Kajian Pengadaan Lahan Pembangunan Jalan Studi Kasus : Flyover Amplas Medan

(1)

KAJIAN PENGADAAN LAHAN PEMBANGUNAN JALAN

STUDI KASUS: FLYOVER AMPLAS MEDAN

T E S I S

Oleh

SYARIFUDDIN HUTABARAT

0670200012/AR

SE

K O L A

H

P A

S C

A S A R JA

NA

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

M E D A N

2 0 0 8


(2)

KAJIAN PENGADAAN LAHAN PEMBANGUNAN JALAN

STUDI KASUS: FLYOVER AMPLAS MEDAN

T E S I S

Untuk Memperoleh Gelar Magister Teknik dalam Program Studi Arsitektur

pada Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara

Oleh

SYARIFUDDIN HUTABARAT 0670200012/AR

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

M E D A N

2 0 0 8


(3)

Judul Tesis

Nama Mahasiswa Nomor Pokok Program Studi

:

: : :

KAJIAN PENGADAAN LAHAN PEMBANGUNAN JALAN STUDI KASUS: FLYOVER AMPLAS MEDAN

Syarifuddin Hutabarat 0670200012

Teknik Arsitektur

Menyetujui, Komisi Pembimbing

(Prof. Abdul Ghani Salleh,B.Ec, M.sc, PhD) (Ir. Rahmad Dian, MT.) Ketua Anggota

Ketua Program Studi, Direktur,

(Ir. Nurlisa Ginting, MSc) (Prof. Dr. Ir. T. Chairun Nisa B. MSc)


(4)

Telah diuji pada

Tanggal: 04 Desember 2008

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Prof . Abdul Ghani Salleh, B.Ec, M.Sc., PhD.

Anggota : 1. Ir. Rahmad Dian, MT

2. Ir. Novrial, M.Eng

3. Ir. N. Vinky Rahman, MT


(5)

ABSTRAK

Kota Medan yang kini berpenduduk sekitar 3.000.000 jiwa sepertinya akan mengalami kemacetan besar. Kota Medan yang tahun 1970-an, masih sejuk dan nyaman, kini panas dan berpolusi. Dari tahun ke tahun, Kota Medan semakin tambah semrawut. Angkutan kota memenuhi jalan–jalan di Kota Medan, pedagang kaki lima semakin tak terbendung. Trotoar, jembatan, dan badan jalan digunakan untuk menggelar dagangannya di pagi hari, sore, malam, dan subuh hingga matahari terbit. Sedangkan rumah toko dan mal tumbuh subur di sudut-sudut kota. Itu semua membuat kemacetan di mana-mana. Hal ini menyebabkan trotoar, terutama di kawasan jalan-jalan utama yang sebagian besar telah beralih fungsi. Fungsinya tidak sekedar untuk berjalan kaki tetapi juga untuk berdagang atau kegiatan lainnya.

Pertumbuhan penduduk perkotaan akan menimbulkan tekanan-tekanan diantaranya semakin mahalnya harga lahan disekitar pusat kota, peningkatan kebutuhan perumahan, penurunan mutu lingkungan, banjir, kemacetan lalu lintas dan lain-lain. Kajian Pengadaan Lahan Pembangunan Jalan (Study Kasus Fly Over Amplas Medan) merupakan salah satu alternatif guna menghindari tekanan-tekanan yang ditimbulkan oleh perkembangan kota, khususnya dalam mengatasi kemacetan yang sudah terjadi sejak beberapa tahun lamanya. Tujuan penelitian mengenai Kajian Pengadaan Lahan Pembangunan Jalan ( Study Kasus Fly Over Amplas Medan )ini adalah untuk mengetahui Apa saja permasalahan (tipologi permasalahan) dalam pengadaan tanah pada pembangunan jalan Fly Over Amplas dan apa faktor yang menyebabkan munculnya berbagai tipologi permasalahan pengadaan tanah pembangunan jalan Fly Over Amplas tersebut dengan cara mengidentifikasi lokasi daerah penelitian yang terpilih.

Lokasi penelitian ini berada di propinsi Sumatera Utara di daerah perbatasan antara Kota Medan dan Kabupaten Deliserdang. Secara administrasi kedua lokasi ini terletak di kawasan Metropolitan Mebidang yang secara detail berada di kelurahan Timbang Deli dan kelurahan Amplas kecamatan Medan Amplas serta berada dalam kota inti dan Kecamatan Medan Amplas berada dalam kawasan pinggiran dalam Metropolitan Mebidang.


(6)

ABSTRACT

Medan Municipality which now has approximately 3.000.000 person as if will be trapped by traffic congestion. Medan that was still cold and comfortable in 1970s, it is now hot and dense. The city, year by year becomes more messy. Urban vehicles occupied majority of the Medan area, and even the vendors were more inevitable. The sidewalks, bridges, and shoulder of roads were occupied for merchandising their goods either in morning, afternoon and even night and every early morning until sunset. Whereas the storehouses and malls grown progressively in the downtown. All these made traffic congestion anywhere. And even these caused the sidewalks especially in the main roads that majority have changed their functions. Their function were not only for the pedestrians but also for those vendors or for other activities.

Growth of urban population will lead to pressure such as the increased prices of lands around the downtown, the increased demand for housing, the reduced environmental quality, flood, traffic congestion and other problems. The Study of Land for Construction of flyover Road (A case study of Flyover Amplas Medan) is one alternative for avoidance of the pressures caused by the urban development particularly in preventing the traffic congestion occurred since longer time. The objective of study of Provision of Land for Construction of Flyover Road (a case study of Flyover Amplas Medan) is to know what the problems (typology of problems) in providing the land for construction of Flyover road of Amplas Medan and what the causative factors of various problem typology of provision of land for construction of flyover road of Amplas Medan by identifying the selected location of the study.

The location of the study is in North Sumatra Province exactly in the boundary area of Medan Municipality and Deli Serdang Regency. Administratively, both areas are located in the Metropolitan Mebidang Area which is detailed at Timbang Deli Country and Amplas Country of Medan Amplas Subregency and they are located in the center of Medan Amplas Sibregency in the outskirt of Metropolitan Mebidang.


(7)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas limpahan Rahmat dan Hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas penyusunan tesis ini tepat pada waktunya. Tesis yang berjudul “Kajian Pengadaan Lahan Pembangunan Jalan (Study Kasus Fly Over Amplas Medan)“ ini disusun sebagai persyaratan untuk memperoleh Gelar Magister Teknik dalam Program Studi Teknik Arsitektur pada Sekolah Pascasarjana di Universitas Sumatera Utara.

Dengan segala kerendahan hati, pada kesempatan yang baik ini penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Prof. Dr. Ir. T. Chairun Nisa.B, M.Sc selaku Direktur Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara;

2. Ir. Nurlisa Ginting, M.Sc selaku Ketua Program Studi Magister Teknik Arsitektur Universitas Sumatera Utara;

3. Prof. Abdul Ghani Salleh, B.Ec, M.Sc, PhD selaku Ketua Komisi Pembimbing I dan Ir. Rahmad Dian, MT, selaku Pembimbing II yang banyak memberikan masukan, arahan serta ikut membantu dalam penyelesaian tesis ini sesuai jadwal waktu yang ditetapkan;

4. Bapak dan Ibu Dosen Magister Teknik Arsitektur Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan ilmu pengetahuan dan bimbingannya selama perkuliahan;


(8)

5. Staf pengelola Program Magister Teknik Arsitektur Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara (Imelda dan Novi);

6. Rekan-rekan mahasiswa Program Magister Teknik Arsitektur Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara Angkatan 2006 yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu;

7. Buat seluruh keluarga saya, istri saya Syarifah Rahbi dan anak-anak saya Syafrizal Syarif Hutabarat, Faiz Syarif Hutabarat dan Amirul Akbar Hutabarat yang selalu setia mendukung saya;

8. Buat para staff saya di Dinas Jalan dan Jembatan Departemen Pekerjaan Umum Lintas Barat Sumatera Utara (Riama Br. Panggabean, Kaur Adiministrasi Tata Usaha dan kawan-kawan) atas dukungan yang telah diberikan;

9. Semua pihak yang telah membantu baik moril maupun materiil dalam penyelesaian tesis ini.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa tesis ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu kritik dan saran yang bersifat membangun sangat penulis harapkan. Akhirnya penulis berharap semoga tesis ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang membutuhkannya.

Medan, 4 Desember

2008 Penulis,


(9)

RIWAYAT HIDUP

Nama :

SYARIFUDDIN HUTABARAT

Tempat/ Tanggal Lahir : Sibolga, 26 Juni 1957 Jenis Kelamin : Laki-laki

Agama : Islam

Pekerjaan : PNS

Alamat : Jl. Bunga Terompet 6 No. 2. Medan Selayang Pendidikan :

1. Taman Kanak-Kanak (TK) Bunda Maria, Sibolga Tamat (1964) 2. Sekolah Dasar (SD) RK, Sibolga Tamat (1970) 3. Sekolah Menengah Pertama (SMP) Fatima, Sibolga Tamat (1973) 4. Sekolah Menengah Atas (SMA) RK, Sibolga Tamat (1976) 5. Sarjana Teknik Sipil Universitas Sumatera Utara (USU), Medan Tamat (1984) 6. Magister Teknik Arsitektur Universitas Sumatera Utara (USU), Medan Tamat (2008)


(10)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

RIWAYAT HIDUP ... v

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR TABEL ... x

DAFTAR GAMBAR ... xi

DAFTAR LAMPIRAN ... xiii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Perumusan Masalah ... 5

1.3. Tujuan Penelitian ... 6

1.4. Manfaat Penelitian ... 6

1.5. Kerangka Konseptual Penelitian ... 7

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 10

2.1. Pertumbuhan Perkotaan dan Kebutuhan akan Tanah ... 10

2.2. Pencabutan Hak ... 15

2.3. Pengadaan Tanah ... 15

2.3.1. Pengertian ... 15


(11)

2.3.3. Pemberian Ganti Rugi ... 20

2.4. Permasalahan Pengadaan Tanah untuk Pembangunan Infrastruktur ... 21

2.4.1. Kinerja Panitia Pembebasan Lahan ... 24

2.4.2. Mekanisme Penanganan Sengketa Yang Dihadapi ... 25

2.4.3. Nilai atau Besaran Ganti Rugi ... 28

2.4.4. Sistem Pembayaran Ganti Rugi ... 29

BAB III METODE PENELITIAN ... 30

3.1. Jenis Penelitian ... 30

3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 30

3.3. Populasi dan Responden Penelitian ... 31

3.4. Metode Pengumpulan Data ... 31

3.5. Metode Analisa dan Penafsiran Data ... 32

BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI ... 35

4.1 Lokasi Penelitian ... 35

4.2 Kecamatan Medan Amplas ... 39

4.3 Kondisi Lokasi Penelitian ... 42

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN ... 44

5.1. Karakteristik Responden ... 44

5.1.1. Jenis Kelamin dan Umur ... 45

5.1.2. Pendidikan ... 46

5.1.3. Pekerjaan ... 47

5.1.4. Pendapatan ... 48


(12)

5.1.6. Agama ... 50

5.1.7. Suku ... 50

5.1.8 Klasifikasi Luas Tanah ... 51

5.1.9. Status Kepemilikan ... 53

5.2. Proses Ganti Rugi Pengadaan Lahan ... 55

5.2.1. Nilai atau Besaran Ganti Rugi ... 55

5.2.2. Sistem Pembayaran Ganti Rugi ... 56

5.3. Tipologi Permasalahan Pengadaan Lahan ... 58

5.3.1. Mekanisme Penanganan Sengketa Yang Dihadapi ... 60

5.4. Faktor-Faktor Pengadaan Lahan Terhadap Pembangunan Jalan Fly Over Amplas ... 65

5.4.1. Hubungan Mekanisme Penanganan Masalah Dengan Karakteristik Sosial Masyarakat Yang Lahannya Mengalami Pembebasan Lahan ... 66

5.4.2. Hubungan Mekanisme Penanganan Masalah Dengan Karakteristik Ekonomi Masyarakat Yang Lahannya Mengalami Pembebasan Lahan ... 72

5.4.3. Hubungan Mekanisme Penanganan Masalah Dengan Karakteristik Status dan Luas Tanah Masyarakat Yang Lahannya Mengalami Pembebasan Lahan ... 76


(13)

BAB VI KESIMPULAN ... 81

6. 1. Kesimpulan Dan Saran ... 81

6.1.1. Kesimpulan ... 81

6.1.2. Saran ... 83

6.1.3. Rekomendasi kepada Pihak-Pihak Terkait ... 84

a. Umum ... 84

b. Masyarakat ... 86

c. Pemerintah ... 87


(14)

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman

1. Kebutuhan Luas Tanah Untuk Pembangunan Jalan Layang

Amplas berdasarkan Kategori Pemilik dan Surat Tanah ... 3

5.1. Mekanisme Penanganan Masalah Terhadap Umur ... 66

5.2. Mekanisme Penanganan Masalah Terhadap Pendidikan ... 68

5.3. Mekanisme Penanganan Masalah Terhadap Suku... 70

5.4. Mekanisme Penanganan Masalah Terhadap Pendidikan ... 72

5.5. Mekanisme Penanganan Masalah Terhadap Penghasilan ... 74

5.6. Mekanisme Penanganan Masalah Terhadap Status Kepemilikan ... 76

5.7. Mekanisme Penanganan Masalah Terhadap Luas Tanah ... 78


(15)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman

1.1 Status Hukum Kepemilikan Tanah Sebelah Utara ... 4

1.2 Status Hukum Kepemilikan Tanah Sebelah Selatan ... 4

1.3 Kerangka Penelitian Kajian Pengadaan Lahan Pembangunan Jalan ... 9

4.1. Peta wilayah Propinsi Sumatera Utara ... 5

4.2. Kota Medan dan Kabupaten Deliserdang ... 6

4.3. Peta Kota Medan ... 7

4.4. Rumah toko terkena pembebasan lahan ... 40

4.5. Rumah toko terkena pembebasan lahan ... 40

4.6. Unit perkantoran yang terkena proses pembebasan lahan ... 41

4.7. Lahan dan areal pabrik yang terkena pembebasan lahan ... 41

4.8. Lahan dan areal yang terkena pembebasan lahan sebelah selatan ... 42

4.9. Lahan dan areal yang terkena pembebasan lahan sebelah utara ... 43

5.1 Karakteristik responden menurut jenis kelamin ... 45

5.2. Karakteristik responden menurut kelompok umur ... 46

5.3. Karakteristik responden menurut tingkat pendidikan ... 47

5.4. Karakteristik responden menurut pekerjaan ... 48

5.5. Karakteristik responden menurut pendapatan ... 48


(16)

5.7. Karakteristik responden menurut agama yang dianut ... 50

5.8. Karakteristik responden menurut suku ... 51

5.9. Diagram Mekanisme penanganan masalah ganti rugi dengan luas tanah ... 52

5.10. Persentase penanganan masalah ganti rugi dengan luas tanah ... 52

5.11. Hasil Analisa Penanganan Masalah Berdasarkan Status Kepemilikan ... 54

5.12. Persentase Mekanisme Penanganan Masalah dengan status lahan ... 54

5.13. Hasil Analisa Cross-Tab Ganti Rugi ... 56

5.14. Persentase Hasil Analisa Ganti Rugi ... 56

5.15. Diagram Mekanisme penanganan masalah ganti rugi dengan luas tanah ... 57

5.16. Persentase penanganan masalah ganti rugi dengan luas tanah ... 57

5.17. Diagram Batang Mekanisme Penanganan Sengketa Melalui Pengaduan ... 61

5.18. Persentase Mekanisme Penanganan Sengketa Melalui Pengaduan ... 61

5.19. Diagram Batang Mekanisme Penanganan Sengketa Melalui Musyawarah .... 63

5.20. Persentase Mekanisme Penanganan Sengketa Melalui Musyawarah ... 63

5.21. Diagram Batang Mekanisme Penanganan Sengketa Melalui Musyawarah .. 64


(17)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Judul Halaman

1. Lampiran 1. Tabel Chi-Square (X2) ... 90

2. Lampiran 2. Variabel – variabel Penelitian ... 92

3. Lampiran 3. Hasil Perhitungan Crosstabulation dan Chi-square Test ... 96

4. Lampiran 4. Hasil Kuesioner untuk Masyarakat ... 104

5. Lampiran 5. Foto Lokasi Rencana Pembangunan Jembatan Flyover Amplas Medan ... 140


(18)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Berbagai persoalan seputar sumber daya tanah muncul akibat kebutuhannya yang terus meningkat, sementara potensi dan luas tanah yang tersedia sangat terbatas. Peranan tanah semakin penting dengan semakin kompleksnya aktivitas manusia sejalan dengan pertambahan jumlah penduduk yang pada gilirannya menimbulkan tekanan pada permintaan terhadap tanah. Kelangkaan tanah tersebut bukan hanya karena persediaannya yang terbatas secara fisik tetapi juga karena adanya kendala kelembagaan atau institusional menyangkut hak-hak atas tanah.

Terkait dengan terbatasnya ketersediaan tanah tersebut, pembangunan jalan perkotaan di provinsi Sumatera Utara dan kota Medan yang dibutuhkan pengadaan tanah dari masyarakat umumnya terkendala pembangunannya akibat proses pembebasan tanah. Seperti pembangunan jalan Aek Nabara Bypass, jalan lingkar luar Ngumban Surbakti, jalan lingkar luar Binjai, Padang Sidempuan Bypass, dan lain – lain.

Permasalahan paling dominan pada pengembangan jalan di kota Medan khususnya jalan lingkar luar kota Medan (Medan Outer Ring Road) adalah permasalahan pengadaan tanah. Permasalahan pengadaan tanah yang dilakukan dengan pembebasan tanah tersebut pada gilirannya secara signifikan berdampak pada pembiayaan pembangunan jalan, jadwal pekerjaan dan disain fisik jalan.


(19)

Selanjutnya hasil penelitian yang dilaksanakan menunjukkan bahwa munculnya permasalahan pembebasan tanah pada proyek pembangunan jalan lingkar luar Ngumban Surbakti adalah akibat ketidaksepakatan harga ganti rugi tanah. Pada proyek pembangunan jalan tersebut, penetapan nilai ganti rugi dibedakan berdasarkan status kepemilikan tanah (hak milik, hak guna bangunan dan tanah negara), lokasi tanah (yang menghadap jalan Setia Budi, yang menghadap jalan Djamin Ginting dan yang menghadap jalan Ngumban Surbakti) dan kategori tanah (tanah habis dan tidak habis). Salah satu alasan utama penolakan warga atas nilai ganti rugi pembebasan tanah adalah perbedaan nilai ganti rugi berdasarkan lokasi tanah. Dimana lokasi tanah yang menghadap jalan Djamin Ginting nilai ganti ruginya lebih besar hingga 75% dibandingkan dengan lokasi tanah yang menghadap jalan Setia Budi dan sebesar 180% dibandingkan tanah yang menghadap jalan Ngumban Surbakti.

Begitu juga pembangunan jalan Fly Over Amplas Medan hingga saat ini masih terkendala dalam hal pembebasan tanahnya dimana sebanyak 38 (tiga puluh delapan) persil tanah belum dibebaskan, yang terdiri dari 16 (enam belas) persil sebelah utara jalan dan 22 (dua puluh dua) persil sebelah selatan jalan dengan total luas tanah adalah 7.002 M2 (Departemen Pekerjaan Umum 2008). Adapun gambaran persil tanah yang dibutuhkan untuk pembangunan Jalan Layang Amplas berdasarkan kategori Pemilik dan Surat Tanah dapat dilihat pada tabel 1 berikut ini.


(20)

Tabel 1. Kebutuhan Luas Tanah Untuk Pembangunan Jalan Layang Amplas berdasarkan Kategori Pemilik dan Surat Tanah

Kategori Surat Tanah (M2) No Lokasi / Kategori Pemilik

SHM HGB SK

Total

(M2)

(1) (2) (3) (4) (5) (6)

I Sebelah Utara Jalan

1. Masyarakat 2.182,16 142,30 1.523,52 3.847,68

2. Swasta - 5.041,00 161,00 5.202,00

3. BUMN (PT. Pos Indonesia) - - - -

4. Pemerintah (Kodam II/BB) - 2.737,00 - 2.737,00

Sub Total 2.182,16 7.920,30 1.684,52 11.786,68

II Sebelah Selatan Jalan -

1. Masyarakat 1.729,03 36,00 1.632,86 3.397,89

2. Swasta - - - -

3. BUMN (PT. Pos Indonesia) - 36,00 - 36,00

4. Pemerintah (Kodam II/BB) - - - -

Sub Total 1.729,03 72,00 1.632,86 3.433,89

Total 3.911,19 7.992,30 3.317,38 15,220,57

Sumber: SNVT P2JJ Metropolitan Medan, Ditjen Bina Marga, Departemen Pekerjaan Umum Republik Indonesia tahun 2008

Keterangan: SHM= Surat Hak Milik, HGB =Hak Guna Bangunan, SK=Surat Keterangan Camat


(21)

1. Status Hukum Kepemilikan Tanah Sebelah Utara

Sumber. Data penelitian Lapangan 2008

Gambar. 1.1. Status Hukum Kepemilikan Tanah Sebelah Utara

2. Status Hukum Kepemilikan Tanah Sebelah Selatan

Sumber. Data penelitian Lapangan 2008

Gambar. 1.2. Status Hukum Kepemilikan Tanah Sebelah Selatan

Dengan adanya permasalahan pengadaan tanah pada pembangunan jalan layang Amplas Medan, maka penelitian ini akan mengkaji lebih dalam mengenai permasalahan pengadaan tanah tersebut. Selanjutnya diharapkan dapat memberikan


(22)

masukan bagi Pemerintah Kota Medan dan Direktorat Jenderal Bina Marga Departemen Pekerjaan Umum Republik Indonesia.

1.2. Perumusan Masalah

Pembangunan infrastruktur jalan kota banyak terhambat umumnya diakibatkan oleh ketiadaan tanah milik pemerintah daerah, sehingga dalam pelaksanaan pembangunan jalan kota tersebut pengadaan tanahnya dari masyarakat. Kemudian, isu pembebasan tanah untuk pembangunan infrastruktur jalan diperburuk karena terbatasnya alokasi anggaran pengadaan tanah dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dan Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD).

Selanjutnya terhambatnya proses pengadaan tanah umumnya terjadi karena ketidaksepakatan harga ganti rugi tanah antara pemerintah daerah dengan masyarakat pemilik tanah. Dimana pemilik tanah (masyarakat) umumnya menginginkan harga tanah sesuai dengan harga pasar (market price) yang berlaku, sedangkan pemerintah daerah dengan keterbatasan dananya cenderung berdasarkan NJOP (Nilai Jual Objek Pajak). Walaupun dengan dibangunnya atau ditingkatkannya jalan kota tersebut masyarakat juga akan mendapatkan keuntungan (benefit) akibat pertambahan nilai tanahnya (increasing of land value).

Begitu juga pada pembangunan jalan Fly Over Amplas terjadi permasalahan pada pengadaan tanahnya, yaitu pembebasan tanah sepanjang 1,2 Km. Kondisi permasalahan pengadaan lahan tersebut akan berpengaruh langsung pada keterlambatan pekerjaan fisik jalan yang selanjuntya berdampak pada pembiayaan pembangunan jalan secara keseluruhan.


(23)

Berkaitan dengan hal tersebut di atas, maka yang menjadi permasalahan pada penelitian ini adalah;

1. Apa saja permasalahan (tipologi permasalahan) dalam pengadaan tanah pada pembangunan jalan Fly Over Amplas;

2. Apa faktor yang menyebabkan munculnya berbagai tipologi permasalahan pengadaan tanah pembangunan jalan Fly Over Amplas tersebut;

1.3. Tujuan Penelitian

Berdasarkan perumusan masalah di atas, maka yang menjadi tujuan penelitian ini adalah:

1. Untuk mengetahui tipologi permasalahan pengadaan tanah pembangunan jalan Fly Over Amplas;

2. Untuk mengetahui faktor penyebab munculnya berbagai tipologi permasalahan pengadaan tanah pembangunan jalan Fly Over Amplas.

1.4. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat terhadap pengembangan kota Medan khususnya pembangunan jalan perkotaan, antara lain: 1. Sebagai bahan masukan pengambilan kebijakan bagi Pemerintah Kota Medan

dalam penanganan permasalahan pengadaan tanah bagi pembangunan jalan perkotaan dan infrastruktur perkotaan;


(24)

2. Sebagai bahan masukan bagi Direktorat Jenderal Bina Marga Departemen Pekerjaan Umum dalam pelaksanaan pembangunan jalan yang membutuhkan pembebasan lahan;

3. Sebagai bahan masukan untuk penelitian lanjutan dalam bidang pengembangan infrastruktur perkotaan khususnya pengadaan lahan untuk pembangunan jalan perkotaan.

1.5. Kerangka Konseptual Penelitian

Pembangunan jalan Fly Over Amplas Medan membutuhkan pengadaan lahan dari masyarakat karena tidak tersedianya tanah dari pemerintah daerah kota Medan. Tanah yang dibutuhkan adalah seluas 15,220,57 m2 yang pengadaannya dengan pembebasan tanah (land acquisition). Dalam perjalanannya proses pembebasan tanah masyarakat yang dimulai sejak tahun 2006 tersebut mengalami hambatan yaitu hingga saat ini masih ada sebanyak 38 persil tanah yang belum bisa dibebaskan atau seluas 7.002,20 m2.

Berkaitan dengan adanya permasalahan pembebasan tanah pada pembangunan Fly Over Amplas Medan tersebut, penelitian ini akan mengidentifikasi tipologi permasalahan pengadaan lahan bagi pembangunan jalan Fly Over Amplas dan mengkaji faktor penyebab munculnya permasalahan pengadaan lahan tersebut.

Tipologi permasalahan pengadaan lahan yang akan dikaji adalah alasan – alasan masyarakat untuk tidak melepaskan tanahnya bagi pembangunan

jalan tersebut. Sedangkan faktor – faktor penyebab munculnya permasalahan pengadaan tanah pada penelitian ini adalah untuk mengetahui lebih dalam tentang


(25)

latar belakang mengapa masyarakat tidak melepaskan tanahnya untuk pembangunan jalan Fly Over Amplas.

Selanjutnya hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan bagi pengambil kebijakan khususnya Pemerintah Kota Medan dan Departemen Pekerjaan Umum dalam hal penanganan permasalahan pengadaan tanah bagi pembangunan infrastruktur.


(26)

Untuk lebih jelasnya kerangka penelitian dipresentasikan pada gambar 1.3 berikut ini:

Dibutuhkan Pembebasan Tanah untuk Pembangunan Jalan Layang Amplas

Muncul Permasalahan pada Pembangunan Jalan Layang Amplas - Tanah Warisan/Keterikatan Keluarga - Nilai Ganti Rugi

- Kinerja Panitia Pembebasan/Pengadaan Lahan - Kesadaran Masyarakat

Tipologi Permasalahan pada Pembebasan Tanah untuk Pembangunan FO Amplas:

Faktor-faktor Penyebab Munculnya Permasalahan (Tipologi) Pembebasan Tanah - Faktor Dana

- Faktor Pelepasan /Penyerahan Hak - Faktor Cara Jual Beli, Tukar Menukar - Faktor Fisikologis Masyarakat

Mekanisme/Pola Penyelesaian Masalah Yang Dihadapi

Penyelesaian melalui Pengaduan Penyelesaian Melalui Musyawarah Penyelesaian Melalui Pengadilan

Kesimpulan dan Saran

Rekomendasi

Masukan bagi Pengambil Kebijakan (Pemerintah Kota Medan dan Departemen Pekerjaan Umum)

Pembangunan Fly Over/FO (Jalan Layang) Amplas Medan

Gambar 1.3. Kerangka Penelitian Kajian Pengadaan Lahan Pembangunan Jalan (Study Fly Over Amplas Kota Medan)


(27)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pertumbuhan Perkotaan dan Kebutuhan akan Tanah

Era globalisasi dalam perekonomian, sosial budaya dan sosial politik telah berpengaruh besar kepada kota-kota di negara berkembang (Djoko Sujarto dan Muchtarram Karyoedi, 1996). Kota Medan sebagai salah satu kota besar di Indonesia (nomor tiga setelah kota Jakarta, Surabaya) juga tidak terlepas dari pengaruh tersebut. Apalagi hal ini didukung oleh posisi strategis kota Medan yang merupakan pintu keluar (exit gate) Propinsi Sumatera Utara, baik domestik maupun luar negeri, melalui pelabuhan laut Belawan dan Bandara Udara Polonia. Dari letak geografis strategis tersebut mendorong kota ini senantiasa mengikuti perkembangan yang demikian pesatnya. Selama sepuluh tahun terakhir, Medan telah mengalami pertumbuhan dan perkembangan yang sangat pesat pula. Hal ini ditunjukkan dengan besarnya kontribusi Pendapatan Domestik Regional Bruto (PDRB) Kota Medan terhadap PDRB Propinsi Sumatera Utara tahun 2006, yaitu sebesar 23,67 % (Sumatera Utara Dalam Angka, 2007).

Tingkat pertumbuhan penduduk Kota Medan kurun waktu 2000–2006 sebesar 1,37 %, lebih rendah dari tingkat pertumbuhan penduduk Sumatera Utara yaitu sebesar 1,57 %. Tingkat pertumbuhan penduduk Kota Medan tersebut juga lebih rendah dari Kabupaten Deli Serdang (2,25 %) dan Kota Binjai (2,25 %). Angka pertumbuhan tersebut menunjukkan bahwa pertumbuhan penduduk atau urbanisasi lebih besar di kota-kota sekitarnya dibandingkan kota inti kota Medan. Kondisi


(28)

tersebut menunjukkan bahwa kota-kota sekitarnya mempunyai peran yang besar dalam menampung laju urbanisasi perkotaan.

Perubahan tingkat pertumbuhan penduduk Kota Medan tersebut selama kurun waktu tahun 1970-2006 mengalami penurunan dari tahun ke tahun. Hal ini tentunya mempunyai implikasi pada perubahan fisik Kota Medan dan kota-kota sekitarnya, yaitu akan terjadi perubahan guna lahan pertanian menjadi guna lahan permukiman, perkantoran dan perdagangan, jasa dan industri.

Implikasi nyata dialami dan diamati dari pola pertumbuhan penduduk di daerah pinggiran Kota Medan tersebut adalah tingginya kemacetan pada Koridor Binjai – Medan, Pancur Batu–Medan, Deli Tua–Medan dan Tanjung Morawa– Medan serta Medan–Belawan. Hal ini terjadi karena kota-kota sekitar Medan tersebut merupakan lokasi tempat tinggal penduduk yang bekerja di Kota Medan, sehingga pada saat jam puncak (berangkat dan pulang kantor/sekolah) terjadi kemacetan yang cukup parah.

Pertambahan penduduk di perkotaan yang sangat tinggi mengakibatkan meningkatnya kebutuhan pelayanan prasarana dan sarana perkotaan yang pada akhirnya meningkatkan kebutuhan tanah. Selain itu, meningkatnya kegiatan sosial-ekonomi di perkotaan sebagai bagian dari pertumbuhan dan perkembangan kota juga merupakan penyebab meningkatnya permintaan terhadap tanah (Dunkerley, 1983).

Ada 3 faktor yang menjadi isu dalam kondisi pembangunan Jalan Fly Over Amplas Medan yaitu:

1. Ketentuan tentang pengadaan tanah bagi pelaksanaan pembangunan untuk kepentingan umum;


(29)

2. Faktor fsikologis yang menjadi pertimbangan dalam kajian pengadaan lahan; 3. Faktor dana sebagai kendala utama.

Menurut Budi Tjahjati (1995) meningkatnya permintaan tanah dan terbatasnya persediaan tanah di perkotaan merupakan penyebab terus meningkatnya nilai tanah perkotaan. Dari sisi penyediaan infrastruktur perkotaan yang mempergunakan tanah sebagai basis kegiatan, maka terus meningkatnya harga tanah di perkotaan merupakan kendala bagi peningkatan pelayanan prasarana dan sarana tersebut, sedangkan pada sisi lain peningkatan pelayanan merupakan tanggungjawab Pemerintah Daerah yang harus dipenuhi. Ironisnya, masalah penting yang dialami pemerintah kota di dunia ketiga adalah kurangnya sumber–sumber pembiayaan dan kapasitas dalam menyediakan infrastruktur perkotaan tersebut.

Kenaikan harga tanah yang tidak terkendali merupakan konsekuensi dari persediaan tanah yang sangat terbatas dalam menghadapi kebutuhan yang begitu besar. Kenaikan harga tanah umumnya juga disebabkan oleh karena investasi tanah merupakan kesempatan terbaik untuk berbagai keadaan. Kemudian, kenaikan harga tanah pada dasarnya tidak seluruhnya karena usaha-usaha pembangunan atau perbaikan yang telah dilakukan pemilik atas tanahnya atau kenaikan harga pada umumnya, melainkan sebagian besar karena investasi pembangunan prasarana yang dilakukan Pemerintah. Nilai kenaikan harga yang disebabkan karena investasi Pemerintah ini perlu diraih agar hasilnya dapat dimanfaatkan kembali untuk kepentingan masyarakat (Sitorus, 1996).

Persoalan mahalnya harga tanah perkotaan untuk pembangunan jalan (tol) dengan melakukan pembebasan tanah juga menyebabkan kurang berminatnya


(30)

investor dalam berinvestasi di bidang jalan tol. Hal ini ditunjukkan dengan tidak adanya investor jalan tol yang berminat untuk membangun jalan tol Medan – Binjai karena resiko yang harus ditanggung investor sangat tinggi khususnya yang terkait dengan pembebasan lahan (Sunito, 2005). Walaupun perangkat peraturan perundangan tentang pengadaan tanah untuk kepentingan umum telah banyak tersedia, namun hingga saat ini berbagai peraturan perundangan tersebut belum operasional di lapangan seperti Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Undang-Undang Pokok-Pokok Agraria atau dikenal dengan nama UUPA, Undang-Undang Nomor 20 Tahun 1961 tentang Pencabutan Hak-hak Atas Tanah dan Benda – Benda yang Ada di Atasnya, dan Peraturan Presiden Nomor 36 Tahun 2005 tentang Pengadaan Tanah Bagi Pelaksanaan Pembangunan untuk Kepentingan Umum. Oleh karena itu menurut Kalo (2005) perlu dilakukan perubahan peraturan dan kebijakan tanah untuk kepentingan umum dengan tetap mempertahankan kesejahteraan sosial ekonomi masyarakat yang terkena dampak pembangunan.

Dengan gambaran seperti di atas, hal tersebut juga dialami oleh Pemerintah Kota Medan dalam hal menyediakan infrastruktur kota. Terbatasnya tanah dan anggaran pemerintah kota serta meningkatnya kebutuhan akan infrastruktur membuat pemerintah kota kesulitan dalam menangani/menyediakan infrastruktur perkotaan. Seperti diungkapkan oleh Haris (2006) bahwa kasus kota Medan menunjukkan dengan dana sebesar Rp 2,14 triliun yang dialokasikan untuk pengembangan infrastuktur hanya bisa dimanfaatkan sekitar 70%, karena sisanya terbuang untuk mengurus pembebasan tanah masyarakat.


(31)

Akibat keterbatasan tanah pemerintah kota, maka dibutuhkan pengadaan tanah untuk pembangunan jalan dari tanah masyarakat. Menurut Dunkerley (1983) hal tersebut umumnya terjadi di kota–kota negara berkembang, begitu juga Kota Medan. Dalam kaitan dengan pembangunan jalan Fly Over Amplas juga dibutuhkan tanah masyarakat melalui pembebasan sepanjang kiri dan kanan rencana disain jalan, yaitu sekitar 7.500 m2.

Selain permasalahan pengadaan tanah, isu penting yang muncul dalam pengembangan infrastruktur perkotaan adalah masalah pembiayaan khususnya dana pendamping dari pemerintah daerah. Pada pengembangan jalan lingkar luar kota Medan melalui program MMUDP (Metropolitan Medan Urban Development Program) permasalahan yang muncul adalah keterbatasan dana pendamping baik APBD maupun APBN serta sumber daya lainnya sehingga terjadi ketidaksesuaian antara waktu yang telah terpakai dengan tingkat kemajuan pelaksanaan proyek (Pangaribuan, 2001). Sedangkan dalam Hutagalung (2003) menyebutkan permasalahan pengadaan tanah pada proyek pembangunan jalan lingkar luar Ngumban Surbakti muncul akibat ketidaksepakatan harga pembebasan tanah. Begitu juga pada pembangunan jalan Fly Over Amplas yang merupakan bagian integral dari jalan lingkar luar kota Medan hingga saat ini belum semua tanah untuk pembangunan jalan layang tersebut dapat dibebaskan.

2.2. Pencabutan Hak

Tanah bagi masyarakat merupakan suatu benda yang sangat bernilai bagi kehidupannya, karena dengan mengusahakan atau mengolah tanah akan memberikan penghidupan baginya. Selain untuk masyarakat, tanah juga sangat penting bagi


(32)

pemerintah khususnya dalam pelaksanaan pembangunan. Pemerintah dengan hak menguasai dari negara sesuai pasal 33 ayat 3 Undang-Undang Dasar 1945 melakukan pembangunan sesuai dengan kebutuhan dalam perencanaan pembangunan untuk kepentingan masyarakat. Namun, dalam pelaksanaan pembangunan tersebut apakah Pemerintah dapat dengan seenaknya mengambil tanah-tanah masyarakat walaupun adanya fungsi sosial hak atas tanah sesuai dengan Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA) Nomor 5 tahun 1960.

Selanjutnya pada pasal 18 UUPA menyebutkan bahwa untuk kepentingan umum termasuk kepentingan bangsa dan negara serta kepentingan bersama dari rakyat hak atas tanah dapat dicabut dengan memberi ganti rugi yang layak menurut cara yang diatur dengan undang-undang.

2.3. Pengadaan Tanah

2.3.1. Pengertian

Berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 36 Tahun 2005 pada pasal 1 disebutkan bahwa pengadaan tanah adalah setiap kegiatan untuk mendapatkan tanah dengan cara memberikan ganti rugi kepada yang melepaskan atau menyerahkan tanah, bangunan, tanaman, dan benda – benda yang berkaitan dengan tanah atau dengan pencabutan hak atas tanah (Mukti, 2006).

Pemerintah dalam hal pelaksanaan pembangunan untuk kepentingan umum yang membutuhkan tanah perlu dilakukan secara cepat dan transparan dengan tetap memperhatikan prinsip – prinsip penghormatan terhadap hak – hak yang sah atas tanah. Pembangunan untuk kepentingan umum tersebut meliputi;


(33)

a. Jalan umum, jalan tol, rel kereta api (di atas tanah, di ruang atas tanah, ataupun ruang bawah tanah), saluran air minum/air bersih, saluran pembuangan air, dan sanitasi;

b. Waduk, bendungan, irigasi, dan berguna bagi pengairan lainnya; c. Rumah sakit umum dan pusat kesehatan masyarakat;

d. Pelabuhan, bandar udara, stasiun kereta api dan terminal; e. Peribadatan;

f. Pendidikan atau sekolah; g. Pasar umum;

h. Fasilitas pemakaman umum; i. Fasilitas keselamatan umum; j. Pos dan telekomunikasi; k. Sarana olahraga;

l. Stasiun penyiaran radio, televisi dan sarana pendukungnya;

m. Kantor Pemerintah, pemerintah daerah, perwakilan negara asing, Perserikatan Bangsa – Bangsa, dan/atau lembaga – lembaga internasional di bawah naungan Perserikatan Bangsa – Bangsa;

n. Fasilitas Tentara Nasional Indonesia dan Kepolisian Negara Republik Indonesia sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya;

o. Lembaga pemasyarakatan dan rumah tahanan; p. Rumah susun sederhana;

q. Tempat pembuangan sampah; r. Cagar alam dan cagar budaya;


(34)

s. Pertamanan; t. Pantai sosial;

u. Pembangkit, transmisi, distribusi tenaga listrik.

2.3.2. Prosedur Pengadaan Tanah

Instansi pemerintah yang memerlukan tanah membentuk kepanitiaan, jika untuk daerah kabupaten/kota, panitia dibentuk oleh bupati/walikota, untuk daerah provinsi panitia dibentuk oleh Gubernur dan jika pengadaan tanah tersebut terletak di wilayah kabupaten/kota atau lebih, kepanitiannya dibentuk oleh Gubernur. Kemudian jika pengadaan tanahnya terletak di dua wilayah provinsi atau lebih, kepanitian pengadaan tanahnya dibentuk oleh Menteri Dalam Negeri (Peraturan Presiden No. 36 Tahun 2005).

Kepanitian pengadaan tanah baik yang dibentuk oleh Bupati/Walikota, Gubernur maupun Menteri Dalam Negeri mempunyai tugas:

a. mengadakan penelitian dan inventarisasi atas tanah, bangunan, tanaman dan benda – benda lain yang ada kaitannya dengan tanah yang haknya akan dilepas atau diserahkan;

b. mengadakan penelitian mengenai status hukum tanah yang haknya akan dilepaskan atau diserahkan, dan dokumen yang mendukungnya;

c. menaksir dan mengusulkan besarnya ganti rugi atas tanah yang haknya akan dilepaskan atau diserahkan;

d. memberikan penjelasan atau penyuluhan kepada masyarakat yang terkena rencana pembangunan dan/atau pemegang hak atas tanah mengenai rencana dan


(35)

tujuan pengadaan tanah tersebut dalam bentuk konsultasi publik baik melalui tatap muka, media cetak maupun media elektronik agar dapat diketahui oleh seluruh masyarakat yang terkena rencana pembangunan dan atau pemegang hak atas tanah.

Selanjutnya panitia melakukan musyawarah secara langsung kepada pemegang hak atas tanah, bangunan, tanaman dan benda-benda lain yang berkaitan dengan tanah, dan jika di dalam musyawarah telah mencapai kesepakatan, maka panitia mengeluarkan keputusan mengenai bentuk dan besarnya ganti rugi dan selanjutnya panitia menyaksikan pelaksanaan pemberian ganti rugi kepada pemegang hak atas tanah, bangunan, tanaman, serta benda-benda lain yang ada di atas tanah, serta membuat berita acara pelepasan dan penyerahan hak atas tanah tersebut.

Jika pemegang hak atas tanah tidak menerima keputusan panitia pengadaan tanah, pemegang hak dapat mengajukan keberatan kepada bupati/walikota, gubernur atau menteri dalam negeri disertai dengan penjelasan, sebab-sebab dan alasan-alasannya.

Bupati/walikota, gubernur, atau menteri dalam negeri mengupayakan penyelesaian mengenai bentuk dan besarnya ganti rugi dengan mempertimbangkan pendapat dan keinginan dari pemegang hak atas tanah atau kuasanya. Kemudian, setelah mendengar dan mempelajari pendapat dan keinginan keinginan dari pemegang hak atas tanah serta pertimbangan panitia pengadaan tanah, Bupati/walikota, gubernur, atau menteri dalam negeri sesuai kewenangannya mengeluarkan keputusan yang dapat mengukuhkan atau mengubah keputusan panitia pengadaan tanah mengenai bentuk dan/atau besarnya ganti rugi yang akan diberikan.


(36)

Apabila upaya penyelesaian yang ditempuh bupati/walikota, gubernur, atau menteri dalam negeri tetap tidak diterima oleh pemegang hak atas tanah dan lokasi pembangunan yang bersangkutan tidak dapat dipindahkan, maka bupati/walikota, gubernur, atau menteri dalam negeri sesuai kewenangan mengajukan usul penyelesaian dengan cara pencabutan hak atas tanah berdasarkan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 1961 tentang Pencabutan Hak-Hak Atas Tanah dan Benda-Benda yang Ada di Atasnya.

Keputusan pencabutan hak tersebut di atas diusulkan oleh Kepala Badan Pertanahan Nasional setelah ditandatangani oleh menteri dari instansi yang memerlukan tanah dan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia, dan berdasarkan usulan tersebut maka Presiden mengeluarkan Keputusan pencabutan hak atas tanah berdasarkan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 1961 (Mukti, 2006).

2.3.3. Pemberian Ganti Rugi

Peraturan Presiden Nomor 36 Tahun 2005 pada pasal 1 angka 11 menyebutkan bahwa ganti rugi adalah penggantian terhadap kerugian baik bersifat fisik dan atau non fisik sebagai akibat pengadaan tanah kepada yang mempunyai tanah, bangunan, tanaman, dan atau benda-benda lain yang berkaitan dengan tanah yang dapat memberikan kelangsungan hidup yang lebih baik dari tingkat kehidupan sosial ekonomi sebelum terkena pengadaan tanah.

Selanjutnya pada pasal 12 Peraturan Presiden Nomor 36 Tahun 2005 menyebutkan bahwa ganti rugi dalam rangka pengadaan tanah diberikan untuk;


(37)

b. bangunan; c. tanaman;

d. benda-benda lain yang berkaitan dengan tanah.

Bentuk ganti rugi yang dapat diberikan baik terhadap hak atas tanah, bangunan, tanaman, serta benda-benda yang berkaitan dengan tanah dapat berupa; a. uang dan/atau;

b. tanah pengganti dan/atau; c. permukiman kembali;

d. atau dimungkinkan juga pemegang hak atas tanah diikutsertakan sebagai penyertaan modal dalam pelaksanaan pembangunan tersebut.

Penilaian atau perhitungan besarnya ganti rugi didasarkan atas:

a. Nilai Jual Objek Pajak atau nilai nyata/sebenarnya dengan memperhatikan Nilai Jual Objek Pajak tahun berjalan berdasarkan penetapan Lembaga/Tim Penilai Harga Tanah yang ditunjuk oleh Panitia;

b. Nilai jual bangunan yang ditaksir oleh perangkat daerah yang bertanggung jawab di bidang bangunan;

c. Nilai jual tanaman yang ditaksir oleh perangkat daerah yang bertanggung jawab di bidang pertanian.

2.4. Permasalahan Pengadaan Tanah untuk Pembangunan Infrastruktur

Infrastruktur merupakan roda penggerak pertumbuhan ekonomi. Dari alokasi pembiayaan publik dan swasta, infrastruktur dipandang sebagai lokomotif pembangunan nasional dan daerah. Secara ekonomi makro ketersediaan dari jasa


(38)

pelayanan infrastruktur mempengaruhi marginal productivity of private capital, sedangkan dalam konteks ekonomi mikro, ketersediaan jasa pelayanan infrastruktur berpengaruh terhadap pengurangan biaya produksi (Kwik Kian Gie, 2002 dalam www. Bappenas.go.id/Abdul Haris, Infrastruktur Merupakan Roda Penggerak Pertumbuhan Ekonomi). Infrastruktur juga berpengaruh penting bagi peningkatan kualitas hidup dan kesejahteraan manusia, antara lain dalam peningkatan nilai konsumsi, peningkatan produktivitas tenaga kerja dan akses kepada lapangan kerja, serta peningkatan kemakmuran nyata dan terwujudnya stabilitas makro ekonomi, yaitu keberlanjutan fiskal, berkembangnya pasar kredit, dan pengaruhnya terhadap pasar tenaga kerja.

Mekanisme pembebasan tanah yang ada saat ini dikelompokkan dalam 2 (dua) kategori jika ditinjau dari aspek pemilik (proyek) pembangunan dan kepentingan pembangunannya, yaitu pembebasan tanah untuk kepentingan umum yang dilaksanakan oleh pemerintah dan pembebasan tanah untuk kepentingan swasta yang dilaksanakan oleh perorangan atau perusahaan. Peraturan yang mengatur mekanisme pembebasan tanah untuk kepentingan umum yang berlaku sampai dengan saat ini adalah Undang-Undang Nomor 20 Tahun 1961 tentang Pencabutan Hak-Hak Atas Tanah dan Benda-Benda yang Ada di Atasnya dan Peraturan Presiden Nomor 36 Tahun 2005 tentang Pengadaan Tanah bagi Pelaksanaan Pembangunan untuk Kepentingan Umum. Sedangkan mekanisme pembebasan tanah untuk kepentingan swasta diatur oleh Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 2 Tahun 1999 tentang Izin Lokasi dan beberapa


(39)

peraturan teknis yang dikeluarkan oleh Kepala BPN yang mendukung pelaksanaan izin lokasi.

Khusus untuk pembebasan tanah untuk kepentingan umum yang dilaksanakan oleh pemerintah, dalam Perpres RI Nomor 36 Tahun 2005 tentang Pengadaan Tanah bagi Pelaksanaan Pembangunan untuk Kepentingan Umum sudah jelas disebutkan bahwa lingkup pembangunan untuk kepentingan umum hanya dibatasi untuk kegiatan pembangunan yang dilakukan dan selanjutnya dimiliki oleh Pemerintah serta tidak digunakan untuk mencari keuntungan. Namun, sebagian persepsi masyarakat masih menunjukkan adanya keinginan untuk mendapatkan keuntungan yang sebesar-besarnya dari kegiatan pembebasan tanah tersebut dan akhirnya terkadang menimbulkan permasalahan dalam bentuk sengketa tanah.

Sengketa yang timbul dalam pembebasan tanah milik masyarakat yang terkena proyek pembangunan infrastruktur pada umumnya berawal dari konflik, pertentangan, dan ketidaksepakatan mengenai besarnya ganti rugi yang diberikan pihak pelaku pembebasan tanah. Terlebih lagi, jika pemilik tanah mengetahui sebelumnya, kalau tanah mereka akan dijadikan proyek infrastruktur, maka mereka dengan serta merta menaikkan harga jual tanahnya. Pembebasan tanah terkait dengan penguasaan tanah selain mahal juga tidak mudah dilaksanakan dan memerlukan waktu yang lama. Hasil studi yang dilaksanakan oleh Pangaribuan (2001), Hutagalung (2003), dan Siregar (2004) atas pembebasan tanah jalan lingkar luar kota Medan juga menunjukkan bahwa muncul sengketa tanah terkait dengan nilai ganti rugi dan memakan waktu yang lama.


(40)

Persoalan ganti rugi tanah menjadi komponen yang sensitif dalam proses pembebasan tanah. Pembahasan mengenai bentuk dan besarnya ganti kerugian seringkali berakibat pada munculnya sengketa tanah. Hal ini cukup banyak terjadi akibat dari adanya pembangunan fisik infrastruktur. Berdasarkan kompilasi masalah pertanahan CPIS, yang diambil dari berbagai media massa dengan waktu penerbitan sejak tahun 1970, ternyata dari 196 berita yang ada, sebanyak 127 kasus atau 65% dari total berita adalah menyangkut sengketa ganti rugi tanah, misalnya yang terjadi dalam kasus pembangunan waduk Kedung Ombo, pembebasan tanah transmigrasi (yang dikenal dengan sebutan Proyek Sitiung), kasus tanah Cimacan, Tapos dan proyek-proyek infrastruktur lainnya (Dj. A. Simarta, 1997 dalam Haris, 2006).

Menurut Ali Sofyan Husein (1997) bahwa persoalan ganti rugi inilah yang sebenarnya menjadi topik muara dari konflik pengadaan tanah dan tidak ada hubungannya dengan tingkat partisipasi dan kesadaran pemilik tanah akan arti pentingnya tanah bagi kesejahteraan orang banyak dan kepentingan pembangunan.

Selanjutnya menurut Oloan Sitorus dan Balans Sebayang (1996) bahwa kelemahan sistem pembebasan tanah pada umumnya terletak pada kendala umum yang dihadapi Pemerintah pada waktu melakukan pembebasan tanah, yaitu ketidakmampuan Pemerintah memberi ganti kerugian sesuai dengan keinginan pemilik tanah. Akibatnya, banyak Rencana Induk Kota dan Rencana Detail Kota yang telah dibuat dengan baik dan memenuhi persyaratan formal tidak bisa direalisasikan karena keterbatasan dana untuk kepentingan prasarana umum. Masalah lain yang sering dikemukakan adalah waktu pembebasan yang cukup lama sehingga berdampak pada keterlambatan penyerapan anggaran Pemerintah atau pemerintah


(41)

daerah. Kelemahan lain yang timbul dalam pembebasan tanah adalah dampak psikologis dimana pemilik tanah dipisahkan dengan tanahnya yang selama ini telah memberikan penghidupan kepada dirinya dan keluarganya.

2.4.1. Kinerja Panitia Pembebasan Lahan

Panitia Pembebasan Lahan ini dibentuk untuk membantu pengadaan tanah bagi pelaksanaan pembangunan untuk kepentingan umum. Dengan demikian panitia pembebasan lahan hanya terlibat untuk membantu dalam hal pengadan tanah saja dan jika dilakukan bagi pelaksanaan pembangunan untuk kepentingan umum. Dan perlu untuk diketahui pembebasan tanah bagi pelaksanaan pembangunan dan untuk kepentingan umum dilakukan melalui cara pelepasan atau penyerahan hak atas tanah. Itu berarti panitia pembebasan lahan hanya boleh membantu pengadaan tanah yang dilakukan lewat pelepasan atau penyerahan hak atas tanah seperti dimaksud oleh Keppres No. 55 Tahun 1993. (Oloan Sitorus, dkk, Pelepasan atau Penyerahan Hak Sebagai Cara Pengadaan Tanah, 1995)

2.4.2. Mekanisme Penanganan Sengketa Yang Dihadapi

Mengenai tata cara dan prosedur penyelesaian sengketa hukum ini belum diatur secara konkrit; seperti mekanisme permohonan hak atas tanah, dan oleh karena itu penyelesaian kasus perkasus biasanya tidak dilakukan dengan pola penyelesaian yang seragam akan tetapi dari pengalaman yang ada pola penanganan ini telah kelihatan melembaga walaupun masih samar-samar yang mana penanganan sengketa tersebut terdiri dari :


(42)

a. Pengaduan; b. Penelitian;

c. Pencegahan Mutasi; d. Musyawarah;

e. Pengadilan (Rusmadi Murad, S.H, Penyelesaian Sengketa Hukum Atas Tanah, 1991).

Hubungan Pengadaan Lahan Pembangunan Jalan terhadap masyarakat yang lahannya harus mengalami pembebasan lahan. Adapun hasil mekanismenya adalah sebagai berikut:

a. Mekanisme Penanganan Sengketa Melalui Pengaduan

Dalam pengaduan ini biasanya berisi hal-hal dan peristiwa – peristiwa yang menggambarkan bahwa pemohon/pengadu adalah yang berhak atas tanah sengketa dengan lampirannya bukti-bukti dan mohon penyelesaian disertai harapan agar terhadap tanah tersebut dapat dicegah mutasinya, sehingga tidak merugikan dirinya.

b. Mekanisme Penanganan Sengketa Melalui Penelitian

Terhadap penanganan tersebut kemudian dilakukan penelitian baik berupa pengumpulan data/adminitrasitif maupun hasil penelitian fisik di lapangan (mengenai pengusahannya). Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan sementara apakah pengaduan tersebut beralasan atau tidak diperoses lebih lanjut.

c. Mekanisme Penanganan Sengketa Melalui Pencegahan Mutasi

Sebagai tindak lajut dari penyelesaian sengketa tersebut di atas, kemudian baik atas dasar petuntjuk atau perintah atasan maupun berdasarkan prakarsa Kepala Kantor Agraria yang bersangkutan terhadap tanah sengketa, dapat dilakukan


(43)

langkah-langkah pengamanan berupa pencegahan/penghentian untuk sementara terhadap segala bentuk perubahan (mutasi).

Maksud dari pada pencegahan adalah menghentikan untuk sementara segala bentuk perubahan. Kegunaannya yang pertama adalah untuk kepentingan penelitian didalam penyelesaian sengketa (status quo) oleh karena kalau tidak demikian, penyelesaian sengketa akan mengalami kesulitan didalam meletakkan keputusannya nanti. Misalnya, tanah yang dalam keadaan sengketa diperjualbelikan sehingga keputusannya akan merugikan pihak pembeli yang beritikat baik.

d. Mekanisme Penanganan Sengketa Melalui Musyawarah

Langkah-langkah pendekatan terhadap para pihak yang bersengketa sering berhasil di dalam usaha penyelesaian sengketa (dengan jalan musyawarah). Musyawarah ini apabila dilakukan, harus pula memperhatikan tata cara formal seperti surat pemanggilan, berita acara atau notulen rapat, akta atau pernyataan perdamaian yang berguna sebagai bukti bagi para pihak maupun pihak ketiga. Hal-hak semacam ini biasanya kita temukan dalam akta perdamaian, baik yang dilakukan di muka hakim maupun diluar pengadilan atau notaris.

e. Mekanisme Penanganan Sengketa Melalui Pengadilan

Apabila usaha-usaha musyawarah tersebut mengalami jalan buntu, atau ada masalah-masalah prisipiil yang harus diselesaikan oleh istansi lain yang berwenang, misalnya pengadilan, maka kepada yang bersangkutan disarankan untuk mengajukan masalahnya kepengadilan. Jadi pada umumnya sifat dari sengketa ini adalah karena adanya pengaduan yang mengandung pertentangan hak atas tanah maupun hak-hak lain atas suatu kesempatan/prioritas atau adanya suatu ketetapan yang merugikan


(44)

dirinya. Pada akhirnya penyelesaian tersebut, senantiasa harus memperhatikan/selalu berdasarkan kepada peraturan yang berlaku, memperhatikan keseimbangan kepentingan – kepentingan para pihak, menegakkan keadilan hukumnya serta penyelesaian ini diusahakan harus tuntas. (Rusmadi Murad, S.H, Penyelesaian Sengketa Hukum Atas Tanah, 1991)

2.4.3. Nilai atau Besaran Ganti Rugi

Adapun dasar penentuan nilai atau besaran ganti rugi telah ditetapkan dasar penetapannya, menurut Keppres No. 55 Tahun 1993 yaitu sama-sama berdasarkan musyawarah yang artinya antara pihak pemegang hak atas tanah dengan pihak yang memerlukan tanah untuk mencapai kesepakatan mengenai bentuk dan besarnya nilai ganti kerugian. Adapun dasar dan cara perhitungan ganti kerugian dalam pelepasan atau penyerahan hak atas tanah ditetapkan atas dasar:

a. Harga Tanah; b. Nilai Jual Bangunan;

c. Nilai Jual Tanaman yang ada diatasnya;

Perhitungan ganti kerugian tersebut sepenuhnya harus memenuhi rasa keadilan dalam mewujudkan azas, bahwa dengan penyerahan tanah kepunyaannya tidak akan membuat keadaan sosial dan ekonomi pemegang hak atas tanah menjadi mundur. Sesuai dengan kenyataan dan rasa keadilan bahwa ganti kerugian bukan hanya meliputi hal diatas tapi juga meliputi hal-hal yang bersifat non materiil atau immateriil dan dilakukan dengan kriteria yang sudah ditentukan. (Oloan Sitorus, dkk, Pelepasan atau Penyerahan Hak Sebagai Cara Pengadaan Tanah, 1995)


(45)

2.4.4. Sistem Pembayaran Ganti Rugi

Ganti kerugian dalam pelepasan dan penyerahan hak merupakan penggantian atas nilai tanah dan atau benda-benda lain yang terkait dengan tanah sebagai akibat pelepasan atau penyerahan hak atas tanah atau jika hendak diperjelas dapat dikatakan bahwa ganti kerugian adalah imbalan yang diterima oleh pemegang hak atas tanah sebagai pengganti dari nilai tanah termasuk yang ada diatasnya. Sebagai imbalan, maka prinsip pemberian ganti kerugian harus seimbang dengan nilai tanah yang jumlah idealnya harus sama dengan nilai tanah. Salah satu prinsip yang menjadi tolak ukur keseimbangan itu adalah bahwa ganti kerugian yang diberikan harus merupakan imbalan yang layak atau tidak menjadikan pemegang hak atas tanah mengalami kemunduran sosial atas tingkat ekonominya sehingga tidak menjadikan rakyat yang melepaskan tanahnya lebih miskin. (Oloan Sitorus, dkk, Pelepasan atau Penyerahan Hak Sebagai Cara Pengadaan Tanah, 1995)


(46)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang dilakukan pada studi ini adalah deskriptif, yaitu suatu metode dalam meneliti status sekelompok manusia, suatu objek, suatu kondisi, suatu sistem pemikiran, ataupun suatu kelas peristiwa pada masa sekarang. Tujuan penelitian deskriptif adalah untuk membuat deskripsi, gambaran atau lukisan secara sistematis, faktual dan akurat mengenai fakta-fakta, sifat-sifat serta hubungan antar fenoma yang diselidiki (Nazir, 1985).

Menurut Nazir (1985) dengan metode deskriptif ini juga diselidiki kedudukan fenomena atau faktor dan melihat hubungan antara satu faktor dengan faktor lainnya. Oleh karena itu, penelitian deskriptif ini juga dinamakan studi kasus.

Pada penelitian Kajian Pengadaan Lahan Pembangunan Jalan (Studi Kasus Fly Over Amplas) ini akan dideskripsikan berbagai tipologi permasalahan pada pembangunan jalan Fly Over Amplas dan faktor penyebab munculnya permasalahan pengadaan tanah tersebut.

3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian

Lokasi penelitian adalah jalan Fly Over Amplas, kecamatan Medan Amplas, kota Medan, propinsi Sumatera Utara. Waktu penelitian akan dilaksanakan selama 4 (empat) bulan dimulai bulan Pebruari 2008 sampai dengan Mei 2008.


(47)

3.3. Populasi dan Responden Penelitian

Menurut Sugiarto (2003) populasi merupakan keseluruhan unit atau individu dalam ruang lingkup yang akan diteliti. Berdasarkan hal tersebut, maka yang menjadi populasi dan sekaligus menjadi responden penelitian ini adalah diambil dari pihak yang tanahnya mengalami pembebasan tanah dalam pembangunan jalan Fly Over Amplas, yaitu sebanyak 107 persil tanah. Dimana jumlah persil tanah tersebut dikuasai/dimiliki oleh perseorangan(Masyarakat), Perusahaan Terbatas (3 perusahaan, yaitu PT, Asahan, PT. Indomil, dan PT. ABT), Pemerintah (Departemen Pertahanan dan Keamanan) Kodam II/BB, dan BUMN (PT. Pos Indonesia).

3.4. Metode Pengumpulan Data

Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah; a. Data primer

Data primer diperoleh dari hasil wawancara dengan seperangkat kuesioner (daftar pertanyaan) penelitian kepada responden. Daftar pertanyaan yang diajukan kepada responden berupa informasi mengenai tipologi permasalahan pembebasan tanah dan faktor – faktor penyebab permasalahan pengadaan tanah pada pembangunan jalan Fly Over Amplas. Kemudian untuk mendapatkan gambaran lebih mendalam mengenai permasalahan pengadaan tanah pada pembangunan jalan Fly Over Amplas dilakukan wawancara mendalam (depth interview) dengan responden. Yang mana wawancara mendalam (depth interview) akan dilakukan langsung dengan menerjunkan tim yang akan secara mendetail melaksanakan tanya jawab secara individu dimana bahan pertanyaan kuesiner


(48)

mencakup aspek ekonomi, sosial, sejarah bermukim, termasuk fisik tanah dan bangunan yang terkena proses pembebasan dimaksud.

b. Data sekunder

Data sekunder dikumpulkan dengan cara survei instansional, yaitu survei ke instansi terkait dengan pembebasan tanah dan pembangunan Fly Over Amplas. Instansi yang akan disurvei adalah Dinas Tata Kota dan Bangunan (DTKB) Kota Medan, Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kota Medan, Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kota Medan, Departemen Pekerjaan Umum Direktorat Jenderal Bina Marga, dan instansi terkait lainnya. Adapun data – data yang dikumpulkan adalah berupa;

1. Nilai dan bentuk ganti rugi pembebasan tanah pembangunan jalan Fly Over Amplas.

2. Profil pembebasan tanah dan pembangunan jalan Fly Over Amplas. 3. Berbagai laporan dan kepustakaan yang relevan lainnya.

3.5. Metode Analisa dan Penafsiran Data

Metode analisa data yang digunakan dalam penelitian permasalahan pengadaan tanah bagi pembangunan jalan Fly Over Amplas ini adalah metode kualitatif yang memberikan penjelasan atas permasalahan pengadaan tanah pada pembangunan Fly Over Amplas Kota Medan.

Untuk menganalisis permasalahan menggunakan analisis silang (crosstab). Dalam analisis silang, variabel-variabel dipaparkan dalam satu tabel dan berguna untuk :


(49)

b. Melihat bagaimana kedua atau beberapa variabel berhubungan c. Mengatur data untuk keperluan analisis statistik

d. Untuk mengadakan kontrol terhadap variabel tertentu sehingga dapat dianalisi tentang ada tidaknya hubungan

Dalam melakukan analisis yaitu menggunakan bantuan computer dengan perangkat lunak (soft ware) SPSS versi 12 (Statistic Product And Service Solutions) digunakan analisis crosstab dan chi-square. Deskripsinya adalah ingin menguji ketergantungan antara mekanisme penanganan masalah dengan item X1 sampai X5.

Chi-square adalah salah satu analisis statistik yang digunakan untuk menguji suatu hipotesa. Chi-square terutama digunakan untuk uji homogenitas, uji independensi dan uji keselarasan (goodness of fit).

Adapun rumus chi-square adalah

(

)

bk bk bk

e e

O 2

2 =

χ Dimana:

Obk = hasil observasi pada baris b kolom k

e

bk = nilai harapan (expected value) pada baris b kolom k

Selain rumus tersebut diatas perlu juga diketahui derajat kebebasan chi-square Derajat kebebasan chi-square = df = g (k – 1) (b – 1)

k = jumlah kolom observasi b = jumlah baris observasi


(50)

H0 : tidak ada hubungan antara baris dan kolom atau tidak ada hubungan statu

variabel (variabel pengaruh) dengan mekanisme penanganan masalah yang dihadapi

Hi : ada hubungan antara baris dan kolom atau tidak ada hubungan suatu

variabel (variabel pengaruh) dengan mekanisme penanganan masalah yang dihadapi

Proses analisis crosstab tersebut menghasilkan perhitungan chi-square test. Dalam menguji hipotesa tersebut apakah H0 diterima atau ditolak yaitu terdapat dua

(2) cara interprestasi yaitu :

a. Berdasarkan perbandingan chi-square hitung dengan chi-square kuisioner 1. Jika chi-square hitung < chi-square tabel maka H0 diterima

2. Jika chi-square hitung > chi-square tabel maka H0 ditolak

b. Berdasarkan probabilitas

1. Jika nilai probabilitas hitung > 0,05 (probabilitas tabel) maka H0 diterima

2. Jika nilai probabilitas hitung < 0,05 (probabilitas tabel) maka H0 ditolak


(51)

BAB IV

GAMBARAN UMUM LOKASI

4.1 Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian ini berada di propinsi Sumatera Utara di daerah perbatasan antara Kota Medan dan Kabupaten Deliserdang. Secara administrasi kedua lokasi ini terletak di kawasan Metropolitan Mebidang. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar berikut.

Sumber: Bappeda Kota Medan, 2008

Tanpa skala

U


(52)

U

Lokasi Penelitian Tanpa skala

Kabupaten Deliserdang Kota Medan

Sumber: Bappeda Kota Medan, 2008

Gambar 4.2 Kota Medan dan Kabupaten Deliserdang

Pada peta diatas terlihat bahwa beberapa kecamatan termasuk dalam kota inti dan kawasan pinggiran. Lokasi penelitian ini berada di kelurahan Timbang Deli dan Kelurahan Amplas Kecamatan Medan Amplas berada dalam kota inti dan Kecamatan Medan Amplas berada dalam kawasan pinggiran dalam Metropolitan Mebidang. Selanjutnya dapat dilihat pada peta Kota Medan dibawah ini:


(53)

U

Sungai Batas Kecamatan Jalan Aspal Batas Kota

Jalan Kereta Api

KABUPATEN

Kantor Camat

MEDAN KOTA BELAWAN

MEDAN LABUHAN MEDAN MARELAN MEDAN DELI MEDAN PERJUANGAN MEDAN TIMUR MEDAN BARAT MEDAN HELVETIA MEDAN SUNGGAL MEDAN SELAYANG MEDAN BARU MEDAN PETISAH MEDAN DENAI MEDAN AREA MEDAN MEDAN POLONIA MEDAN AMPLAS MEDAN JOHOR MEDAN TUNTUNGAN MEDAN TEMBUNG MEDAN MAIMUN MEDAN TEMBUNG

Ke Lubuk Pakam

Ke Kaban

Jah e

Ke Binjai

NAMORAMBE

KOTA MEDAN

DELISERDANG KABUPATEN DELISERDANG KABUPATEN DELISERDANG Lokasi Penelitian

Sumber: Bappeda Kota Medan, 2008

Gambar 4.3. Peta Kota Medan

Daerah yang dipilih sebagai lokasi penelitian diambil berdasarkan beberapa pertimbangan antara lain adanya beberapa faktor yang mendorong berbagai upaya pelepasan atau penyerahan hak merupakan cara pengadaan tanah yang masih lazim digunakan pada saat ini. Seperti beberapa ketentuan tentang pengadaan tanah bagi pelaksanaan pembangunan untuk kepentingan umum, seperti diketahui ada 2 (dua)


(54)

cara pengadaan tanah, yakni : pertama, pelepasan atau penyerahan hak atas tanah ; dan kedua, cara jual beli, tukar menukar atau cara lain yang disepakati secara sukarela oleh pihak-pihak yang bersangkutan (menurut pasal 2 Keppres No. 55 Tahun 1993). Juga faktor fsikologis masyarakat dan faktor dana. Faktor fsikologis yang menjadi pertimbangan misalnya:

1. Masih dijumpai dan ditemui sebagian pemilik/yang menguasai tanah beranggapan pemerintah tempat yang tepat untuk meminta ganti rugi, karenanya meminta ganti rugi yang tinggi, tidak memperdulikan jiran/tetangga yang bersedia menerima ganti rugi yang dimusyawarahkan;

2. Masih ditemui pemilik yang menguasai tanah beranggapan pemilikan tanahnya adalah mulia dan sakral, sehinggga sangat enggan melepaskannya walaupun dengan ganti rugi, karena mereka bertahan meminta ganti rugi yang sangat tinggi;

3. Kurangnya kesadaran pemilik/yang menguasai tanah tentang pantasnya mengutamakan kepentingan umum dari pada kepentingan sendiri.

Kendala yang merupakan faktor dana adalah keterbatasan dana pembebasan tanah sehingga tidak mampu membayar ganti-kerugian dengan harga wajar menurut pasar umum setempat.

Penelitian ini mengambil lokasi dikawasan tenggara selatan Kota Medan yang berbatasan dengan Kabupaten Deli Serdang yaitu Kecamatan Amplas (Kelurahan Timbang Deli dan Kelurahan Amplas). Kawasan ini teridentifikasi sebagai daerah yang padat aktivitas, banyak terdapat rumah, rumah toko dan


(55)

pabrik-pabrik. Akses jalan alternatif hanya melalui jalan Sisingamangaraja XII dan jalan Pertahanan sebagai jalan primer.

4.2 Kecamatan Medan Amplas

Kecamatan Medan Amplas terletak di wilayah tengggara Kota Medan dengan batas-batas sebagai berikut:

a. Sebelah Barat berbatasan dengan Kecamatan Medan Johor; b. Sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten Deli Serdang; c. Sebelah Selatan berbatasan dengan Kabupaten Deli Serdang;

d. Sebelah Utara berbatasan dengan Kecamatan Medan Kota dan Kecamatan Medan Denai.

Kecamatan Medan Amplas dengan luas wilayah 14,58 KM 2

Kecamatan Medan Amplas adalah daerah pintu gerbang Kota Medan di sebelah Timur yang merupakan pintu masuk dari daerah lainnya di Sumatera Utara maupun Propinsi lainnya melalui transportasi darat, dengan penduduknya 104,455 jiwa.

Sasaran lokasi penelitian yang diambil adalah rumah, rumah toko, lahan kosong, dan pabrik-pabrik yang terkena masalah pembebasan lahan yang berada langsung di lokasi penelitian dan punya keterkaitan dengan kajian pengadaan

lahan pembangunan jalan (Studi kasus Fly Over Amplas Medan), seperti terlihat pada gambar dibawah ini:


(56)

Sumber: Data penelitian lapangan, 2008

Gambar 4.4 Rumah toko terkena pembebasan lahan

Sumber: Data penelitian lapangan, 2008


(57)

Sumber: Data penelitian lapangan, 2008

Gambar 4.6 Unit perkantoran yang terkena proses pembebasan lahan

Sumber: Data penelitian lapangan, 2008


(58)

4.3. Kondisi Lokasi Penelitian

Situasi dan kondisi lokasi penelitian untuk lahan pembangunan jalan Fly Over Amplas Medan ini secara administrasi dan proses pembebasannya masih menemui kendala, baik itu dari masyarakat langsung maupun dari instansi pemerintah sendiri. Dilihat dari sarana infrastruktur, kualitas jalan sebenarnya sudah memadai tetapi melihat perkembangan sarana dan prasarana yang sangat dibutuhkan seperti sarana transportasi dengan akses jalan yang ada sekarang ini masih dalam kondisi baik sementara volume kendaraan semakin banyak mengakibatkan kemacetan maksimal yang sering terjadi khususnya pada jam-jam tertentu. Jalan Sisingamangaraja XII dan jalan Pertahanan serta jalan-jalan sekunder lainnya yang menyebar sepanjang jalan. Kondisi jalan ini cukup baik dengan lebar ± 20 meter

Sumber: Data penelitian lapangan, 2008


(59)

Sumber: Data penelitian lapangan, 2008

Gambar 4.9 Lahan dan areal yang terkena pembebasan lahan sebelah utara

Perkembangan kawasan ini cukup pesat yang ditandai dengan banyaknya pembangunan rumah, rumah toko dan pabrik-pabrik di kawasan ini. Hasil survey melalui identifikasi lapangan terhadap rumah, rumah toko, pabrik-pabrik, perkantoran dan fungsi bangunan lainnya yang secara terencana tercatat lebih dari 108 kepemilikan yang terdiri dari rumah toko, pabrik-pabrik, perkantoran dan fungsi bangunan lainnya yang tersebar, baik yang luasannya kecil, sedang maupun besar . Rumah toko, pabrik-pabrik, perkantoran dan fungsi bangunan lainnya ini tersebar di dua kelurahan seperti kelurahan Timbang Deli dan kelurahan Amplas. Umumnya skala rumah toko mendominasi dengan jumlah yang besar.


(60)

BAB V

HASIL DAN PEMBAHASAN

Masalah-masalah ekonomi dan sosial yang sering timbul sehubungan dengan penggunaan pengadaan lahan yang masih sering terjadi tanpa memperhitungkan waktu. Para pengambil kebijakan yang dalam hal ini pemerintah Kota Medan sering dihadapkan kepada dua masalah, dimana harus mengambil keputusan yang disatu pihak harus dapat mengambil kebijaksanaan yang memaksimumkan penerimaannya dalam jangka pendek. Tetapi kebijakan inilah yang mengakibatkan pengadaan lahan masyarakat akan mengalami penurunan nilai atau deflasi. Dalam hal kebijakan ini memberikan dasar bagi pembicaraan tentang ekonomi lahan, yang akan diterapkan pada pengadaan lahan untuk pembangunan Jalan Layang FO (Fly Over) Amplas Medan.

5.1. Karakteristik Responden

Survey yang dilakukan mengambil sampel dari penduduk yang berada dalam kawasan terpilih. Dalam hal ini kawasan terpilih adalah Kelurahan Timbang Deli dan Kelurahan Amplas Kecamatan Medan Amplas. Untuk setiap lokasi dibagi lagi terhadap penduduk yang bermukim di kawasan utara dan kawasan selatan yang lahannya tumbuh secara terencana. Jumlah responden yang diambil sebanyak 107 orang. Dari hasil survey didapatlah karakteristik dari responden meliputi informasi responden dan keterkaitan dengan lahan yang dimiliki.


(61)

5.1.1. Jenis Kelamin dan Umur

Pemukiman penduduk yang disurvey dengan mengambil responden sebagai pemilik perumahan itu sendiri. Pada umumnya responden adalah laki-laki (85%), tetapi sebagian adalah perempuan (15%). Untuk karakteristik umur responden dibatasi dari umur kurang dari 30 tahun dan lebih dari 50 tahun. Dominasi umur responden adalah antara 40 – 50 tahun dengan jumlah 43 responden (43%). Kelompok umur yang kurang dari 30 tahun merupakan responden yang paling sedikit.

91

16 0

10 20 30 40 50 60 70 80 90 100

laki-laki Perempuan

laki-laki Perempuan

Sumber: Data penelitian Lapangan, 2008

Gambar 5.1 Karakteristik responden menurut jenis kelamin

Melihat beragamnya responden ini dapat dijadikan acuan sebagai mewakili masyarakat yang diteliti sehingga diharapkan untuk kesimpulan akhirnya akan mendekati teori-teori yang telah ditetapkan.


(62)

2%

20%

31% 48%

< 30 tahun 30-40 tahun

40-50 tahun > 50 tahun

Sumber: Data penelitian lapangan, 2008

Gambar 5.2. Karakteristik responden menurut kelompok umur

5.1.2. Pendidikan

Tingkat pendidikan responden sangat bervariasi dari tamat SMP, tamat SMA maupun Akademi/Sarjana dan Pascasarjana. Umumnya responden yang tamat SMP merupakan penduduk dipemukiman konvensional baik di Kelurahan Timbang Deli maupun di Kelurahan Amplas, tetapi lebih didominasi pada Kelurahan Amplas. Kepemilikan rumah, rumah toko, pabrik-pabrik, perkantoran dan fungsi bangunan lainnya yang tersebar biasanya adalah karena warisan orang tua ataupun keluarga dengan bentuk rumah, rumah toko, perkantoran dan lahan pabrik. Dominasi tingkat pendidikan responden berupa tamat SD 7%, tamat SMP 7%, tamat SMA 49%, Akademi/Sarjana/Pasca Sarjana sebesar 44%.


(63)

Sumber: Data penelitian lapangan, 2008

Gambar 5.3. Karakteristik responden menurut tingkat pendidikan

5.1.3. Pekerjaan

Pekerjaan yang diuraikan dalam kuisioner berupa mulai dari Wiraswasta, Pegawai Negeri Sipil+Dokter, pegawai swasta, Guru/Dosen dan lain-lain. Hasil survey terdapat 64% merupakan kelompok Wiraswasta, PNS+Dokter sebanyak 18%, Pegawai Swasta 6%, Guru/Dosen 3%, dan pekerjaan lain-lain sebanyak 16%. Dominasi pekerjaan responden adalah Wiraswasta sebanyak 64%. Selanjutnya pekerjaan responden adalah wiraswasta. Pekerjaan pegawai swasta maupun pekerjaan wiraswasta umumnya berdomisili pada wilayah utara. Hasilnya dapat dilihat sebagai berikut:


(64)

Sumber: Data penelitian lapangan, 2008

Gambar 5.4. Karakteristik responden menurut pekerjaan

5.1.4. Pendapatan

Kita dapat melihat tingkat pendapatan responden yang diteliti sudah cukup tinggi tetapi bervariasi. Dari hasil survey penelitian bahwa tingkat pendapatan sebesar kurang dari Rp. 1.000.000,- sebanyak 10% dari jumlah responden. Ini cukup signifikan dibandingkan terhadap pekerjaan responden yang 78% merupakan wiraswasta dan pegawai swasta sebanyak 19 % responden.

Sumber: Data penelitian lapangan, 2008


(65)

5.1.5. Lama Bermukim

Waktu dan lamanya bermukim responden berdasarkan komposisi lamanya bermukim pada lokasi yang dimaksud umumnya sudah lebih dari 10 tahun terutama pada penduduk spontan baik di Kelurahan Timbang Deli maupun Kelurahan Amplas. Sedangkan untuk kawasan rumah, rumah toko, pabrik-pabrik, perkantoran dan fungsi bangunan lainnya yang tersebar secara terencana dan lamanya bermukim masih berkisar antara 10 tahun dan dapat juga ditemui sampai diatas 50 tahun. Responden yang bermukim antara 10 – 15 tahun yaitu berkisar 21%, yang bermukim antara 15-25 tahun berkisar 22%, dan yang bermukim antara 15-25-50 tahun berkisar 15-25% serta penduduk yang sudah bermukim diatas 50 tahun sekitar 31%. Dari sumber yang didapat bahwa responden sudah mendiami wilayah studi termasuk dalam kategori cukup lama.

21%

25% 31%

22% 10-15 tahun 15-25 tahun

25-50 tahun >50 tahun

Sumber: Data penelitian lapangan, 2008


(66)

5.1.6. Agama

Agama yang dianut ternyata hampir didomasi agama muslim dan agama kristen, sedangkan agama Budha masuk dalam kategori minoritas. Dan dari data yang diperoleh, responden beragama Islam (48%) sedangkan untuk Kristen (44 %) dan agama Budha berkisar 8%, seperti dapat dilihat dari gambar yang ada dibawah ini :

48% 44%

0% 8%

Islam Kristen Hindu Budha

Sumber: Data penelitian lapangan, 2008

Gambar 5.7. Karakteristik responden menurut agama yang dianut

5.1.7. Suku

Melihat diagram dibawah menunjukkan keberadaan suku Batak mendominasi di kawasan yang diangkat sekitar 32 orang. Sedangkan suku Jawa berada pada urutan ke dua dengan jumlah 28 orang, Suku Karo berada pada urutan ke tiga dengan jumlah 17 orang, suku Mandailing berjumlah 12 orang, suku Minang berjumlah 11orang, sedangkan suku Tionghoa menjadi minoritas dengan jumlah 7 orang dari jumlah responden. Suku – suku yang menjadi responden dan terdapat disekitar lokasi dapat dilihat dari diagram batang berikut ini:


(67)

Sumber: Data penelitian lapangan, 2008

Gambar 5.8. Karakteristik responden menurut suku

5.1.8. Klasifikasi Luas Tanah

Melihat uraian tabel diatas, mekanisme penanganan masalah terhadap luas tanah, responden yang memilih menyelesaikan masalahnya melalui jalur pengaduan yang luas tanahnya 0 - 342 m2 sebanyak 2 orang (1,9%), luas tanah 343 m2 - 684 m2 sebanyak 14 orang atau 13,1 % responden, luas tanah 685-1026 m2 sebanyak 9 orang atau 8,4 %, luas tanah 1027-1368 m2 sebanyak 2 orang atau 1,9 %, luas tanah 1369-1701 m2 senbanyak 15 orang atau 14,0 %, luas tanah 1772-2050 m2 sebanyak 3 orang atau 2,8 %. Sedangkan responden yang memilih penanganan masalah melalui jalur musyawarah yang luas tanahnya 0 - 342 m2 sebanyak 27 orang (25,2%), luas tanah 343 m2-684 m2 sebanyak 25 orang atau 23,4% responden, luas tanah 685-1026 m2 sebanyak 1 orang atau 0,9% , luas tanah 1027-1368 m2 sebanyak 1 orang atau 0,9 %, luas tanah 1369-1701 m2 sebanyak 1 orang atau 0,9 %, luas tanah 1772-2050 m2 sebanyak 1 orang atau 0,9 %, Sedangkan responden yang memilih penanganan masalah melalaui jalur pengadilan hanya yang luas tanahnya 343


(68)

m2-684 m2 sebanyak 1 orang atau 0,9% responden, luas tanah 1027-1368 m2 sebanyak 5 orang atau 4,7 % dari seluruh responden.

Sumber. Data Penelitian Lapangan 2008

Gambar 5.9. Diagram Mekanisme penanganan masalah ganti rugi dengan luas tanah

Sumber. Data Penelitian Lapangan 2008

Gambar 5.10. Persentase penanganan masalah ganti rugi dengan luas tanah

5.1.9. Status Kepemilikan

Dari uraian tabel 5.2 mekanisme penanganan sengketa yang ada, para responden memilih melalui mekanisme pengaduan sekitar 45 orang atau 42.1 % dari


(69)

jumlah 107 responden, dari jumlah pengaduan, cara atau mekanisme yang dijalankan, responden yang menyelesaikan masalahnya melalui jalur Pengaduan sebanyak 14 orang dengan status surat lahannya Hak Milik (SHM), dan sekitar 31 orang menyelesaikan masalahnya melalui jalur Pengaduan tetapi status kepemilikan surat lahan nya Hak Guna Bangunan (HGB) atau sekitar 29,0%, dari uraian diatas sekitar 45 orang (42,1%) menyelesaikan kasusnya melalui jalur Pengaduan. Akan tetapi responden menyelesaikan masalahnya melalui jalur musyawarah sebanyak 56 orang atau sektar 52.3 %, dimana status kepemilikan surat hak milik (SHM) 31 orang atau sekitar 29.0% menyelesaikan masalahnya melalui jalur musyawarah tetapi status kepemilikan lahan nya masih hak guna bangunan (HGB), ini berarti sekitar 25 orang (23.4%) menyelesaikan masalahnya melalui jalur musyawarah. Sedangkan yang melalui jalur penelitian tidak terdata atau 0 %, ini berarti para responden tidak menggunakan cara penelitian, begitu juga dengan pencegahan mutasi hanya 0%. Tetapi melalui jalur Pengadilan responden sebanyak 6 orang ( 5.6%) dimana status kepemilikan lahan Sertifikat Hak Milik (SHM)sebanyak 3 orang (2.8%) dan status kepemilikan lahan Hak Guna Bangunan (HGB) menyelesaikan masalah pembebasan lahan nya melalui jalur pengadilan sebanyak 2 orang (1.9%) menyelesaikan masalahnya melalui jalur pengadilan tetapi status kepemilikan lahan nya masih surat keterangan camat (SK) atau responden yang menyelesaikan masalahnya melalui jalur pengadilan sebanyak 1 orang atau sekitar 0.9% dari 107 orang responden.


(70)

Sumber. Data Penelitian Lapangan, 2008

Gambar 5.11. Hasil Analisa Penanganan Masalah Berdasarkan Status Kepemilikan

Sumber. Data Penelitian Lapangan 2008

Gambar 5.12. Persentase Mekanisme Penanganan Masalah dengan status lahan

5.2. Proses Ganti Rugi Pengadaan Lahan

5.2.1. Nilai atau Besaran Ganti Rugi

Adapun dasar penentuan nilai atau besaran ganti rugi telah ditetapkan dasar penetapannya, menurut Keppres No. 55 Tahun 1993 yaitu sama-sama berdasarkan musyawarah yang artinya antara pihak pemegang hak atas lahan dengan pihak yang memerlukan lahan untuk mencapai kesepakatan mengenai bentuk dan besarnya nilai


(71)

ganti kerugian. Adapun dasar dan cara perhitungan ganti kerugian dalam pelepasan atau penyerahan hak atas lahan ditetapkan atas dasar :

a. Harga Lahan; b. Nilai Jual Bangunan;

c. Nilai Jual Tanaman yang ada diatasnya.

Perhitungan ganti kerugian tersebut sepenuhnya harus memenuhi rasa keadilan dalam mewujudkan azas, bahwa dengan penyerahan lahan kepunyaannya tidak akan membuat keadaan sosial dan ekonomi pemegang hak atas lahan menjadi mundur. Sesuai dengan kenyataan dan rasa keadilan bahwa ganti kerugian bukan hanya meliputi hal diatas tapi juga meliputi hal-hal yang bersifat non materiil atau inmateriil dan dilakukan dengan kriteria yang sudah ditentukan. Adapun diagaram batangnya seperti yang disajikan dibawah ini:

Sumber. Data Penelitian Lapangan, 2008


(72)

Sumber. Data Penelitian Lapangan, 2008

Gambar 5.14. Persentase Hasil Analisa Ganti Rugi

5.2.2. Sistem Pembayaran Ganti Rugi

Ganti kerugian dalam pelepasan dan penyerahan hak merupakan penggantian atas nilai lahan dan atau benda-benda lain yang terkait dengan lahan sebagai akibat pelepasan atau penyerahan hak atas lahan atau jika hendak diperjelas dapat dikatakan bahwa ganti kerugian adalah imbalan yang diterima oleh pemegang hak atas lahan sebagai pengganti dari nilai lahan termasuk yang ada diatasnya. Sebagai imbalan, maka prinsip pemberian ganti kerugian harus seimbang dengan nilai lahan yang jumlah idealnya harus sama dengan nilai lahan. Salah satu prinsip yang menjadi tolak ukur keseimbangan itu adalah bahwa ganti kerugian yang diberikan harus merupakan imbalan yang layak atau tidak menjadikan pemegang hak atas lahan mengalami kemunduran sosial atas tingkat ekonominya sehingga tidak menjadikan rakyat yang melepaskan lahannya lebih miskin.


(73)

Sumber. Data Penelitian Lapangan 2008

Gambar 5.15. Diagram Mekanisme penanganan masalah ganti rugi dengan luas tanah

Sumber. Data Penelitian Lapangan 2008

Gambar 5.16. Persentase penanganan masalah ganti rugi dengan luas tanah

5.3. Tipologi Permasalahan Pengadaan Lahan

Pada bab I telah dijelaskan bahwa tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui tipologi permasalahan pengadaan lahan untuk pembangunan jalan Fly Over Amplas. Juga untuk mengetahui faktor penyebab munculnya berbagai tipologi permasalahan pengadaan lahan untuk pembangunan jalan Fly Over Amplas. Bab II juga dijelaskan secara rinci yang menjadi acuan dan faktor yang mendorong


(74)

terjadinya berbagai upaya pelepasan atau penyerahan hak merupakan cara pengadaan lahan yang masih lazim digunakan pada saat ini. Seperti beberapa ketentuan tentang pengadaan lahan bagi pelaksanaan pembangunan untuk kepentingan umum, seperti diketahui ada 2 (dua) cara pengadaan lahan, yakni:

1. Pelepasan atau penyerahan hak atas lahan;

2. Cara jual beli, tukar menukar atau cara lain yang disepakati secara sukarela oleh pihak-pihak yang bersangkutan (menurut pasal 2 Keppres No. 55 Tahun 1993).

Faktor fsikologis yang menjadi pertimbangan dalam kajian pengadaan lahan pembangunan Fly Over Amplas Medan misalnya:

1. Masih dijumpai dan ditemui sebagian pemilik/yang menguasai lahan beranggapan pemerintah tempat yang tepat untuk meminta ganti rugi, karenanya meminta ganti rugi yang tinggi, tidak memperdulikan jiran/tetangga yang bersedia menerima ganti rugi yang dimusyawarahkan;

2. Masih ditemui pemilik yang menguasai lahan beranggapan pemilikan lahan nya adalah mulia dan sakral, sehinggga sangat sulit untuk melepaskannya walaupun dengan ganti rugi, karena mereka bertahan meminta ganti rugi yang sangat tinggi;

3. Kurangnya kesadaran pemilik/yang menguasai lahan tentang pantasnya mengutamakan kepentingan umum dari pada kepentingan sendiri;

Kendala yang merupakan faktor dana adalah keterbatasan dana pembebasan lahan sehingga tidak mampu membayar ganti-kerugian dengan harga pasar. Sesuai dengan penjelasan pada bab II dan dari hasil data penelitian maupun data olahan dapat diambil beberapa faktor yang akan menentukan tipologi permasalahan


(75)

pengadaan lahan yang akan dikaji adalah apa alasan – alasan masyarakat untuk tidak melepaskan lahan nya bagi pembangunan jalan Fly Over Amplas tersebut. Sedangkan faktor – faktor penyebab munculnya permasalahan pengadaan lahan pada penelitian ini adalah untuk mengetahui lebih dalam tentang latar belakang mengapa masyarakat tidak melepaskan lahan nya untuk pembangunan jalan Fly Over Amplas. Jadi untuk sementara dapat dipertegas faktor-faktor sebab akibat, maka dianalisa hasil pembahasan sebelumnya melalui analisa tabulasi silang (crosstab) dan square test untuk mempertegas hubungan yang terjadi. Analisa crosstab dan chi-square test ini mengambil beberapa variabel saja yang berhubungan dengan penjelasan teori sebelumnya pada bab 2 tinjauan pustaka.

5.3.1. Mekanisme Penanganan Sengketa Yang Dihadapi

Untuk itulah maka dianalisa cross tabulation Hubungan Pengadaan Lahan Pembangunan Jalan Fly Over Amplas terhadap masyarakat yang lahannya harus mengalami pembebasan lahan. Adapun hasil analisanya adalah sebagai berikut:

a. Mekanisme Penanganan Sengketa Melalui Pengaduan

Dalam pengaduan ini biasanya berisi hal-hal dan peristiwa – peristiwa yang menggambarkan bahwa pemohon /pengadu adalah yang berhak atas lahan sengketa dengan lampirannya bukti-bukti dan mohon penyelesaian disertai harapan agar terhadap lahan tersebut dapat dicegah mutasinya, sehingga tidak merugikan dirinya.

Dalam masalah fly over Amplas, mekanisme penanganan sengketa melalui pengaduan berjumlah 45 orang, dimana perinciannya menunjukkan 34 orang responden menjawab sangat baik atau sekitar 31.77 % responden menyatakan sangat memuaskan, sedangkan 2 orang menjawab baik atau 1.8 % responden menjawab


(76)

dengan bahasa memuaskan dan juga 8 orang menyatakan cukup baik atau 7.48 % menyatakan cukup memuaskan dan yang menyatakan kurang baik sekitar 1 orang atau 0.93 % kurang memuaskan dari jumlah responden sekitar 107 orang. Dalam penanganan sengketa melalui pengaduan ini kebanyakan responden menjawab sangat baik yang artinya cara-cara penanganan sengketa melalui pengaduan lebih mendapat respon ataupun tanggapan yang sangat baik dari pihak pihak yang berkompeten mengurusi pengaduan masyarakat, misalnya lembaga-lembaga hukum yang independen yang dijalankan oleh masyarakat sendiri. Adapun diagram batangnya adalah sebagai berikut:

[Sumber. Data Penelitian Lapangan 2008


(1)

Syarifuddin Hutabarat : Kajian Pengadaan Lahan Pembangunan Jalan Studi Kasus : Flyover Amplas Medan, 2008 USU Repository © 2008

Hasil Data : 114 HERWINTON PANJAITAN Penanganan Masalah dengan PENGADUAN

1. Akibat pergeseran toko usaha kami menjadi tidak nyaman. 2 .Kondisi lingkungan seharusnya menjadi perhatian pengembang. 3. Pembangunan tersebut menggangu kegiatan sehari hari. 4. Mohon pembangunannya dipercepat.

Hasil Data : 115 A Alm. ZULKIFLI Penanganan Masalah dengan MUSYAWARAH

1.Proses ganti rugi saya rasa sudah cukup.

2.Kami mendukung proses pembangunan Fly Over. 3.Pembangunan tersebut menggangu aktifitas warga.

Hasil Data : 115 KASMIN SINAGA Penanganan Masalah dengan PENGADUAN

1. Harga sudah sesuai dengan tanah dan bangunan yang dibongkar. 2. Kami mana sanggup melawan pemerintah.

3. Pembangunan tersebut menggangu aktifitas warga. 4. Mohon pembangunannya dipercepat.

5. Abu disekitar kawasan Fly Over Amplas mengganggu pernafasan.

116

117


(2)

Syarifuddin Hutabarat : Kajian Pengadaan Lahan Pembangunan J USU Repository © 2008

alan Studi Kasus : Flyover Amplas Medan, 2008

1Hasil Data : 116 BINSAR GULTOM Penanganan Masalah dengan MUSYAWARAH

1. Proses ganti rugi saya rasa sudah cukup.

2. Kami mendukung proses pembangunan Fly Over. 3. Pembangunan tersebut menggangu aktifitas warga.

Hasil Data : 117 MANGASI HARIANJA Penanganan Masalah dengan PENGADUAN

1. Akibat pergeseran toko usaha kami menjadi tidak nyaman. 2 .Kondisi lingkungan seharusnya menjadi perhatian pengembang. 3. Pembangunan tersebut menggangu kegiatan sehari hari. 4. Mohon pembangunannya dipercepat.

Hasil Data : 118 TIORMA br SITANGGANG Penanganan Masalah dengan MUSYAWARAH

1. Saya setuju tentang pembebasan lahan.

2. Apapun keputusan yang saya ambil merupakan keputusan keluarga. 3. Proses pembangunan di harapkan selesai pada waktunya.

Hasil Data : 117A Alm. H. NGADIRAN Penanganan Masalah dengan MUSYAWARAH

1. Harga sudah sesuai dengan tanah dan bangunan yang dibongkar. 2. Para pengembang harusnya menjaga kondisi lingkungan warga

3 P b t b t ktifit


(3)

Syarifuddin Hutabarat : Kajian Pengadaan Lahan Pembangunan Jalan Studi Kasus : Flyover Amplas Medan, 2008 USU Repository © 2008

Hasil Data : 120 SUKIRMAN Penanganan Masalah dengan PENGADUAN

1. Apapun yang terjadi saya sudah pasrah 2. Kami mana sanggup melawan pemerintah. 3. Mohon pembangunannya dipercepat.

4. Abu disekitar kawasan Fly Over Amplas mengganggu pernafasan.

Hasil Data : 121 TANAH WAKAF/ UWAK UCOK Penanganan Masalah dengan PENGADUAN

1. Soal ganti rugi saya tidak tahu menahu/ bukan urusan saya.


(4)

Syarifuddin Hutabarat : Kajian Pengadaan Lahan Pembangunan Jalan Studi Kasus : Flyover Amplas Medan, 2008 USU Repository © 2008


(5)

Syarifuddin Hutabarat : Kajian Pengadaan Lahan Pembangunan Jalan Studi Kasus : Flyover Amplas Medan, 2008 USU Repository © 2008


(6)

Syarifuddin Hutabarat : Kajian Pengadaan Lahan Pembangunan Jalan Studi Kasus : Flyover Amplas Medan, 2008 USU Repository © 2008