yang diselidiki adalah tubuh binatang objek material, jika dilihat dan strukturnya objek formal dapat menjadi ilmu anatomi, akan tetapi ketika dilihat dan fungsi
struktur objek fonnal itu sendiri dapat menjadi ilmu fisiologi.
2. Objek Material dan Objek Formal Filsafat
Filsafat memiliki cakupan objek material yang sangat luas menyangkut segala
sesuatu yang ada, yang meliputi: a. Ada dalam kenyataan atau keberadaan objektif misalnya; alam semesta, manusia,
materi, benda-benda, peristiwa-peristiwa konkret dan sebagainya.
b. Ada dalam pikiran mind dapat berupa pikiran itu sendiri, dan isi pikiran seperti:
gagasan, kesadaran, imajinasi, asosiasi, pengertian konsep, dan sebagainya. c. Ada dalam kemungkinan, seperti kemungkinan ada dan tidaknya hukum alam,
ada dan tidaknya tujuan dan proses atau kejadian alam dan sebagainya. Secara umum dapatlah dikatakan bahwa filsafat merupakan bidang pengetahuan
manusia yang berusaha untuk memperoleh pengetahuan tentang hakikat barang sesuatu. Dengan demikian, objek formal atau sudut tinjauan filafat adalah hakikat dan objek
materialnya yaitu segala yang ada. Dengan kata lain filsafat berusaha mencari hakikat barang sesuatu yang dikajinya.
Menurut Soejono Soemargono 1983: 29 yang disebut dengan hakikat barang sesuatu, ada dua macam:
a. Inti — isi dan barang sesuatu, dan
b. Makna atau anti yang terkandung di dalam barang sesuatu atau arti yang terdalain yang diherikan oleh seseorang terhadap barang sesuatu.
Mereka yang memandang bahwa hakikat itu inti-isi dan barang sesuatu, seakan-akan memberikan pengertian baku kepada istilah hakikat itu, sebagai sesuatu yang pasti dan
secara tetap terdapat di dalarn barang sesuatu itu. Inti isi ini dalam filsafat disebut dengan “substansi” atau “esensi”. Penganut faham ini disebut dengan “substansialisme” atau
“esensialisme”. Mereka yang memandang hakikat itu sebagai makna yang terkandung di dalam
barang sesuatu atau arti yang terdalam yang diberikan seseorang terhadap barang sesuatu dinamakan para penganut “eksistensialisme”. Oleh karena arti yang terdalam itu
disamakan dengan fungsi yang melekat pada barang sesuatu, maka penganut faham ini disebut “fungsionalisme”.
Perbedaan antara objek material filsafat dengan ilmu-ilmun khusus seperti ekonomi, antropologi, fisika, kimia, dsb adalah bahwa filsafat mengkaji keberadaan
secara umum sedangkan ilmu-ilmu khusus objeknya bersifat spesifik. Misalnya, objek material dan ilmu anatomi adalah tubuh binatang atau manusia ditinjau objek
formalnya dan segi struktur, sedan gkan ilmu fisiologi mempelajari tubuh manusia itu dan segi struktur dan fungsinya. Karena filsafat objek formalnya mencari hakikat maka
filsafat menjelaskan aspek yang sifatnya umum dan barang sesuatu yang diteliti. Misalnya, hakikat dan segala sesuatu itu adalah terdiri dan materi dan bentuk
Aristoteles. Materi dan bentuk ini merupakan inti dan segala sesuatu tanpa kecuali. Demokritos misalnya, menemukan inti segala sesuatu itu adalah atom, sehingga segala
sesuatu apapun tersusun dan atom-atom.
D. Rangkuman
1. Objek material filsafat yaitu objek yang menjadi sasaran pemikiran filsafat adalah segala yang ada, yang meliputi:
a. Ada dalam kenyataan objektif, b. Ada dalam pikiran, dan
c. Ada dalam kemungkinan 2. Objek formal filsafat adalah hakikat dan segala yang ada sebagai objek material
filsafat. 3. Pengertian hakikat:
a. Menurut Substansialisme atau esensialisme adalah inti – isi dan barang
sesuatu b. Menurut Eksistensialisme atau fungsionalisme disebut:
1. Sebagai makna atau anti yang terkandung dalam barang sesuatu 2. Arti yang terdalam yang diberikan oleh seseorang terhadap barang sesuatu.
E. LatihanContoh Soal
1. Berikan penjelasan dengan menyertakan contoh bahwa perbedaan antara bidang ilmu yang satu dengan yang lain karena perbedaan objek material atau dapat juga
objek formalnya 2. Berikan penjelasan tentang perbedaan pengertian hakikat sebagai esensi dengan
hakikat sebagai eksistensi
POKOK BAHASAN III BERFIKIR SECARA KEFILSAFATAN DAN BERFIKIR ILMIAH
A. Pendahuluan
Oleh karena filsafat itu merupakan aktivitas berpikir maka perlu diuraikan tentang prinsip-prinsip umum yang harus ditaati agar pemikiran itu logis dan dapat dipertanggung
jawabkan. Berfilsafat adalah kegiatan berfikir, akan tetapi bukan berarti setiap orang yang berfikir itu berfilsafat. Pemikiran kefilsafatan memiliki ciri-ciri tertentu dilihat dari cara
berfikirnya maupun objek atau problem yang dibahas. Berfikir kefilsafatan berbeda dengan berfikir secara ilmiah oleh karena itu perlu diuraikan tentang postulat atau asumsi
pengetahuan ilmiah untuk memperjelas perbedaan antara keduanya.
B. Tujuan Pembelajaran
1. Mahasiswa dapat memahami dan menjelaskan tentang ciri-ciri berfikir kefilsafatan. 2. Mahasiswa dapat memahami dan menjelaskan tentang perbedaan antara berfikir biasa,
berfikir ilmiah dengan berfikir kefilsafatan.
C. Materi Pembelajaran 1. Prinsip-prinsip Pemikiran
Istilah prinsip memiliki makna yang sama dengan asas. Prinsip dalam bahasa Inggris disebut principle berawal dan kata principium Latin yang berarti permulaan.
Dalam pengertian sehari-hani dalam kehidupan masyarakat, prinsipasas dinyatakan dengan istilah-istilah umum, tanpa menyarankan cara-cara khusus bagaimana
melaksanakannya. Prinsip atau asas merupakan dalil umum untuk memberi petunjuk seseorang dalam melakukan perbuatan. Misalnya : dalam moral terdapat asasprinsip
kemanusiaan, dalam bidang politik ada asas demokrasi, dalam hukum terdapat asas praduga tak bersalah, dan sebagainya.
Dengan demikian prinsip-prinsip pemikiran adalah kaidabdalil umum yang memberi petunjuk seseorang dalam melakukan kegiatan berfikir. Prinsip pemikiran ini
pemikiran ini penting, karena jika kita mengabaikannya maka hasil pemikiran menjadi tidak masuk akal, atau orang sulit untuk dapat memahaminya. Aristoteles mengemukakan
tiga prinsip yaitu prinsip kesamaan, prinsip kontradiksi dan prinsip penyisihan tidak ada jalan tengah. Kemudian Leibniz menambahkan satu prinsip yaitu prinsip cukup alasan.
a. Prinsip kesamaan Prinsip kesamaan principle of identity dalarn bahasa Latin disebut
principium identitatis. Prinsip kesamaan dapat bersifat ontologism dalam arti “sesuatu
itu identik dengan dirinya sendiri”, contohnya “yang ada itu ada”. Prinsip ini dapat
pula bersifat logis yaitu jika kita telah menetapkan makna atau membuat defines suatu kata atau konsep pengertian, gagasan harus kita pegang teguh dan tidak boleh
bersifat ambiqu wayuh arti di dalam suatu kesatuan pembahasan. Misalnya, jika istilah “materi” diartikan sebagai “hal yang bersifat kebendaan”, maka kita harus
menghindarkan penggunaan istilah itu dalam pengertian yang lain, seperti pernyataan “materi pembahaan ini” karena materi disini diartikan sebagai bahan.
b. Prinsip kontradiksi Principle of contradiction atau dalam istilah Latin disebut principium
contradictionis, Hamilton menyebut prinsip ini sebagai prinsip non-kontradiksi,
berbunyi “sesuatu hal tidak dapat disamakan dengan sesuatu yang merupakan kontradiksinya”. Hidup tidak dapat disamakan dengan mati, benar tidak sama
dengan salah, gelap dengan terang dan sebagainya.
c. Prinsip penyisihan tidak ada jalan tengah Prinsip ini dalam bahasa Inggris disebut principle of exluded middle atau
principium exclusi tertii. Bunyi dan prinsip ini adalah “jika ada dua putusan saling bertentangan, maka hanya satu yang benar dan yang satunya pasti salah, serta tidak
ada kemungkinan ketiga “. Misalnya, si A itu mati atau masih hidup? Maka hanya ada satu kemungkinan dan dua pilihan antara hidup atau mati; tidak ada setengah mati,
atau setengah hidup. d. Prinsip cukup alasan
Prinsip ini dalam bahasa Inggris disebut principle of Sufficient reason atau principium rations sufficientis dalam bahasa Latin. Prinsip mi menyatakan “adanya
sesuatu hal, peristiwa atau perubahan pasti memiliki alasan yang mencukupi “. Prinsip ini ada dua bentuk, yaitu alasan yang mencukupi secara nyata actual
sufficient reasons, dan alasan-alasan yang boleh jadi atau mungkin possible
sufficient reasons. Misalnya, semua benda akan jatuh ke bumi jika tidak ada
penopangnya, karena gaya gravitasi bumi. Dapat pula berupa kemungkinan, “mungkin jiwanya akan tertolong jika tidak terlambat dibawa ke rumah sakit”.
2. Ciri-ciri berfikir kefilsafatan