atau godaan, yaitu alam biologisme, sejarah historisisme, masyarakat sosiologisme, dan dirimu sendiri ego.
54
Manusia ideal menurut Ali Syari ‟ati adalah manusia
theomorphis yang dalam dirinya terdapat ruh Allah yang telah dimenangkan dengan iblis, lempung dan lumpur endapan. Manusia
tersebut telah bebas dari dua infinita, bergerak maju menuju sasaran dan kesempurnaan mutlak, sebuah evolusi yang abadi dan tidak terhingga,
bukan sebagai acuan manusia yang seragam. Manusia tersebut hidup dan bergerak ditengah-tengah alam, sang manusia ideal lebih
memahami Allah, dia mencari serta memperjuangkan umat manusia dengan demikian dia dapat menemui Allah. Dia tidak meninggalkan
alam dan tidak mengabaikan umat manusia.
55
b. Monodualis Model Notonagoro
Menurut Notonagoro hakikat manusia terdiri dari tiga kodrat, yaitu susunan kodrat, sifat kodrat dan kedudukan kodrat menjadi
kesatuan yang bulat dan harmonis dalam bingkai monodualis manusia.
56
Hakekat manusia sebagai susunan kodrat manusia terdiri atas jiwa rukhani yang tidak maujud berupa benda, yang mempunyai
sumber-sumber kemampuan, kekuasaan tiga jenis yaitu: akal, rasa kejiwaan dan kehendak kejiwaan. Perbedaannya dengan keinginan
54
Ali Syari‟ati, Makna Haji, terj. Burhan Wirasubrata, Jakarta: Yayasan Fatimah, 2001, hlm. 122. Lihat juga uraian secara lebih rinci dalam Ali Syari‟ati, Tugas Cendikiawan Muslim...,
hlm. 49-82.
55
Ali Syari‟ati, Tentang Sosiologi Islam..., hlm. 161-162.
56
Notonagoro, Pancasila Secara Ilmiah Populer, Cetakan kesembilan, Jakarta: Bumi Aksara, 1995, hlm. 12.
hewani, unsur benda mati atau tumbuhan mempunyai kehendak kejiwaan yang dapat tarik-menarik dan menolak-nenolak secara
otomatis. Kehendak kejiwaan dalam diri manusia adalah bersifat aktif tidak pasif, tidak otomatis tertarik oleh hal yang baik dan senang serta
mampu menolaknya, sebaliknya tidak otomatis menolak hal yang tidak senang serta mampu mengendalikan diri berpedoman kepada kebaikan
kejiwaan. Manusia yang terdiri atas tubuh atau raga dan jiwa itu tidak
terpisah satu dari lainnya, akan tetapi dalam susunan organis kedua- tunggalan, tersusun atas dua unsur hakekat yang bersama-sama
merupakan suatu keutuhan dan keseluruhan baru, tidak hidup raga saja atau hidup jiwa saja dalam dirinya sendiri. Mausia mempunyai sifat
kodrat sebagai perseorangan dan sebagai warga hidup bersama atau makhluk sosial. Sifat kodrat yang dimiliki manusia yang harus hidup
bersama sebagai perseorangan dan sebagai warga masyarakat warga negara atau makhluk sosial. Sifat kodrat diatas akan nampak dalam
kehidupan kenegaraan khususnya, karena kodrat selalu ada, selalu menjelma, tidak dapat dihilangkan, tidak dapat diabaikan. Kadang-
kadang menurut keadaan, kebutuhan dan kepentingan pada sesuatu saat, sifat perseorangan manusia lebih muncul, lebih kuat menjelma daripada
yang lain, sifat makhluk sosial manusia. Pada waktu lain, yang muncul lebih kuat menjelma adalah sifat makhluk sosial manusia.
57
57
Ibid, hlm. 13.
Manusia mempunyai kedudukan kodrat sebagai pribadi yang berdiri sendiri dan sebagai makhluk Tuhan. Manusia sebagai pribadi
merupakan keutuhan, keseluruhan diri, dengan susunannya atas raga dan jiwa dalam kedua-tunggalan, sumber-sumber kemampuan jiwanya
akal-rasa-kehendak maupun sifat-sifat hakekatnya sebagai individu dan pribadi bermasyarakat atau makhluk sosial. Sekarang sifat monodualis
itu ternyata meliputi pula susunan dari manusia, kedua-tunggalan raga dan jiwa, sedangkan di dalam unsur hakekat jiwa terdapat ketiga-
tunggalan akal, rasa dan kehendak. Jadi karena semua unsur hakekat mewujudkan ketunggalan, maka hakekat manusia adalah majemuk
tunggal, monopluralis. Dengan demikian hakekat manusia sebagai keutuhan, keseluruhan, diri, yang hidup, di dalam hidupnya penjelmaan
daripada unsur-unsurnya hakekat mempunyai sifat ketunggalan sebagai bawaan mutlak hakekat, berkeragaan, berkejiwaan, berakal, berasa,
berkehendak, berindividu, bermakhluk sosial, berpribadi berdiri sendiri. Manusia monopluralis yang terdiri dari berbagai hakikat ini sekaligus
berhakikat sebagai makhluk Tuhan. Penjelmaan hidup hakekat manusia untuk melakukan perbuatan-
perbuatan lahir dan batin atas dorongan kehendak, berdasarkan atas putusan akal, selaras dengan rasa untuk memenuhi hasrat-hasrat sebagai
ketunggalan, yang ketubuhan, yang kejiwaan, yang perseorangan serta
yang kemakhlukan sosial, yang berkepribadian berdiri sendiri serta yang bermakhlukan Tuhan.
58
c. Insan Kamil Model Hamzah Fansuri