Perbedaan Akad Pembiayaan Kredit Kepemilikan Rumah di Bank Syari’ah

C. Perbedaan Akad Pembiayaan Kredit Kepemilikan Rumah di Bank Syari’ah

dan Bank Konvensional 1. Akad Pembiayaan KPR di Bank Syariah Bank yang beroperasi sesuai dengan prinsip syariah Islam adalah bank yang dalam beroperasinya mengikuti ketentuan-ketentuan syariah Islam, khususnya yang menyangkut tata cara bermuamalat secara Islam. 39 Sebagaimana bank konvensional, bank syariah memiliki fungsi sebagai intermediasi yang menjembatani para penabung dan investor. Hubungan antara bank syariah dengan nasabah lebih bersifat partner dari pada lender atau borrower, sehingga bank ini dapat bertindak sebagai pembeli, penjual, atau pihak yang menyewakan. Produk yang ditawarkan bank syariah sangat bervariasi dengan prinsip saling menguntungkan fairness dan menjunjung tinggi prinsip-prinsip keadilan. Produk yang ditawarkan bank syariah berupa pengerahan dana masyarakat, penyaluran dan jasa perbankan lainnya. 40 Produk pembiayaan Kredit Kepemilikan Rumah KPR yang digunakan dalam perbankan syari’ah memiliki berbagai macam perbedaan dengan Kredit Kepemilikan Rumah KPR di perbankan konvensional. Hal ini merupakan implikasi dari perbedaan prinsipal yang diterapakan perbankan syari’ah dan perbankan 39 Edy Wibowo, Untung Hendy Widodo, Mengapa Memilih Bank Syariah, Ghalia Indonesia, Bogor, 2005, hal. 87. 40 Ahmad Ramzy Tadjoeddin, et.al, Berbagai Aspek Ekonomi Islam, Tiara Wacana dan P3EI UII, Yogyakarta, 1992, hal. 167-170. Universitas Sumatera Utara konvensional, yaitu konsep bagi hasil dan kerugian profit and loss sharing sebagai pengganti sistem bunga perbankan konvensional. Dalam produk pembiayaan kepemilikan rumah ini, terdapat beberapa perbedaan antara perbankan syari’ah dan perbankan konvensional, di antaranya adalah pemberlakuan sistem kredit dan sistem mark up, kebolehan dan ketidakbolehan tawar menawar bargaining position antara nasabah dengan bank, prosedur pembiayaan dan lain sebagainya. Dari segi pengistilahan, untuk produk pembiayaan pemilikan rumah, perlu dipikirkan suatu bentuk pengistilahan yang relevan. Karena istilah KPR cenderung memunculkan asumsi terjadinya kredit, padahal dalam perbankan syari’ah tidak menggunakan sistem kredit. Untuk menghindari hal itu tetapi tetap menggunakan istilah KPR, beberapa bank syari’ah seperti BTN Syari’ah memaknai KPR dengan ”Kebutuhan Pemilikan Rumah“. Dalam menjalankan produk KPR, bank syari’ah memadukan dan menggali skim-skim transaksi yang dibolehkan dalam Islam dengan operasional Kredit Kepemilikan Rumah KPRperbankan konvensional. Adapun skim yang banyak digunakan oleh perbankan syari’ah di Indonesia dalam menjalankan produk pembiayaan Kredit Kepemilikan Rumah KPR adalah skim murabahah, istisna’ dan ijaroh , khususnya ijarah muntahiya bi tamlik IMBT. 41 41 Helmi Haris, Pembiayaan Kepemilikan Rumah Sebuah Inovasi Pembiayaan Perbankan Syari’ah, Jurnal Ekonomi Islam, Vol. I Nomor.1, Juli 2007, hal. 4. Universitas Sumatera Utara Kredit Kepemilikan Rumah KPR Syariah menggunakan sistem berbasis murabahah jual beli. Secara etimologi, murabahah berasal dari kata ribh, yang berarti keuntungan. 42 Sedangkan dalam pengertian terminologis, murabahah adalah jual beli barang seharga barang tersebut ditambah keuntungan yang disepakati antara penjual dengan pembeli. 43 Dengan mengacu pada skim murabahah, dapat disimpulkan syarat-syarat yang harus dipenuhi dalam transaksi KPR Syari’ah adalah sebagai berikut: 44 1. Pihak bank harus memberitahukan biaya pembelian rumah kepada nasabah KPR Syari’ah. 2. Kontrak transaksi KPR Syari’ah ini haruslah sah. 3. Kontrak tersebut harus terbebas dari riba 4. Pihak bank syari‘ah harus memberikan kejelasan tentang rumah yang dijadikan obyek transaksi KPR Syari‘ah. 5. Penjual harus menjelaskan semua hal yang berkaitan dengan proses perolehan barang tersebut. Sedangkan persyaratan yang ditetapkan oleh Majelis Ulama’ Indonesia MUI tentang aplikasi murabahah dalam perbankan syari’ah, yaitu: 1. Bank dan nasabah harus mengadakan akad murabahah yang bebas riba. 2. Barang yang diperjualbelikan tidak diharamkan oleh Syari‘at Islam. 3. Bank membiayai sebagian atau seluruh harga pemberian barang yang telah disepakati kualitasnya. 42 Abdullah al-Muslih Shalah ash-Shawi, Fikih Ekonomi Keuangan Islam, Daarul Haq, Jakarta, 2004, hal. 198. 43 Adiwarman A. Karim, Bank Islam; Analisis Fiqih dan Keuangan, IIIT Indonesia, Jakarta, 2003, hal. 161. 44 Syafi’i Antonio, Bank Syari’ah ; Dari Teori Ke Praktek, Gema Insani Press, Jakarta, 2001, hal. 102. Universitas Sumatera Utara 4. Bank membeli barang yang diperlukan nasabah atas nama bank sendiri, bukan atas nama pembeli atau nasabah dan pembelian ini harus sah dan bebas dari riba. 5. Bank harus menyampaikan semua hal yang berkaitan dengan pembelian, misalnya, jika pembelian dilakukan secara hutang. 6. Bank kemudian menjual barang tersebut kepada nasabah pesanan dengan harga jual senilai harga perolehan harga beli ditambah dengan pajak pertambahan nilai PPN, biaya angkut dan biaya lain yang terkait dengan pembelian ditambah dengan keuntungan. Dalam kaitan ini, bank harus memberitahukan secara jujur harga pokok barang kepada nasabah berikut biaya yang diperlukan. 7. Nasabah membayar harga barang yang telah disepakati tersebut pada jangka waktu tertentu yang telah disepakati. 8. Untuk mencegah terjadinya penyalahgunaan atau kerusakan akad tersebut, pihak bank dapat mengadakan perjanjian secara khusus dengan nasabah. 9. Jika bank hendak mewakilkan kepada nasabah untuk membeli barang sendiri dari pihak ketiga, maka akad jual beli murabahah harus dilakukan setelah barang secara prinsip menjadi milik bank. 45 Sedangkan ketentuan murabahah kepada nasabah yang diawali dengan akad wakalah antara lain : 45 Majelis Ulama’ Indonesia, Himpunan Fatwa-Fatwa Dewan Syari’ah Nasional, DSN MUI bekerjasama dengan Bank Indonesia, Jakarta, 2003, hal. 17. Universitas Sumatera Utara 1. Nasabah mengajukan permohonan secara murabahah kepada bank. Jika bank setuju, maka akan diterbitkan offering letter kepada nasabah. Jika nasabah setuju pembelian barang dilakukannya sendiri secara wakalah atas nama bank, maka nasabah harus mengembalikan surat penawaran tersebut kepada bank. 2. Dalam surat penawaran, bank dibolehkan meminta nasabah untuk membayar uang muka saat menandatangani kesepakatan awal pemesanan. 3. Jika bank menerima permohonan tersebut, ia harus membeli terlebih dahulu asset yang dipesannya secara sah dari pedagang yang bonafide sesuai dengan syarat-syarat dalam perjanjian. 4. Bank kemudian menawarkan asset tersebut kepada nasabah dan nasabah harus menerima membeli-nya sesuai dengan perjanjian yang telah disepakatinya, karena secara hukum perjanjian tersebut mengikat; kemudian kedua belah pihak harus membuat kontrak jual beli. 5. Jika nasabah kemudian menolak membeli barang tersebut karena barang tidak sesuai, bank menanggung biaya risiko. Dan apabila nasabah menolak membeli barang tersebut padahal barang sudah sesuai dengan pesanan, maka biaya riil bank harus dibayar dari uang muka tersebut. 6. Jika nilai uang muka kurang dari kerugian yang harus ditanggung oleh bank, bank dapat meminta kembali sisa kerugiannya kepada nasabah. 7. Jika kontrak jual beli menggunakan uang muka atau memakai sistem kontrak urbun sebagai altematif maka : Universitas Sumatera Utara a. Jika nasabah memutuskan untuk membeli barang tersebut, ia tinggal membayar sisa harga. b. Jika nasabah batal membeli barang tersebut, uang muka menjadi milik bank maksimal sebesar kerugian yang ditanggung oleh bank akibat pembatalan tersebut; dan jika uang muka tidak mencukupi, nasabah wajib melunasi kekurangannya. Dan jika lebih, Bank wajib mengembalikan sisa uang muka tersebut. Jaminan dalam murabahah dibolehkan, agar nasabah serius dengan pesanannya. Bank dapat meminta nasabah untuk menyediakan jaminan yang dapat dipegang, antara lain dalam bentuk barang yang telah dibeli dari bank. Secara prinsip, penyelesaian hutang nasabah dalam transaksi murabahah tidak ada kaitannya dengan transaksi lain yang dilakukan nasabah dengan pihak ketiga atas barang tersebut. Jika nasabah menjual kembali barang tersebut dengan keuntungan atau kerugian, ia tetap berkewajiban untuk menyelesaikan hutangnya kepada bank. Jika nasabah menjual barang tersebut sebelum masa angsuran berakhir, ia tidak wajib segera melunasi seluruh angsurannya. Akan tetapi, jika penjualan barang tersebut menyebabkan kerugian, nasabah tetap harus menyelesaikan hutangnya sesuai kesepakatan awal. la tidak boleh memperlambat pembayaran angsuran atau meminta kerugian itu diperhitungkan. Ketentuan diskon dalam murabahah ditentukan bahwa harga tsaman dalam jual beli adalah suatu jumlah yang disepakati oleh kedua belah pihak, baik sama dengan nilai qimah benda yang menjadi obyek jual beli, lebih tinggi maupun lebih Universitas Sumatera Utara rendah. Harga dalam jual beli murabahah adalah harga beli dan biaya yang diperlukan ditambah keuntungan sesuai dengan kesepakatan. Jika dalam jual beli murabahah bank mendapat diskon dari supplier, harga sebenarnya adalah harga setelah diskon, karena itu diskon adalah hak nasabah. Akan tetapi, jika pemberian diskon terjadi setelah akad, pembagian diskon tersebut dilakukan berdasarkan perjanjian persetujuan yang dimuat dalam akad. Pembagian diskon setelah akad hendaklah diperjanjikan dan ditandatangani. Didalam akad murabahah, mengenai ketentuan penundaan pembayaran, nasabah yang memiliki kemampuan tidak dibenarkan menunda penyelesaian hutangnya. Apabila nasabah tidak dapat memenuhi atau menyelesaikan hutangnya sesuai dengan yang diperjanjikan, bank berhak mengenakan denda kecuali jika dapat dibuktikan bahwa nasabah tidak mampu melunasi. Besarnya denda sesuai dengan yang diperjanjikan dalam akad dan dana yang berasal dari denda diperuntukkan sebagai dana social qardhul hasan. Jika nasabah menunda-nunda pembayaran dengan sengaja, atau jika salah satu pihak tidak menunaikan kewajibannya, maka penyelesaiannya dilakukan melalui Badan Arbitrase Syariah setelah tidak tercapai kesepakatan melalui musyawarah. Murabahah berdasarkan pesanan dapat bersifat mengikat atau tidak mengikat nasabah untuk membeli barang yang dipesannya. Dalam murabahah mengikat tidak dapat dibatalkan. Apabila aktiva murabahah yang telah dibeli bank dalam transaksi murabahah mengikat sebelum diserahkan kepada pembeli mengalami penurunan nilai maka penurunan nilai tersebut menjadi beban penjual. Dalam murabahah juga Universitas Sumatera Utara diperkenankan adanya perbedaan dalam harga barang untuk cara pembayaran yang berbeda. Bank dapat memberikan muqashah potongan apabila nasabah mempercepat pembayaran cicilan, atau melunasi piutang murabahah sebelum jatuh tempo. Jika salah satu pihak tidak menunaikan kewajibannya atau jika terjadi perselisihan di antara kedua belah pihak, maka penyelesaiannya dilakukan melalui Badan Arbitrasi Syariah setelah tidak tercapai kesepakatan melalui musyawarah. Jadi didalam akad bank syari’ah, hubungan antara bank dengan nasabah adalah hubungan kemitraan, artinya adanya transparansi atas kegunaan uang yang dipakai tersebut. Hal ini didasarkan pada Hadist Nabi saw, yang mengatakan bahwa setiap pinjaman yang menghasilkan manfaat adalah riba, sedangkan para ulama sepakat bahwa riba itu haram. Karena itu dalam perbankan syari’ah, pinjaman tidak disebut dengan kredit, tapi pembiayaan financing, dengan kata lain bahwa nasabah tidak secara langsung menerima uang dari pihak bank, melainkan banklah yang membayarkan uang tersebut kepada pengembang sebagai supplier. Nasabah diwajibkan untuk membayar harga, yang telah disepakati dengan pihak bank, secara mencicil. Kesepakatan harga yang didalamnya sudah terkandung mark up ini tidak berubah sampai berakhirnya kontrak. Pada Kredit Kepemilikan Rumah KPR bank syari’ah, akad yang dipakai adalah nasabah dan bank berkongsi dalam pengadaan suatu barang. Untuk membeli rumah tersebut, nasabah harus membayar kepada bank sebesar jumlah yang dimiliki oleh bank, karena pembayarannya dilakukan secara angsuran, penuruan porsi kepemilikan bank pun berkurang secara proporsional sesuai besarnya angsuran. Universitas Sumatera Utara Barang yang telah dibeli secara kongsi tersebut baru akan menjadi milik nasabah setelah porsi nasabah menjadi seratus persen dan bank nol persen. Dalam syari’ah Islam, barang milik perkongsian bisa disewakan kepada siapapun, termasuk kepada anggota perkongsian itu sendiri, dalam hal ini adalah nasabah. Dengan merujuk pada skim murabahah, penentuan harga atau keuntungan dan angsuran dalam KPR Syari’ah haruslah memenuhi persyaratan-persyaratan berikut: 46 1. Keuntungan atau mark-up yang diminta bank harus diketahui oleh nasabah. 2. Harga jual bank adalah harga beli harga perolehan bank ditambah keuntungan. 3. Harga jual tidak boleh berubah selama masa perjanjian. 4. Sistem pembayaran dan jangka waktunya disepakati bersama.

2. Akad Pembiayaan KPR di Bank Konvensional