Dinamika Mikrob Tanah Pada Budidaya Padi dan Kedelai
Falakhi 2010 menyatakan bahwa untuk meningkatkan produksi padi dan mengantisipasi perubahan musim, dapat dilakukan dengan perubahan pola tanam.
Pola tanam antara padi dan kedelai telah banyak dilakukan dan terbukti dapat memberikan hasil yang menguntungkan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
usahatani kedelai pada lahan sawah mempunyai prospek yang sangat baik karena selain kedelai berumur pendek 2.5-3 bulan, produksinya di lahan sawah lebih
tinggi dibanding di lahan kering, yaitu 2.5-3.0 ton per hektar. Keuntungan lain yang didapat adalah terputusnya siklus hidup hama dan penyakit padi serta dapat
melaksanakan usaha optimasi pola tanam di lahan sawah. Pengelolaan lahan merupakan salah satu faktor terpenting dalam mencapai
hasil yang optimal dan berkelanjutan. Oleh karena itu, pengelolaan lahan tanah harus diupayakan tanpa menyebabkan kerusakan terhadap lingkungan maupun
menurunkan kualitas sumberdaya lahan, dan sebaiknya diarahkan pada perbaikan struktur fisik, komposisi kimia, dan aktivitas biota tanah yang optimum bagi
tanaman. Sifat-sifat tanah yang baik akan menghasilkan interaksi antara komponen-komponen biotik dan abiotik tanah pada lahan, memberikan
keseimbangan yang optimal bagi ketersediaan hara dalam tanah, yang selanjutnya menjamin keberlangsungan produktivitas lahan dan peningkatan produksi. Sistem
tersebut diharapkan akan membentuk agroekosistem yang stabil dengan masukan dari luar yang minimum, tetapi dapat meningkatkan pertumbuhan dan hasil
tanaman tanpa menurunkan kualitas lingkungan. Sistem pertanian berkelanjutan akan terwujud hanya apabila lahan digunakan untuk sistem pertanian yang tepat
dengan cara pengelolaan yang sesuai. Apabila lahan tidak digunakan dengan tepat, produktivitas akan cepat menurun dan ekosistem menjadi terancam rusak.
Lahan yang digunakan dengan tepat akan menjamin bahwa lahan dan alam ini memberikan manfaat untuk pemakai pada masa kini dan sumberdaya alam dapat
digunakan untuk generasi penerus di masa-masa mendatang. Ssistem produksi dan pilihan pola tanam yang tepat dalam penggunaan lahan akan dapat ditentukan jika
mempertimbangkan keadaan agroekologi. Teknik budidaya padi yang intensif dengan pola tanam padi-padi dengan
input luar senyawa kimia sintetik yang tidak bijaksana terbukti turut andil dalam menurunkan produksi padi, karena terjadinya outbreak serangan hama yang
disebabkan oleh timbulnya resistensi dan resurjensi hama utama padi. Salah satu contoh adalah serangan hama wereng coklat akhir-akhir ini di daerah Pantai Utara
Pantura Jawa Barat, sebagai akibat penanaman yang terus menerus dan penggunaan pestisida sintetik yang tidak bijaksana. Teknik budidaya yang selama
ini dilakukan, harus mulai diganti dengan teknik budidaya yang berbasis lingkungan, yang menggunakan seluruh daya dukung lingkungan. Pola tanam
yang berbeda diharapkan akan memberikan kondisi agroekologi yang berbeda. Kondisi agroekologi yang baik akan mendukung kelestarian dan keberlanjutan
produksi tanaman. Pengembalian bahan organik ke dalam tanah serta pengelolaannya mutlak diperlukan untuk meningkatkan aktivitas biota tanah
kembali. Mikrob tanah termasuk golongan dari bakteri dan fungi. Jumlah total
mikrob sangat berguna dalam menentukan tempat mikrob dalam hubungannya dengan sistem perakaran, sisa bahan organik dan kedalaman profil tanah. Fungi
ditemukan didalam tanah pada tahap pertama proses dekomposisi bahan organik dan berperan penting dalam pembentukan agregasi tanah. Oleh karena itu
gambaran tentang populasi fungi dalam tanah sangat penting. Kandungan N tanah pertanian di Indonesia umumnya rendah dan pada
lahan masam juga terjadi penghambatan simbiosis antara rhizobia dengan tanaman kacang-kacangan. Fenomena ini terutama berkaitan dengan pH yang
rendah, keracunan Al dan Mn serta rendahnya kandungan Ca dan P didalam tanah Alfa et al. 1987. Kedelai tergolong tanaman yang mampu mendapatkan hara
nitrogen melalui simbiotik dengan bakteri Rhizobium. Keberadaan bakteri tersebut dapat menambat nitrogen sehingga dapat mengurangi penggunaan Urea.
Beberapa mikrob yang mampu menyediakan unsur hara didalam tanah :
1. Rhizobium
Bakteri Rhizobium merupakan mikrob yang mampu mengikat N
2
yang berada di udara menjadi ammonia NH
3
yang akan diubah menjadi asam amino yang selanjutnya menjadi senyawa nitrogen yang diperlukan tanaman untuk
tumbuh dan berkembang, sedangkan Rhizobium sendiri memperoleh karbohidrat sebagai sumber energi dari tanaman inang Purwaningsih 2008.
Rao 1979 mengungkapkan bahwa bintil akar efektif mampu menfiksasi N dari udara dan mengkonversi N menjadi asam amino untuk disumbangkan
kepada tanaman kedelai. Bintil akar merupakan salah satu bagian pada akar kedelai yang terbentuk sebagai akibat infeksi bakteri Bradyrhizobium spp. Bintil
akar yang efektif adalah berwarna merah. Pigmen warna merah ini disebabkan adanya leghemoglobin yang berada antara bakteroid dan selubung membran yang
mengelilinginya. Giller dan Wilson 1991 menyatakan warna bintil akar yang semakin merah menunjukkan nitrogen yang difiksasi semakin tinggi. Bintil akar
yang besar relatif lebih efektif dalam memfiksasi nitrogen dibandingkan bintil akar yang kecil.
Penambatan nitrogen secara biologis diperkirakan mampu menyumbang lebih dari 170 juta ton nitrogen ke biosfer per tahun, 80 di antaranya merupakan
hasil simbiosis antara bakteri Rhizobium dengan tanaman leguminosa Prayitno et al. 2000. Dalam keadaan lingkungan yang memenuhi persyaratan tumbuh,
simbiosis yang terjadi mampu memenuhi 50 atau bahkan seluruh kebutuhan nitrogen tanaman yang bersangkutan dengan cara menambat nitrogen bebas. Pada
tanaman leguminosa yang berbintil akar seperti kedelai, bintil akar yang efektif umumnya memenuhi kurang lebih dua per tiga dari kebutuhan nitrogen tanaman.
Pada kedelai bahkan dapat memenuhi hingga 74 kebutuhan nitrogen tanaman Anas 1989. Koloni Rhizobium dalam media YEMA berbentuk bundar dan
cembung, tepian licin, konsistensi lengket dan berlendir serta dapat mencapai diameter koloni 2-4 mm dengan masa inkubasi 3-5 hari Rao 2007.
Mekanisme proses fiksasi N
2
oleh bakteri Rhizobium dibantu oleh enzim nitrogenase. Proses penambatan N
2
akan optimal apabila semua unsur hara yang diperlukan tanaman optimal kecuali hara N ketersedian hara N rendah
.
Enzim nitrogenase sangat sensitif terhadap kelebihan oksigen Salisbury dan Ross 1995,
karena protein Fe dan Fe-Mo dari nitrogenase didenaturasi secara oksidatif oleh oksigen. Leghemoglobin mengendalikan sebagian ketersediaan oksigen di dalam
bakteroid. Protein Fe dan Fe-Mo, ATP, Mg
2+
dan elektron adalah penting dalam aktivitas penambatan N
2
. Secara umum penambatan N
2
memerlukan energi sekitar 12-16 molekul ATP dan 6-8 elektron. Kebutuhan ATP dan reduktan
dipenuhi oleh hasil fotosintesis yang ditranslokasikan dari daun ke bintil akar. Enzim
nitrogenase menghidrolisis ATP menjadi ADP dengan memindahkan elektron dari reduktan untuk mereduksi N
2
menjadi NH
3
. Persamaan dari proses penambatan N
2
N dapat ditulis sebagai berikut:
2
+ 8 e + 16 MgATP + 16 H
2
O → 2NH
3
+ H
2
+ 16 MgADP + 16Pi + 8H Proses tersebut memerlukan sumber elektron dan proton yang bersumber dari
karbohidrat dan molekul ATP. Nitrogenase yang dihasilkan beberapa Rhizobium akan mengkatalisis N
+
2
menjadi NH
3
2. Azotobacter
.
Azotobacter adalah bakteri penambat nitrogen yang mampu menambat nitrogen dalam jumlah yang cukup tinggi. Pada medium yang sesuai, Azotobacter
mampu menambat 10 – 20 mg nitrogen per gram gula. Spesies-spesies Azotobacter yang dikenal antara lain : A chroococcum, A. beijerinckii, A. paspali,
A. vinelandii, A. insignis dan A. macrocytogenes Simarmata 2004. Bakteri Azotobacter berfungsi mengikat N
2
Pengaruh oksigen terhadap pertumbuhan Azotobacter sangat kompleks karena Azotobacter melalui enzim nitrogenase yang peka terhadap oksigen hanya
dapat menambat N , mempunyai kemampuan
untuk melarutkan fosfat, menghasilkan antibiotik, menghasilkan zat pengatur tumbuh seperti giberellin, sitokinin dan auksin serta dapat memproduksi vitamin
dan asam amino Abbas and Okon 1993.
2
Inokulasi Azotobacter efektif dalam meningkatkan hasil panen tanaman budidaya pada tanah yang dipupuk dengan bahan organik yang cukup.
Azotobacter mampu meningkatkan hasil budidaya tanaman karena nitrogen yang dapat diikat sebesar 1 kghatahun Marchner 1986; Wedhastri 2002.
melalui proses reduktif anaerobik pada keadaan lingkungan aerobik. Peningkatan suplai oksigen bagi Azotobacter akan menurunkan
aktivitasnya. Oleh karena itu, Azotobacter harus mempertahankan konsentrasi oksigen yang cukup rendah dalam tubuhnya Okafor 1975.
3. Azospirillum
Azospirillum merupakan bakteri penambat N yang hidup berasosiasi dengan tanaman di dalam akar. Asosiasi antara Azospirillum dengan akar tanaman
mampu meningkatkan efisiensi pemupukan. Interaksi antara Azospirillum dengan tanaman dapat terjadi dalam rizosfer atau jaringan akar, tetapi tanpa struktur
spesifik seperti pada simbiosis Rhizobium dengan tanaman legum. Asosiasi itu dapat terjadi terutama karena kemampuan spesies itu dalam memanfaatkan
eksudat-eksudat akar secara aktif Kennedy et al. 1997. Penambatan N
2
oleh Azospirillum karena adanya enzim nitrogenase. Azospirillum mampu memfiksasi N
2
jika kandungan N rendah. Mekanisme proses penambatan N
2
dengan adanya enzim nitrogenase terjadi sebagai berikut: energi ATP dan elektron feredoksin mereduksi protein Fe menjadi reduktan, kemudian
reduktan mereduksi protein MoFe yang kemudian mereduksi N
2
menjadi NH
3
dengan hasil sampingan berupa gas H
2
. Bersamaan dengan itu terjadi reduksi asetilen menjadi etilen yang digunakan sebagai indikator proses penambatan N
2
secara biologis Marschner 1986. Dalam penambatan N
2,
Azospirillum mempunyai mekanisme untuk melindungi enzim nitrogenase dari pengaruh
oksigen meskipun bakteri tersebut membutuhkan oksigen untuk respirasi Respiratory Protection. Untuk mengatasi permasalahan oksigen, Azospirillum
menambat N
2
Azospirillum mendorong pertumbuhan tanaman terutama perkembangan akar yang menyebabkan bertambahnya sistem perakaran, yaitu memperbesar dan
memperpanjang jumlah akar dan rambut-rambut akar. Oleh karenanya daerah perakaran membesar yang berakibat adanya perbaikan dalam penyerapan hara N,
P, elemen-elemen mikro, serapan air, khususnya pada tahap awal perkembangan Hamdi 2002.
pada kondisi tekanan oksigen sangat rendah.
Studi mengenai fiksasi nitrogen pada Azospirillum dengan menggunakan N menunjukkan bahwa organisme ini mampu memfiksasi nitrogen sendiri.
Berdasarkan pengamatan tentang distribusi ekologi Azospirillum. Dari penelitian yang sudah dilakukan dapat disimpulkan bahwa bakteri tersebut dapat hidup
dengan baik di daerah tropika dan subtropika dan dapat hidup pada semua jenis tanah dan perakaran tanaman. Penentu penting bagi tempat hidupnya di tanah
adalah vegetasi dan pH tanah. Di antara beberapa tanaman tropis selain rumput, hanya ubi jalar, singkong, dan akar paku-pakuan saja yang berisi Azospirillum jika
mikroorganisme itu diinokulasikan ke tanah Hindersah dan Setiani 2003.
4. Mikrob pelarut fosfat Mikrob pelarut fosfat merupakan suatu alternatif yang sangat potensial
untuk dikembangkan dalam mencari pemecahan masalah efektivitas ketersediaan unsur P pada tanah. Mikrob pelarut fosfat dapat diisolasi dari tanah yang
kandungan fosfatnya rendah terutama di sekitar perakaran tanaman, karena mikrob ini menggunakan fosfat dalam jumlah sedikit untuk keperluan
metabolismenya. Kemampuan bakteri dan fungi pelarut fosfat berbeda-beda tergantung jenis strain Ginting et al. 2006.
Mikrob berperan penting dalam menyediakan P larut bagi tanaman. Sebagian besar P dalam tanah organik dan anorganik berada dalam bentuk
terikat sehingga tidak tersedia bagi tanaman. Kehadiran mikrob pelarut fosfat akan mempercepat dan meningkatkan ketersediaan P dari pupuk organik kompos,
jerami dan sumber P lainnya fosfat alam. Pelarut fosfat masih jarang digunakan pada ekosistem sawah. Peranan mikrob ini pada pertanaman padi berbasis organik
sangat sentral karena sumber utama P berasal dari kompos jerami atau pupuk organik lainnya. Biomassa mikrob di dalam tanah mengandung P yang signifikan
berkisar 10 sampai 50 kg P ha
-1
, bahkan dapat mencapai 100 kg P ha
-1
Pertumbuhan mikrob pelarut fosfat dipengaruhi oleh kemasaman tanah, aktivitas mikrob didominasi oleh kelompok fungi sebab pertumbuhan optimum
fungi pada pH 5 - 5,5. Sebaliknya, pertumbuhan kelompok optimum pada pH netral dan meningkat seiring dengan meningkatnya pH tanah. kisaran hidup
bakteri adalah pada pH 4 - 10,6 Ginting et al. 2006. dan
secara umum jumlahnya antara 2 sampai 5 dari total P serta merupakan bagian 10 sampai 15 dari P organik tanah Richardson 2002.
5. Mikrob sellulotik Selulase merupakan enzim ekstraseluler yang terdiri atas kompleks endo-
β-1,4-glukonase CMCase, Cx selulase endoselulase, atau carboxymethyl cellulase, kompleks ekso-
β-1,4-glukonase aviselase, selobiohidrolase, C1 selulase, dan β-1,4-glukosidase. Enzim sellulosa mampu menghidrolisis sellulosa
secara sinergis menjadi oligosakarida yang lebih kecil dan akhirnya menjadi glukosa yang berfungsi sebagai sumber karbon dan unsur hara bagi pertumbuhan
mikrob tersebut. Tanah merupakan habitat yang didominasi oleh bakteri, fungi,
alga, dan protozoa. Beberapa dekomposer seperti bakteri dan cendawan mampu menghasilkan selulase Meryandini et al. 2009.
Proses dekomposisi bahan organik oleh mikrob tersebut akan melepaskan zat-zat hara ke dalam larutan di dalam tanah dan juga menjadikan bahan organik
menjadi bentuk yang lebih sederhana dan bersifat koloid. Kondisi ini akan meningkatkan kemampuan absorbsi tanah yang berkaitan juga dengan kapasitas
tukar kation KTK tanah karena meningkatnya luas permukaan partikel tanah. Hal ini menjadikan tanah mempunyai kemampuan menyimpan unsur-unsur hara
yang semakin baik, mengurangi penguapan Nitrogen, maupun pencucian hara- hara kation lain. Pada saatnya berarti pula meningkatkan kapasitas tanah untuk
melepas hara kation bagi kebutuhan tanaman Elliott 1998. Pemanfaatan limbah pertanian secara optimal menjadi penting, seperti
halnya pemanfaatan jerami padi untuk mengembalikan kesuburan lahan. Jerami padi merupakan sumber pupuk organik yang penting bagi petani. Produk akhir
dari dekomposisi yang berupa kompos, dapat memacu keberadaan plant growth promoting-rhizobacteria PGPR dengan tersedianya sumber karbon sebagai
sumber energi. Keberadaan PGPR secara langsung meningkatkan pertumbuhan tanaman melalui beberapa mekanisme: fiksasi nitrogen, produksi siderofor,
pelarutan mineral-mineral, seperti fosfor dan sintesis fitohormon Glick 1995. Penurunan kandungan C-organik merupakan indikator yang menandakan
bahwa dekomposisi berlangsung. Goyal et al. 2005 melaporkan bahwa selama pengomposan bahan organik terjadi perubahan total kandungan C-organik.
Perubahan C-organik disebabkan oleh hilangnya karbon sebagai karbon dioksida. Dekomposisi senyawa karbon pada pengomposan bergantung pada aktivitas
mikrob yang berperan.
19