53
pokok dari Hak Tanggungan yang diambil alih dari hipotik, meskipun juga pasti terdapat pula asas dan ketentuan yang berbeda.
81
Hak tanggungan tersebut dikatakan menggantikan posisi hipotik tidak keseluruhannya, karena hanya menggantikan hipotik sepanjang yang menyangkut
tanah saja, sedangkan hipotik atas kapal laut dan pesawat udara tetap berlaku. Adapun disamping hak-hak jaminan berupa hipotik atas kapal laut dan pesawat udara,
ketentuan mengenai gadai dan fidusia sebagai jaminan juga berlaku sebagai hak jaminan.
Hal tersebut memperlihatkan bahwa terdapat beberapa jenis hak jaminan dengan nama yang berbeda-beda, akan tetapi asas-asas dan ketentuan-ketentuan
pokoknya boleh dikatakan sama. Maka dari itu agar tidak mendapat kesulitan dalam pembagiannya, sebaiknya istilah mengenai hak-hak jaminan tersebut diadakan
penggabungan saja yaitu istilah Hak Tanggungan terhadap semua jenis hak jaminan yang objeknya benda terdaftar, sedangkan gadai untuk benda yang tidak terdaftar.
82
1. Pengertian Hak Tanggungan
Istilah Hak Tanggungan sebagai hak jaminan dilahirkan oleh UUPA, yang mana istilah itu dipakai dan berkaitan dengan perasuransian. Pada dunia
perasuransian di Indonesia, istilah “tanggungan” digunakan sebagai sinonim dari kata “asuransi”. Sejalan dengan hal tersebut, lalu muncul istilah “penanggung” yang
81
Sutan Remy Sjahdeini, Op. Cit, hal. 3.
82
Ibid , hal. 5.
Universitas Sumatera Utara
54
berarti suatu perusahaan asuransi, dan istilah “tertanggung” yang berarti pihak yang ditanggung atau diasuransikan.
Berkaitan dengan pemakaian istilah “hak tanggungan” didalam UUPA dan didalam UUHT, dunia perasuransian telah menyatakan bahwa pemakaian istilah
tersebut adalah merupakan istilah yang khusus bagi dunia perasuransian, yang mana sebaiknya tidak digunakan oleh kalangan yang lain selain kalangan pihak
perasuransian. Hal tersebut dikarenakan kata “tanggungan” mempunyai dua arti yaitu jaminan atas tanah dan asuransi.
83
Pemahaman mengenai Hak Tanggungan dapat terlihat misalnya pada Pasal 1 Ayat 1 UUHT disebutkan bahwa:
“Hak Tanggungan adalah hak jaminan yang dibebankan pada hak atas tanah sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang
Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria, berikut atau tidak berikut benda-benda lain yang merupakan satu kesatuan dengan tanah itu, untuk pelunasan utang
tertentu, yang memberikan kedudukan yang diutamakan kepada kreditur tertentu terhadap kreditur-kreditur lain.”
Apabila diadakan perbandingan dengan definisi hipotik, terlihat bahwa rumusan mengenai Hak Tanggungan jauh lebih baik dalam rumusannya dibandingkan
dengan rumusan dalam hipotik. Pada rumusan definisi hipotik banyak unsur-unsur dari hipotik yang belum dicantumkan sehingga definisi tersebut dikatakan belum
dapat memberikan gambaran mengenai apa yang dimaksudkan dengan hipotik.
83
Ibid , hal. 4.
Universitas Sumatera Utara
55
2. Asas-asas Hak Tanggungan
Hal yang dijadikan sebagai asas dalam pemberian Hak Tanggungan bertujuan untuk membedakan Hak Tanggungan tersebut dari jaminan-jaminan utang lainnya
dari segi jenis dan bentuk. Asas-asas tersebut dapatlah terlihat dari berbagai Pasal- Pasal yang terdapat didalam UUHT. Adapun asas-asas tersebut yaitu
84
: a
Hak Tanggungan memberikan kedudukan yang diutamakan bagi kreditur pemegang Hak Tanggungan droit de preference.
Berdasarkan definisi yang ditemukan pada Pasal 1 Ayat 1 yang telah dijelaskan
sebelumnya, diketahui
bahwa Hak
Tanggungan memberikan
kedudukan yang diutamakan kepada kreditur tertentu dibandingkan terhadap kreditur-kreditur lainnya. Kreditur yang dimaksud adalah yang memperoleh atau
yang menjadi pemegang Hak Tanggungan tersebut. Adapun pengertian “kedudukan yang diutamakan” tidak ditemui dalam
penjelasan dari Pasal 1 tersebut melainkan terlihat pada Angka 4 Penjelasan umum UUHT, bahwa yang dimaksud adalah apabila debitur cidera janji, kreditur
dapat mengambil tindakan seperti menjual tanah yang diperjanjikan melalui pelelangan umum dengan hak mendahului dari kreditur-kreditur lain.
Pada penjelasan umum tersebut, diketahui bahwa sekalipun diutamakan terhadap hak kreditur sebagai pemegang Hak Tanggungan, akan tetapi tidak
mengurangi preferensi piutang-piutang Negara yang menjadi kewajiban debitur yang bersangkutan. Kewajiban itu adalah berupa pajak dan semua piutang
84
Ibid , hal. 15-48.
Universitas Sumatera Utara
56
Negara sebagaimana Undang-undang Nomor 49 Prp. Tahun 1960 tentang Panitia Urusan Piutang Negara.
b Hak Tanggungan Tidak dapat Dibagi-bagi
Pada Pasal 2 UUHT diketahui bahwa Hak tanggungan mempunyai sifat tidak dapat dibagi-bagi, yang artinya bahwa Hak Tanggungan membebani secara utuh
objek-objeknya dan setiap bagian daripadanya. Meskipun sebagian dari utang telah dilunasi, tidak berarti terbebasnya sebagian objek Hak Tanggungan dari
beban Hak Tanggungan, melainkan tetap membebani seluruh objek untuk sisa utang yang belum dilunasi.
Sifat Hak Tanggungan seperti ini menyebabkan tidak dimungkinkannya dilakukan penghapusan penanggungan secara sebahagian atau yang disebut
dengan roya parsial terhadap objek Hak Tanggungan tersebut. Menurut Pasal 2 Ayat 1 jo Ayat 2 UUHT, sifat tersebut dapat disimpangi oleh para pihak
apabila para
pihak menginginkan
hal yang
demikian itu
dengan memperjanjikannya dalam Akta Pemberian Hak Tanggungan atau kemudian
disebut dengan APHT. Adapun pengecualian ini hanya dapat dilakukan sepanjang Hak Tanggungan
itu dibebankan kepada beberapa hak atas tanah dan pelunasan utang yang dijamin dilakukan dengan cara angsuran yang besarnya sama dengan nilai masing-masing
hak atas tanah yang merupakan bagian dari objek Hak Tanggungan yang akan dibebaskan tersebut, sehingga selanjutnya hanya membebani objek sebagai sisa
Universitas Sumatera Utara
57
utang yang belum dilunasi. Tujuan pengecualian ini menurut Pasal 2 Ayat 2 UUHT yaitu untuk menampung kebutuhan perkembangan dunia perkreditan.
c Hak Tanggungan Hanya Dibebankan Pada Hak atas Tanah yang Telah Ada.
Pada Pasal 8 Ayat 2 UUHT menentukan bahwa kewenangan untuk memberikan Hak Tanggungan harus ada pada pemberi Hak Tanggungan pada
saat pendaftaran Hak Tanggungan dilakukan yang hanya dapat dibebankan pada hak atas tanah yang telah dimiliki oleh pemegang Hak Tanggungan.
Maka dari itu, terhadap hak atas tanah yang baru akan dipunyai oleh seseorang dikemudian hari tidak dapat dijaminkan dan tidak pula dimungkinkan untuk
membebankan Hak Tanggungan pada suatu hak atas tanah yang baru aka nada dikemudian hari.
d Hak Tanggungan Dapat Dibebankan Selain atas Tanahnya juga Berikut Benda-
benda yang Berkaitan dengan Tanah Tersebut. Berdasarkan Pasal 4 Ayat 4 UUHT, Hak Tanggungan dapat dibebankan
bukan hanya pada hak atas tanah yang menjadi objeknya saja, akan tetapi juga berikut bangunan, tanaman, atau hasil karya sebagai satu kesatuan dengan tanah,
yang mana bangunan, tanaman dan hasil karya tersebut adalah merupakan
benda-benda yang berkaitan dengan tanah. Benda-benda yang berkaitan dengan tanah sebagai objek Hak Tanggungan
tersebut bukan hanya terbatas kepada benda-benda yang merupakan milik pemegang hak atas tanah yang bersangkutan seperti pada Pasal 4 Ayat 4, akan
Universitas Sumatera Utara
58
tetapi juga terhadap benda yang bukan merupakan milik pemegang hak atas tanah seperti Pada Pasal 4 Ayat 5 UUHT.
e Hak Tanggungan dapat Dibebankan pula Atas Benda-benda yang Berkaitan
dengan Tanah yang Baru Akan Ada Dikemudian Hari. Pasal 4 Ayat 4 UUHT memungkinkan terhadap Hak Tanggungan dapat
dibebankan pula atas benda-benda yang berkaitan dengan tanah sekalipun benda- benda tersebut belum ada, akan tetapi baru akan ada dikemudian
hari yaitu benda-benda yang pada saat Hak Tanggungan dibebankan, belum merupakan
bahagian dari tanah yang menjadi objek misalkan karena tanaman itu baru akan ditanam atau terhadap hasil karya yang baru akan dibangun.
f Perjanjian Hak Tanggungan adalah Perjanjian Accessoir.
Perjanjian Hak Tanggungan bukan merupakan perjanjian yang berdiri sendiri. Keberadaannya adalah karena adanya perjanjian lain yang disebut dengan
perjanjian induk. Perjanjian induk bagi pemberian Hak Tanggungan adalah suatu perjanjian
utang-piutang yang
menimbulkan adanya
suatu benda
yang dijaminkan sebagai utang.
Pada penjelasan umum UUHT butir 8 disebutkan bahwa: “Oleh karena Hak Tanggungan menurut sifatnya merupakan ikutan atau
accesoir pada suatu piutang tertentu, yang didasarkan pada suatu perjanjian utang-piutang atau perjanjian lain, maka kelahiran dan keberadaannya
ditentukan oleh adanya piutang yang dijamin pelunasannya.”
g Hak Tanggungan dapat Dijadikan Jaminan untuk Utang yang Baru akan Ada.
Universitas Sumatera Utara
59
Adapun hal tersebut berdasarkan isi dari Pasal 3 Ayat 1 UUHT, dimana Hak Tanggungan dapat dijadikan jaminan untuk:
1 Utang yang telah ada 2 Utang yang baru akan ada, tetapi telah diperjanjikan sebelumnya dengan
jumlah tertentu. 3 Utang yang baru akan ada tetapi telah diperjanjikan sebelumnya dengan
jumlah yang pada saat permohonan eksekusi Hak Tanggungan diajukan berdasarkan perjanjian utang-piutang atau perjanjian lain yang menimbulkan
hubungan utang piutang yang bersangkutan. h
Hak Tanggungan dapat Menjamin Lebih dari Satu Utang. Berdasarkan Pasal 3 Ayat 2 UUHT disebutkan bahwa: “Hak Tanggungan
dapat diberikan untuk suatu utang yang berasal dari satu hubungan hukum atau untuk satu utang atau lebih yang berasal dari beberapa hubungan hukum.”
Pasal tersebut memungkinkan pemberian satu Hak Tanggungan untuk beberapa kreditur yang memberikan utang kepada satu debitur berdasarkan satu
perjanjian utang piutang dan terhadap beberapa kreditur yang memberikan utang kepada satu debitur berdasarkan beberapa perjanjian utang-piutang bilateral
antara masing-masing kreditur dengan debitur yang bersangkutan. Ketentuan tersebut bertujuan sebagai penampung kebutuhan pemberian Hak
Tanggungan bagi kredit sindikasi perbankan, yang dalam hal ini seorang debitur memperoleh kredit lebih dari satu bank, akan tetapi berdasarkan syarat-syarat dan
ketentuan yang sama yang dituangkan hanya dalam satu perjanjian kredit saja.
Universitas Sumatera Utara
60
Praktik perbankan memungkinkan seorang debitur memperoleh kredit dari beberapa kreditur berdasarkan perjanjian-perjanjian kredit atau perjanjian
bilateral yang berlainan, sedangkan untuk agunan bagi semua kreditur tersebut, debitur menjaminkan hak atas tanah yang sama atau dengan satu agunan.
i Hak Tanggungan mengikuti Objeknya dalam Tangan Siapapun Objek Hak
Tanggungan itu Berada. Suatu Hak Tanggungan berdasarkan Pasal 7 UUHT memiliki asas tetap
mengikuti objeknya dalam tangan siapapun objek tersebut berada. Maka dari itu, Hak Tanggungan tidak akan berakhir sekalipun objek Hak Tanggungan itu
beralih kepada pihak lain disebabkan oleh apapun juga dan pemegang Hak Tanggungan akan selalu dapat melaksanakan haknya dalam tangan siapapun
benda itu berpindah. j
Sita oleh Pengadilan tidak dapat Diletakkan diatas Hak Tanggungan Pada saat terdahulu, banyak terdapat kasus yang memperlihatkan bahwa
pengadilan meletakkan sita diatas tanah yang telah dibebankan hak hipotik. Penetapan pengadilan yang tersebut sangat disayangkan oleh banyak kalangan
hukum dan perbankan. Sita yang diletakkan itu adalah baik sita jaminan maupun sita eksekusi yang dilakukan dalam rangka memenuhi permintaan pihak ketiga.
Peletakan sita tersebut tidak seharusnya dilakukan mengingat karena tujuan dari diperkenalkannya hak jaminan pada umumnya dan hak tanggungan pada
khususnya adalah untuk memberikan jaminan yang kuat bagi kreditur pemegang Hak Tanggungan untuk didahulukan dari kreditur-kreditur lain. Jika terhadap
Universitas Sumatera Utara
61
Hak Tanggungan dimungkinkan sita oleh pengadilan, berarti pengadilan mengabaikan bahkan meniadakan kedudukan yang diutamakan bagi kreditur
tersebut. k
Hak Tanggungan Hanya Dapat Dibebankan atas Tanah yang Tertentu. Asas ini pada dasarnya menghendaki bahwa Hak Tanggungan hanya dapat
dibebankan atas tanah yang ditentukan secara spesifik. Pasal 8 dan 11 UUHT menyatakan bahwa pemberian Hak Tanggungan harus mempunyai kewenangan
untuk melakukan perbuatan hukum terhadap objeknya dan kewenangan itu harus ada pada saat pendaftaran Hak Tanggungan yang hanya dimungkinkan apabila
objeknya telah ada dan telah tertentu pula tanah tersebut tanah yang mana. Berdasarkan hal tersebut, dikatakan secara spesifik artinya bahwa dalam
pemberian Hak Tanggungan didalam APHT wajib dicantumkan uraian yang jelas mengenai objek Hak Tanggungan, dan hal itu tidaklah dapat terwujud jika objek
Hak Tanggungan yang bersangkutan belum ada dan bahkan belum diketahui bagaimana ciri-cirinya secara spesifik.
l Hak Tanggungan Wajib Didaftarkan sebagai Asas Publisitas
Adapun terhadap Hak Tanggungan berlaku asas publisitas atau asas keterbukaan. Hal ini ditentukan dalam Pasal 13 UUHT dimana pemberian Hak
Tanggungan itu wajib didaftarkan pada Kantor Pertanahan, yang mana pendaftaran itu adalah syarat mutlak untuk lahirnya Hak Tanggungan dan
mengikatnya Hak Tanggungan terhadap Pihak Ketiga.
Universitas Sumatera Utara
62
Pihak ketiga sebagai yang terkait dengan adanya suatu proses pemberian Hak Tanggungan berhak untuk mengetahui tentang terjadinya pembebanan Hak
Tanggungan itu sendiri. Hal ini dapat dilaksanakan dengan cara yaitu melalui pencatatan atau pendaftaran yang terbuka bagi umum yang memungkinkan pihak
ketiga dapat mengetahui tentang adanya pembebanan Hak Tanggungan atas suatu hak atas tanah.
m Hak Tanggungan Dapat Diberikan dengan Disertai Janji-Janji Tertentu Menurut Pasal 11 Ayat 2 UUHT, Hak Tanggungan dapat diberikan dengan
disertai oleh janji-janji tertentu yang dicantumkan dalam APHT yang. Janji-janji tersebut bersifat fakultatif dan tidak limitatif. Adapun dikatakan fakultatif karena
janji-janji itu boleh dicantumkan atau tidak dicantumkan, baik sebahagian maupun seluruhnya, dan bersifat limitatif karena dapat pula diperjanjikan janji-
janji lain selain dari janji-janji yang telah disebutkan dalam Pasal 11 Ayat 2 tersebut.
n Objek Hak Tanggungan Tidak Boleh Diperjanjikan Untuk Dimiliki Sendiri Oleh
Pemegang Hak Tanggungan Bila Debitur Cidera Janji. Pasal 12 UUHT menyebutkan bahwa terhadap janji untuk memberikan
kewenangan kepada pemegang Hak Tanggungan dalam memiliki objek Hak Tanggungan apabila terjadi cidera janji yang dilakukan debitur, maka
kewenangan tersebut dinyatakan batal demi hukum. Larangan pencantuman janji seperti itu dimaksudkan untuk melindungi
debitur yang
berkedudukan lemah,
yang adakalanya
pihak kreditur
Universitas Sumatera Utara
63
memanfaatkan posisi debitur yang sedang dalam keadaan sangat membutuhkan utang harus terpaksa menerima janji itu dengan persyaratan yang sulit dan
merugikan baginya. o
Pelaksanaan Eksekusi Hak Tanggungan Mudah dan Pasti Berdasarkan Pasal 6 UUHT, ketika debitur cidera janji, maka pemegang Hak
Tanggungan pertama mempunyai hak untuk melakukan parate executie yaitu dengan menjual objek Hak Tanggungan dan atas kekuasaan sendiri melakukan
pelelangan umum serta mengambil pelunasan piutangnya dari hasil penjualan tersebut. Adapun dalam hal ini tidak diperlukan perolehan persetujuan dari
pemberi Hak Tanggungan ataupun meminta penetapan pengadilan dalam pelaksanaannya.
3. Perjanjian Utang-Piutang Terhadap Hak Tanggungan