membentuk keseluruhan, sehingga tidak terdapat uraian yang bersifat sia-sia atau tidak ada fungsinya.
d. Komprehensif Filsafat berusaha untuk memperoleh pandangan tentang hal-hal atau peristiwa
secara menyeluruh. Berfikir kefilsafatan harus mempertimbangkan berbagai segi, artinya tidak hanya melihat objek dan sudut pandang tertentu. Dalam pemikiran
kefilsafatan konsep ontologi yang ada, epistemologi tentang pengetahuan dan aksiologi tentang nilai merupakan suatu rangkaian yang tidak terpisahkan. Berfikir
kefilafatan itu ibarat orang membuat lingkaran geometri. Memulai berfikir kefilsafatan dapat diumpamakan dengan mula dan salah satu titik lingkaran yang
terdiri dan titik-titik yang tidak terhingga jumlahnya. Untuk membentuk lingkaran akhirnya semua titik itu harus terlewati.
e. Konsisten Uraian kefilsafatan harus bersifat konsisten, artinya dalam satu uraian
kefilsafatan harus dihindari pernyataan-pernyataan yang saling berkontradiksi atau kontradiksi intern. Konsistensi ini menjamin filsafat secara logika dapat dibenarkan
dan dapat difahami. Jika di dalam uraian kefilsafatan terdapat kontradiksi intern maka akan menyulitkan orang untuk memahami.
f. Bebas Berfilsafat harus merupakan pemikiran bebas. Kebebasan berfikir itu berarti
dalam berfilsafat berusaha memikirkan segala sesuatu tanpa didasari oleh kecenderungan-kecenderungan, prasangka-prasangka, emosi, bias, agar pemikiran
yang dihasilkan tidak berat sebelah. Berfikir secara bebas bukan berarti berfikir sembarangan, sesuka hati atau anarkhi, malahan sebaliknya berfikir dengan disiplin
yang ketat dalam mematuhi prinsip-prinsip pemikiran.
g. Bertanggung Jawab Pemikiran kefilsafatan dengan disiplin yang ketat untuk mematuhi prinsip
pemikiran, juga harus bertanggung jawab terutama terhadap hati nurani.
3. Berfikir Ilmiah
Filsafat adalah usaha manusia untuk memahami dunia dan segi maknanya meanings, nilai-nilainya, serta sifat dasarnya. Filafat dan ilmu memiliki banyak
persamaan. Kedua bidang tersebut tumbuh dan sikap reflektif dan sikap bertanya dan berusaha menjawab pertanyaan-pertanyaan itu dengan dilandasi oleh sikap objektif
terhadap kebenaran. Ilmu atau pengetahuan ilmiah bertalian dengan objek-objek khusus dan terbatas.
Tujuannya adalah memaparkan description, sehingga dapat melakukan penafsiran dengan istilah-istilah yang pasti dan kadang-kadang secara matematis. Tujuan lain dan
ilmu adalah melakukan control atau proses-proses alami dan fenomena-fenomena kehidupan.
Pengetahuan ilmiah terutama bidang sain mendasarkan pemikirannya pada asumsi dasar, postulat, aksioma atau kondisi tertentu. Terdapat delapan asumsi pokok bidang sain
yaitu prinsip kausalitas, prediktif uniformatif, objektivitas, empirisme, kehematan, isolasi, control dan pengukuran pasti Titus, Smith, Nolan, 1984: 234.
a. Prinsip kausalitas Ilmu pengetahuan sama dengan filsafat, mempergunakan akal sebagai alat
rnendapatkan pengetahuan. Akal hanya dapat bekerja dengan prinsip kausalitas sebab akibat. Di dalam sains terdapat keyakinan bahwa setiap kejadian mempunyai
sebab dalam situasi yang sama sebab yang sama akan menimbulkan efek yang sama. b. Prinsip prediktif uniformatif
Prinsip ini menyatakan bahwa sekelompok kejadian memperlihatkan struktur dan hubungan dalam derajat yang sama pada masa lampau dan yang akan datang.
c. Prinsip objektivitas
Mengharuskan peneliti untuk melihat data-data apa adanya, menghindari sikap subjektif. Fakta-fakta harus dihayati dengan cara yang sama sebagaimana
dihayati oleh orang-orang normal. d. Prinsip empirisme
Mempercayai bahwa kesan indrawi dapat dipercaya untuk memahami factor- faktor yang ditemukan dalam pengalaman. Pengetahuan adalah hasil pengamatan,
pengalaman, dan eksperimen. e. Prinsip kehematan parsimony
Di dalam sain dan juga diharapkan dari filsafat untuk mempergunakan keterangan sesederhana mungkin. Penjelasan tidak boleh berbelit-belit, dan
penjelasan paling sederhanalah yang paling benar.
f. Prinsip isolasi Di dalam sain, fenomena yang diteliti dipisahkan dari yang lain, dan diteliti
tersendiri. Filsafat berbeda dengan sain melihat fenomena sebagai bagian dan diteliti dalam kaitan dengan keseluruhan.
g. Prinsip kontrol Kontrol diperlukan dalam penelitian terutama yang dilakukan dengan
eksperimen. Tanpa control eksperimen tidak dapat diulang, serta terdapat factor- faktor yang tidak teramati mempengaruhi hasil penelitian.
h. Prinsip pengukuran pasti Sedapat mungkin hasil penelitian dapat dijelaskan secara kuantitatif atau
matematis. Berbeda dengan filsafat yang penelitiannya bersifat kualitatif.
D. Rangkuman
a. Prinsip-prinsip berfikir: 1 Prinsip kesamaan
2 Prinsip kontradiksi 3 Prinsip penyisihan jalan tengah
4 Prinsip cukup alasan b. Ciri-ciri berfikir kefilafatan, meliputi : radikal, konseptual, sistematik, komprehensif,
konsisten, bebas dan bertanggung jawab. 3. Postulat-postulat ilmiah
a. Prinsip kausalitas b. Prinsip prediktif uniformatif
c. Prinsip objektivitas d. Prinsip empirisme
e. Prinsip kehernatan f. Prinsip isolasi
g. Prinsip control h. Prinsip pengkuran pasti
E. LatihanContoh Soal
1. Berikan penjelasan dengan menyertakan satu contoh bahwa prinsip-prinsip berfikir itu perlu ditaati agar logis dan dapat dimengerti orang lain
2. Berikan penjelasan bahwa dengan ciri komprehensif pemikiran filsafat itu berbeda dengan pemikiran ilmiah
POKOK BAHASAN IV METODE UMUM DAN METODE KEFILSAFATAN
A. Pendahuluan
Pokok bahasan ini menguraikan tentang pengertian metode, metode secara umum, dan metode kefilsafatan. Terdapat berbagai metode kefilsafatan yang dipakainoleh para
filsuf. Pembahasan tentang metode kefilsafatan secara mendalam akan dibahas dalam matakuliah yang lebih lanjut yaitu metode-metode filsafat. Pokok bahasan ini hanya
memperkenalkan metode kefilsafatan yang berlaku umum dalam dunia filsafat.
B. Tujuan Pembelajaran
a. Mahasiswa dapat memahami dan menjelaskan metode pemikiran secara umum. b. Mahasiswa dapat memahami dan menjelaskan berbagai metode dialektik, metode
kritik dan metode spekulatif.
C. Materi Pembelajaran 1. Metode Berfikir Secara Umum
Metode berasal dan kata Yunani methodos, gabungan dan kata depan meta menuju, melalui, mengikuti, sesudah, dibalik dan kata hodos jalan, perjalanan, cara,
arah. Metode dapat diartikan sebagai: a. Suatu tata cara prosedur yang dipergunakan untuk mencapai tujuan tertentu.
b. Suatu teknik untuk mengetahui yang dipergunakan di dalam proses memperoleh pengetahuan tentang suatu pokok persoalan.
c. Ilmu yang merumuskan aturan-aturan tentang prosedur pemikiran. Metode berfikir secara umum terdiri dari : analisis, sintesis, deduksi dan induksi. Dalam
proses berfikir metode itu dapat dilaksanakan secara bergantian, artinya tidak sekedar mempergunakan satu metode melainkan dapat menggabungkan metode yang satu dengan
yang lain.
a. Metode analisis analitik Metode analisis adalah cara penanganan terhadap suatu objek dengan cara
memerinci atau memilah-milah unsur-unsurnya agar mendapat pengetahuan lebih terinci atau mendalam terhadap objek yang diteliti. Metode ini tidak menghasilkan
pengetahuan yang baru, namun sekedar untuk memperoleh kejelasan atas bagian- bagian dan objek penelitian atau memperoleh pengetahuan yang lebih mendalam.
Objek atau pengetahuan yang dianalisis ditelaah dapat merupakan sesuatu yang bersifat a priori maupun a posteriori.
Istilah a priori menurut I Kant berarti: 1 Putusan dan prinsip yang validitas atau kebenarannya tidak tergantung pada kesan
indera. 2 Menunjuk kepada sesuatu yang tidak empiris atau sesuatu yang hanya dapat
diketahui dengan akal semata Mudhofir, 1992: 14. 3 Hal-hal pengertian-pengertian yang ada mendahului pengalaman indrawi
Soejono Soemargono, 1983: 14. Pengertian a posteriori menunjuk kepada sifat bahan yang berupa hal-hal
atau pengertian-pengertian yang dipunyai seseorang melalui pengalaman indrawi sebelumnya. Sehingga metode analisis dapat bersifat:
1 Analisis apriori, jika objek yang dibahasdianalisis berupaka pengertian apriori, seperti : demokrasi mengandung unsur persamaan, persaudaraan dan kebebasan
atau misalnya definisi yang menyatakan bahwa segitiga jumlah sudut dalamnya seratus delapan puluh derajad.
2 Analisis a posteriori, jika objek yang dibahasdianalisis berupa pengertian a posteriori, seperti : kursi adalah tempat duduk yang memiliki kaki dan sandaran
punggung atau segitiga terdiri dan tiga garis yang saling beririsan. b. Metode sintesis sintetik
Metode sintesis adalah penanganan terhadap suatu objek dengan cara menggabungkan pengertian yang satu dengan pengertian yang lainnya. Metode
sintesis dapat bersifat a priori maupun a posteriori. 1 Sintesis a priori, jika objek atau pengertian yang berupa pengertian a priori.
Misalnya : kita memiliki pengertian tentang demokrasi dan pengertian liberal maka diperoleh pengertian baru, yaitu demokrasi liberal.
2 Sintesis a posteriori, jika objek atau pengertian yang digabungkan berupa pengertian a posteriori. Misalnya : kita melihat seseorang berjalan dan melihat
gedung Fakultas Filsafat maka kita dapat mengatakan, “ada seseorang menuju gedung Fakultas Filsafat”.
c. Metode Deduksi Metode deduksi adalah cara penanganan terhadap suatu objek tertentu dengan
jalan menarik kesimpulan yang bersifat khusus berdasar atas ketentuan-ketentuan dalil-dalil atau prinsip-prinsip yang sifatnya umum. Contoh pemikiran deduktif
adalah jika kita memiliki prinsip umum bahwa semua makhluk hidup akan mengalami kematian, dan kucing kita termasuk makhluk hidup maka kita dapat
menyimpulkan bahwa kucing kita suatu saat mati. Silogisme adalah suatu contoh bentuk pemikiran deduktif. Pemikiran deduktif itu dipergunakan para hakim untuk
memutuskan apakah suatu perbuatan melanggar hukum atau tidak. d. Metode Induksi
Metode induksi adalah cara penanganan terhadap suatu objek tertentu dengan jalan menarik kesimpulan-kesimpulan yang bersifat umum atau yang bersifat lebih
umum berdasarkan atas penyataan terhadap sejumlah hal yang bersifat khusus. Contoh dari pemikiran induktif ini paling mudah dijumpai pada penelitian bidang
ilmu kealaman, misalnya penelitian terhadap berbagai macam logam yang dipanaskan semua memuai, sehingga dapat ditarik kesimpulan umum bahwa “semua logam jika
dipanaskan akan memuai”. Penalaran atau pemikiran secara induktif dapat juga dilakukan dalam bidang
sosial maupun kefilsafatan. Misalnya, berdasar informasi dan pengamatan yang didapat maka pada tahap awal berbagai kebudayaan mempergunakan mitologi
sebagai sumber informasi tentang bagaimana berbagai gejala alam terjadi, sejarah sesuatu dsb. Mereka belum mengenal ilmu pengetahuan dan teknologi sebagai
sumber informasi seperti halnya dalam dunia modem seperti sekarang. Maka Van Peursen misalnya menyimpulkan bahwa tahap awal kebudayaan manusia adalah
kebudayaan mitologis. Berbeda dengan Agust Comte menyimpulkan tahap pemikiran awal kebudayaan manusia adalah tahap religius. Kesimpulan itu berdasarkan atas
berbagai informasi yang diperoleh, bahwa pada awalnya segala gejala termasuk gejala alam selalu dikaitkan dengan perbuatan para dewa. Dalam berbagai
kebudayaan dikemukakan ada dewa petir, dewa bumi, dewa langit, dewa angin dan sebagainya.
2. Metode Berfikir Kefilsafatan