Nilai Religiuitas Manusia Aksiologi Filsafat Manusia

d. Propetik-Humanis Sikap propetis berarti sikap yang bercirikan kenabian. Kata ini, seperti yang disampaikan dimuka, mempunyai misi illahiyah yang termanifestasi dalam misi kemanusiaan yang luhur. Ciri khas yang konseptual adalah terjadinya kesinambungan antara ortodoksi dengan ortopraksi, antara teks dan praksis berkesinambungan. Secara lebih luas ciri-ciri ini menyangkut pembebasan, sekularisasi, dan demistifikasi. e. Tanggung jawab Aktivitas hidup manusia sebagai makhluk sosial tentunya tidak hanya menerima, namun juga memberi. Artinya, orang tidak bisa hidup hanya dengan menerima, melainkan juga dengan memberi. Justru dengan memberi manusia berkembang secara baik. Sebaliknya, manusia tidak akan bisa hidup hanya memberi saja, melainkan juga menerima, sebab ia juga tergantung pada orang lain. Keduanya harus saling mengisi dan seimbang. Namun demikian dari dua aktivitas itu aktivitas memberi memiliki nilai lebih dibandingkan dengan kegiatan menerima. Karena melalui aktivitas itu manusia mewujudkan dimensi sosialnya secara nyata. 44

2. Nilai Religiuitas Manusia

Manusia dalam sejarah mengenalkan diri sebagai makhluk religi atau “homo religius”. Dimensi religius dapat ditemukan dalam diri manusia itu sendiri kita. Penghayatan religius termasuk salah satu 44 Ibid, hlm. 112-113. penghayatan manusiawi yang menjadi refleksi manusia. Refleksi ini tidak mempunyai tujuan yang lain, kecuali memperdalam diri manusia itu sendiri. Temuan dari refleksi ini adalah manusia menemukan dirinya yang terarah kepada Tuhan. Setidaknya ada tiga faktor yang mempengaruhi manusia untuk memikirkan atau menimbulkan rasa dan potensi ketuhanan sebagai ciri makhluk berketuhanan. Faktor-faktor tersebut adalah faktisitas manusia. Maksud dari faktor ini secara singkat ialah cara yang digunakan manusia untuk berhubungan dengan suatu kesadaran yang menangkap eksistensi atau berada dalam keadaan yang tidak sempurna untuk mengungkapkan dan mengutarakan eksistensi yang khas bagi sesuatu hakikat yang maha sempurna. Kedua, pertanyaan transendensi manusia, suatu faktor yang nampak secara langsung dalam diri manusia. Manusia telah melebihi dari suatu barang atau benda yang terletak di samping yang lain, selalu mengatasi diri manusia sendiri kita, melampui segala tujuan yang telah ditetapkan dan yang ditawarkan. Tidak ada rencana atau kesadaran yang bersifat final, kehadiran aktual tertentu akan menimbulkan sesuatu yang lain yang melebihinya. Eksistensi kehadiran manusia dalam hal ini bersifat terbuka, sifat terbuka ini untuk menanyakan masalah ketuhanan sebagai batas terakhir manusia dan pada akhirnya masalah tentang arti transendensi. Ketiga, sifat mengerti manusia, kesadaran manusia akan stukturnya yang mendalam hakikat-berfikir- terbatas memunculkan masalah arah realitas yang sejati diarahkan, kemudian tidak boleh tidak menimbulkan masalah tentang Tuhan, setidak- tidaknya dalam bentuk pertanyaan. 45 Gabriel Marsel menyatakan masalah ketuhanan berhubungan dengan ada, dari segala kenyataan yang ada. Tuhan dikemukakan bagaikan “the Ground of all being”. Orang yang menghayati kehadiran Allah sebagai Pencipta dalam kenyataan, pada saat itu orang tersebut benar-benar melihat kenyataan yang sesungguhnya. Kenyataan ini dihayati multi-dimensional oleh orang yang melihat dengan hati yang suci-murni. Penghayatan religius seseorang bahwa melihat Allah sebagai kehadiran Sang Pencipta adalah dalam segala kenyataan. Tuhan terlebih dahulu dihayati seseorang, baru kemudian diungkapkan dengan argumen-argumen dengan berbagai disiplin ilmu ilmiah yang sistematis metodologis. 46

3. Kualitas Manusia