekstrak glukan yang terkandung dalam jamur shiitake. Dengan menggunakan metode yang sama, ekstrak glukan pada jamur tiram putih yang dihasilkan dari penelitian ini adalah 2,4004 g1kg berat basah sedangkan pada penelitian yang dilakukan oleh Yap Ng menghasilkan ekstrak glukan sebanyak 3,25 g 1kg berat basah. Jika dilihat dari kandungan karbohidrat pada jamur shiitake memang lebih banyak jika dibandingkan dengan jamur tiram, untuk jamur shiitake mengandung karbohidrat sebanyak 66 per 100 gram jamur sedangkan untuk jamur tiram hanya sebesar 56,6 per 100 gram jamur. Begitu pula total serat diet yang terkandung dalam jamur tiram hanya sebesar 41,8 per 46 47 100 g jamur sedangkan jamur shiitake mengandung total serat diet sebesar 46,1 Widyastuti, 2008. Jika dilihat dari kandungan karbohidrat dan total serat diet yang terkandung dalam jamur tiram dan shiitake, maka ekstrak glukan yang terkandung dalam jamur tiram kemungkinan memang lebih sedikit jika dibandingkan dengan ekstrak glukan pada shiitake. Karena glukan merupakan salah satu senyawa polisakarida yang terkandung dalam jamur.

4.1. Hasil Identifikasi β-Glukan dengan FTIR Metode Cakram KBr

Sampel padatan glukan larut air yang didapat dari hasil ekstraksi dan diidentifikasi keberadaan senyawa β-glukan dan senyawa lainnya dengan menggunakan spektroskopi FTIR. Pengujian dilakukan dengan membandingkan pola spektrum sampel dengan standar β-glukan yang berasal dari barley dengan konsentrasi 95. Sehingga dapat dilihat dengan membandingkan pola spektrum dari sampel padatan glukan larut air dengan standar barley yang telah tersedia. Metode yang digunakan adalah metode cakram KBr, dipilih metode ini karena sampel berupa serbuk padat dan mudah dilakukan. Sampel dicampurkan dengan serbuk KBr dan dipress hingga membentuk lapisan tipis pada disc holder. Kemudian sampel akan direkam spektrumnya dari senyawa yang terdapat dalam ekstrak sampel tersebut. Berdasarkan hasil pengujian terhadap sampel dan standar β-glukan didapatkan pola spektrum yang mirip. Pola spektrum sampel dan standar yang terekam pada alat FTIR adalah sebagai berikut. 48 Gambar 17. Pola spektrum FTIR sampel dan standar beta glukan Berdasarkan pola spektrum FTIR di atas terdapat beberapa gugus fungsi utama yang mencirikan senyawa glukan, seperti yang terlihat pada tabel dibawah ini. Tabel 6. Bilangan gelombang spektrum FTIR sampel dan standar beta glukan Bilangan Gelombang Sampel cm -1 Bilangan Gelombang Standar cm -1 Ikatan 1077,27-1157,63 1070,34-1157,63 C-O 890 895,57 1,3- β-glukan 3200-3600 3200-3600 -OH 2921,77 2892,74 CH alifatik 1655,03 1650,75 C=O Dari tabel 6 dapat dilihat gugus fungsi yang terekam pada alat FTIR. Gugus fungsi di atas menggambarkan struktur senyawa glukan, dimana senyawa 1,3- β-D-glukan spesifik terletak pada bilangan gelombang 890 cm -1 . Panjang 49 gelombang tersebut yang menjadi fokus dari penelitian ini karena merupakan senyawa yang ingin diisolasi. Selain itu terdapat beberapa gugus fungsi lain yaitu C-O pada bilangan gelombang 1157,63 cm -1 yang terdapat pada cincin glukosa, kemudian OH yang terikat pada rantai samping pada panjang gelombang 1077,27 cm- 1 , dan pada panjang gelombang 3200-3600 cm -1 merupakan –OH yang terikat pada tiap cincin glukosa. Hasil pengujian di atas hampir sama dengan penelitian yang dilakukan oleh El-Batal pada tahun 2008 mengenai verifikasi struktur 1,3- β- D-glukan menggunakan FTIR, yang menyebutkan bahwa ikatan 1,3 β-glukan dapat terdeteksi pada bilangan gelombang 890 cm -1 , sedangkan ikatan C-O-C cincin heksan pada bilangan gelombang 1160 cm -1 , dan C-OH yang terletak pada rantai samping pada bilangan gelombang 1078 cm -1 . Untuk ikatan 1,6- β-glikosida belum didapatkan referensi yang pasti pada bilangan gelombang berapa ikatan tersebut berada, tetapi jika dibandingkan dengan penelitian yang dilakukan oleh El-Batal yang mendapatkan hasil bahwa ikatan 1,3- β-D-glukan pada bilangan gelombang 890 cm -1 dan ikatan 1,4- β-D-glukan pada 930 cm -1 serta ikatan C-O-C yang terlatak pada 1160 cm -1 dapat diasumsikan bahwa ikatan 1,6- β-D-glukan berada pada kisaran panjang gelombang 800-1200 cm -1 . Tetapi seperti yang telah disebutkan di atas bahwa dalam penelitian ini hanya memfokuskan pada ikatan 1,3-beta glukan, karena memiliki bioaktifitas yang tinggi sedangkan untuk ikatan 1,6-beta glukan, semakin banyak ikatan 1,6-beta glukan dalam suatu senyawa maka akan semakin memperkecil bioaktifitas dari senyawa tersebut Liu et al, 2000. 50 Jika dilihat secara lebih mendetail, terdapat satu puncak dari hasil pembacaan FTIR pada sampel yang berbeda terhadap standar yaitu pada bilangan gelombang 1550 – 1650 cm -1 . Bilangan gelombang tersebut menurut literatur kemungkinan adalah gugus amida. Tetapi jika diperhatikan pada struktur β- glukan tidak terdapat amida. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Werning 2008 mengenai karakteristik β-glukan pada panjang gelombang 1560 dan 1650 cm -1 menunjukan CO-NH dari protein atau proteoglukan, sehingga terdapat kemungkinan bahwa senyawa β-glukan yang diperoleh masih mengandung protein yang terikat pada sakarida. Hal ini dapat dijelaskan bahwa peak yang timbul pada bilangan gelombang 1560-1650 cm -1 merupakan pengotor karena masih terdapat ikatan CO-NH yang mengindikasikan adanya protein. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Fang Liu dan Ooi 2000 ada beberapa senyawa hasil ekstraksi dari jamur sebagai zat antikanker dilakukan melalui uji antikanker dengan menggunakan ekstrak glukan dan glukan protein, dimana dari hasil penelitiannya terdapat ekstrak dari beberapa jamur. Hasil ekstrak berupa kompleks glukan-protein memiliki bioaktifitas terhadap sel kanker salah satunya yaitu Agaricus blazei. Ooi dan Fang Liu pada penelitian yang sama pada tahun 2000 juga mengatakan bahwa terdapat senyawa polisakarida lain yang berfungsi sebagai antikanker yaitu hetero-β-glukan, heteroglikan, β-glukanprotein, α- manno-β-glucan, α-glucan, α-glucan-protein, dan heteroglikan-protein. Jadi kemungkinan besar senyawa proteoglukan yang terdapat dalam jamur tiram dapat juga memiliki bioaktifitas sebagai antikanker. 51 Bila dilihat dari spektrum sampel dan standar beta glukan hasil uji FTIR serta beberapa acuan dari hasil penelitian sebelumnya, hampir dapat dipastikan bahwa senyawa hasil ekstraksi jamur tiram adalah senyawa β-glukan yang belum murni karena masih terdapat senyawa pengotor berupa proteoglukan. Apabila dilihat konsentrasi beta glukan dari sampel tersebut jauh lebih kecil dibandingkan dengan konsentrasi standar 95 hal ini dapat dilihat dari ketajaman dan luas peak area dari spektrum hasil uji FTIR tersebut.

4.2. Hasil Analisa Kadar β-glukan Dengan Spektrofotometer UV-Vis

Dokumen yang terkait

Respon Pertumbuhan Dan Produksi Jamur Tiram Putih (Pleurotus Ostreatus) Terhadap Berbagai Media Serbuk Kayu Dan Pemberian Pupuk NPK

5 81 121

Analisis Betaglukan Pada Persilangan Jamur Tiram Putih (Pleurotus Ostreatus) Dengan King Oyster (Pleurotus Eryngii) Menggunakan Ftir

0 15 50

Nano-Enkapsulasi Β-Glukan Dari Ekstrak Jamur Tiram Putih (Pleurotus Ostreatus) Dengan Metode Ultrasonik

4 15 44

PROSES PEMBUATAN TEPUNG JAMUR TIRAM PUTIH (Pleurotus ostreatus) DENGAN PENGARUH LAMA WAKTU Proses Pembuatan Tepung Jamur Tiram Putih (Pleurotus ostreatus) Dengan Pengaruh Lama Waktu Perendaman dan Konsentrasi CaCO3.

0 2 12

PERTUMBUHAN dan PRODUKTIVITAS JAMUR TIRAM PUTIH (Pleurotus ostreatus) PADA MEDIA DENGAN PENAMBAHAN Pertumbuhan Dan Produktivitas Jamur Tiram Putih (Pleurotus ostreatus) Pada Media Dengan Penambahan Limbah Batang Dan Tongkol Jagung.

0 3 14

PERTUMBUHAN dan PRODUKTIVITAS JAMUR TIRAM PUTIH (Pleurotus ostreatus) PADA MEDIA DENGAN PENAMBAHAN Pertumbuhan Dan Produktivitas Jamur Tiram Putih (Pleurotus ostreatus) Pada Media Dengan Penambahan Limbah Pertanian Jerami Padi Dan Batang Jagung.

0 1 15

PERTUMBUHAN dan PRODUKTIVITAS JAMUR TIRAM PUTIH (Pleurotus ostreatus) PADA MEDIA DENGAN PENAMBAHAN Pertumbuhan Dan Produktivitas Jamur Tiram Putih (Pleurotus ostreatus) Pada Media Dengan Penambahan Limbah Pertanian Jerami Padi Dan Batang Jagung.

0 1 14

ISOLASI DAN KARAKTERISASI SENYAWA ALKALOID YANG TERKANDUNG DALAM JAMUR TIRAM PUTIH (Pleurotus ostreatus).

1 32 72

ANALISA KANDUNGAN BETA-GLUKAN LARUT AIR DAN LARUT ALKALI DARI TUBUH BUAH JAMUR TIRAM (Pleurotus ostreatus) DAN SHIITAKE (Lentinus edodes)

1 0 10

PRODUKSI JAMUR TIRAM PUTIH (Pleurotus Ostreatus) HASIL BIAKAN DARI LIMBAH AGROINDUSTRI

0 0 8