69
Tanggungan akan terjadi terhadap tanahnya saja sesuai asas pemisahan horizontal yang dianut hukum tanah nasional.
Hak Tanggungan juga dapat dibebankan terhadap “bangunan yang merupakan satu kesatuan dengan tanah tersebut”. Adapun tidak disebutkan
dengan kalimat “bangunan yang berada diatas tanah tersebut” dimaksudkan agar yang dapat dibebani Hak Tanggungan adalah juga termasuk bangunan-
bangunan yang berada dibawah permukaan tanah yang merupakan bagian dari tanah diatasnya.
88
Maksud hal tersebut adalah bahwa bangunan yang merupakan satu kesatuan dengan tanah tersebut termasuk misalnya ruang bawah tanah hanya
akan dapat dibebankan tehadapnya Hak Tanggungan apabila atas tanahnya juga dibebani pula dengan Hak Tanggungan. Bangunan tersebut tidak dapat
dibebankan jika tanah dimana bangunan itu berdiri tidak ikut dibebankan. Adapun yang dimaksud dengan hasil karya menurut Pasal 4 ayat 4 UUHT
adalah meliputi benda-benda seperti candi, patung, gapura, relief bahkan pada saat ini misalnya pembangkit tenaga listrik tower dan jalan layang fly over
yang merupakan satu kesatuan dengan tanah yang bersangkutan dan terhadapnya dapat dibebankan hak tanggungan.
5. Subjek Hukum Hak Tanggungan
Pihak-pihak yang dapat dijadikan adalah pihak yang terkait dalam proses pemberian Hak Tanggungan dari awal sampai hapusnya Hak Tanggungan tersebut.
88
Ibid, hal. 70.
Universitas Sumatera Utara
70
Adapun diketahui bahwa pihak-pihak yang terkait itu menurut pendapat Sutan Remy Sjahdeini adalah
89
:
a Pemberi Hak Tanggungan
Menurut UUHT pada Pasal 8, untuk menentukan pihak mana yang dikategorikan sebagai pemberi Hak Tanggungan adalah orang perseorangan atau
Badan Hukum yang mempunyai kewenangan untuk melakukan perbuatan hukum terhadap objek Hak Tanggungan yang bersangkutan.
Adapun dikerenakan objek Hak Tanggungan adalah hak milik, hak guna usaha, hak guna bangunan dan hak pakai atas tanah Negara, sejalan dengan ketentuan
Pasal 8 tersebut, yang dapat menjadi pemberi Hak Tanggungan adalah orang perseorangan atau Badan Hukum yang mempunyai hak-hak atas tanah tersebut.
Kewenangan dalam hal melakukan perbuatan hukum terhadap objek Hak Tanggungan sebagaimana tercantum dalam Pasal 8 Ayat 1 UUHT tersebut harus
telah ada dan masih tetap ada pada pemberi Hak Tanggungan pada saat pendaftaran Hak Tanggungan dilakukan.
Pernyataan tersebut diatas disebabkan karena lahirnya Hak Tanggungan adalah pada saat didaftarkannya Hak Tanggungan tersebut yang secara sendirinya
lahir pula kewenangan untuk melakukan perbuatan hukum terhadap objek Hak Tanggungan. Hal ini harus dibuktikan keabsahannya pada saat didaftarkannya Hak
Tanggungan.
89
Ibid , hal. 75-79.
Universitas Sumatera Utara
71
Adapun pihak-pihak yang dapat mempunyai Hak Milik, Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan dan Hak Pakai atas Tanah Negara yaitu:
1 Pemilik Hak Milik Berdasarkan ketentuan UUPA, yang dapat mempunyai hak milik adalah orang
perorangan Warga Negara Indonesia dan Badan Hukum tertentu. Pasal 21 Ayat 1 UUPA menyebutkan bahwa orang perseorangan yang dapat mempunyai Hak
Milik adalah Warga Negara Indonesia, yang mana dengan ketentuan itu tidak dimungkinkan orang asing dalam mempunyai tanah Hak Milik.
Badan Hukum yang dimaksud sebelumnya adalah melihat pada Pasal 21 Ayat 2 UUPA bahwa terhadap Badan-Badan Hukum yang dapat mempunyai Hak
Milik dengan syarat-syarat tertentu yang ditentukan secara khusus oleh Undang- undang atau peraturan lainnya, seperti pada Peraturan Pemerintah Nomor 38
Tahun 1973, bahwa badan-badan hukum yang dapat mempunyai hak milik adalah:
aBank-bank yang didirikan oleh Negara. bPerkumpulan-perkumpulan koperasi pertanian yang didirikan berdasarkan
Undang-undang Nomor 79 Tahun 1958. cBadan-badan keagamaan yang ditunjuk oleh Menteri PertanianAgraria
setelah mendengar Menteri Agama. dBadan-badan sosial yang ditunjuk oleh Menteri PertanianAgraria setelah
mendengar Menteri Sosial. 2 Pemilik Hak Guna Usaha
Universitas Sumatera Utara
72
Menurut Pasal 30 Ayat 1 UUPA, yang dapat mempunyai Hak Guna Usaha adalah Warga Negara Indonesia, dan Badan Hukum yang didirikan menurut
hukum Indonesia dan berkedudukan di Indonesia. Maka dengan demikian orang asing tidak dapat mempunyai hak atas tanah di Indonesia berupa Hak Guna
Usaha. 3 Pemilik Hak Guna Bangunan
Berdasarkan Pasal 36 Ayat 1 UUPA, yang dapat mempunyai Hak Guna Bangunan adalah Warga Negara Indonesia dan Badan Hukum yang didirikan
menurut hukum
Indonesia dan
berkedudukan di
Indonesia. Mengenai
kepemilikan Hak Guna Bangunan ini pada dasarnya sama dengan pemilik Hak Guna Usaha.
4 Pemilik Hak Pakai atas Tanah Negara Pihak yang dapat mempunyai Hak Pakai atas tanah Negara menurut Pasal 42
UUPA adalah: aWarga Negara Indonesia
bOrang-orang asing yang berkedudukan di Indonesia cBadan Hukum yang didirikan menurut hukum Indonesia
dBadan Hukum asing yang mempunyai perwakilan di Indonesia
b Pemegang Hak Tanggungan
Pasal 9 UUHT menjelaskan bahwa pemegang Hak Tanggungan adalah orang perseorangan atau Badan Hukum yang berkedudukan sebagai pihak yang berpiutang.
Maka dengan demikian yang dapat menjadi pemegang Hak Tanggungan adalah
Universitas Sumatera Utara
73
siapapun juga yang berwenang melakukan perbuatan perdata untuk memberikan utang, yaitu baik itu orang perorangan Warga Negara Indonesia maupun orang asing.
C. Pemberian Hak Tanggungan atas Hak Milik Satuan Rumah Susun 1.
Syarat-syarat Sahnya Satuan Rumah Susun Sebagai Jaminan Utang
Pada setiap bagian satuan rumah susun adalah bersifat terbagi-bagi dan merupakan milik masing-masing dari para pemegang hak yang berbeda-beda di setiap
satuannya. Terhadap bahagian tersebut, pemegang Hak Milik atas satuan tersebut secara
pribadi dapat
membebankan satuan
rumah susunnya
dengan tanpa
mengganggu kepentingan dari pemilik sarusun yang ada disekitarnya kepada kreditur untuk dapat dibebankan Hak Tanggungan.
Kewenangan yang dimiliki pemegang Hak Milik sarusun tersebut terhadap sarusun miliknya adalah diperbolehkan karena sejalan dengan isi Pasal 27 UUHT
yang menyatakan bahwa: “Ketentuan Undang-undang ini berlaku juga terhadap pembebanan hak jaminan atas Rumah Susun dan Hak Milik atas Satuan Rumah
Susun”. Maka selanjutnya dimungkinkanlah suatu sarusun dapat dijadikan salah satu objek Hak Tanggungan.
Pengaturan mengenai sarusun sebagai jaminan utang juga tercantum pada Pasal 13 UURS yang pertama yaitu:
“…..Hak milik atas satuan rumah susun sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 Ayat 3 dapat dijadikan hutang dengan:
a. Dibebani hipotik, jika tanahnya tanah hak milik atau hak guna bangunan. b. Dibebani fidusia, jika tanahnya tanah hak pakai atas tanah Negara.”
Universitas Sumatera Utara
74
Adapun Pasal 8 Ayat 3 yang dimaksud tersebut yaitu: “Hak milik atas satuan rumah susun sebagaimana dimaksud dalam ayat 2 meliputi juga hak atas
bagian bersama, benda bersama, dan tanah bersama yang semuanya merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan dengan satuan yang bersangkutan”
Pada UURS yang baru yang menggantikan UURS yang pertama, ketentuan mengenai sarusun dapat dijadikan suatu jaminan utang tercantum dalam Pasal 47 ayat
5 yang menyebutkan bahwa: “Sertifikat Hak Milik sarusun dapat dijadikan jaminan utang dengan dibebani hak tanggungan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.” Hal ini kemudian semakin menegaskan bahwa kepemilikan seseorang atas
satuan rumah susun yang terpisah dengan hak bersama atas bagian bersama, benda bersama dan tanah bersama yang kemudian dijadikan sertifikat hak milik sarusun
sebagai tanda bukti kepemilikan atas sarusun tersebut dapat dijadikan salah satu objek dari Hak Tanggungan dengan dijadikan jaminan utang.
Satuan rumah susun yang dapat dijadikan jaminan utang tersebut memiliki syarat-syarat tertentu yang mengakibatkannya dapat digolongkan sebagai salah satu
objek jaminan tersebut terdapat syarat-syarat yang harus dimiliki sarusun agar dapat dijadikan sebagai jaminan utang yaitu:
a Berdasarkan Pasal 13 UURS yang pertama, sarusun dapat dijadikan jaminan hutang dengan hipotik atau sekarang disebut dengan Hak Tanggungan, jika
tanahnya berupa tanah hak milik maupun hak guna bangunan dan juga dapat
Universitas Sumatera Utara
75
dijadikan jaminan hutang dengan fidusia apabila tanahnya merupakan tanah hak pakai atas tanah Negara.
b Berdasarkan Pasal 14 UURS yang pertama, terhadap pemberian jaminan tersebut wajib didaftarkan pada Kantor Pertanahan setempat untuk dicatatkan
pada buku tanah dan sertifikat tersebut dan kemudian diterbitkan sertifikat Hak Tanggungannya.
c Satuan rumah susun memiliki karakteristik yang sama dengan hak atas tanah yang dapat dijadikan objek Hak Tanggungan karena meskipun merupakan
satu bahagian dengan keseluruhan bangunan rumah susun, akan tetapi terhadap satuannya masing-masing para penghuninya memegang hak milik
yang dapat dijadikan jaminan utang. Berdasarkan ketentuan tersebut dapat diketahui bahwa yang menjadi obyek
pokok jaminan Hak Tanggungan bukan tanahnya melainkan hak milik atas satuan rumah susunnya, sehingga Hak Tanggungan atau Fidusia yang dibebankan meliputi
selain satuan rumah susun yang bersangkutan, juga bagian bersama, benda bersama, dan tanah bersama sebesar bagian pemilik hak milik atas satuan rumah susun yang
dijaminkan. Ketentuan ini juga dimungkinkan untuk diperolehnya Kredit Pemilikan
Rumah KPR guna membayar lunas harga satuan rumah susun yang dibeli, dan pengembaliannya dapat dilakukan secara angsuran KPR tersebut baru dapat diberikan
setelah rumah susun yang bersangkutan selesai dibangun dan telah pula dilakukan pemisahan dalam satuan-satuan rumah susun yang bersertifikat.
Universitas Sumatera Utara
76
2. Proses Pemberian Hak Tanggungan pada Hak Milik Satuan Rumah Susun