2. Berikan penjelasan dengan menyertakan contoh tentang metode spekulatif dalam berfikir kefilsafatan
POKOK BAHASAN V KEBENARAN
A. Pendahuluan
Pemikiran sebagai suatu proses yang memiliki tujuan sedapat mungkin untuk memperoleh kebenaran. Untuk mencapai kebenaran, akal melakukan pemikiran dengan
melalui proses bertahap. Suatu pemikiran dapat dimulai dan kondisi ketidak tahuan maupun keragu-raguan. Dengan proses berfikir itu diharapkan dapat memperoleh
kepastian. Terdapat beberapa bentuk yang menyangkut penerapan istilah atau kata “benar”. Selain itu juga terdapat kriteria untuk menentukan tetang sesuatu yang dikatakan
benar tersebut. Pokok bahasan ini akan menguraikan tentang teori kesesuaian atau teori korespondensi, teori kebenaran koherensi, dan teori kebenaran pragmatik.
B. Tujuan Pembelajaran
1. Mahasiswa dapat memahami dan menjelaskan tahap-tahap pemikiran dari tahap ketidaktahuan sampai tahap kepastian.
2. Mahasiswa dapat memahami dan menjelaskan bentuk-bentuk kebenaran, yaitu :
kebenaran deskriptif, instrumental, ontologis, dan eksistensial. 3. Mahasiswa dapat memahami dan menjelaskan tentang kriteria-kriteria atau teori-teori
yang dipakai untuk menetapkan kebenaran.
C. Materi Pembelajaran 1. Tahap-tahap Menuju Kebenaran
a. Tahap Ketidaktahuan iquorance Kekurangtahuan
Iqnorance secara etimologis berasal dan kata Latin in = tidak, dan noscere = kenal, tahu, mengetahui tentang. Ketidaktahuan berarti tidak ada atau belum ada
pengetahuan secara keseluruhan maupun sebagian. Dalam keadaan semacam mi akal dalam keadaan negative dalam arti “kurang” atau “tidak mengenal” sesuatu hal. Dalam
kondisi ini akal belum memiliki kebenaran.
b. Tahap Kesangsian atau Keragu-raguan
Kesangsian adalah suatu keadaan akal dalam ketidakmampuan untuk menegaskan afirmasi atau menyangkal negasi. Ketidakmampuan ini disebabkan karena alasan yang
memperkuat maupun yang memperlemah atau menolak dalam posisi seimbang. Kesangsian dapat dibedakan menjadi empat macam, yaitu kesangsian spontan, reflek,
metodis dan universal. 1
Kesangsian spontan, adalah kesangsian yang mendahului pemikiran atau penelaahan. Akal belum mempertimbangkan, kesangsian muncul begitu saja.
2 Kesangsian reflek, adalah kesangsian yang terjadi setelah akal melakukan
penelaahan. Kesangsian muncul setelah akal menemukan alasan-alasan yang pro menguatkan maupun yang kontra menolak atau menegasikan sama-sama kuat,
sehingga tidak mampu menegaskan atau menolak. 3
Kesangsian metodis adalah kesangsian sengaja dipakai sebagai sikap awal, agar dalam penelaahan suatu problem dapat bersifat adil atau objektif tanpa didahului
syak wasangka. Kesangsian metodis ini dapat dikenakan didalani kehidupan sehari- hari dalam rangka memutuskan sesuatu secara adil. Dalam bidang kefilsafatan
metode kesangsian ini dipakai oleh Al Ghazali untuk menjalankan atau mengenali kemampuan yang dapat mengantarkan kepada pengetahuan tentang Tuhan. Oleh
Descartes kesangsian metodis ini dipakai untuk mencari dasar pengetahuan yang tidak dapat diragukan kebenarannya. Ia akhirnya menemukan pangkal tolak itu dalam
pernyataan cogito ergo sum atau saya berfikir maka saya ada. Dan pangkal tolak itulah kemudian ia menyusun filsafatnya.
4 Kesangsian universal, yaitu sikap menyangsikan segala sesuatu apapun.
Kesangsian semacam ini dianut oleh Skeptisisme yang meragukan setiap penegasan atau setiap pengetahuan yang dimiliki manusia, karena dipandang tidak pasti.
Ketidakpastian ini timbul karena menyangsikan kemampuan akal dan indera karena hanya menghasilkan pengetahuan yang relatif. Skeptisisme berpendirian bahwa
pengetahuan itu tidak ada, yang ada hanya pendapat yang mudah berubah.
c. Tahap Pendapat Opinion, yaitu akal sudah mengambil sikap menegaskan
mengafirmasi, namun kebenarannya belum sampai tingkat kepastian baru dalam tahap
kebolehjadian atau kemungkinan probability. Kemungkinan itu dapat bersifat matematis maupun moral.
1 Kemungkinan matematis, adalah kemungkinan yang dapat dirumuskan secara matematis biasanya dengan angka pecahan atau bentuk perbandingan. Misalnya
kemungkinan 2: 1, 3: 1, dsb. 2 Kemungkinan moral, adalah kemungkinan yang dapat ditentukan berdasarkan
pengalaman, kebiasaan atau moralitas yang telah berlaku dalam kehidupan. Contoh: kemungkinan ia sedang berpuasa.
d. Tahap Kepastian Certitude, yaitu kondisi akal yang menegaskan tanpa adanya
keraguan bahwa yang ditegaskan itu salah. Alasan-alasan yang menegaskan itu begitu kuatnya sehingga pengingkarannya dapat dipastikan salah. Yang merupakan prinsip
kepastian itu adalam evidensi, yaitu kejelasan yang mewujudkan dirinya sehingga dapat diterima akal. Evidensi juga dapat diartikan sebagai sesuatu hal yang diangap mendukung
kebenaran proposisi. Kepastian dapat bersifat metafisis, fisis maupun moral. 1 Kepastian metafisis, adalah kepastian yang didasarkan pada hakikat dan hal-hal,
sehingga pengingkarannya pasti keliru dan mustahil. Contoh: “keseluruhan lebih besar dan bagian-bagiannya”.
2 Kepastian fisis adalah kepastian yang didasarkan pada hukum alam, sehingga
pengingkarannya keliru tetapi belum mustahil. Contoh: “Logam dapat sebagai penghantar listrik”.
3 Kepastian moral, yaitu kepastian yang didasarkan pada prinsip moral atau hukum
psikologis, sehingga penegasannya sebagian besar merupakan kebenaran. Contoh: “Ibu menyayangi anaknya”.
2. Hakikat Kebenaran Hakikat kebenaran.