Dasar Hukum Akad wakalah dan Akad murabahah Yang Menjadi Pedoman

C. Dasar Hukum Akad wakalah dan Akad murabahah Yang Menjadi Pedoman

Bank Tabungan Syariah Cabang Batam Majelis Ulama Indonesia melalui Dewan Syari’ah Nasional telah mengeluarkan beberapa fatwa yang terkait dengan Wakalah, yaitu Fatwa No: 10DSN-MUIIV2000 tentang Wakalah, Fatwa tersebut, khususnya Fatwa No.102000 kemudian digunakan rujukan bagi fatwa transaksi yang lebih spesifik yang menggunakan wakalah. Sesuai dengan Fatwa Dewan Syari’ah Nasional No. 04DSN-MUIIV2000 Tentang Murabahah ketetapan Pertama butir 9, dan No. 10DSN-MUIIV2000 Tentang Wakalah ketetapan Pertama, Kedua, dan Ketiga, pada peristiwa tersebut diatas pembayaran bank kepada pemasok yang diwakalahkan kepada nasabah hukumnya boleh, namun demikian harus ada pernyataan ijab kabul antara bank dan nasabah yang menunjukkan kehendak mereka. Dengan demikian jelas bahwa kalau dalam transaksi tersebut tidak ada akad wakalah, hal ini merupakan penyimpangan yang akan menjadi temuan pemeriksaan Dewan Pengawas Syariah DPS di bank tersebut bahkan juga bisa menjadi temuan pemeriksaan Bank Indonesia BI. Apabila penyimpangan ini menjadi temuan pemeriksaan BI, sebagaimana hal ini sering terjadi bank tersebut akan mendapat teguran dan dikenakan denda. Disamping harus adanya akad wakalah, diharuskan juga adanya bukti penerimaan barang yang dibeli fakturdelivery order. Ketiadaan bukti penerimaan barang yang dibeli ini juga akan menjadi temuan pemeriksaan DPS Dewan Pengawas Syariah di bank tersebut dan temuan pemeriksaan BI Bank lndonesia. Universitas Sumatera Utara Dalam pelaksanaan akan lebih baik kalau bank yang membayar langsung kepada pemasok karena dengan cara itu bank akan memperoleh posisi sebagai pembeli potensial dari berbagai produksi barang yang persaingannya dipasar sangat ketat. Dengan posisi bank sebagai pembeli potensial ini bank mempunyai daya tawar yang dapat membantu nasabah memperoleh harga barang yang lebih murah. Disamping itu para pemasokdealersole agen akan membuka rekening di bank syari’ah untuk mempermudah transaksinya dengan nasabah bank. Sementara dalam transaksi perbankan syari’ah Akad wakalah merupakan akad yang terpisah dari akad murabahah dan dilakukan setelah bank sepakat atas harga barang yang ditawarkan penyalur barang dan kesepakatan antara bank dan nasabah untuk membeli barang dimaksud sehingga secara prinsip barang tersebut sudah menjadi milik bank. 62 Disamping peraturan yang diatas penggunaan akad wakalah juga diatur dalam KUH Perdata 1792 menyatakan sebagai berikut : “Pemberian kuasa adalah suatu persetujuan dengan mana seseorang memberikan kekuasaan kepada orang lain yang menerimanya, untuk atas namanya menyelenggarakan suatu urusan.” Dari semua uraian diatas dapat disimpulkan bahwa penggunaan surat kuasa dalam akad perjanjian pembiayaan murabahah adalah merupakan perbuatan 62 Ketetapan Pertama Butir 9, Fatwa Dewan Syari’ah Nasional No. 04DSN-MUIIV2000 Tentang Murabahah. Universitas Sumatera Utara hukumyang tidak bertentangan dengan sistem hukum perdata yang dianut oleh Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, dan juga tidak bertentangan dengan sistem hukum Islam serta mempunyai kekuatan yuridis yang kuat dan dipastikan sebagai landasan dasar dari pilosofi hukumnya adalah hukum lslam. Di Bank Tabungan Negara Syari’ah cabang Batam, setiap pembiayaan yang diberikan kepada nasabah seluruhnya diikat dengan perjanjian tertulis. Menurut Setyadi, 63 diketahui bila pembiayaan yang diberikan bank nilainya dibawah Rp.5.000.000,- maka pembiayaan itu cukup diikat dengan akta dibawah tangan dalam bentuk perjanjian murabahah dan cukup ditanda tangani oleh pihak bank dan nasabah, sedangkan bila diatas Rp.5.000.000,- selain diikat dengan perjanjian akta dibawah tangan juga diikat dengan akta notariel. Dari keterangan diatas dapat diambil kesimpulan pentingnya pengertian dan tujuan akad Murabahah kedalam tesis ini, karena didalam kegiatan perbankan syari’ah antara akad murabahah dan akad wakalah mempunyai hubungan satu sama lain, sesuai dengan peraturan Bank lndonesia dan Dewan Syari’ah Nasional serta Majelis Ulama lndonesia, yang menyatakan bahwa antara akad murabahah dan akad wakalah mempunyai hubungan yang tidak terpisahkan, dengan alasan, akad murabahah tidak dapat terlaksana tanpa adanya akad wakalah, sehingga jelas fungsi akad wakalah mempunyai kekuatan hukum yang tetap dalam pemeberian kredit dan dan transaksi di Perbankan Syari’ah, merujuk kepada Peraturan Bank lndonesia. 63 Hasil Wawancara dengan Setiyadi, Kepala Bagian, tertanggal 1 November 2011 di Kantor BTNS Cabang Batam. Universitas Sumatera Utara Pada pelaksanaan pembiayaan pemberian kredit kepemilikan rumah di Bank Tabungan Negara Syari’ah cabang Batam, akad wakalah memang digunakan dan saling berkaitan dengan akad murabahah atau akad utamanya, Bank Tabungan Negara Syari’ah cabang Batam menjalankan sesuai dengan Peraturan Bank lndonesia, Ketentuan Dewan Syari’ah dan Majelis Ulama lndonesia, berhubungan ada keterkaitan antara wakalah dan murabahah, dalam tesis ini dijabarkan tentang arti penting murabahah dan hubungannya dengan wakalah, untuk menghindari kerancuan tentang makna dari wakalah dan murabahah, karena wakalah dan murabahah ini merupakan produk perbankan yang tidak terpisah pada saat perjanjianperikatan dilaksanakan. Mengenai hal ini, Bank Indonesia BI cukup tegas mengatur tentang wakalah dan murabahah. Melalui Peraturan Bank Indonesia PBI No.746PBI2005 tanggal 14 Nopember 2005 tentang Standarisasi akad, BI menegaskan kembali penggunaan media wakalah dalam murabahah pada Pasal 9 ayat 1 huruf d yaitu dalam hal bank mewakilkan kepada nasabah wakalah untuk membeli barang, maka akad murabahah harus dilakukan setelah barang secara prinsip menjadi milik bank. Bahkan dalam bagian penjelasan PBI tersebut ditegaskan bahwa akad wakalah harus dibuat terpisah dengan akad murabahah. Dengan penegasan melalui PBI tersebut, maka saat ini terjadi perubahan paradigma dalam operasional Bank Syari’ah terkait pembiayaan murabahah, yang mana dalam paradigma lama, Bank Syari’ah akan melakukan pencairan dana setelah Akad Murabahah ditandatangani, maka berubah menjadi paradigma baru, dimana Universitas Sumatera Utara Bank Syari’ah harus mencairkan dananya untuk membeli barang yang diperlukan nasabah sebelum Akad murabahah ditandatangani melalui Akad wakalah. Hal ini akan dibuktikan melalui adanya aliran dana yang ditujukan kepada pemasok barang atau dibuktikan dengan kwitansi pembelian yang mendahului Akad murabahah. Bank Islam atau selanjutnya disebut dengan Bank Syari’ah, adalah bank yang beroperasi dengan tidak mengandalkan pada bunga, adapun pengertian lain bank Syari’ah adalah bank yang melaksanakankegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah dalam kegiatannya memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran. Bank syari’ah juga dapat diartikan sebagai lembaga keuanganperbankan yang operasional dan produknya dikembangkan berlandaskan Al-Qur’an dan Hadits Nabi SAW. Bank Islam adalah bank yang beroperasi dengan prinsip syari’ah Islam dan bank yang tata cara beroperasinya mengacu kepada ketentuan-ketentuan Al- Qur’an dan Hadits. Bank yang beroperasi sesuai dengan prinsip syari’ah Islam adalah bank yang dalam beroperasinya mengikuti ketentuan-ketentuan syari’ah Islam, khususnya yang menyangkut tata cara bermuamalat secara Islam. 64 Bank syari’ah bukan hanya bank bebas bunga, tetapi juga memiliki orientasi pencapaian kesejahteraan. Ada beberapa karakteristik bank syari’ah : 65 a. Penghapusan riba 64 Edy Wibowo, Untung Hendy Widodo, Mengapa Memilih Bank Syari’ah, Ghalia Indonesia, Bogor, 2005, hal. 87. 65 Andri Soemitra, Bank Lembaga Keuangan Syari’ah, Fajar lnterpratama Offset, Jakarta, 2009, hal. 67. Universitas Sumatera Utara b. Pelayanan kepada nasabah secara lslam c. Bank syari’ah bersifat universal yang merupakan gabungan dari bank komersil dan bank investasi d. Bank syari’ah akan melakukan evaluasi yang lebih berhati-hati terhadap permohonan pembiayaan yang berorientasi kepada penyertaan modal, karena bank komersil syari’ah menerapkan profit and loss sharing dalam konsinyasi, ventura, bisnia atau lndustri e. Bagi hasil cenderung mempererat hubungan antara bank syari’ah dan pengusaha f. Kerangka yang dibangun dalam membantu bank mengatasi kesulitan likuidasinya dengan memanfaatkan instrumen pasar uang antar bank syari’ah dan instrumen bank sentral berbasis syariah. Perbankan Islam juga berdasarkan pada aturan perundang-undangan yang mengatur mekanisme operasional dan manajemen perbankan Islam sesuai dengan yang telah ditetapkan sebagaimana bank konvensional, kecuali yang bertentangan dengan syariat Islam. Kegiatan Usaha Bank Syari’ah antara lain diatur dalam Undang- Undang Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 07 Tahun 1992 tentang Perbankan. Dalam Pasal 1 Nomor 12 dan 13 UU 10 Tahun 1998 tentang Perbankan dinyatakan bahwa : “Pembiayaan berdasarkan Prinsip Syari’ah adalah Penyediaan uang atau tagihan yang dipersamakan dengan itu berdasarkan persetujuan atau kesepakatan antara Bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak yang dibiayai untuk Universitas Sumatera Utara mengembalikan uang atau tagihan tersebut setelah jangka waktu tertentu dengan imbalan atau bagi hasil”. Pelayanan jasa dalam perbankan syariah wajib memenuhi prinsip syari’ah, yang dimaksud prinsip syari’ah itu prinsip yang bersumber pada fatwa yang dikeluarkan oleh Dewan Syari’ah Nasional, prinsip yang dimaksud adalah : a. Prinsip Keadilan adil b. Prinsip keseimbangan tawazun c. Prinsip kemaslahatan maslahah d. Prinsip Universal alamiah Selain prinsip yang dicantumkan diatas, bank syari’ah juga tidak diperbolehkan untuk tidak mengandung unsur-unsur : a. Gharar Penipuan b. Maysir Judi c. Riba Tambahan dari hutang d. Dzalim Teraniaya e. Risywah Sogok f. Objek haram Kemudian ketentuan pasal 2 Undang-undang Nomor 21 tahun 2008 menegaskan bahwa : “Perbankan syariah dalam melakukan kegiatan usahanya berasaskan prinsip syari’ah, demokrasi ekonomi,dan prinsip kehati-hatian”. Universitas Sumatera Utara Mengenai prinsip-prinsip syari’ah dalam penghimpunan dana, penyaluran dana, pelayanan jasa bagi bank syari’ah, ketentuan lain bank syariah berdasarkan Pasal 3 Peraturan Bank lndonesia Nomor 919PBI2007, menetapkan bahwa pemenuhan prinsip syariah sebagaimana dimaksud diatas dilakukan sebagai berikut : a. Dalam kegiatan penghimpunan dana dengan mempergunakan, antara lain, akad wadi’ah dan mudharabah. b. Dalam kegiatan penyaluran dana berupa pembiayaan dengan mempergunakan, antara lain, akad mudharabah, musyarakah, murabahah, salam istishna, ijarah, ijarah muntahiyah bittamik dan qardh. c. Dalam kegiatan pelayanan jasa dengan mempergunakan, antara lain akad wakalah, kafalah, hawalah dan sharf. Karena sifatnya yang berdasarkan syariah, produk-produk bank syari’ah tidak sama dengan produk-produk bank konvensional, diantaranya bank atau nasabah tidak di perkenankan menerima bunga bank. Akan tetapi apabila ada hasil, maka hasil tersebut yang akan dibagi diantara bank dengan pihak nasabah. Selain itu produk bank syari’ah harus disesuaikan dengan ajaran-ajaran lslam yang melarang riba. Akan tetapi dalam prakteknya bank syari’ah masih melakukan pelanggaran seperti, masih menjadi pemegang saham pada perusahaan lain yang dibiayai sendiri dan menjadi pembeli barang modal atau barang perdagangan untuk perusahaan atau orang lain. Prinsip dasar Perbankan Syari’ah batasan-batasan bank syari’ah yang harus menjalankan kegiatannya berdasar pada syariat Islam, menyebabkan bank syari’ah Universitas Sumatera Utara harus menerapkan prinsip-prinsip yang sejalan dan tidak bertentangan dengan syariat Islam. Adapun produk bank syari’ah adalah sebagai berikut : 1. Prinsip Titipan atau Simpanan Al-Wadiah Al-Wadiah dapat diartikan sebagai titipan murni dari satu pihak ke pihak lain, baik individu maupun badan hukum, yang harus dijaga dan dikembalikan kapan saja si penitip menghendaki. 66 Secara umum terdapat dua jenis al-wadiah, yaitu: a. Wadiah Yad Al-Amanah Trustee Depository adalah akad penitipan baranguang dimana pihak penerima titipan tidak diperkenankan menggunakan baranguang yang dititipkan dan tidak bertanggung jawab atas kerusakan atau kehilangan barang titipan yang bukan diakibatkan perbuatan atau kelalaian penerima titipan. Adapun aplikasinya dalam perbankan syariah berupa produk safe deposit box. b. Wadiah Yad adh-Dhamanah Guarantee Depository adalah akad penitipan baranguang dimana pihak penerima titipan dengan atau tanpa izin pemilik baranguang dapat memanfaatkan baranguang titipan dan harus bertanggung jawab terhadap kehilangan atau kerusakan baranguang titipan. Semua manfaat dan keuntungan yang diperoleh dalam penggunaan baranguang titipan menjadi hak penerima titipan. Prinsip ini diaplikasikan dalam produk giro dan tabungan. 66 Syafi’i Antonio, Bank Syari’ah Dari Teori ke Praktik, Gema Insani Press, Jakarta, 2001, hal. 45. Universitas Sumatera Utara 2. Prinsip Bagi Hasil Profit Sharing Sistem ini adalah suatu sistem yang meliputi tatacara pembagian hasil usaha antara penyedia dana dengan pengelola dana. Bentuk produk yang berdasarkan prinsip ini adalah: 67 a. Al-Mudharabah Al-Mudharabah adalah akad kerjasama usaha antara dua pihak dimana pihak pertama shahibul maal menyediakan seluruh modal, sedangkan pihak lainnya menjadi pengelola mudharib. Keuntungan usaha secara mudharabah dibagi menurut kesepakatan yang dituangkan dalam kontrak, sedangkan apabila rugi ditanggung oleh pemilik modal selama kerugian itu bukan akibat kelalaian pengelola. Seandainya kerugian ini diakibatkan karena kecurangan atau kelalaian si pengelola, si pengelola harus bertanggung jawab atas kerugian tersebut. Akad mudharabah secara umum terbagi menjadi dua jenis : 1. Mudharabah Muthlaqah Adalah bentuk kerjasama antara shahibul maal dan mudharib yang cakupannya sangat luas dan tidak dibatasi oleh spesifikasi jenis usaha, waktu, dan daerah bisnis. 2. Mudharabah Muqayyadah Adalah bentuk kerjasama antara shahibul maal dan mudharib dimana mudharib memberikan batasan kepada shahibul maalmengenai tempat, cara, dan obyek investasi. 67 Ibid, hal 35 Universitas Sumatera Utara b. Al-Musyarakah Al-musyarakah adalah akad kerjasama antara dua pihak atau lebih untuk suatu usaha tertentu dimana masing-masing pihak memberikan kontribusi dana dengan kesepakatan bahwa keuntungan dan risiko akan ditanggung bersama sesuai dengan kesepakatan. Dua jenis al-musyarakah : 1. Musyarakah pemilikan, tercipta karena warisan, wasiat, atau kondisi lainnya yang mengakibatkan pemilikan satu aset oleh dua orang atau lebih. 2. Musyarakah akad, tercipta dengan cara kesepakatan dimana dua orang atau lebih setuju bahwa tiap orang dari mereka memberikan modal musyarakah. 3 Prinsip Jual Beli Al-Tijarah Prinsip ini merupakan suatu sistem yang menerapkan tata cara jual beli, dimana bank akan membeli terlebih dahulu barang yang dibutuhkan atau mengangkat nasabah sebagai agen bank melakukan pembelian barang atas nama bank, kemudian bank menjual barang tersebut kepada nasabah dengan harga sejumlah harga beli ditambah keuntungan. Implikasinya berupa 68 : a. Al-Murabahah Murabahah adalah akad jual beli barang dengan menyatakan harga perolehan dan keuntungan yang disepakati oleh penjual dan pembeli. 68 Ibid, hal. 3. Universitas Sumatera Utara b. Salam Salam adalah akad jual beli barang pesanan dengan penangguhan pengiriman oleh penjual dan pelunasannya dilakukan segera oleh pembeli sebelum barang pesanan tersebut diterima sesuai syarat-syarat tertentu. Bank dapat bertindak sebagai pembeli atau penjual dalam suatu transaksi salam. Jika bank bertindak sebagai penjual kemudian memesan kepada pihak lain untuk menyediakan barang pesanan dengan cara salam maka hal ini disebut salam paralel. c. Istishna’ Istishna’ adalah akad jual beli antara pembeli dan produsen yang juga bertindak sebagai penjual. Cara pembayarannya dapat berupa pembayaran dimuka, cicilan, atau ditangguhkan sampai jangka waktu tertentu. Barang pesanan harus diketahui karakteristiknya secara umum yang meliputi: jenis, spesifikasi teknis, kualitas, dan kuantitasnya. Bank dapat bertindak sebagai pembeli atau penjual. Jika bank bertindak sebagai penjual kemudian memesan kepada pihak lain untuk menyediakan barang pesanan dengan cara istishna maka hal ini disebut istishna paralel. 4 Prinsip Sewa Al-Ijarah Al-ijarah adalah akad pemindahan hak guna atas barang atau jasa, melalui pembayaran upah sewa, tanpa diikuti dengan pemindahan hak kepemilikan atas barang itu sendiri. Al-ijarah terbagi kepada dua jenis yaitu ijarah, sewa murni dan ijarah al muntahiya bit tamlik merupakan penggabungan sewa dan beli, dimana si penyewa mempunyai hak untuk memiliki barang pada akhir masa sewa. Universitas Sumatera Utara 5 Prinsip Jasa Service Prinsip ini meliputi seluruh layanan non pembiayaan yang diberikan bank. Bentuk produk yang berdasarkan prinsip ini antara lain: a. Al-Wakalah Nasabah memberi kuasa kepada bank untuk mewakili dirinya melakukan pekerjaan jasa tertentu, seperti transfer. b. Al-Kafalah Jaminan yang diberikan oleh penanggung kepada pihak ketiga untuk memenuhi kewajiban pihak kedua atau yang ditanggung. c. Al-Hawalah Adalah pengalihan utang dari orang yang berutang kepada orang lain yang wajib menanggungnya. Kontrak hawalah dalam perbankan biasanya diterapkan pada Factoring, dimana bank bertindak sebagai juru tagih tanpa membayarkan dulu piutang tersebut. d. Ar-Rahn Adalah menahan salah satu harta milik si peminjam sebagai jaminan atas pinjaman yang diterimanya. Barang yang ditahan tersebut memiliki nilai ekonomis. Dengan demikian, pihak yang menahan memperoleh jaminan untuk dapat mengambil kembali seluruh atau sebagian piutangnya. Secara sederhana dapat dijelaskan bahwa rahn adalah semacam jaminan utang atau gadai. Universitas Sumatera Utara e. Al-Qardh Al-qardh adalah pemberian harta kepada orang lain yang dapat ditagih atau diminta kembali atau dengan kata lain meminjamkan tanpa mengharapkan imbalan. Produk ini digunakan untuk membantu usaha kecil dan keperluan sosial. Dana ini diperoleh dari dana zakat, infaq dan shadaqah. Prinsip dasar perbankan syari’ah sistem operasional bank konvensional, pemilik dana menanamkan uangnya di bank tidak dengan motif mendapatkan bunga, tapi dalam rangka mendapatkan keuntungan bagi hasil. Dana nasabah tersebut kemudian disalurkan kepada mereka yang membutuhkan modal usaha, dengan perjanjian pembagian keuntungan sesuai kesepakatan. Sistem operasional tersebut meliputi 69 : sistem penghimpunan dana metode penghimpunan dana yang ada pada bank-bank konvensional didasari teori yang diungkapkan Keynes yang mengemukakan bahwa orang membutuhkan uang untuk tiga kegunaan, yaitu fungsi transaksi, cadangan dan investasi. Teori tersebut menyebabkan produk penghimpunan dana disesuaikan dengan tiga fungsi tersebut, yaitu berupa giro, tabungan dan deposito. 69 Syafi’i Antonio, Ibid., hal. 13. Universitas Sumatera Utara 85

BAB IV PERATURAN BANK INDONESIA ATAS AKAD WAKALAH DAN