`
a. Faktor Keturunan
Orang tua merupakan orang yang pertama kali berperan dalam pembentukan pribadi anak, manakala orang tua memiliki latar belakang
dan pribadi yang baik, maka langsung maupun tidak langsung akan berpengaruh pada pribadi anak begitupun sebaliknya.
b. Faktor lingkungan
Faktor lingkungan yang dapat mempengaruhi kecerdasan emosional terdiri dari 3 macam, yaitu :
1 Lingkungan keluarga, Adapun lingkungan keluarga yang dapat
mempengaruhi kecerdasan emosional seseorang diantaranya adalah : nilai-nilai dalam keluarga, cara orang tua mendidik anak, teladan yang
diberikan orang tua kepada anak, dan keharmonisan keluarga. 2 Lingkungan sekolah, Adapun lingkungan sekolah yang dapat
mempengaruhi kecerdasan emosional seseorang diantaranya adalah : suri tauladan yang diberikan oleh guru, materi pendidikan yang
diberikan, teman sekolah, peraturan atau tata tertib sekolah. 3 Lingkungan masyarakat, Adapun lingkungan masyarakat yang dapat
mempengaruhi kecerdasan emosional seseorang diantaranya adalah : budaya atau adat istiadat setempat, dan teman sepermainan
Dapat disimpulkan bahwa kecerdasan emosional seseorang dapat dipengaruhi oleh dua faktor, yaitu faktor keturunan dan faktor lingkungan
yang terdiri dari lingkungan keluarga, lingkungan sekolah, dan lingkungan masyarakat.
5. Pengukuran Kecerdasan Emosional
Adapun cara-cara yang digunakan untuk menghitung EQ yaitu : a. Diantara teknik yang digunakan untuk menghitung EQ adalah EQ-I
Emotional Quotient Inventory. Teknik ini ditemukan oleh Dr. Reuven Baron sejak seabad lalu. Ini adalah ujian yang dilakukan
sendiri oleh si peserta ujian. Caranya, seseorang menjawab sendiri daftar pertanyaan-pertanyaan yang diajukan.
`
b. Ujian kedua adalah skala EQ Multifaktor MEIS – Multifactor
Emotional Intelligence Scale. Ini adalah ujian untuk mengukur kemampuan seseorang dalam menghadapi, membedakan, memahami,
dan menyikapi emosi. c. Ujian ketiga adalah menghitung kompetensi emosi. Ini adalah ujian
360°, dimana seseorang diminta untuk menjawab pertanyaan- pertanyaan seputar orang yang hendak dihitung EQ-nya yang telah dia
kenal. Ini adalah skala baru, dan setengah bagiannya diadopsi dari skala-skala lain yang beragam. Dewasa ini, tidak ada kajian yang
mengisyaratkan kemampuan-rekaan yang dihasilkan oleh ujian ini. d. Cara lain untuk mengukur EQ adalah dengan mengukur kemampuan
dan potensi tersebut secara parsial, di mana akumulasi kemampuan dan potensi tersebut membentuk EQ secara umum. Ada ujian
istimewa untuk mengukur kemampuan-kemampuan parsial, di antaranya adalah ujian SASQ yang dirancang oleh Seligman. SASQ
digunakan untuk mengukur optimisme-bawaan dan optimisme yang dipelajari. SASQ terbukti mampu mengidentifikasi orang-orang yang
mempunyai kemampuan dari berbagai kalangan, mulai dari mahasiswa, pedagang, dan lain-lain.
59
Dalam penelitian ini untuk mengukur kecerdasan emosional siswa menggunakan skala kecerdasan emosional yang dikembangkan dari teori
kecerdasan emosional yang dikutip dari buku Orientasi Baru dalam Psikologi Pembelajaran, karya Hamzah B. Uno. Pengembangan teori kecerdasan
emosional tersebut diambil dari indikator kecerdasan emosional yang terdiri dari mengelai emosi diri, mengelola emosi, motivasi, empati dan
keterampilan sosial.
59
Makmun Mubayidh, Kecerdasan Kesehatan Emosional Anak, Jakarta : Pustaka Al- Kautsar, 2010, Cet Ke-4, Hal. 33-36
`
6. Kecerdasan Emosional dan Prestasi Belajar
Menurut Goleman , “keberhasilan siswa dalam belajarnya tidak hanya
ditentukan oleh IQ melainkan juga ditentukan oleh EQ, oleh keselarasan perkembangan antara IQ dan EQ”. EQ adalah kemampuan seseorang
mengatur kehidupan emosinya, agar dapat mengungkapkannya secara selaras melalui ketrampilan kesadaran diri, pengendalian diri, motivasi diri, empati
dan ketrampilan sosial.
60
Siswa yang memiliki EQ yang tinggi, lebih mampu mengenal emosi sendiri, lebih mampu secara bijaksana menentukan sikap dan mengambil
keputusan, lebih mampu mengendalikan emosi diri agar dapat terungkap dengan seimbang dan selaras, lebih mampu memotivasi diri, lebih tekun
dalam menghadapi frustasi, lebih trampil menyelesaikan konflik dan mengatasi stress sehingga kemampuan berpikirnya tidak terganggu dan
sekaligus cukup berkonsentrasi terhadap berbagai materi pelajaran yang diterimanya. Siswa tersebut lebih mampu berempati, peka terhadap perasaan
orang lain, lebih peduli kepada keadaan sekitarnya. Dengan demikian lebih mudah bergaul dan berkomunikasi dapat bekerja sama dengan baik dalam
lingkungan sosialnya. Menurut Goleman
“EQ terbentuk karena adanya kerjasama yang selaras antara pikiran dan perasaan
”. Apabila pasangan ini berinteraksi dengan baik, EQ akan meningkat dan dengan demikian kemampuan
inteligensi juga akan bertambah. EQ diperlukan untuk dapat mengatasi tantangan dan hambatan yang muncul baik dalam diri maupun diluar diri
siswa yang dapat secara langsung mempengaruhi psikologis siswa.
61
Dalam pembelajaran yang menggunakan pendekatan emosional, perhatian akan perkembangan intelektual anak dianggap penting, hal ini
sejalan dengan pandangan Semiawan dalam Hamzah B. Uno bahwa stumulasi intelektual sangat dipengaruhi keterlibatan emosional, bahkan
60
Nuraida, Character Building Guru PAI, Jakarta : Aulia Publishing House, 2008, Cet. Ke-2, Hal. 78
61
Nuraida, Character Building Guru PAI, Jakarta : Aulia Publishing House, 2008, Cet. Ke-2, Hal. 78