Dalam hal ini, pihak asuransi berperan sebagai Al-Wakil dan pemegang polis sebagai Al-Muwakil.
B. Dasar Hukum Wakalah Dalam Hukum Islam
Dasar Hukum Islam yang dijadikan acuan akad Wakalah bersumber pada dalil-dalil Al-Quran, hadis dan kesepakata ulama ijma, diantaranya :
74
a. Al-Qur’an :
Q.S. Al-Kahfi 18 :19 “dan demikianlah kami bangunkan mereka agar mereka saling bertanya di
antara mereka sendiri. Berkatalah salah seorang di antara mereka: sudah berapa lamakah kamu berada disini”. mereka menjawab: “Kita berada
disini sehari berapa lamanya kamu berada di sini. Maka suruhlah salah seorang di antara kamu untuk pergi ke kota dengan membawa uang
perakmu ini, dan hendaklah dia lihat manakah makanan yang lebih baik, Maka hendaklah ia membawa makanan itu untukmu, dan hendaklah ia
Berlaku lemah-lembut dan janganlah sekali-kali menceritakan halmu kepada seorang pun.”
Ayat tersebut diatas menggambarkan peristiwa perginya salah satu anggota ash-habul kahfi
untuk bertindak atas nama teman-temannya sebagai perwakilan dalam melakukan transaksi pembelian makanan. Didalam ayat ini terdapat hal yang
terkait dengan tauhid yaitu tauhid rububiyah dimana hanya Allah yang memiliki kekuasaan untuk membangkitkan baatsnahum. Kekuasaan Allah ini ditunjukkan
secara langsung kepada kelompok hambanya yang tidak mengakui atau meragukan adanya kebangkitan baats yang didakwahkan Ash-habul Kahfi sehingga mengejar
74
Rachmadi Usman, Produk dan Akad Perbankan Syariah di Indonesia, PT Citra Aditya Bakti, Bandung, 2009, hal. 270.
Universitas Sumatera Utara
dan melempari batu kepada mereka karena dianggap ajarannya tidak masuk akal dan melawan kepercayaan mereka. Kebangkitan secara fisik ini juga diluar kebiasaan dan
kaidah biologis yaitu selama 300 tahun
75
, suatu pembuktian yang sangat ekstrim yang hanya bisa dilakukan oleh Allah Al-Baaits sebagai hujjah tak terbantahkan.
Selain itu pada ayat diatas juga terdapat salah satu sifat Allah yaitu Aliimun Maha Mengetahui karena hanya Allah lah yang mengetahui berapa lama mereka
tertidur. Disamping itu secara tersirat terdapat tanda-tanda kekuasaan Allah sebagai Dzat yang maha menjaga karena mustahil mereka dapat aman dalam gua tersebut
selama itu jika bukan Allah melindungi atau memliharanya. Disamping pokok akidah dalam ayat tersebut juga terdapat tuntunan akhlak
yakni hendaklah kita memperhatikan undhur terhadap jenis makanan yang akan kita konsumsi karena itu akan berpengaruh terhadap jasmani dan akhlak kita. Makanan
yang buruk akan membawa mafsadat tidak hanya bagi jasmani tapi juga bagi rohani kita. Makanan yang halal dan baik insya Allah akan membantu kita menjadi lemah
lembut sebagaimana Allah ingatkan kepada ashabul kahfi dan dengan keumuman lafalnya juga kepada kita agar berlaku lemah lembut.
Selain dua hal diatas sebenarnya masih ada kandungan akhlak dalam ayat tersebut seperti kaidah kepemimpinan dan keterwakilan, amanah dan strategi.
Dalam hal muamalah maka ayat tersebut diatas membicarakan tentang perwakilan dalam bertransaksi, ada solusi yang bisa diambil manakala manusia
75
Muhammad Nasib Ar-Rifai, Ringkasan Tafsir Ibnu Katsir Jilid 3, Jakarta-Gema Insan, hlm.130.
Universitas Sumatera Utara
mengalami kondisi tertentu dalam mengakses atau melakukan transaki yaitu dengan jalan wakalah, menetapkan pekerjaan wakil berupa perginya ia kepada tempat dimana
barang tersebut berada kota, dikenalkannya alat pertukaran transaksi yaitu wariq atau uang perak dan ketentuan sighat terhadap barang taukil yang akan diadakan serta
bolehnya diadakan non-disclossure agreement antara wakil dan muwakil. Ayat ini merujuk pada diperbolehkan konsep wakalah. Dalam ayat ini
terdapat lafal ”Fab’atsu ahadakumbiwariqkum” yang bermakna ”Maka suruhlah seseorang kamu pergi kekota dengan membawa uang perakmu”. Lafal ini dijadikan
sebagai lstidlal atas keabsahan praktek wakalah. Dalam ayat ini diceritakan, salah satu dari mereka menjadi wakil untuk membeli makanan yang terbaik guna
memenuhi kebutuhan mereka atas rasa lapar dan dahaga. Q.S. Al-Baqarah 2 : 283
”Jika kamu dalam perjalanan dan bermu’amalah tidak secara tunai sedang kamu tidak memperoleh seorang penulis, maka hendaklah ada barang
tanggungan yang dipegang oleh yang berpiutang akan tetapi jika sebagian kamu mempercayai sebagian yang lain, maka hendaklah yang dipercayai itu
amanatnya hutangnya dan hendaklah ia bertakwa kepada Allah SWT dan janganlah
kamu para
saksi Menyembunyikan
persaksian. dan
Barangsiapa yang menyembunyikannya, Maka Sesungguhnya ia adalah orang berdosa hatinya; dan Allah SWT Maha mengetahui apa yang kamu
kerjakan.”
76
Merujuk pada posisi wakil sebagai pihak penerima atas sesuatu yang
diwakilkan. Pihak wakil harus menunaikan segala sesuatu yang diamanahkan oleh muwakkil
tanpa ada sesuatu yang dikurangi dan ditambahi. Muwakkil sangat percaya
76
Rachmadi Usman, Op.Cit, hal. 270.
Universitas Sumatera Utara
terhadap wakil sehingga dengan sebaik mungkin, wakil harus menjalankan apa yang diwakilkan oleh pihak muwakkil.
Dalam transfer uang misalnya bank merupakan wakil nasabah untuk melakukan transfer atas sejumlah uang yang diwakilkan, pihak bank tidak bisa
mengurangi jumlah itu, tetapi harus amanah dan menjalankan sesuatu sesuai dengan yang diwakilkan. Menjaga amanah dengan menjalankan sesuatu yang diwakilkan
secara proporsional. Hal ini diperkuat lagi dengan kalimat ” Dan hendaklah yang menanggung
amanah bertakwa kepada Allah SWT. Dengan tidak berkhianat kepada orang yang mempercayai nasabah, seperti lalai dalam melakukan transfer, melakukan kesalahan
yang berakibat kerugian bagi pihak nasabah.
QS Yusuf 12:55.
“Jadikanlah aku bendaharawan negara Mesir Sesungguhnya aku adalah orang yang pandai menjaga, lagi berpengetahuan”.
Ayat ini merupakan dalil lain diperbolehkan akad wakalah, yaitu selain mengakui keabsahan praktik wakalah, juga mengindikasikan dua sikap
mendasar yang harus ada dalam konsep wakalah. Sifat tersebut memiliki kemampuan untuk menjaga, memelihara, dan dapat dipercaya dalam
menjalankan pekerjaan yang diwakilkan. Selain itu juga harus memiliki pengetahuan dana kompetensi atas pekerjaan yang didelegasikan.
Ayat diatas mempertegas bahwa setiap yang diwakilkan harus amanah dan bersumber pada Sumber Daya Manusianya.
Sumber daya manusia SDM yang memahami prinsip syari’ah dengan baik belum bisa terpecahkan. Masih banyak sumber daya manusia bank syari’ah yang
berlatar belakang ilmu ekonomi, sosial atau ilmu sains, sementara sumber daya manusia yang berlatar belakang ilmu syariah masih sedikit. Atau dengan kata lain
Universitas Sumatera Utara
sumber daya manusia yang memahami tentang perbankan sekaligus prinsip syari’ah masih sedikit.
Secara umum bank syari’ah masih perlu pengembangan dan peningkatan kapasitas sumber daya manusianya sehingga kapasitas sumber daya manusia bank
syari’ah ini dapat mengikuti bahkan melampaui perkembangan bank syariah itu sendiri. Peningkatan dan pengembangan kapasitas Sumber Daya Manusia SDM
bank syari’ah adalah penting setelah disahkannya Undang-Undang Bank Syari’ah. Bank syariah sebagai bagian dari institusi syariah sudah sepantasnya memiliki
sumber daya manusia yang kompetitif dan potensial sehingga bisa membawa bank syariah ’memenangkan pertarungan’.
77
hal yang perlu dilakukan oleh sumber daya manusia bank syariah adalah pembinaan diri berkesinambungan. Dalam literatur
manajemen sumber daya manusia modern, barangkali pembinaan sumber daya manusia yang berkesinambungan tidak menjadi bahasan utama meskipun ada
pembahasan masalah etika. Pembinaan sumber daya manusia berkesinambungan sangat diperlukan oleh
sumber daya manusia bank syariah. Bank syari’ah juga perlu menampakkan spirit ruhiyah, fikriyah dan jasadiyah sebagai lembaga yang menjalankan prinsip syariah
dan mampu memberikan manfaat yang luas kepada masyarakat. Keringnya ruhiyah akan berpengaruh juga terhadap sumber daya manusia bank syariah.
Pembinaan sumber daya manusia yang berkesinambungan adalah peninggalan kejayaan Islam yang sudah lama pudar. Perjuangan Rasulullah SAW. dalam
77
Erwin FS, Makalah Sumber Daya Manusia dalam Perbankan Syariah, 2011, hal.127.
Universitas Sumatera Utara
menyampaikan Islam bersama keluarga dan sahabatnya sarat dengan pembinaan sumber daya manusia yang berkesinambungan. Mereka yang masuk Islam dan
mengikuti pembinaan berkesinambungan mengalami perubahan yang sangat bagus. Bilal yang pernah menjadi budak di jaman jahiliyah kelak menjadi gubernur dan
mampu menjalankan amanah. Demikian pula Umar bin .Khaththab yang gelap dalam jahiliyah, diberikan
amanah sebagai khalifah dan menjalankan amanah tersebut dengan sungguh-sungguh. Khalid bin Walid yang dikenal dengan kehebatannya berperang semasa jahiliyah,
setelah masuk ke dalam Islam jumlah pasukan yang dipimpinnya sering lebih sedikit dari pasukan musuh namun mampu memenangkan pertarungan.
b. Al Hadist
Banyak hadits yang dapat dijadikan landasan keabsahan Wakalah, diantaranya:
Hadist Riwayat Al-Malik dalam al-Muwaththa “Bahwasanya Rasulullah SAW. mewakilkan kepada Abu Rafi’ dan seorang
Anshar untuk mewakilkannya mengawini Maimunah binti Al Harits”. HR. Malik dalam al-Muwaththa’
Hadist ini mengungkapkan praktik wakalah yang pernah dilakukan Rasulullah Saw. Dalam hadist ini jelas sekali Rasulullah SAW. pernah mewakilkan
kepada Abu Rafi’ untuk mengganti posisi beliau dalam menerima perkawinan dengan Maimunah binti Harist. Dengan demikian praktik wakalah adanya ada
mendapat legalitas dari Syara. Hadist Riwayat Tirmidzi dari ‘Amr bin ‘Auf
“Perdamaian dapat dilakukan di antara kaum muslimin kecuali perdamaian yang mengharamkan yang halal atau menghalalkan yang haram dan kaum
muslimin terikat dengan syarat-syarat mereka kecuali syarat yang
Universitas Sumatera Utara
mengharamkan yang halal atau menghalalkan yang haram.” HR Tirmidzi dari ‘Amr bin ‘Auf.
Hadist Riwayat Bukhari dari Abu Hurairah ”Seorang laki-laki datang kepada Rasulullah SAW. Untuk menagih utang
kepada Beliau dengan cara kasar sehingga para sahabat berniat untuk ”menanganinya”.
Rasulullah Saw bersabda ” biarkan la, sebab pemilik hak berhak untuk berbicara. Lalu ”Berikanlah bayarkanlah kepada orang ini unta umur
setahun seperti untanya yang diutangkan itu.” Dalam kehidupan sehari-hari, Rasulullah SAW. telah mewakilkan kepada
orang lain untuk berbagai urusan. Diantaranya adalah membayar hutang, mewakilkan penetapan had dan membayarnya, mewakilkan pengurusan unta, membagi kandang
hewan, dan lain-lain.
78
c. Kesepakatan ulama atas kebolehan Wakalah : Para ulama bersepakat dengan ijma’ atas diperbolehkannya wakalah. Mereka
bahkan ada yang cenderung mensunnahkannya dengan alasan bahwa hal tersebut termasuk jenis ta’awun atau tolong-menolong atas dasar kebaikan dan taqwa.
Tolong-menolong diserukan oleh Al-Qur’an dan disunahkan oleh Rasulullah. Ulama bahkan memandangnya sebagai sunnah karena hal itu termasuk jenis
ta’awun tolong menolong atas dasar kebaikan dan takwa, yang oleh Al-qur’an dan hadis sangat relevan.
d. Fatwa Majelis Ulama Indonesia Sebagai dasar akad wakalah Dewan Syari’ah Nasional – Majelis Ulama
Indonesia telah mengeluarkan fatwa NO: 10DSN-MUIIV2000 tentang wakalah
78
Sayyid Sabiq, Op.Cit, hal. 123.
Universitas Sumatera Utara
yang menetapkan hukum wakalah tidak bertentangan dengan Syariah. Disamping itu pula pertimbangan Dewan Syari’ah Nasional dalam menetapkan fatwa mengenai
kegiatan wakalah yaitu : 1.
Bahwa dalam rangka mencapai suatu tujuan, sering diperlukan pihak lain untuk mewakilkan melalui akad Wakalah, yaitu pelimpahan kekuasaan oleh satu pihak
kepada pihak lain dalam hal-hal yang boleh diwakilkan. 2.
Bahwa praktik Wakalah pada LKS Lembaga Keuangan Syari’ah dilakukan sebagai salah satu bentuk pelayanan jasa perbankan kepada nasabah.
3. Bahwa agar praktik Wakalah tersebut dilakukan sesuai dengan ajaran lslam, DSN
Memandang perlu menetapkan fatwa tentang wakalah untuk dijadikan pedoman oleh LKS. LKS adalah Lembaga Keuangan Syari’ah, Lembaga Keuangan terbagi
atas Lembaga Keuangan Bank dan Non Bank. Perbankan Syari’ah diatur di dalam Undang-Undang Nomor 21 2008 tentang Perbankan Syari’ah.
Dalam Fatwa Dewan Syari’ah Nasional DSN Nomor 10DSN-MUIIV2000 ditetapkan ketentuan tentang wakalah sebagai berikut :
a. Ketentuan Wakalah. b. Rukun dan Syarat Wakalah
c. Aturan terjadinya perselisihan Ketentuan wakalah dalam hukum lslam sebagai berikut:
1. Persyaratan pihak yang dapat menjadi pemberi kuasa muwakkil dan yang
penerima kuasa wakil
Universitas Sumatera Utara
2. Pihak yang memberi kuasa muwakkil dan pihak yang menerima kuasa
wakil wajib memiliki kecakapan dan kewenangan untuk melakukan perbuatan hukum baik menurut syari’ah Islam maupun peraturan
perundang-undangan yang berlaku. 3.
Kewajiban Pihak yang memberi kuasa muwakkil dan pihak yang menerima kuasa wakil dalam wakalah
4. Kewajiban pihak yang memberi kuasa muwakkil adalah sebagai berikut:
a. Memiliki kewenangan untuk melakukan perbuatan hukum terhadap
hal-hal yang boleh dikuasakan dan b.
Menyatakan secara tertulis bahwa pihak yang memberi kuasa muwakkil
memberikan kuasa kepada Pihak penerima kuasa wakil untuk melakukan perbuatan hukum tertentu pernyataan ijab.
c. Kewajiban pihak yang menerima kuasa wakil adalah sebagai berikut:
d. Memiliki kemampuan untuk melaksanakan perbuatan hukum yang
dikuasakan kepadanya e.
Melaksanakan perbuatan hukum yang dikuasakan kepadanya serta dilarang memberi kuasa kepada pihak lain kecuali atas persetujuan
pihak yang memberi kuasa muwakkil dan menyatakan secara tertulis bahwa Pihak yang menerima kuasa wakil menerima kuasa dari Pihak
yang memberi kuasa muwakkil untuk melakukan perbuatan hukum tertentu pernyataan qabul
Universitas Sumatera Utara
Ketentuan lain tentang akad wakalah adalah : Keputusan Ketua Bapepam dan LK Nomor : Kep-131BL2006 Tanggal : 23
Nopember 2006 persyaratan obyek wakalah. Obyek Wakalah adalah perbuatan hukum yang memenuhi syarat sebagai berikut:
a. Diketahui dengan jelas jenis perbuatan hukum yang dikuasakan serta cara
melaksanakan perbuatan hukum yang dikuasakan tersebut b.
Tidak bertentangan dengan syari’ah Islam; dan c.
Dapat dikuasakan menurut syari’ah Islam. Ketentuan lain yang dapat diatur dalam wakalah, selain wajib memenuhi
ketentuan diatas, wakalah dapat disepakati antara lain para pihak dapat menetapkan besarnya imbalan atas pelaksanaan perbuatan hukum yang dikuasakan. Dalam hal
para pihak menyepakati adanya imbalan, maka wakalah tersebut bersifat mengikat dan tidak dapat dibatalkan secara sepihak penunjukan pihak lain untuk menyelesaikan
perselisihan antara para pihak dalam kafalah dan atau Jangka waktu pemberian kuasa.
DPS Dewan Pengawas Syari’ah Haiah al-Muraqabah as-Syari’ah. Dewan
yang melakukan pengawasan terhadap penerapan prinsip syari’ah dalam lembaga keuangan syari’ah LKS.
Adapun fungsi Dewan Pengawasan Syari’ah pada masing-masing lembaga
keuangan syari,ah sebagai berikut:
i melakukan pengawasan secara periodik pada Lembaga Keuangan Syari’ah
LKS yang berada di bawah pengawasannya;
Universitas Sumatera Utara
ii berkewajiban mengajukan usul-usul pengembangan Lembaga Keuangan
Syari’ah LKS kepada pimpinan lembaga yang bersangkutan dan kepada
Dewan Syari’ah Nasional DSN
iii melaporkan perkembangan produk dan operasional Lembaga Keuangan
Syari’ah LKS yang diawasinya kepada Dewan Syari’ah Nasional DSN
sekurang-kurangnya 2 dua kali dalam 1 satu tahun anggaran
iv merumuskan permasalahan-permasalahan yang memerlukan pembahasan
Dewan Syari’ah Nasional DSN.
Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa istilah kuasa dalam hukum perdata adalah memiliki makna yang sama dengan istilah wakalah dalam hukum
lslam. Selanjutnya bila ditinjau dari aspek yuridis, keduanya sama-sama dapat diterapkan dalam suatu perbuatan hukum dibawah satu sistem hukum nasional
lndonesia. Karena kuasa dan wakalah merupakan satu kesatuan format hukum yang
berbeda. Dimana kuasa bersumber dari Kitab Undang-undang Hukum Perdata, Sedangkan wakalah bersumber dari Hukum Syariat Islam. Namun keduanya adalah
merupakan bagian dari sub sistem yang berada dalam satu sistem hukum nasional Indonesia.
Akad wakalah menjadi keharusan dalam pembiayaan kredit kepemilikan rumah adalah karena dalam praktek murabahah harus ada wakalah yaitu pihak bank
memakai kuasa kepada nasabah untuk membeli barang yang dibutuhkan nasabah.
Universitas Sumatera Utara
Wakalah merupakan akad yang harus dilaksanakan oleh kegiatan perbankan
syariah di lndonesia harus berasaskan pada peraturan-peraturan yang di keluarkan oleh masing-masing lembaga yang mengawasi kegiatan perbankan syari’ah.
Peraturan yang dikeluarkan oleh Bank lndonsia dengan Hukum lslam satu sama lain berkaitan dan masing-masing mengharuskan akad wakalah ini terjadi dalam kegiatan
jual beli dalam rangka pemberian kredit perbankan.
C. Akad dan Aspek Legalitas Dilihat dari Perbedaan dan Persamaan Perbankan Syari’ah dan Perbankan Konvensional
Setiap akad dalam perbankan syari’ah, baik dalam hal barang, pelaku transaksi, maupun ketentuan lainnya harus memenuhi ketentuan akad. Lembaga
Penyelesaian Sengketa perbedaan atau perselisihan antara bank dan nasabah pada perbankan syariah berbeda dengan perbankan konvensional.
Kedua belah pihak pada perbankan syari’ah tidak menyelesaikannya di peradilan negeri, tetapi menyelesaikannya sesuai tata cara dan hukum materi syari’ah.
Lembaga yang mengatur hukum materi dan atau berdasarkan prinsip syariah di Indonesia dikenal dengan nama Badan Arbitrase Muamalah Indonesia atau BAMUI
yang didirikan secara bersama oleh Kejaksaan Agung Republik Indonesia dan Majelis Ulama Indonesia.
Bank syari’ah dapat memiliki struktur yang sama dengan bank konvensional, misalnya dalam hal komisaris dan direksi, tetapi unsur yang amat membedakan antara
bank syari’ah dan bank konvensional adalah keharusan adanya Dewan Pengawas.
Universitas Sumatera Utara
Syari’ah yang berfungsi mengawasi operasional bank dan produk-produknya agar sesuai dengan garis-garis syariah.
Dewan Pengawas Syari’ah biasanya diletakkan pada posisi setingkat Dewan Komisaris pada setiap bank. Hal ini untuk menjamin efektivitas dari setiap opini yang
diberikan oleh Dewan Pengawas Syari’ah. Karena itu biasanya penetapan anggota Dewan Pengawas Syari’ah dilakukan oleh Rapat Umum Pemegang Saham, setelah
para anggota Dewan Pengawas Syari’ah itu mendapat rekomendasi dari Dewan Syari’ah Nasional.
Bisnis dan Usaha yang Dibiayai Bisnis dan usaha yang dilaksanakan bank syari’ah, tidak terlepas dari kriteria syari’ah. Hal tersebut menyebabkan bank syari’ah
tidak akan mungkin membiayai usaha yang mengandung unsur-unsur yang diharamkan. Terdapat sejumlah batasan dalam hal pembiayaan.
Tidak semua proyek atau objek pembiayaan dapat didanai melalui dana bank syari’ah, namun harus sesuai dengan kaidah-kaidah syari’ah. Lingkungan dan budaya
kerja sebuah bank syari’ah selayaknya memiliki lingkungan kerja yang sesuai dengan syari’ah.
Dalam hal etika, sifat amanah dan shiddiq, harus melandasi setiap karyawan sehingga tercermin integritas eksekutif muslim yang baik, selain itu karyawan bank
syari’ah harus profesional fathanah, dan mampu melakukan tugas secara kerja sama dimana informasi merata diseluruh fungsional organisasi tabligh.
Akad di bank konvensional dalam membuat suatu perjanjian hanya mengatur masalah pokok-pokonya saja dengan tidak memikirkan soal lain yang lebih
Universitas Sumatera Utara
mendetail, perjanjian yang sudah disepakati para pihak di wujudkan dengan penandatanganan perjanjian oleh para pihak dilaksanakan dengan itikad baik atau te
goeder trouw bahasa Belanda.
Pelaksanaan perjanjian ini harus dapat disimpulkan dari pasal 1338 ayat 1 KUH Perdata yang menegaskan bahwa semua perjanjian harus dilaksanakan dengan
itikad baik artinya cara menjalankana atau melaksanakan suatu perjanjian tidak boleh bertentangan dengan kepatutan dan keadilan.
Dari semua uraian diatas dapat di pahami bahwa :”Bank Syari’ah adalah bank yang menjalankan tugas kegiatan usahanya berdasarkan prinsip syari’ah”. Sementara
bank konvensional adala bank yang menjalankan tugas kegiatan usahanya mencari keuntungan yang sebesar-besarnya.”
Setiap akad dalam perbankan syari’ah, baik dalam hal barang, pelaku transaksi, maupun ketentuan lainnya, harus memenuhi syarat-syarat berikut ini :
Barang dan jasa harus halal sehingga transaksi atas barang dan jasa yang haram menjadi batal karena hukum syari’ah.
79
Harga barang dan jasa harus jelas tempat penyerahan, maksudnya harus jelas karena akan berdampak pada biaya transportasi. Barang yang ditransaksikan harus
sepenuhnya dalam kepemilikan, tidak boleh menjual sesuatu yang belum dimiliki seperti yang terjadi pada transaksi penjualan singkat dalam pasar modal.
79
Karnaen A Perwataatmadja Hendri Tanjung, Bank Syari’ah, PT Senaya Abadi, Jakarta, 2011 ,hal. 93
Universitas Sumatera Utara
Sedangkan dalam Bank Konvesional, transaksi atas barang dan jasa yang ditawarkan oleh bank mencakup yang halal dan haram, serta diperbolehkannya
transaksi short sale dalam pasar modal. Peran kedua bank ini dalam kehidupan sehari-hari sangat penting. Bank berfungsi sebagai tempat menabung, meminjam
uang sampai kepada pengguna jasa untuk mentransfer uang dari satu kota ke kota yang lainnya.
Dalam perkembangan saat ini di Indonesia banyak bermunculan bank Islam atau bank syari’ah, dengan ditetapkan UU No. 10 tahun 1998 tentang perbankan
syari’ah menjelaskan pengakuan yang lebih tegas mengenai keberadaan perlunya lembaga keuangan yang berdasarkan prinsip syari’ah serta memberikan peluang yang
besar dalam pengembangannya. Ketika membandingkan antara sistem pembiayaan bank konvensional dan
bank syari’ah, dapat diketahui bahwa sistem pembiayaan bank syari’ah tidak terdapat perbedaan yang mencolok dengan sistem pembiayaan pada bank konvensional.
Perbedaan itu dipicu oleh adanya konsep perjanjianakad yang berbeda antara keduanya. Dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa pembiayaan pemberiaan
kredit Kepemilikan Rumah di Bank Tabungan Negara dan Bank konvensional secara umum mempunyai persamaan dan perbedaan, yaitu dari keduanya sama-sama
berorientasi untuk meraih keuntungan dari pihak lain. Dan untuk perbedaannya, pada bank konvensional melakukan praktek
pembungaan, sedangkan pada bank syari’ah menggunakan praktek bagi hasil.
Universitas Sumatera Utara
Dilihat dari uraian diatas perbedaan antara Bank Syari’ah dan Bank Konvensional terletak pada :
1. Akadnya, yaitu :
a. Pada bank syari’ah, semua transaksi harus berdasarkan akad yang dibenarkan
oleh syari’ah. Dengan demikian, semua transaksi itu harus mengikuti kaidah dan aturan yang berlaku pada akad-akad muamalah syari’ah.
b. Pada bank konvensional, transaksi pembukaan rekening, baik giro, tabungan
maupun deposito, berdasarkan perjanjian titipan, namun prinsip titipan ini tidak sesuai dengan aturan syari’ah, misalnya wadi‘ah, karena dalam produk
giro, tabungan maupun deposito menjanjikan imbalan dengan tingkat bunga tetap terhadap uang yang disetor.
2. Pada imbalan yang diberikan :
a. Bank konvensional menggunakan konsep biaya cost concept untuk
menghitung keuntungan. Artinya, bunga yang dijanjikan di muka kepada nasabah penabung merupakan ongkos atau biaya yang harus dibayar oleh
bank. Maka bank harus menjual kepada nasabah lain peminjam dengan biaya bunga yang lebih tinggi.
b. Perbedaan antara keduanya disebut spread yang menandakan apakah
perusahaan tersebut untung atau rugi. Bila spread-nya positif, di mana beban bunga yang dibebankan kepada peminjam lebih tinggi dari bunga yang
diberikan kepada penabung, maka dapat dikatakan bahwa bank mendapatkan keuntungan.
Universitas Sumatera Utara
c. Sementara bank syari’ah menggunakan pendekatan profit sharing, artinya
dana yang diterima bank disalurkan kepada pembiayaan. Keuntungan yang didapat dari pembiayaan tersebut dibagi dua, untuk bank dan untuk nasabah,
berdasarkan perjanjian pembagian keuntungan di muka. 3.
Sasaran kreditpembiayaan. Para penabung di bank konvensional tidak sadar uang yang ditabung dipinjamkan untuk berbagai bisnis, tanpa memandang halal-haram
bisnis tersebut. Sedangkan di bank syari’ah, penyaluran dan simpanan dari masyarakat dibatasi oleh prinsip dasar, yaitu prinsip syari’ah.
80
Pelaksanaan pemberian Kredit Pemilikan Rumah KPR pada bank konvensional dan bank unit syari’ah berdasarkan prinsip kehati-hatian memiliki
perbedaan dalam hal : d.
Perjanjian e.
Jangka waktu f.
Ketentuan biaya g.
Perhitungan bunga atau bagi hasil. Persamaan yang ada di Bank Syari’ah dan Bank Konvensional adalah :
a. Syarat pelaksanaan pemberian Kredit Pemilikan Rumah KPR,
b. Jaminan,
c. Pelaksanaan pemberian Kredit Pemilikan Rumah KPR
d. pelaksanaan pemberian Kredit Pemilikan Rumah KPR.
80
Muslim lbrahim, Bank Syari’ah dan Bank Konvensional, Pustaka Sabang, Aceh, 2008, hal.35.
Universitas Sumatera Utara
Sedangkan perbedaan pelaksanaan pemberian Kredit Pemilikan Rumah KPR pada bank konvensional adalah system perhitungan angsuran, dimana pada bank
konvensional terkenal dengan sistem bunga. Sedangkan pada bank unit syari’ah lebih terkenal system angsuran dengan
bagi hasil, dimana kedua belah pihak mengadakan perjanjian sesuai dengan akad Murabahah
atau akad Ijarah Muntahiyah Bittamlik IMBT. Selain itu, penelitian juga membahas tentang permasalahan pelaksanaan
pemberian Kredit Pemilikan Rumah KPR pada bank kovensional dan bank unit syari’ah khususnya Bank Tabungan Negara Syari’ah cabang Batam , antara lain :
i. Nasabah
ii. Masalah jaminan
iii. Terjadinya kredit macet
Dengan demikian, dalam melakukan pelaksanaan pemberian Kredit Pemilikan Rumah KPR pada bank kovensional dan bank unit syari’ah haruslah berdasarkan
prinsip kehati-hatian karena berdasarkan Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang perbankan adalah bank wajib memelihara tingkat kesehatan bank sesuai
dengan ketentuan : 1.
Kecukupan modal, 2.
Kualitas aset, 3.
Kualitas manajemen, 4.
Likuidasi, 5.
Rentabilitas,
Universitas Sumatera Utara
6. Solvabilitas, dan aspek lain yang berhubungan dengan usaha sesuai
dengan prinsip kehati- hatian. Sedangkan berdasarkan Undang-undang Nomor 21 tahun 2008 tentang unit
syari’ah adalah Bank Syari’ah dan Unit Usaha Syari’ah dalam melakukan kegiatan usahanya wajib menerapkan prinsip kehati-hatian. Dari uraian diatas dapat ditarik
kesimpulan bahwa perbedaan bank syari’ah dan bank konvensional pada penerapan pada sistem bunga, baik kepada nasabah ataupun kepada sekelompok orang yang
meminjam uang dari bank. Sistem bunga dalam pinjaman inilah yang menjadi hakikat dari keharaman bank konvensional.
Dimana pihak pertama memberikan pinjaman uang kepada pihak kedua dengan ketentuan bahwa saat mengembalikan uang itu harus disertai dengan
kelebihan yang besarnya ditentukan dari persentase nilai pinjaman. Bank konvensional itu pada hakikatnya adalah lembaga rentenir resmi yang
diakui dan diijinkan berpraktek oleh negara. Dimana rakyat dan pemimpinnya tidak mengenal syariat Islam, sehingga semua praktek rentenir itu dilindungi undang-
undang perekonomian dan menjadi hal yang lumrah terjadi di tengah masyarakat.
Universitas Sumatera Utara
111
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN