III. KERANGKA PEMIKIRAN
3.1 Kerangka Pikir Penelitian
Kemiskinan adalah fenomena yang begitu mudah ditemukan dimana- mana. Fakta kemiskinan baik menyangkut individu maupun masyarakat akan
mudah dilihat, walaupun baru sebatas persepsi atau penilaian kualitatif. Kemiskinan adalah fakta yang dihadapi manusia. Kemiskinan dari sisi ekonomi
merupakan musuh nyata karena tujuan pembangunan ekonomi tidak lain untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat yang salah satunya membebaskan dari
kemiskinan. Kemiskinan ibarat cerita klasik yang tetap melingkupi hingga saat ini. Berbagai upaya menanggulangi kemiskinan telah dilakukan baik oleh pemerintah,
swasta, masyarakat bahkan keterlibatan negara asing donor, akan tetapi tetap saja kemiskinan ini terjadi. Kemiskinan dari sisi waktu berfluktuasi dan sangat
rentan terhadap gejolak ekonomi makro, goncangan politik dan sosial lainnya. Walaupun jumlah penduduk miskin di suatu waktu menurun dengan kata lain
berhasil mematikan mata rantai kemiskinan pada sebagian orang tetapi bisa jadi itu hanya dalam beberapa saat saja dan akan kembali miskin bila goncangan
terjadi. Penurunan kemiskinan di masyarakat ibarat kematian zombie yang tidak mati secara organis-biologis dan akan kembali miskin bila goncangan ekonomi
dan sosial kembali menimpa. Menurut BPS 2006, secara faktual telah terjadi penurunan jumlah
penduduk miskin dari 54.20 juta jiwa atau 40.10 persen pada tahun 1976 menjadi 22.60 juta jiwa atau 17.47 persen pada tahun 1996. Walaupun demikian, ketika
krisis multi-dimensi melanda Indonesia, jumlah penduduk miskin meningkat menjadi dua kali lipat, yaitu 49.5 juta jiwa 24.23 persen pada tahun 1998.
Jumlah penduduk miskin pada tahun 2002, 2003, 2004 dan Februari 2005 cenderung menurun, masing-masing 38.40 juta jiwa 18.20 persen, 37.30 juta
jiwa 17.40 persen, 36.20 16.66 persen dan 35.10 juta jiwa 15.90 persen, namun pada tahun 2006 meningkat kembali menjadi 39.30 juta 17.75 persen.
Selama ini masih terjadi kesenjangan pembangunan, hal tersebut ditunjukan oleh jumlah penduduk miskin daerah di pedesaan yang lebih tinggi
dari daerah perkotaan. Jumlah penduduk miskin di pedesaan tahun 2006 sebesar 24.81 juta jiwa atau sekitar 21.81 persen sedangkan jumlah penduduk miskin di
perkotaan adalah sebesar 14.49 juta jiwa atau sekitar 13.47 persen. Selama periode Februari 2005 - Maret 2006, penduduk miskin di daerah pedesaan
bertambah 2.06 juta, sementara di daerah perkotaan bertambah 1.89 juta orang. Realitas
tersebut menunjukkan
bahwa program-program
penanggulangan kemiskinan selama ini belum berhasil mengatasi masalah kemiskinan Ritonga, 2003. Hal ini disebabkan oleh kesalahan paradigmatik
dalam pemberdayaan rumahtangga miskin dan kurangnya pemahaman tentang faktor penyebab permasalahan kemiskinan Sumodiningrat, 2003; Suharto, 2003;
KPK, 2003 dan Harniati, 2007. Program Kredit Usaha Tani KUT merupakan salah satu di antara
serangkaian program pemerintah, yang menuai kegagalan. Sejak tahun 2000, program KUT yang dianggap gagal total diganti pemerintah dengan program baru
yakni Program Kredit Ketahanan Pangan KKP yang pelaksanaannya diserahkan sepenuhnya kepada bank, pemerintah hanya bertindak sebagai pemberi subsidi
pada tahap awal. Berdasarkan target pemerintah, program ini menuai sukses tahun 2004, tetapi mengalami kegagalan karena kesulitan bank menyalurkan kredit
kepada petani dan kesulitan petani membayar bunga kredit. Program Pengembangan Kecamatan PPK merupakan program selain KUT dan KKP.
Program ini bertujuan mengurangi kemiskinan di tingkat pedesaan, sekaligus memperbaiki kinerja pemerintah daerah dengan cara memberi bantuan modal dan
pengadaan infrastruktur. Program ini di beberapa daerah mengalami kegagalan, karena tidak ada perencanaan yang matang dan transparansi penggunaan dan
alokasi anggaran kepada masyarakat Sahdan, 2005. Menyadari akan tingginya tingkat kemiskinan dan berbagai dampak
yang akan ditimbulkan, maka masalah kemiskinan dijadikan prioritas pertama pembangunan pada tahun 2007 Yudhoyono, 2006. Hal ini didasari pada
beberapa alasan
filosofis penanggulangan
kemiskinan, yaitu
alasan: 1 kemanusiaan, 2 ekonomi, 3 sosial-politik, dan 4 keamanan KPK, 2003.
Sebagaimana kita ketahui, sebagian besar rumahtangga miskin berada di daerah pedesaan yang menggantungkan sebagian besar atau seluruhnya dari
sumber kegiatan pertanian. Kabupaten Pandeglang merupakan kabupaten yang memiliki jumlah penduduk miskin yang tergolong tinggi, yaitu sebesar 177 895
jiwa atau 15.82 persen pada tahun 2006. Apabila dibandingkan dengan kabupaten lain di Provinsi Banten, Kabupaten Pandeglang merupakan kabupaten yang
memiliki persentase penduduk miskin terbesar, Indeks Kedalaman Kemiskinan P1 dan Indeks Keparahan Kemiskinan P2 terbesar.
Faktor penyebab dan karakteristik kemiskinan di wilayah pedesaan dan faktor penciri dan karakteristik rumahtangga miskin di Kabupaten Pandeglang
akan beragam, berbeda dari satu masyarakat ke masyarakat lain, dari satu wilayah ke wilayah lain, bahkan dari satu waktu ke waktu yang lain. Karena itu, strategi
penanggulangan kemiskinan yang bersifat seragam tidaklah tepat. Kebijakan pengurangan kemiskinan perlu disesuaikan dengan karakteristik tipologi desa dan
tidak membuat ketergantungan penduduk miskin. Permasalahan yang ada adalah pada saat ini informasi mengenai faktor
penyebab dan karakteristik kemiskinan di wilayah pedesaan berdasarkan tipologi desa dan faktor penciri serta karakateristik kemiskinan rumahtangga di Kabupaten
Pandeglang belum tersedia. Informasi ini penting agar strategi yang dilakukan lebih efektif dan tepat sasaran. Dalam rangka mengoptimalkan pelaksanaan
program yang terkait dengan penanganan kemiskinan khususnya di Kabupaten Pandeglang maka perlu dilakukan penelitian untuk mengekplorasi faktor
penyebab kemiskinan dan karakteristik desa miskin, faktor penciri dan karakteristik rumahtangga miskin serta memberikan rekomendasi strategi
penanggulangan kemiskinan. Berdasarkan kerangka konsepsional dan empiris maka dirumuskan kerangka pikir penelitian seperti terlihat pada Gambar 5.
3.2 Teknik Analisis Kemiskinan Wilayah Desa