Pertumbuhan Perkotaan dan Kebutuhan akan Tanah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pertumbuhan Perkotaan dan Kebutuhan akan Tanah

Era globalisasi dalam perekonomian, sosial budaya dan sosial politik telah berpengaruh besar kepada kota-kota di negara berkembang Djoko Sujarto dan Muchtarram Karyoedi, 1996. Kota Medan sebagai salah satu kota besar di Indonesia nomor tiga setelah kota Jakarta, Surabaya juga tidak terlepas dari pengaruh tersebut. Apalagi hal ini didukung oleh posisi strategis kota Medan yang merupakan pintu keluar exit gate Propinsi Sumatera Utara, baik domestik maupun luar negeri, melalui pelabuhan laut Belawan dan Bandara Udara Polonia. Dari letak geografis strategis tersebut mendorong kota ini senantiasa mengikuti perkembangan yang demikian pesatnya. Selama sepuluh tahun terakhir, Medan telah mengalami pertumbuhan dan perkembangan yang sangat pesat pula. Hal ini ditunjukkan dengan besarnya kontribusi Pendapatan Domestik Regional Bruto PDRB Kota Medan terhadap PDRB Propinsi Sumatera Utara tahun 2006, yaitu sebesar 23,67 Sumatera Utara Dalam Angka, 2007. Tingkat pertumbuhan penduduk Kota Medan kurun waktu 2000–2006 sebesar 1,37 , lebih rendah dari tingkat pertumbuhan penduduk Sumatera Utara yaitu sebesar 1,57 . Tingkat pertumbuhan penduduk Kota Medan tersebut juga lebih rendah dari Kabupaten Deli Serdang 2,25 dan Kota Binjai 2,25 . Angka pertumbuhan tersebut menunjukkan bahwa pertumbuhan penduduk atau urbanisasi lebih besar di kota-kota sekitarnya dibandingkan kota inti kota Medan. Kondisi Syarifuddin Hutabarat : Kajian Pengadaan Lahan Pembangunan Jalan Studi Kasus : Flyover Amplas Medan, 2008 USU Repository © 2008 tersebut menunjukkan bahwa kota-kota sekitarnya mempunyai peran yang besar dalam menampung laju urbanisasi perkotaan. Perubahan tingkat pertumbuhan penduduk Kota Medan tersebut selama kurun waktu tahun 1970-2006 mengalami penurunan dari tahun ke tahun. Hal ini tentunya mempunyai implikasi pada perubahan fisik Kota Medan dan kota-kota sekitarnya, yaitu akan terjadi perubahan guna lahan pertanian menjadi guna lahan permukiman, perkantoran dan perdagangan, jasa dan industri. Implikasi nyata dialami dan diamati dari pola pertumbuhan penduduk di daerah pinggiran Kota Medan tersebut adalah tingginya kemacetan pada Koridor Binjai – Medan, Pancur Batu–Medan, Deli Tua–Medan dan Tanjung Morawa– Medan serta Medan–Belawan. Hal ini terjadi karena kota-kota sekitar Medan tersebut merupakan lokasi tempat tinggal penduduk yang bekerja di Kota Medan, sehingga pada saat jam puncak berangkat dan pulang kantorsekolah terjadi kemacetan yang cukup parah. Pertambahan penduduk di perkotaan yang sangat tinggi mengakibatkan meningkatnya kebutuhan pelayanan prasarana dan sarana perkotaan yang pada akhirnya meningkatkan kebutuhan tanah. Selain itu, meningkatnya kegiatan sosial- ekonomi di perkotaan sebagai bagian dari pertumbuhan dan perkembangan kota juga merupakan penyebab meningkatnya permintaan terhadap tanah Dunkerley, 1983. Ada 3 faktor yang menjadi isu dalam kondisi pembangunan Jalan Fly Over Amplas Medan yaitu: 1. Ketentuan tentang pengadaan tanah bagi pelaksanaan pembangunan untuk kepentingan umum; Syarifuddin Hutabarat : Kajian Pengadaan Lahan Pembangunan Jalan Studi Kasus : Flyover Amplas Medan, 2008 USU Repository © 2008 2. Faktor fsikologis yang menjadi pertimbangan dalam kajian pengadaan lahan; 3. Faktor dana sebagai kendala utama. Menurut Budi Tjahjati 1995 meningkatnya permintaan tanah dan terbatasnya persediaan tanah di perkotaan merupakan penyebab terus meningkatnya nilai tanah perkotaan. Dari sisi penyediaan infrastruktur perkotaan yang mempergunakan tanah sebagai basis kegiatan, maka terus meningkatnya harga tanah di perkotaan merupakan kendala bagi peningkatan pelayanan prasarana dan sarana tersebut, sedangkan pada sisi lain peningkatan pelayanan merupakan tanggungjawab Pemerintah Daerah yang harus dipenuhi. Ironisnya, masalah penting yang dialami pemerintah kota di dunia ketiga adalah kurangnya sumber–sumber pembiayaan dan kapasitas dalam menyediakan infrastruktur perkotaan tersebut. Kenaikan harga tanah yang tidak terkendali merupakan konsekuensi dari persediaan tanah yang sangat terbatas dalam menghadapi kebutuhan yang begitu besar. Kenaikan harga tanah umumnya juga disebabkan oleh karena investasi tanah merupakan kesempatan terbaik untuk berbagai keadaan. Kemudian, kenaikan harga tanah pada dasarnya tidak seluruhnya karena usaha-usaha pembangunan atau perbaikan yang telah dilakukan pemilik atas tanahnya atau kenaikan harga pada umumnya, melainkan sebagian besar karena investasi pembangunan prasarana yang dilakukan Pemerintah. Nilai kenaikan harga yang disebabkan karena investasi Pemerintah ini perlu diraih agar hasilnya dapat dimanfaatkan kembali untuk kepentingan masyarakat Sitorus, 1996. Persoalan mahalnya harga tanah perkotaan untuk pembangunan jalan tol dengan melakukan pembebasan tanah juga menyebabkan kurang berminatnya Syarifuddin Hutabarat : Kajian Pengadaan Lahan Pembangunan Jalan Studi Kasus : Flyover Amplas Medan, 2008 USU Repository © 2008 investor dalam berinvestasi di bidang jalan tol. Hal ini ditunjukkan dengan tidak adanya investor jalan tol yang berminat untuk membangun jalan tol Medan – Binjai karena resiko yang harus ditanggung investor sangat tinggi khususnya yang terkait dengan pembebasan lahan Sunito, 2005. Walaupun perangkat peraturan perundangan tentang pengadaan tanah untuk kepentingan umum telah banyak tersedia, namun hingga saat ini berbagai peraturan perundangan tersebut belum operasional di lapangan seperti Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Undang-Undang Pokok-Pokok Agraria atau dikenal dengan nama UUPA, Undang-Undang Nomor 20 Tahun 1961 tentang Pencabutan Hak-hak Atas Tanah dan Benda – Benda yang Ada di Atasnya, dan Peraturan Presiden Nomor 36 Tahun 2005 tentang Pengadaan Tanah Bagi Pelaksanaan Pembangunan untuk Kepentingan Umum. Oleh karena itu menurut Kalo 2005 perlu dilakukan perubahan peraturan dan kebijakan tanah untuk kepentingan umum dengan tetap mempertahankan kesejahteraan sosial ekonomi masyarakat yang terkena dampak pembangunan. Dengan gambaran seperti di atas, hal tersebut juga dialami oleh Pemerintah Kota Medan dalam hal menyediakan infrastruktur kota. Terbatasnya tanah dan anggaran pemerintah kota serta meningkatnya kebutuhan akan infrastruktur membuat pemerintah kota kesulitan dalam menanganimenyediakan infrastruktur perkotaan. Seperti diungkapkan oleh Haris 2006 bahwa kasus kota Medan menunjukkan dengan dana sebesar Rp 2,14 triliun yang dialokasikan untuk pengembangan infrastuktur hanya bisa dimanfaatkan sekitar 70, karena sisanya terbuang untuk mengurus pembebasan tanah masyarakat. Syarifuddin Hutabarat : Kajian Pengadaan Lahan Pembangunan Jalan Studi Kasus : Flyover Amplas Medan, 2008 USU Repository © 2008 Akibat keterbatasan tanah pemerintah kota, maka dibutuhkan pengadaan tanah untuk pembangunan jalan dari tanah masyarakat. Menurut Dunkerley 1983 hal tersebut umumnya terjadi di kota–kota negara berkembang, begitu juga Kota Medan. Dalam kaitan dengan pembangunan jalan Fly Over Amplas juga dibutuhkan tanah masyarakat melalui pembebasan sepanjang kiri dan kanan rencana disain jalan, yaitu sekitar 7.500 m2. Selain permasalahan pengadaan tanah, isu penting yang muncul dalam pengembangan infrastruktur perkotaan adalah masalah pembiayaan khususnya dana pendamping dari pemerintah daerah. Pada pengembangan jalan lingkar luar kota Medan melalui program MMUDP Metropolitan Medan Urban Development Program permasalahan yang muncul adalah keterbatasan dana pendamping baik APBD maupun APBN serta sumber daya lainnya sehingga terjadi ketidaksesuaian antara waktu yang telah terpakai dengan tingkat kemajuan pelaksanaan proyek Pangaribuan, 2001. Sedangkan dalam Hutagalung 2003 menyebutkan permasalahan pengadaan tanah pada proyek pembangunan jalan lingkar luar Ngumban Surbakti muncul akibat ketidaksepakatan harga pembebasan tanah. Begitu juga pada pembangunan jalan Fly Over Amplas yang merupakan bagian integral dari jalan lingkar luar kota Medan hingga saat ini belum semua tanah untuk pembangunan jalan layang tersebut dapat dibebaskan.

2.2. Pencabutan Hak