Undang-Undang Tentang Rumah Susun

29 Sehubungan dengan hal tersebut, untuk menanggulanginya maka harus dengan cara dan metode tertentu. Seperti di Negara Australia misalnya, disamping dikenal cara pembagian tanah secara vertikal, di Negara tersebut juga menggunakan cara lain untuk membagi tanah yaitu secara horizontal. Adapun Undang-undang Anglo-Australia membagi secara horizontal yang mana ruang udara diatas tanah yang sebenarnya dibagi menjadi strata-horizontal, yaitu tingkat keatas dari suatu bangunan dan ruang udara didalamnya dapat dipisahkan dari tanah dimana bangunan itu berdiri dan dianggap sebagai real property. 48 Perkembangan mengenai pembangunan rumah susun juga terlihat di Inggris yaitu lahirnya istilah strata title dalam Undang-undang Inggris yang ada sejak pertengahan pertama abad ke-17. 49 Adapun berdasarkan hal tersebut dan dengan berbagai perkembangan yang terjadi, akan semakin terlihat adanya eksistensi rumah susun ditengah-tengah kehidupan dan dengan mengenal pembangunan dengan sistem rumah susun tersebut berbagai manfaat kemudian dapat diambil baik bagi individu maupun kelompok masyarakat diberbagai Negara.

2. Undang-Undang Tentang Rumah Susun

Perkotaan adalah merupakan daerah dimana tingkat kebutuhan akan adanya ruang, sangatlah tinggi. Konsep ruang yang ada, baik hunian ataupun komersial secara tata pertanahan yang ada dimasyarakat dirasakan kurang efisien, dan akibatnya kota dengan luas tanah yang terbatas tidak dapat menanggulangi hal tersebut. Sebagai 48 Oloan Sitorus dan Balans Sebayang, Op. Cit, hal. 6. 49 Ibid , hal. 7. Universitas Sumatera Utara 30 tindakan untuk menjawab kebutuhan tersebut, maka dibutuhkan adanya aturan yang jelas untuk merangsang pembangunan rumah susun dengan segera, sehingga dapat memenuhi kebutuhan masyarakat akan hunian khususnya didaerah perkotaan. Suatu ketentuan dan aturan tentang rumah susun tidaklah muncul secara tiba- tiba. Hal tersebut selain diperoleh melalui proses pemikiran yang panjang dan mendalam, juga merupakan suatu perkembangan idealisme yang terdapat dan diperoleh dari berbagai peraturan perundangan yang telah ada sebelumnya sebagai pelopor berbagai ketentuan yang akan dibentuk kemudian. Pada awalnya, hal yang menjadi latar belakangnya adalah timbul dari suatu kebutuhan untuk mengakomodir pemilikan atas tanah bersama. Adapun dengan adanya kebutuhan itu, maka diterbitkanlah Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 14 Tahun 1975 tentang Pendaftaran Hak atas Tanah Kepunyaan Bersama dan Pemilikan Bagian-bagian Bangunan yang ada di atasnya serta Penerbitan Sertipikatnya. 50 Peraturan tersebut memuat ketentuan bahwa hak atas tanah bersama didaftar oleh Kantor Pertanahan dalam beberapa buku tanah sesuai dengan jumlah pemegang hak atas tanah bersama, yang artinya bahwa pada masing-masing pemegang hak atas tanah bersama dapat diberikan sertifikat hak atas tanah bersama. Adapun jika diatas 50 Adrian Sutedi, Hukum Rumah Susun dan Apartemen, Cetakan ke-1, Jakarta : Sinar Grafika, 2010, hal. 154. Universitas Sumatera Utara 31 tanah bersama tersebut terdapat bangunan, maka pada tiap pemilik bagian bangunan tersebut juga dapat memperoleh sertipikat hak atas tanah bersama. 51 Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 14 Tahun 1975 kemudian direvisi oleh Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 4 Tahun 1977, yang memuat ketentuan bahwa hak atas tanah bersama didaftar oleh Kantor Pertanahan dalam satu buku tanah, dan buku tanah ini lalu dapat dibuatkan beberapa salinannya untuk dilampirkan pada sertipikat hak atas tanah bersama, untuk diberikan kepada para pemegang hak atas tanah bersama. 52 Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 4 Tahun 1977 selanjutnya mengalami revisi kembali dan menjadi Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 10 Tahun 1983, yang memuat ketentuan tentang: a Surat Keterangan Pendaftaran Tanah bagi pemilikan tanah bersama; b Salinan Izin Mendirikan Bangungan IMB bagi pembangunan rumah susun; c Bangunan dimiliki oleh pemegang hak atas tanah bersama; d Bangunan telah selesai dibangun; e Defenisi bangunan bertingkat; f Salinan gambar denah bagian-bagian bangunan; g Salinan gambar denah tiap pemegang hak atas tanah bersama; dan h Pernyataan tertulis mengenai besarnya bagian tiap pemegang hak atas tanah bersama. 51 Ibid , hal. 154. 52 Ibid , hal. 155. Universitas Sumatera Utara 32 Adapun setelah perubahan tersebut diatas, kemudian pada akhirnya Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 10 Tahun 1983 direvisi substansinya dan ditingkatkan bentuk produk perundangannya dengan Undang-undang Nomor 16 Tahun 1985 tentang Rumah Susun, yang mana merupakan suatu landasan awal yang dijadikan dasar pembangunan perumahan dengan sistem rumah susun. 53 Pada saat sebelum lahirnya Undang-undang Nomor 16 Tahun 1985 tentang rumah susun atau kemudian disebut juga dengan UURS yang pertama ini, di Indonesia belum terdapat suatu produk hukum tertentu yang mengatur dan menaungi mengenai pengaturan rumah susun dan kepemilikan atas satuan rumah susun. Hal tersebut juga terlihat pada Undang-undang Pokok Agraria Nomor 5 Tahun 1960 UUPA yang lahir 25 tahun sebelum lahirnya UURS yang pertama ini, yang mana belum juga memperlihatkan isyarat akan adanya konsep pemilikan atas satuan rumah susun maupun hak bersama atas tanah dan bagian ataupun benda yang melekat pada bangunan gedung rumah susun tersebut. 54 Pengaturan mengenai UURS yang pertama ini mulai berlaku pada tanggal 31 Desember 1985, yang mana memantapkan mengenai tata aturan hukum terhadap hal- hal yang berkaitan dengan rumah susun. Adapun sebagai pendukung dan tindak lanjut mengenai pokok-pokok pikiran yang terdapat didalam Undang-undang tersebut, 53 Ibid . 54 Herman Hermit, Op Cit, hal. 8. Universitas Sumatera Utara 33 kemudian dikeluarkan Peraturan Pemerintah Nomor 4 Tahun 1988 atau yang kemudian disebut dengan PP Nomor 4 Tahun 1988 tentang Rumah Susun. 55 Latar belakang ataupun alasan dikeluarkannya UURS yang pertama ini apabila kita lihat didalam bagian penjelasan Undang-undang tersebut adalah untuk menjamin dan mengusahakan rakyat banyak agar dapat memiliki tempat tinggal, yang dalam hal ini berupa rumah susun. Hal ini berarti disamping dari segi semakin sedikitnya ketersediaan tanah yang dapat digunakan untuk membangun rumah secara horizontal, tetapi juga dari segi aspek ekonomi dalam arti kebutuhan akan adanya tempat tinggal juga merupakan latar belakang pemikiran yang penting bagi dikeluarkannya UURS ini. Kebutuhan akan rumah susun pada awalnya dipergunakan untuk tempat hunian dan tempat tinggal, yang mana hal tersebut pada saat ini seiring dengan perkembangan jaman, maka kebutuhan akan rumah susun kemudian menjadi bukan hanya sebagai hunian melainkan dapat dipergunakan untuk hal-hal lain misalnya untuk perkantoran, pertokoan maupun pusat perbelanjaan. Terhadap hal tersebut, UURS yang pertama ini bersifat fleksible dan tetap berlaku walaupun rumah susun tersebut dipergunakan untuk tempat tinggal maupun untuk kegunaan yang lain. 56 Menanggapi hal itu, Boedi Harsono berpendapat bahwa: “Walaupun tujuan utama diterbitkannya Undang-undang Rumah Susun adalah untuk memberikan landasan hukum bagi pembangunan gedung bertingkat dengan bagian-bagiannya untuk dihuni, terutama bagi golongan masyarakat berpenghasilan rendah, namun ketentuan-ketentuannya dengan penyesuaian- 55 Adrian Sutedi, Op. Cit, hal. 185. 56 Ibid, hal. 186. Universitas Sumatera Utara 34 penyesuaian seperlunya, menurut Pasal 24 dapat diberlakukan juga untuk bangunan-bangunan bagi keperluan lain seperti perkantoran, pertokoan dan lain sebagainya.” 57 Sehubungan dengan hal tersebut, sudah sepantasnya apabila UURS yang pertama ini patut dihargai sebagai peletak dasar hukum bagi semua jenis dan berbagai macam model bangungan gedung bertingkat tinggi dengan fungsi sebagai hunian. Hal tersebut seperti tertera dalam penjelasan umum UURS yang pertama ini yaitu 58 : “Dengan Undang-undang ini diciptakan dasar hukum hak milik atas satuan rumah susun yang meliputi: a Hak pemilikan perseorangan atas satuan-satuan rumah susun yang digunakan secara terpisah; b Hak bersama atas bagian-bagian dari bangunan rumah susun; c Hak bersama atas benda-benda; d Hak bersama atas tanah; yang semuanya merupakan satu kesatuan hak yang secara fungsional tidak terpisahkan.” Seiring dengan perkembangan yang terjadi dimasyarakat yaitu tuntutan pembangunan dan perkembangan hukum, kebutuhan setiap orang, terutama untuk memenuhi kebutuhan tempat tinggal yang terjangkau bagi masyarakat berpenghasilan rendah dan partisipasi masyarakat serta tanggung jawab dan kewajiban negara dalam penyelenggaraan rumah susun, maka Undang-undang Nomor 16 Tahun 1985 atau UURS yang pertama ini dipandang tidak memadai lagi dan perlu adanya penyempurnaan terhadapnya dan hal itu juga merupakan instruksi dari Pasal 46 Undang-undang Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Perumahan 57 Boedi Harsono, Beberapa Analisa tentang Hukum Agraria, Cetakan ke-1, Jakarta : “ESA” Study Club, 1979, hal. 3. 58 Herman Hermit, Op Cit, hal.8. Universitas Sumatera Utara 35 yang menetapkan bahwa ketentuan mengenai rumah susun diatur tersendiri dengan Undang-undang. 59 Sebagai tindakan untuk memenuhi tuntutan dan instruksi diatas, maka kemudian diterbitkan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2011 tentang rumah susun yang ditetapkan pada tanggal 10 Nopember 2011 yang selanjutnya akan disebut sebagai UURS yang baru sebagai penyempurnaan produk hukum untuk mengatur tentang pengaturan penyelenggaraan rumah susun secara menyeluruh.

3. Pengertian, Asas, dan Tujuan Rumah Susun