Penciptaan Manusia Epistemologi Filsafat Manusia

memiliki hubungan material, karena yang nonmaterial tersebut adalah maqam tertinggi dari riyadhah materi dalam gerak penyempurnaanya yang substansial. Jembatan yang baik ini sebagai temuan yang apik dalam hubungan antara materi dan nonmateri dari filosof diatas. Sadr menambahkan bahwa jiwa itu sendiri tidak lain adalah imaji material yang menjadi tinggi karena gerak substansial. Perbedaan antara sisi spritualitas dan materialitas hanya terletak pada perbedaan derajat saja, seperti panas yang tinggi dengan panas yang rendah. Tidak boleh juga beranggapan bahwa jiwa adalah produk materi dan menjadi salah satu efeknya. Namun, sebenarnya adalah produk gerak substansial yang bukan produk dari materi itu sendiri. Sebab, setiap gerak berasal dari munculnya sesuatu dari potensialitas ke aktualitas secara berangsur-angsur. Potensialitas tidak dapat menciptakan aktualitas dan kemungkinan tidak dapat menciptakan keberadaan. Jadi, gerak substansial memiliki sebab diluar materi yang bergerak. Ruh yang merupakan sisi nonmaterial manusia adalah produk gerak tersebut. Adapun gerak ini sendiri adalah jembatan antara materialitas dan spritualitas. 28

C. Epistemologi Filsafat Manusia

1. Penciptaan Manusia

Kreasionisme berarti bahwa dunia fisik dan segala yang ada di dalamnya ada secara obyektif dan secara nyata; dunia fisik bukan rupa dan 28 Muhammad Baqir Ash-Shadr, Falsafatuna: Pandangan Muhammad Baqir Ash-Shadr Terhadap Pelbagai Aliran Filsafat Dunia, terj. M. Nur Mufid bin Ali, Cetakan V Bandung: Mizan, 1995, hlm. 270-272. Keterangan berkaitan dengan teori gerak potensialitas dan aktualitas dapat dilihat pada buku yang sama pada halaman 155-163. ilusi. Gagasan penciptaan dunia dan pengada-pengada hanya mempunyai arti jika dunia ada secara nyata, dengan suatu eksistensi yang khas baginya. Penciptaan berarti alam semesta secara fisik bukan “ada” mutlak, dan tidak mencukupi untuk dirinya sendiri. Dengan demikian, alam semesta secara fisik didedivisasi dan di deklarasi. Alam semesta itu ada, tetapi ia bukan “ada” yang mutlak. Ia bersifat kontingen dan tergantung pada Dia, satu-satunya yang dapat memberikan keadaan. Ia tergantung pada Ada yang mutlak, yaitu Allah. Tuhan dalam memberikan keadaan kepada alam semesta tidak berpangkal dari suatu khaos materi dan alam semesta bukan bagian Dzat Ilahi. Semua pengada yang ada dalam alam semesta selalu mempunyai awal. Sebab jika pengada-pengada itu merupakan bagian Dzat Ilahi, pengada-pengada itu tentu tidak diciptakan, karena mereka adalah keahlian itu sendiri dalam keadaan tercerai-berai, terpotong-potong, atau terasing. Penciptaan dunia dan pengada-pengada yang mendiami dunia tidak membawa perubahan dalam diri Tuhan, tidak mengubah Tuhan. Pengada- pengada sebagai isi dunia diadakan berdasarkan anugerah kebaikan hati Tuhan. Alam semesta bukanlah hasil dari suatu keharusan dalam diri Tuhan, bukan pula akibat dari tragedi yang terjadi secara berturut-turut dalam diri Tuhan. Teisme kreasionisme sama sekali tidak mengenal mitos- mitos teogini, sistem-sistem gnostik dan spekulasi-spekulasi teofis. Karya Tuhan adalah karya kemurahan hati-Nya dan karya kasih-Nya. Paham kreasionis mewariskan kepada pemikiran manusia ialah keunggulan radikal eksistensi fisik, kosmik, inderawi, badani, atau suatu optimism mendasar. Ajaran teis-kreasionis mengajarkan bahwa alam semesta bukan bagian Dzat Ilahi dan bahwa alam semesta tidak kekal, ajaran teis kreasionis telah mendesakralisasi dan mend-dedivinisasi alam semesta samasekali. Ajaran ini merupakan suatu hal yang baru, sebab bangsa-bangsa Timur purba dan orang-orang Yunani justru mengakui keilahian alam semesta. Teisme kreasionis yang muncul dari tradisi Yudeo-Kristiani sebagai pendahulu rasionalitas modern, ilmu-ilmu yang berasarkan percobaan, dan teknik. Teisme kreasionis terluput juga dari mitos pengulangan abadi dalam suatu alam semesta abadi dan siklis. Teisme kreasionis justru mengakui bahwa alam semesta mempunyai awal, dan menegakkan suatu pandangan sejarah kosmik yang bersifat tanpa ulangan dan terarah kepada suatu titik akhir yang akan merupakan pemenuhan akhirnya. Mistik yang muncul dari tradisi Yudeo-Kristiani merupakan sesuatu yang baru, jika dibandingkan dengan keadaan pemikiran manusia saat itu di Timur zaman purba. Mistik yang khas bagi teisme kreasionis adalah berpangkal dan bertujuan dalam persatuan antara pengada-pengada tercipta dengan Dia yang merupakan penciptanya; persatuan itu tidak mengakibatkan lenyapnya pribadi-pribadi melainkan justru mengukuhkan mereka untuk selama-lamanya dengan tetap memiliki perbedaan dan keaslian mereka masing-masing. Kasih antara pengada-pengada hanyalah mungkin jika pengada- pengada itu benar-benar berbeda dengan yang lain dan masing-masing pengada itu unik kepribadiannya. Metafisika kasih hanyalah mungkin jika didasarkan pada metafisika pencipta, yang mengakui kenyataan eksistensi pengada-pengada yang beranekaragam itu dan yang memandang kejamakan itu bukannya sebagai suatu kekurangan atau suatu hal yang negatif melainkan justru sebagai suatu sifat yang positif dan dikehendaki oleh Tuhan. Teisme kreasionis mempunyai titik pandang eksistensi badani, unik, individual merupakan suatu penciptaan yang positif, bukanlah suatu kemalangan, ilusi ataupun kemerosotan dalam tradisi falsafi India. Etika teismekreasionisme didasarkan pada suatu ontologi kepribadian, suatu teori umum tentang “ada”, tentang yang satu dan yang beranekaragam. 29 Teori kreasionisme diatas bertolakbelakang dengan pandangan teori evolusi yang digagas oleh Lamarck dan C. Darwin. Lamarck telah menunjukkan ketidakberubahan relatif, spesies, yang tetap hanya secara temporer. Jika kondisi kehidupan itu berubah, maka spesies-spesies itu berubah, ukuran, bentuk, proporsi pada berbagai bagian, warna, kekuatan, kegesitan dan ketekunannya. Perubahan-perubahan yang terjadi didalam lingkungan telah memodifikasi kebutuhan-kebutuhan atau menciptakan kebutuhan-kebutuhan baru. Kebiasaan-kebiasaan baru itu akan membuat mereka lebih mengutamakan organ-organ tertentu dan mengabaikan organ-organ yang lain. Jika sebuah organ dibiarkan tidak berguna, maka 29 Louis Leahy SJ, Filsafat Ketuhanan Kontemporer, Yogyakarta: Kanisius dan BPK Gunung Mulia, hlm. 203-207. organ tersebut akan mengerut, yang mungkin pada akhirnya akan menghilang. Menurut pengamatannya, gigi hewan-hewan yang tidak mengunyah makanan, cenderung berhenti tumbuh atau tidak muncul samasekali. Contohnya adalah tikus mondok, yang matanya kecil sehingga tikus tersebut sering tidak dapat melihat semasekali. Suatu organ jika digunakannya secara terus-menerus akan membuat organ tersebut terus berkembang. Telaah atas variasi-variasi ini mendorong Lamarck untuk menyimpulkan bahwa ketika perubahan terjadi, suatu perubahan itu adalah perubahan untuk menjadi organ yang lebih kompleks secara intensif dan variasi-varasi ini diturunkan kepada anaknya. Pendapat yang sama juga dikemukakan oleh C. Darwin. Darwin menamai teorinya dengan seleksi alam. Seperti dalam kutipan “...Terlestarinya variasi-variasi yang menguntungkan dan tertolaknya variasi-variasi yang tak menguntungkan, saya namakan Seleksi Alam.” Darwin bermaksud mengemukaan sebuah teori mengenai asal-usul spesies melalui sarana seleksi alam atau bertahannya ras-ras yang beruntung dalam perjuangan untuk mempertahankan kehidupan. Darwin mencatat bahwa terdapat banyak ragam ciri khas yang ada pada individu-individu yang termasuk dalam suatu spesies tertentu, alasan ini sangat mirip dengan alasan yang dikemukakan oleh Lamarck. Darwin menyatakan bahwa sel-sel reproduktif juga termodifikasi yang memiliki sifat-sifat baru itu turun-temurun kepada anaknya. Darwin selangkah lebih maju dari Lamarck, keuntungan-keuntungan yang didapat dari modifkasi- modifikasi tententu yang dikekalkan oleh alam, melalui seleksi, dengan cara mengalahkan yang lemah diantara mereka yang mampu bertahan hidup. Seleksi alam tersebut juga terjadi seleksi seksual, jenis perempuan memilih jenis laki-laki yang paling kuat. Darwin berusaha menemukan mekanisme yang melalui mekanisme tersebut satu spesies dapat berubah menjadi spesies lainnya, dia tidak melihat asal-usul jenis-jenis dasar organisasi. Dia tidak hanya menolak masalah-masalah umum yang menyangkut kesatuan rencana organisasional, tetapi dia juga benar-benar tidak mempercayai hal-hal itu. Dia mengucapkan kata-kata , “Sanggatlah mudah menyembunyikan kebodohan kita di balik ungkapan-ungk apan seperti rencana penciptaan‟, kesatuan penciptaan dan sebagainya. ” Ungkapan rencana penciptaan‟ benar-benar mendorong suatu penafsiran tendensius yang tidak dapat diterima. Pemikiran Darwin mengenai seleki alam menjelaskan segalanya, oleh karena itu dia memandang bahwa seekor hewan itu adalah suatu spesies. Karya Darwin memuat dua aspek yang berbeda, yaitu pertama aspek ilmiah, data yang digunakannya secara kuantitas sangat mengesankan, namun ketika semuanya dilaksanakan dan diterapkan, aspek ilmiahnya sangatlah lemah, tetapi nilai pengamatan-pengamatannya sangat menarik jika dilihat dari sudut pandang berbagai jenis spesies. Kedua, bersifat filosofis, persoalan ini diungkap dan dijelaskan secara jelas. 30 Al-Farabi dan Ibnu Sina melontarkan teori pancaran atau emanasi dalam proses penciptaan alam. Proses penciptaan atau pemberian eksistensi dan inteleksi adalah sama. Inteleksi dan kontemplasi inilah realitas dan tatanan yang lebih tinggi memunculkan yang lebih rendah. Wujud Niscaya ini bertafakkur berfikir tentang Tuhan tentang Dzat-Nya yang merupakan prinsip dari peraturan dan kebaikan dalam alam memunculkan akal pertama, atau Ibnu Sina menyebut first intellect dan disamakan dengan Malaikat Tertinggi. Akal ini kemudian berfikir tentang Wujud Niscaya sebagai yang niscaya, esensinya akal pertama sendiri sebagai niscaya yang tergantung kepada Wujud Niscaya serta berfikir tentang esensinya sendiri sebagai mumkinul wujud. Jadi ia memiliki tiga dimensi pengetahuan tersebut yang berkontemplasi secara sistematis melahirkan Akal Kedua yaitu jiwa dan tubuh langit pertama. 31 Akal Kedua yang dihasilkan dengan proses inteleksi dan kontemplasi yang serupa akan menghasilkan Akal Ketiga,yaitu Wujud ke- IV dan bintang-bintang. Dari proses inteleksi dan kontemplasi yang sama Akal Ketiga akan dapat menghasilkan Akal Keempat, yaitu planet Saturnus Zuhal, dan jiwanya Wujudnya. Dengan proses inteleksi dan kontemplasi yang sama, Akal Keempat menurunkan Akal Kelima yang 30 Maurice Bucaille, Asal-Usul Manusia: Menurut Bibel, al-Qur`an dan Sains, terj. Rahmani Astuti, cetakan IX, Bandung: Mizan, 1996, hlm. 42-43 dan 45-54 lihat juga John Gribbin, Bengkel Ilmu Fisika Modern, terj. Dimas H, Jakarta: Erlangga, 2005, hlm. 183. 31 Seyyed Hossein Nars, Tiga Mazhab Utama Filsafat Islam, terj. Ach. Maimun Syamsuddin Yogyakarta: IRCiSod, 2006, hlm. 60. mempunyai anggota planet Yupiter al-Masytara dan jiwanya Wujudnya. Proses inteleksi dan kontemplasi yang sama dari Akal Kelima keluarlah Akal Keenam yang berisi planet Mars, beserta jiwanya Wujudnya. Proses inteleksi dan kontemplasi yang sama dari Akal Keenam turunlah Akal Ketujuh yang berisi Matahari as-Syams, beserta jiwanya Wujudnya. Proses inteleksi dan kontemplasi yang sama dari Akal Ketujuh turunlah Akal Kedelapan yang berisi planet Venus az- Zuharah, beserta jiwanya Wujudnya. Proses inteleksi dan kontemplasi yang sama dari akal kedelapan jatuhlah akal kesembilan yang didiami planet Mercurius U‟tarid, beserta jiwanya. Proses inteleksi dan kontemplasi yang sama dari Akal Kesembilan, keluarlah Akal Kesepuluh yang terdiri dari bulan Qomar dan jiwanya Wujudnya, sering disebut akal kesepuluh ini dengan sebutan al- aqlul fa‟al akal yang aktif bekerja atau active intelec Jibril atau Al-Wahib Ash-Shuwar. 32 Dari sini semesta „substansi‟ tidak lagi memiliki kemurnian untuk melakukan turunan atau melahirkan langit yang lain. Akal kesepuluh dalam dunia alamiah sebagai dunia yang mengitari kehidupan manusia memiliki berbagai fungsi dasar. Ia tidak hanya memberikan eksistensi kepada dunia ini tetapi juga akan terus memberikan bentuk yang dalam dengan materi yang melahirkan makhluk yang ada di wilayah ini. Ketika semua makhluk lahir, Akal Kesepuluh berperan memberikan bentuk untuk memungkinkan adanya eksistensi dan ketika 32 Harun Nasution, Falsafat dan Mistisisme dalam Islam..., hlm. 27-28. makhluk tersebut binasa, Akal Kesepuluh akan menarik kembali sebuah bentuk tersebut dari diri yang lain. Akal Kesepuluh juga berfungsi sebagai pemberi cahaya kepada pikiran manusia. Manusia mengabtraksikan bentuk-bentuk yang manusia dapatkan dari berbagai indera yang kemudian bentuk-bentuk tersebut bercampur dengan materi yang sudah ada di pikiran manusia dan bentuk yang sudah bercampur tersebut akan diangkat ke tataran universal melalui pancaran cahaya dari cahaya iluminasi yang di terima dari Akal Kesepuluh. Sehingga, semua bentuk dan alam raya berada dalam „pikiran kemalaikatan‟, kemudian turun kembali kedunia materi untuk menjadi bentuk material dan dipartikularisasikan hanya untuk dimunculkan kembali dalam pikiran manusia melalui illuminasi malaikat menuju tingkat bentuk yang universal kembali. Pikiran yang berupa bentuk alam raya yang ada dipikiran manusia mengalami dua proses, sehingga Akal Kesepuluh tidak hanya alat mencipta tetapi juga alat illuminasi dan penyampai wahyu kepada para nabi dan kepada para wali dan kaum gnostik dalam artian yang lebih khusus. 33 Ali Syari‟ati dalam memahami konsep informasi penciptaan manusia yang ada dalam al-Qur`an dan dalam shuhuf Ibrahim dipahaminya dengan simbolik, suatu makna yang dapat diungkapkan dan dimaknai dengan simbol-simbol dan imajinasi. Informasi penciptaan Nabi Adam As sebagai manusia pertama dalam pemahaman Ali Syari‟ati juga 33 Seyyed Hossein Nars, Tiga Mazhab Utama Filsafat Islam..., hlm. 60-61. memiliki makna simbolik, 34 sampai sekarang kisahnya tetap memiliki nilai value yang tinggi, jika kisah Adam ini dalam al-Qur`an dirinci secara rigid, tidak menutup kemungkinan kisah ini akan termakan oleh sejarah. Kisah penciptaan Adam secara lengkap dimulai dari pemberitahuan Tuhan kepada malaikat bahwa Dia ingin menciptakan wakil-Nya di atas bumi. Tuhan Yang Maha Kuasa, menyatakan kepada malaikat akan menunjuk manusia sebagai khilafah-Nya, wakil-Nya di bumi. Tuhan menganugerahkan status spiritual tertinggi bagi manusia dan mempercayakan misi suci dialam raya ini. Misi suci ini membuat malaikat bertanya: Apakah Tuhan akan menciptakan makhluk yang akan menumpahkan darah, berbuat kejahatan, menyebar kebencian dan balas dendam? Tuhan menjawab, bahwa Ia lebih mengetahui apa-apa yang mereka tidak ketahui. Kemudian, Tuhan memulai menciptakan manusia, wakil-Nya dari tanah, dari bentuk paling rendah dari tanah-tanah liat hitam atau lempung yang berbau. Substansi atau bahan pertama disebutkan seperti tanah tembikar. Berkaitan dengan bahan ini, al- Qur‟an menunjuk pada “air yang hina” atau “tanah yang membusuk” dan “tanah yang sederhana ”. Allah memulai menciptakan seorang khalifah atau wakil-Nya dari tanah liat kering. Dan kemudian Ia tiupkan sebagian dari roh-Nya 34 Akhmad Azmir Zahara, Manusia d alam Pemikiran Ali Syari‟ati, Skripsi S1 Fakultas Ushuluddin, Studi Agama dan Pemikiran Islam Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta, 2011, hlm. 43-44. Muhammad Iqbal menjelaskan bahwa Adam merupakan sebuah konsep daripada sebuah nama seorang manusia pertama. Ayat-ayat didalam al- Qur‟an yang berkaitan dengan proses penciptaan manusia menggunaka n kata “Bashar‟ atau „Insan‟ bukan „Adam‟ yang menunjukkan kedudukan manusia sebagai wakil Tuhan dibumi. Selebihnya lihat, Muhammad Iqbal, Rekonstruksi Pemikiran Agama dalam Islam: Dilengkapi dengan Puisi-Puisi Asrar-I-Khudi..., hlm.146-147. sendiri pada acuan tanah liat itu dan kemudian lahirlah manusia. Manusia tersebut lahir dari dua hakikat yang berbeda, yaitu tanah bumi dan roh suci. Tanah dalam bahasa manusia adalah simbol kerendahan, kenistaan, dan kekotoran. Tuhan dalam bahasa manusia adalah Maha Suci, Maha Sempurna. Manusia yang telah diciptakan menjadi dua dimensional dengan dua arah dan dua kecenderungan, yang satu membawanya ke bawah kepada stagnasi sedimenter, kearah hakikat yang paling rendah, seluruh dorongan dan gerak khidupannya akan membeku, terbenam kearah rawa-rawa yang berhahikat hina. Akan tetapi dimensi manusia yang lain, dimensi spritualnya, cenderung naik kepuncak yang lebih tinggi, yaitu Dzat Yang Maha Suci. Pada hahikatnya kedua kutub ini memungkinkan memiliki kebebasan memilih diantara kedua pilihan dengan kekuatan potensial yang mengubah dan kekuatan yang menarik. Perjuangan dan peperangan kedua kutub ini memaksa manusia untuk memilih satu kutub tersebut untuk menentukan nasibnya. Kemudian, Tuhan mengajarkan pada manusia berbagai nama-nama tumbuhan atau hewan. Berbagai tafsir telah muncul, tetapi semua sepakat bahwa hal ini menunjukkan ada pengajaran atau pendidikan dalam alam penciptaan diatas. Manusia sebagai pemberi nama-nama pada dunianya, menyebutkan segala sesuatu dengan tepat. Tuhan menjadi guru yang pertama dan pendidikan manusia yang pertama. Jadi, pendidikan yang pertama kepada manusia adalah dengan cara menyebutkan nama benda-benda. Penciptaan wanita dari tulang rusuk pria sebagaimana terjemahan dari bahasa Arab dan bahasa Persi. Kata “rusuk” merupakan terjemahan yang tidak tepat dalam kedua bahasa tersebut. Kedua bahasa ini menerjemahkan kata “rusuk” tidak diterjemahan literer, akan tetapi bermakna hakikat atau esensi. Oleh karena itu, wanita di ciptakan dari esensi yang sama dengan pria. Hal lain yang menarik adalah hanya manusia sajalah diantara seluruh makhluk-Nya yang mampu menjadi pemegang dan pengembang amanah Tuhan. Hanya manusia yang memiliki keyakinan dan kemampuan untuk menjadi pengemban amanah Tuhan, penjaga karuni-Nya yang paling berharga. Dengan demikian manusia tidak hanya sebagai khalifah tetapi juga sebagai pemegang amanah-Nya. Hal lain yang menandai superioritas manusia adalah kekuatan, kemauannya atau kekuatan iradahnya, yaitu satu-satunya makhluk yang dapat bertindak melawan dorongan instingnya. Manusia yang hanya melawan dirinya sebndiri, menentang hakikatnya dan memberontak terhadap kebutuhan fisik dan spritualnya. Ali Syari‟ati berpendapat bahwa konsep penciptaan keturunan Adam atau penciptaan manusia secara umum diciptakan dari air yang hina, air mani, dari bahan yang hina itu diciptakannya makhluk yang terbaik, manusia. Ali Syari‟ati menyitir ayat al-Qur‟an yaitu “Dialah yang menyempurnakan segala sesuatu yang diciptakan-Nya dan Ia telah memulai pembuatan manusia dari tanah; kemudian Ia jadikan turunannya manusia itu dari air mani; kemudian ia sempurnakan kejadiannya dan Ia tiupkan padanya sebagian dari spiritnya.....al- Qur‟an surat as-Sajadah32 ayat 7. 35

2. Cara Manusia Memahami Dirinya Sendiri