46
bagian bawah dari langit-langit struktur, permukaan bagian atas dari lantai struktur, merupakan batas pemilikannya.”
Hal sebaliknya terdapat pada ruangan yang “sebagian tidak dibatasi dinding”, oleh ayat 4 Pasal 41 PPRS menentukan bahwa “batas permukaan dinding bagian
luar yang berhubungan langsung dengan udara luar yang ditarik secara vertikal merupakan pemilikannya”. Adapun contoh dari ruangan yang sebagian tidak dibatasi
dinding adalah balkon, yang mana batas-batas bagian atas setinggi permukaan bagian bawah dari langit-langit struktur, merupakan batas pemilikannya.
Pada ruangan sarusun yang “keseluruhannya tidak dibatasi dinding”, seperti untuk tempat parkir atau tempat usaha yang dimiliki oleh perseorangan secara
terpisah, ayat 5 Pasal 41 PPRS menentukan bahwa “garis batas yang ditentukan ditarik secara vertikal yang penggunaannya sesuai dengan peruntukannya, merupakan
batas pemilikannya”. Garis batas yang ditentukan itu diberi tanda yang jelas dan tidak dapat dihapuskan.
5. Proses Sertifikasi Hak Milik atas Satuan Rumah Susun
Sebagai bukti kepemilikan dari satuan rumah susun, Badan Pertanahan Nasional menerbitkan suatu sertifikat hak milik atas satuan rumah susun yang
didalamnya menerangkan tiga hal yaitu keterangan mengenai letak, luas, dan jenis hak tanah bersama. Keterangan tersebut dapat dilihat pada salinan buku tanah dan
surat ukur atau lebih dikenal dengan sertifikat tanah atas tanah bersama dimana bangunan rumah susun itu berdiri.
Universitas Sumatera Utara
47
Hal tersebut diatas dapat dilihat sesuai dengan Pasal 47 ayat 1 UURS yang baru menyebutkan bahwa: “Sebagai tanda bukti kepemilikan atas sarusun diatas tanah
hak milik, hak guna bangunan, atau hak pakai diatas tanah Negara, hak guna bangunan atau hak pakai diatas tanah hak pengelolaan diterbitkan SHM sarusun”,
yang mana pada Pasal 47 ayat 2 disebutkan bahwa SHM sarusun ini “diterbitkan bagi setiap orang yang memenuhi syarat sebagai pemegang hak atas tanah”.
Penyelenggaraan pembangunan rumah susun yang telah memperoleh izin layak huni, kemudian harus menyelesaikan suatu proses pembuatan SHM sarusun
yang bersangkutan yaitu dengan terlebih dahulu melakukan pemisahan rumah susun dan satuan-satuan rumah susun. Pemisahan ini perlu dilakukan sebelum pemilik dari
masing-masing satuan rumah susun itu melakukan berbagai tindakan hukum salah satunya seperti menjual atau menjadikan jaminan atas sarusun tersebut.
76
Adapun pemisahan itu dilakukan dengan melihat dari pertelaan yang ada pada rumah susun
tersebut. Pertelaan yang dimaksud adalah uraian dalam bentuk gambar dan tulisan yang
memperjelas batas-batas rumah susun baik secara horizontal maupun vertikal, bagian bersama, tanah bersama, benda bersama, serta uraian mengenai nilai perbandingan
proporsional masing-masing satuan rumah susunnya. Pertelaan sangat penting dalam sistem rumah susun, karena dari sinilah titik awal dimulainya proses penerbitan SHM
sarusun. Dari pertelaan tersebut akan muncul satuan-satuan rumah susun yang terpisah secara hukum melalui proses pembuatan Akta Pemisahan.
76
Ibid , hal. 208.
Universitas Sumatera Utara
48
Pemisahan rumah susun atas satuan-satuan rumah susun yang akan dilakukan dengan pembuatan akta pemisahan tersebut, sesuai Pasal 25 UURS yang baru jo.
Pasal 39 PPRS, maka diketahuilah bahwa akta pemisahan adalah: a Tanda bukti pemisahan rumah susun atas satuan-satuan rumah susun, bagian
bersama, benda bersama, dan tanah bersama dengan pertelaan yang jelas dalam bentuk gambar, uraian dan batas-batasnya dalam arah vertikal dan
horizontal yang mengandung nilai perbandingan proporsional. b Bentuk dan tata cara pengisian dan pendaftaran akta pemisahan diatur dalam
Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 2 Tahun 1989. c Akta pemisahan dibuat dan diisi sendiri oleh penyelenggara pembangunan
rumah susun. Akta pemisahan ini tidak diharuskan dibuat secara notarial. d Akta pemisahan ini wajib disahkan oleh Pemerintah Daerah Tingkat II
Kabupaten Kotamadya setempat atau Pemerintah Daerah Khusus Ibukota Jakarta.
Akta pemisahan tersebut kemudian harus didaftarkan pada Kantor Pertanahan setempat dengan melampirkan sertifikat hak atas tanah, izin layak huni dan warkah-
warkah lainnya yang diperlukan yang sesuai dengan Pasal 4 ayat 2 Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 2 Tahun 1989 tentang bentuk dan tatacara
pengisian serta pendaftaran akta pemisahan rumah susun. Akta pemisahan dan
Universitas Sumatera Utara
49
berkas-berkas lampirannya ini lalu dipergunakan sebagai dasar dalam penerbitan SHM atas sarusun.
77
Setelah dilakukannya pendaftaran akta pemisahan, maka terjadi pemisahan atas satuan-satuan rumah susun yang dapat dimiliki secara individual dan terpisah
yang disebut dengan HMSRS dengan dibuatkannya buku tanah untuk setiap satuan rumah susun yang bersangkutan yang mana hal ini sesuai dengan isi pasal 9 ayat 4
PPRS. Hak milik atas satuan-satuan rumah susun yang telah dibukukan tersebut
kemudian dapat diterbitkan SHMSRS. Bentuk dan tata cara pembuatan buku tanah serta penerbitan sertipikat ini sesuai dan diatur dalam Peraturan Kepala Badan
Pertanahan Nasional Nomor 4 Tahun 1989 tentang bentuk dan tata cara pembuatan buku tanah serta penerbitan sertipikat hak milik atas satuan rumah susun.
Suatu SHMSRS merupakan tanda bukti hak milik atas sarusun, yang mana pada sertipikat ini terdiri atas
78
: a Salinan Buku Tanah dan surat atas Hak Tanah Bersama menurut ketentuan
Peraturan Pemerintah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 UUPA. b Gambar denah tingkat rumah susun yang bersangkutan yang menunjukkan
sarusun yang dimiliki.
77
Ibid , hal. 209.
78
Sudargo Gautama dan Ellyda T. Soetiyarto, Komentar atas Peraturan-peraturan Pelaksanaan Undang-undang Pokok Agraria 1996
, Cetakan ke-1, Bandung: Citra Aditya Bakti, 1997, hal. 79.
Universitas Sumatera Utara
50
c Peta pertelaan mengenai besarnya bagian hak atas bagian bersama, benda bersama dan tanah bersama yang bersangkutan kesemuanya merupakan satu-
kesatuan yang tidak dapat terpisahkan. Sertipikat tersebut kemudian terbit atas nama penyelenggara pembangunan
dan harus sudah ada sebelum sarusun mengadakan tindakan penjualan dan sebagainya. Hal ini berbeda dengan perumahan biasa yang mana sertipikat hak atas
tanah yang berasal dari pemecahan sertipikat induk atas nama penyelenggara pembangunan terbit atas nama pembeli atau pemilik yang baru dan terbit setelah
rumah yang bersangkutan dibeli.
79
Maka dari itu, perbedaan diantara kedua hal tersebut terletak pada perbuatan hukum pemisahannya dan perbuatan hukum jual belinya, yaitu:
a Pada rumah susun, pemisahan dilakukan sebelum sarusun dijual yang selanjutnya terbit SHM sarusun atas nama penyelenggara pembangunan.
Adanya SHM sarusun merupakan syarat untuk dapat menjual suatu sarusun tersebut.
b Pada perumahan
biasa, pemecahan
dilakukan setelah
rumah yang
bersangkutan dijual, yang mana atas dasar jual beli tersebut, kemudian terbit sertipikat hak atas tanah yang terdaftar atas nama pemilik yang baru.
Adapun dengan diterbitkannya SHM sarusun, maka Sertipikat atas tanah bersama harus disimpan di Kantor Pertanahan sebagai warkah dan didalam buku
tanah maupun sertipikat hak atas tanahnya diberi catatan mengenai pemisahan dan
79
Adrian Sutedi, Op. Cit, hal. 210.
Universitas Sumatera Utara
51
penerbitan SHM sarusun sebagaimana ditentukan dalam Pasal 8 ayat 2 Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 4 Tahun 1989 tentang bentuk dan tata
cara pembuatan buku tanah serta penerbitan sertipikat hak milik atas satuan rumah susun.
B. Hak Tanggungan Atas Tanah dan Benda-Benda Yang Berkaitan Dengan Tanah
Sebelum keluarnya Undang-Undang tentang Hak Tanggungan dan Undang- Undang tentang Jaminan Fidusia, tentang jaminan hak kebendaan diatur dalam KUH
Perdata dan Jurisprudensi-Jurisprudensi Mahkamah Agung. Seperti masalah jaminan atas benda-benda bergerak diatur dalam KUH Perdata Buku II Bab Ke-20 tentang
gadai dan masalah jaminan atas benda-benda tidak bergerak diatur dalam KUH Perdata Buku II Bab Ke-21 tentang hipotik.
Setelah menantikan selama kurang lebih 34 tahun sejak diundangkannya UUPA yang menjanjikan akan adanya suatu peraturan yang mengatur tentang hak
tanggungan, maka akhirnya lahirlah Undang-undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan atas Tanah Beserta Benda-benda yang berkaitan dengan tanah yang
disahkan pada tanggal 9 April 1996.
80
Sejak diberlakukannya Undang-undang Nomor 4 Tahun 1996 atau disebut dengan UUHT, maka Undang-undang tersebeut kemudian menggantikan ketentuan
mengenai hipotik dalam Buku II KUH Perdata sepanjang mengenai tanah dan juga
80
Sutan Remy Sjahdeini, Hak Tanggungan: Asas-asas, Ketentuan-ketentuan Pokok dan Masalah yang dihadapi oleh Perbankan Suatu Kajian mengenai Undang-undang Hak Tanggungan
, Bandung: Penerbit Alumni, 1999, hal. 1.
Universitas Sumatera Utara
52
ketentuan mengenai credietverband yang diatur dalam Staatsblad 1908-542 sebagaimana telah diubah dengan Staatsblad 1937-190 berdasarkan Pasal 57 UUPA
yang masih diberlakukan sementara sampai dengan terbentuknya UUHT tersebut. Pada penjelasan umum UUHT disebutkan bahwa ketentuan-ketentuan dalam
peraturan perundang-undangan mengenai hipotik dan credietverband berasal dari zaman kolonial Belanda dan didasarkan pada hukum tanah yang berlaku sebelum
adanya Hukum Tanah Nasional, sebagaimana pokok-pokok ketentuannya tercantum dalam UUPA dan dimaksudkan untuk diberlakukan hanya untuk sementara waktu
yaitu sambil menunggu terbentuknya UUHT. Ketentuan mengenai hipotik dan credietverband dipandang tidak sesuai lagi
dengan asas-asas Hukum Tanah Nasional dan dalam kenyataannya tidak dapat menampung perkembangan yang terjadi dalam bidang perkreditan dan hak jaminan
sebagai akibat dari kemajuan pembangunan ekonomi. Akibat yang timbul yaitu perbedaan pandangan dan penafsiran mengenai berbagai masalah dalam pelaksanaan
hukum jaminan atas tanah. Hak tanggungan pada dasarnya tidak dibangun berdasarkan sesuatu yang
belum ada sebelumnya. Hak tanggungan dibangun dengan mengambil alih dan mengacu atas asas-asas dan ketentuan-ketentuan pokok dari hipotik yang diatur
dalam KUH Perdata, sehingga apabila ditelaah maka banyak asas dan ketentuan
Universitas Sumatera Utara
53
pokok dari Hak Tanggungan yang diambil alih dari hipotik, meskipun juga pasti terdapat pula asas dan ketentuan yang berbeda.
81
Hak tanggungan tersebut dikatakan menggantikan posisi hipotik tidak keseluruhannya, karena hanya menggantikan hipotik sepanjang yang menyangkut
tanah saja, sedangkan hipotik atas kapal laut dan pesawat udara tetap berlaku. Adapun disamping hak-hak jaminan berupa hipotik atas kapal laut dan pesawat udara,
ketentuan mengenai gadai dan fidusia sebagai jaminan juga berlaku sebagai hak jaminan.
Hal tersebut memperlihatkan bahwa terdapat beberapa jenis hak jaminan dengan nama yang berbeda-beda, akan tetapi asas-asas dan ketentuan-ketentuan
pokoknya boleh dikatakan sama. Maka dari itu agar tidak mendapat kesulitan dalam pembagiannya, sebaiknya istilah mengenai hak-hak jaminan tersebut diadakan
penggabungan saja yaitu istilah Hak Tanggungan terhadap semua jenis hak jaminan yang objeknya benda terdaftar, sedangkan gadai untuk benda yang tidak terdaftar.
82
1. Pengertian Hak Tanggungan