Akibat keterbatasan tanah pemerintah kota, maka dibutuhkan pengadaan tanah untuk pembangunan jalan dari tanah masyarakat. Menurut Dunkerley 1983
hal tersebut umumnya terjadi di kota–kota negara berkembang, begitu juga Kota Medan. Dalam kaitan dengan pembangunan jalan Fly Over Amplas juga dibutuhkan
tanah masyarakat melalui pembebasan sepanjang kiri dan kanan rencana disain jalan, yaitu sekitar 7.500 m2.
Selain permasalahan pengadaan tanah, isu penting yang muncul dalam pengembangan infrastruktur perkotaan adalah masalah pembiayaan khususnya dana
pendamping dari pemerintah daerah. Pada pengembangan jalan lingkar luar kota Medan melalui program MMUDP Metropolitan Medan Urban Development
Program permasalahan yang muncul adalah keterbatasan dana pendamping baik APBD maupun APBN serta sumber daya lainnya sehingga terjadi ketidaksesuaian
antara waktu yang telah terpakai dengan tingkat kemajuan pelaksanaan proyek Pangaribuan, 2001. Sedangkan dalam Hutagalung 2003 menyebutkan
permasalahan pengadaan tanah pada proyek pembangunan jalan lingkar luar Ngumban Surbakti muncul akibat ketidaksepakatan harga pembebasan tanah. Begitu
juga pada pembangunan jalan Fly Over Amplas yang merupakan bagian integral dari jalan lingkar luar kota Medan hingga saat ini belum semua tanah untuk
pembangunan jalan layang tersebut dapat dibebaskan.
2.2. Pencabutan Hak
Tanah bagi masyarakat merupakan suatu benda yang sangat bernilai bagi kehidupannya, karena dengan mengusahakan atau mengolah tanah akan memberikan
penghidupan baginya. Selain untuk masyarakat, tanah juga sangat penting bagi
Syarifuddin Hutabarat : Kajian Pengadaan Lahan Pembangunan Jalan Studi Kasus : Flyover Amplas Medan, 2008 USU Repository © 2008
pemerintah khususnya dalam pelaksanaan pembangunan. Pemerintah dengan hak menguasai dari negara sesuai pasal 33 ayat 3 Undang-Undang Dasar 1945
melakukan pembangunan sesuai dengan kebutuhan dalam perencanaan pembangunan untuk kepentingan masyarakat. Namun, dalam pelaksanaan
pembangunan tersebut apakah Pemerintah dapat dengan seenaknya mengambil tanah-tanah masyarakat walaupun adanya fungsi sosial hak atas tanah sesuai dengan
Undang-Undang Pokok Agraria UUPA Nomor 5 tahun 1960. Selanjutnya pada pasal 18 UUPA menyebutkan bahwa untuk kepentingan
umum termasuk kepentingan bangsa dan negara serta kepentingan bersama dari rakyat hak atas tanah dapat dicabut dengan memberi ganti rugi yang layak menurut
cara yang diatur dengan undang-undang.
2.3. Pengadaan Tanah
2.3.1. Pengertian
Berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 36 Tahun 2005 pada pasal 1 disebutkan bahwa pengadaan tanah adalah setiap kegiatan untuk mendapatkan tanah
dengan cara memberikan ganti rugi kepada yang melepaskan atau menyerahkan tanah, bangunan, tanaman, dan benda – benda yang berkaitan dengan tanah atau
dengan pencabutan hak atas tanah Mukti, 2006. Pemerintah dalam hal pelaksanaan pembangunan untuk kepentingan umum
yang membutuhkan tanah perlu dilakukan secara cepat dan transparan dengan tetap memperhatikan prinsip – prinsip penghormatan terhadap hak – hak yang sah atas
tanah. Pembangunan untuk kepentingan umum tersebut meliputi;
Syarifuddin Hutabarat : Kajian Pengadaan Lahan Pembangunan Jalan Studi Kasus : Flyover Amplas Medan, 2008 USU Repository © 2008
a. Jalan umum, jalan tol, rel kereta api di atas tanah, di ruang atas tanah, ataupun ruang bawah tanah, saluran air minumair bersih, saluran pembuangan air, dan
sanitasi; b. Waduk, bendungan, irigasi, dan berguna bagi pengairan lainnya;
c. Rumah sakit umum dan pusat kesehatan masyarakat; d. Pelabuhan, bandar udara, stasiun kereta api dan terminal;
e. Peribadatan; f. Pendidikan atau sekolah;
g. Pasar umum; h. Fasilitas pemakaman umum;
i. Fasilitas keselamatan umum; j. Pos dan telekomunikasi;
k. Sarana olahraga; l. Stasiun penyiaran radio, televisi dan sarana pendukungnya;
m. Kantor Pemerintah, pemerintah daerah, perwakilan negara asing, Perserikatan Bangsa – Bangsa, danatau lembaga – lembaga internasional di bawah naungan
Perserikatan Bangsa – Bangsa; n. Fasilitas Tentara Nasional Indonesia dan Kepolisian Negara Republik Indonesia
sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya; o. Lembaga pemasyarakatan dan rumah tahanan;
p. Rumah susun sederhana; q. Tempat pembuangan sampah;
r. Cagar alam dan cagar budaya;
Syarifuddin Hutabarat : Kajian Pengadaan Lahan Pembangunan Jalan Studi Kasus : Flyover Amplas Medan, 2008 USU Repository © 2008
s. Pertamanan; t. Pantai sosial;
u. Pembangkit, transmisi, distribusi tenaga listrik.
2.3.2. Prosedur Pengadaan Tanah
Instansi pemerintah yang memerlukan tanah membentuk kepanitiaan, jika untuk daerah kabupatenkota, panitia dibentuk oleh bupatiwalikota, untuk daerah
provinsi panitia dibentuk oleh Gubernur dan jika pengadaan tanah tersebut terletak di wilayah kabupatenkota atau lebih, kepanitiannya dibentuk oleh Gubernur.
Kemudian jika pengadaan tanahnya terletak di dua wilayah provinsi atau lebih, kepanitian pengadaan tanahnya dibentuk oleh Menteri Dalam Negeri Peraturan
Presiden No. 36 Tahun 2005. Kepanitian pengadaan tanah baik yang dibentuk oleh BupatiWalikota,
Gubernur maupun Menteri Dalam Negeri mempunyai tugas: a. mengadakan penelitian dan inventarisasi atas tanah, bangunan, tanaman dan
benda – benda lain yang ada kaitannya dengan tanah yang haknya akan dilepas atau diserahkan;
b. mengadakan penelitian mengenai status hukum tanah yang haknya akan dilepaskan atau diserahkan, dan dokumen yang mendukungnya;
c. menaksir dan mengusulkan besarnya ganti rugi atas tanah yang haknya akan dilepaskan atau diserahkan;
d. memberikan penjelasan atau penyuluhan kepada masyarakat yang terkena rencana pembangunan danatau pemegang hak atas tanah mengenai rencana dan
Syarifuddin Hutabarat : Kajian Pengadaan Lahan Pembangunan Jalan Studi Kasus : Flyover Amplas Medan, 2008 USU Repository © 2008
tujuan pengadaan tanah tersebut dalam bentuk konsultasi publik baik melalui tatap muka, media cetak maupun media elektronik agar dapat diketahui oleh
seluruh masyarakat yang terkena rencana pembangunan dan atau pemegang hak atas tanah.
Selanjutnya panitia melakukan musyawarah secara langsung kepada pemegang hak atas tanah, bangunan, tanaman dan benda-benda lain yang berkaitan
dengan tanah, dan jika di dalam musyawarah telah mencapai kesepakatan, maka panitia mengeluarkan keputusan mengenai bentuk dan besarnya ganti rugi dan
selanjutnya panitia menyaksikan pelaksanaan pemberian ganti rugi kepada pemegang hak atas tanah, bangunan, tanaman, serta benda-benda lain yang ada di atas tanah,
serta membuat berita acara pelepasan dan penyerahan hak atas tanah tersebut. Jika pemegang hak atas tanah tidak menerima keputusan panitia pengadaan
tanah, pemegang hak dapat mengajukan keberatan kepada bupatiwalikota, gubernur atau menteri dalam negeri disertai dengan penjelasan, sebab-sebab dan alasan-
alasannya. Bupatiwalikota, gubernur, atau menteri dalam negeri mengupayakan
penyelesaian mengenai bentuk dan besarnya ganti rugi dengan mempertimbangkan pendapat dan keinginan dari pemegang hak atas tanah atau kuasanya. Kemudian,
setelah mendengar dan mempelajari pendapat dan keinginan keinginan dari pemegang hak atas tanah serta pertimbangan panitia pengadaan tanah,
Bupatiwalikota, gubernur, atau menteri dalam negeri sesuai kewenangannya mengeluarkan keputusan yang dapat mengukuhkan atau mengubah keputusan panitia
pengadaan tanah mengenai bentuk danatau besarnya ganti rugi yang akan diberikan.
Syarifuddin Hutabarat : Kajian Pengadaan Lahan Pembangunan Jalan Studi Kasus : Flyover Amplas Medan, 2008 USU Repository © 2008
Apabila upaya penyelesaian yang ditempuh bupatiwalikota, gubernur, atau menteri dalam negeri tetap tidak diterima oleh pemegang hak atas tanah dan lokasi
pembangunan yang bersangkutan tidak dapat dipindahkan, maka bupatiwalikota, gubernur, atau menteri dalam negeri sesuai kewenangan mengajukan usul
penyelesaian dengan cara pencabutan hak atas tanah berdasarkan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 1961 tentang Pencabutan Hak-Hak Atas Tanah dan Benda-Benda
yang Ada di Atasnya. Keputusan pencabutan hak tersebut di atas diusulkan oleh Kepala Badan
Pertanahan Nasional setelah ditandatangani oleh menteri dari instansi yang memerlukan tanah dan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia, dan berdasarkan
usulan tersebut maka Presiden mengeluarkan Keputusan pencabutan hak atas tanah berdasarkan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 1961 Mukti, 2006.
2.3.3. Pemberian Ganti Rugi
Peraturan Presiden Nomor 36 Tahun 2005 pada pasal 1 angka 11 menyebutkan bahwa ganti rugi adalah penggantian terhadap kerugian baik bersifat
fisik dan atau non fisik sebagai akibat pengadaan tanah kepada yang mempunyai tanah, bangunan, tanaman, dan atau benda-benda lain yang berkaitan dengan tanah
yang dapat memberikan kelangsungan hidup yang lebih baik dari tingkat kehidupan sosial ekonomi sebelum terkena pengadaan tanah.
Selanjutnya pada pasal 12 Peraturan Presiden Nomor 36 Tahun 2005 menyebutkan bahwa ganti rugi dalam rangka pengadaan tanah diberikan untuk;
a. hak atas tanah;
Syarifuddin Hutabarat : Kajian Pengadaan Lahan Pembangunan Jalan Studi Kasus : Flyover Amplas Medan, 2008 USU Repository © 2008
b. bangunan; c. tanaman;
d. benda-benda lain yang berkaitan dengan tanah. Bentuk ganti rugi yang dapat diberikan baik terhadap hak atas tanah,
bangunan, tanaman, serta benda-benda yang berkaitan dengan tanah dapat berupa; a. uang danatau;
b. tanah pengganti danatau; c. permukiman kembali;
d. atau dimungkinkan juga pemegang hak atas tanah diikutsertakan sebagai penyertaan modal dalam pelaksanaan pembangunan tersebut.
Penilaian atau perhitungan besarnya ganti rugi didasarkan atas: a. Nilai Jual Objek Pajak atau nilai nyatasebenarnya dengan memperhatikan Nilai
Jual Objek Pajak tahun berjalan berdasarkan penetapan LembagaTim Penilai Harga Tanah yang ditunjuk oleh Panitia;
b. Nilai jual bangunan yang ditaksir oleh perangkat daerah yang bertanggung jawab di bidang bangunan;
c. Nilai jual tanaman yang ditaksir oleh perangkat daerah yang bertanggung jawab di bidang pertanian.
2.4. Permasalahan Pengadaan Tanah untuk Pembangunan Infrastruktur
Infrastruktur merupakan roda penggerak pertumbuhan ekonomi. Dari alokasi pembiayaan publik dan swasta, infrastruktur dipandang sebagai lokomotif
pembangunan nasional dan daerah. Secara ekonomi makro ketersediaan dari jasa
Syarifuddin Hutabarat : Kajian Pengadaan Lahan Pembangunan Jalan Studi Kasus : Flyover Amplas Medan, 2008 USU Repository © 2008
pelayanan infrastruktur mempengaruhi marginal productivity of private capital, sedangkan dalam konteks ekonomi mikro, ketersediaan jasa pelayanan infrastruktur
berpengaruh terhadap pengurangan biaya produksi Kwik Kian Gie, 2002 dalam www. Bappenas.go.idAbdul Haris, Infrastruktur Merupakan Roda Penggerak
Pertumbuhan Ekonomi. Infrastruktur juga berpengaruh penting bagi peningkatan kualitas hidup dan kesejahteraan manusia, antara lain dalam peningkatan nilai
konsumsi, peningkatan produktivitas tenaga kerja dan akses kepada lapangan kerja, serta peningkatan kemakmuran nyata dan terwujudnya stabilitas makro ekonomi,
yaitu keberlanjutan fiskal, berkembangnya pasar kredit, dan pengaruhnya terhadap pasar tenaga kerja.
Mekanisme pembebasan tanah yang ada saat ini dikelompokkan dalam 2 dua kategori jika ditinjau dari aspek pemilik proyek pembangunan dan
kepentingan pembangunannya, yaitu pembebasan tanah untuk kepentingan umum yang dilaksanakan oleh pemerintah dan pembebasan tanah untuk kepentingan swasta
yang dilaksanakan oleh perorangan atau perusahaan. Peraturan yang mengatur mekanisme pembebasan tanah untuk kepentingan umum yang berlaku sampai
dengan saat ini adalah Undang-Undang Nomor 20 Tahun 1961 tentang Pencabutan Hak-Hak Atas Tanah dan Benda-Benda yang Ada di Atasnya dan Peraturan Presiden
Nomor 36 Tahun 2005 tentang Pengadaan Tanah bagi Pelaksanaan Pembangunan untuk Kepentingan Umum. Sedangkan mekanisme pembebasan tanah untuk
kepentingan swasta diatur oleh Peraturan Menteri Negara AgrariaKepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 2 Tahun 1999 tentang Izin Lokasi dan beberapa
Syarifuddin Hutabarat : Kajian Pengadaan Lahan Pembangunan Jalan Studi Kasus : Flyover Amplas Medan, 2008 USU Repository © 2008
peraturan teknis yang dikeluarkan oleh Kepala BPN yang mendukung pelaksanaan izin lokasi.
Khusus untuk pembebasan tanah untuk kepentingan umum yang dilaksanakan oleh pemerintah, dalam Perpres RI Nomor 36 Tahun 2005 tentang
Pengadaan Tanah bagi Pelaksanaan Pembangunan untuk Kepentingan Umum sudah jelas disebutkan bahwa lingkup pembangunan untuk kepentingan umum hanya
dibatasi untuk kegiatan pembangunan yang dilakukan dan selanjutnya dimiliki oleh Pemerintah serta tidak digunakan untuk mencari keuntungan. Namun, sebagian
persepsi masyarakat masih menunjukkan adanya keinginan untuk mendapatkan keuntungan yang sebesar-besarnya dari kegiatan pembebasan tanah tersebut dan
akhirnya terkadang menimbulkan permasalahan dalam bentuk sengketa tanah. Sengketa yang timbul dalam pembebasan tanah milik masyarakat yang
terkena proyek pembangunan infrastruktur pada umumnya berawal dari konflik, pertentangan, dan ketidaksepakatan mengenai besarnya ganti rugi yang diberikan
pihak pelaku pembebasan tanah. Terlebih lagi, jika pemilik tanah mengetahui sebelumnya, kalau tanah mereka akan dijadikan proyek infrastruktur, maka mereka
dengan serta merta menaikkan harga jual tanahnya. Pembebasan tanah terkait dengan penguasaan tanah selain mahal juga tidak mudah dilaksanakan dan memerlukan
waktu yang lama. Hasil studi yang dilaksanakan oleh Pangaribuan 2001, Hutagalung 2003, dan Siregar 2004 atas pembebasan tanah jalan lingkar luar kota
Medan juga menunjukkan bahwa muncul sengketa tanah terkait dengan nilai ganti rugi dan memakan waktu yang lama.
Syarifuddin Hutabarat : Kajian Pengadaan Lahan Pembangunan Jalan Studi Kasus : Flyover Amplas Medan, 2008 USU Repository © 2008
Persoalan ganti rugi tanah menjadi komponen yang sensitif dalam proses pembebasan tanah. Pembahasan mengenai bentuk dan besarnya ganti kerugian
seringkali berakibat pada munculnya sengketa tanah. Hal ini cukup banyak terjadi akibat dari adanya pembangunan fisik infrastruktur. Berdasarkan kompilasi masalah
pertanahan CPIS, yang diambil dari berbagai media massa dengan waktu penerbitan sejak tahun 1970, ternyata dari 196 berita yang ada, sebanyak 127 kasus atau 65
dari total berita adalah menyangkut sengketa ganti rugi tanah, misalnya yang terjadi dalam kasus pembangunan waduk Kedung Ombo, pembebasan tanah transmigrasi
yang dikenal dengan sebutan Proyek Sitiung, kasus tanah Cimacan, Tapos dan proyek-proyek infrastruktur lainnya Dj. A. Simarta, 1997 dalam Haris, 2006.
Menurut Ali Sofyan Husein 1997 bahwa persoalan ganti rugi inilah yang sebenarnya menjadi topik muara dari konflik pengadaan tanah dan tidak ada
hubungannya dengan tingkat partisipasi dan kesadaran pemilik tanah akan arti pentingnya tanah bagi kesejahteraan orang banyak dan kepentingan pembangunan.
Selanjutnya menurut Oloan Sitorus dan Balans Sebayang 1996 bahwa kelemahan sistem pembebasan tanah pada umumnya terletak pada kendala umum
yang dihadapi Pemerintah pada waktu melakukan pembebasan tanah, yaitu ketidakmampuan Pemerintah memberi ganti kerugian sesuai dengan keinginan
pemilik tanah. Akibatnya, banyak Rencana Induk Kota dan Rencana Detail Kota yang telah dibuat dengan baik dan memenuhi persyaratan formal tidak bisa
direalisasikan karena keterbatasan dana untuk kepentingan prasarana umum. Masalah lain yang sering dikemukakan adalah waktu pembebasan yang cukup lama sehingga
berdampak pada keterlambatan penyerapan anggaran Pemerintah atau pemerintah
Syarifuddin Hutabarat : Kajian Pengadaan Lahan Pembangunan Jalan Studi Kasus : Flyover Amplas Medan, 2008 USU Repository © 2008
daerah. Kelemahan lain yang timbul dalam pembebasan tanah adalah dampak psikologis dimana pemilik tanah dipisahkan dengan tanahnya yang selama ini telah
memberikan penghidupan kepada dirinya dan keluarganya.
2.4.1. Kinerja Panitia Pembebasan Lahan
Panitia Pembebasan Lahan ini dibentuk untuk membantu pengadaan tanah bagi pelaksanaan pembangunan untuk kepentingan umum. Dengan demikian panitia
pembebasan lahan hanya terlibat untuk membantu dalam hal pengadan tanah saja dan jika dilakukan bagi pelaksanaan pembangunan untuk kepentingan umum. Dan perlu
untuk diketahui pembebasan tanah bagi pelaksanaan pembangunan dan untuk kepentingan umum dilakukan melalui cara pelepasan atau penyerahan hak atas tanah.
Itu berarti panitia pembebasan lahan hanya boleh membantu pengadaan tanah yang dilakukan lewat pelepasan atau penyerahan hak atas tanah seperti dimaksud oleh
Keppres No. 55 Tahun 1993. Oloan Sitorus, dkk, Pelepasan atau Penyerahan Hak Sebagai Cara Pengadaan Tanah, 1995
2.4.2. Mekanisme Penanganan Sengketa Yang Dihadapi
Mengenai tata cara dan prosedur penyelesaian sengketa hukum ini belum diatur secara konkrit; seperti mekanisme permohonan hak atas tanah, dan oleh karena
itu penyelesaian kasus perkasus biasanya tidak dilakukan dengan pola penyelesaian yang seragam akan tetapi dari pengalaman yang ada pola penanganan ini telah
kelihatan melembaga walaupun masih samar-samar yang mana penanganan sengketa tersebut terdiri dari :
Syarifuddin Hutabarat : Kajian Pengadaan Lahan Pembangunan Jalan Studi Kasus : Flyover Amplas Medan, 2008 USU Repository © 2008
a. Pengaduan; b. Penelitian;
c. Pencegahan Mutasi; d. Musyawarah;
e. Pengadilan Rusmadi Murad, S.H, Penyelesaian Sengketa Hukum Atas Tanah,
1991. Hubungan Pengadaan Lahan Pembangunan Jalan terhadap masyarakat yang
lahannya harus mengalami pembebasan lahan. Adapun hasil mekanismenya adalah sebagai berikut:
a. Mekanisme Penanganan Sengketa Melalui Pengaduan
Dalam pengaduan ini biasanya berisi hal-hal dan peristiwa – peristiwa yang menggambarkan bahwa pemohonpengadu adalah yang berhak atas tanah sengketa
dengan lampirannya bukti-bukti dan mohon penyelesaian disertai harapan agar terhadap tanah tersebut dapat dicegah mutasinya, sehingga tidak merugikan dirinya.
b. Mekanisme Penanganan Sengketa Melalui Penelitian
Terhadap penanganan tersebut kemudian dilakukan penelitian baik berupa pengumpulan dataadminitrasitif maupun hasil penelitian fisik di lapangan mengenai
pengusahannya. Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan sementara apakah
pengaduan tersebut beralasan atau tidak diperoses lebih lanjut. c. Mekanisme Penanganan Sengketa Melalui Pencegahan Mutasi
Sebagai tindak lajut dari penyelesaian sengketa tersebut di atas, kemudian baik atas dasar petuntjuk atau perintah atasan maupun berdasarkan prakarsa Kepala
Kantor Agraria yang bersangkutan terhadap tanah sengketa, dapat dilakukan
Syarifuddin Hutabarat : Kajian Pengadaan Lahan Pembangunan Jalan Studi Kasus : Flyover Amplas Medan, 2008 USU Repository © 2008
langkah-langkah pengamanan berupa pencegahanpenghentian untuk sementara terhadap segala bentuk perubahan mutasi.
Maksud dari pada pencegahan adalah menghentikan untuk sementara segala bentuk perubahan. Kegunaannya yang pertama adalah untuk kepentingan penelitian
didalam penyelesaian sengketa status quo oleh karena kalau tidak demikian, penyelesaian sengketa akan mengalami kesulitan didalam meletakkan keputusannya
nanti. Misalnya, tanah yang dalam keadaan sengketa diperjualbelikan sehingga keputusannya akan merugikan pihak pembeli yang beritikat baik.
d. Mekanisme Penanganan Sengketa Melalui Musyawarah