Para  produser  lalu  berkoordinasi  dengan  koordinator  liputan  atau  eksekutif produser  yang  mengatur  teman-teman  kameramen,  koordinator  daerah  atau liputan  di
daerah dan mereka yang membuat berita visualnya. Sebelum acara dimulai, semua harus dicek  kembali  oleh  para  produser  dan  tim  redaksi  seperti  grafis, filler atau  potongan
gambar tanpa narasi dengan suara latar belakang sebelum paket berita dimunculkan serta hal-hal  yang  berkaitan  dengan  teknis  dan  lain-lain  harus  berkoordinasi  dengan  staf
produksi. Setelah semua rampung maka guestbooker atau seseorang yang bertugas untuk menghubungi  narasumber  mulai  membuat  janji  untuk  hadir  dalam  program  berita
Primetime News.
4
Sumber  informasi  yang  biasanya  digunakan  untuk  program  ini  yaitu  didapat darimana saja seperti jaringan-jaringan yang biasanya setiap wartawan memiliki jaringan
informasi.  Selain  itu Primetime  News juga  memantau  informasi-informasi  yang  beredar di masyarakat dan program ini memiliki kontributor yang bertugas di berbagai lembaga.
Lokasi untuk program ini sendiri lebih sering di dalam studio. Namun  tergantung dari kasusnya mana yang lebih menarik untuk ditampilkan ke publik, tapi kalaupun tidak
di  studio Primetime  News memiliki  liputan  dilapangan  yang  mencover liputan-liputan lainnya.
Struktur organisasi Primetime News dapat dilihat di bawah ini :
4
Wawancara pribadi dengan Ami, Jakarta, 25 Maret 2014.
Penaggungjawab :
Suryoputra
Pimpinan Redaksi :
Putra Nababan Najwa Shihab
Cathrina Davy
Produser :
Akhsanul Ato Andra
Ami Melanrosa Ali Ikhwan
Amanda Manuli Rizki Amelia
Prima Rachmat Hidayat
Ilham Aliyansyah
Pengarah Gaya :
Salim
Supriyadi
IT :
Prima Hayi
Penata Gambar :
Zaelani Djayeng Budi Merry
Rianti Diah
E. Berita Primetime News Skandal Suap MK edisi 3 Oktober 2013
Kasus  yang  menimpa  salah  satu  Ketua  Mahkamah  Konstitusi,  Akil  Mochtar membuat  peradilan  di  Indonesia  tercoreng.  Metro  TV  sendiri  menganggap  kasus  suap
Akil Mochtar merupakan bencana besar bagi penegakan hukum dan konstitusi di negeri ini.  Setelah  tertangkap  tangannya  Akil  Mochtar  di  kediaman  Jl  Widya  Chandra  III  2
Oktober  2013,  KPK  segera  menggelar  perkara  dan  menunjukkan  barang  bukti  berupa sejumlah uang dalam bentuk dollar Singapura dan Amerika setara tiga miliar rupiah serta
uangdalam bentuk pecahan Rp 100.000 dan Rp 50.000 dengan total satu miliar rupiah. Sejumlah pihak mengecam keras tindakan ketua  MK seperti dipecat secara tidak
hormat  sampai  menuntut  hukuman  mati.  Jimly  Assidiqie,  mantan  ketua  MK  salah seorang  yang  mengusulkan  bahwa  Akil  Mochtar  pantas  dihukum  mati.  Usulan  ini
disetujui oleh beberapa anggota DPR dan
pengamat  hukum  ternama  yaitu  Yenti  Karnasih.  Presiden  mengingatkan  bahwa jangan pejabat tinggi jangan bermain-main dengan politik dan uang.
Akil  Mochtar  yang  pernah  menjadi  anggota  DPR  selama  dua  periode  ini  sempat dilaporkan  menerima  suap  satu  miliar  rupiah  sekitar  tiga  tahun  lalu.  Mantan  politisi
Golkar ini merupakan pejabat negara keempat yang bergelar doctor atau setaraf S3 yang tersangkut kasus korupsi.
5
5
“Skandal Suap MK,” Primetime News, 3 Oktober 2013.
52
BAB IV ANALISIS DATA
A. Analisis  Berita  Korupsi  Akil  Mochtar  di Primetime  News Metro  TV    episode  3
Oktober 2013
Seperti halnya yang sudah peneliti sampaikan bahwa berita di televisi dimasukkan ke  dalam  tiga  bagian  yaitu  berita  fakta  peristiwa,  berita  fakta pendapat  dan  berita  fakta
peristiwa  dan  fakta  pendapat.  Pemberitaan  mengenai  korupsi  yang  menimpa  Akil  Mochtar termasuk ke dalam berita fakta peristiwa dan fakta pendapat. Berita ini termasuk ke dalam
bagian  ke  tiga  karena  laporannya  disusun  berdasarkan peristiwa  yang  sedang  terjadi  serta menghadirkan pendapat narasumber yang berkompeten untuk menunjang laporan tersebut.
1
Jengkel dan kecewa dengan perbuatan ketua  MK Akil Mochtar, mantan ketua MK, Jimly Assidiqie mebgusulkan agar mantan politisi ketua Golkar
itu  diikat  hukuman  mati  “Kalau  menurut  saya  ini  memang  pantesnya  itu dipidana  mati  walaupun  di  undang-undang  tidak  ada,  tapi  kan  KPK  bisa
minta. Nahkan ini ketua MK, harus jadi teladan, itu jabatan lagi..”
2
1
Arifin  S.  Harahap, Jurnalistik  Televisi:  Teknik  Mmemburu  dan  Menulis  Berita Jakarta:  PT INDEKS, 2007, h.5.
2
Naskah Video Pengantar nomer 3, Skandal Suap MK, 3 Oktober 2013
Isu  korupsi  yang  menimpa  Akil  Mochtar  merupakan  salah  satu  isu  yang  sedang aktual  dan  hangat  dibicarakan  masyarakat.  Seperti  halnya  dalam  teori  jurnalistik  dalam
unsur  kelayakan  berita  dilihat  dari Signifance berita  kasus  korupsi  Akil  Mochtar  penting dan memiliki pengaruh besar terhadap kehidupan orang banyak, Magnitude kasus korupsi
ini merupakan sesuatu yang besar dan menarik untuk diketahui oleh orang banyak, Timeless peristiwa yang aktual atau baru saja terjadi dan bukan berarti kasusk Akil Mochtar sesuatu
yang dianggap basi atau terlambat memenuhi waktu pemuatan berita yang sudah disepakati oleh  pimpinan  redaksi, Proximity kedekatan  emosional  dengan  khalayak  karena  profesi
Akil  Mochtar  sebagai  Ketua  MK, Prominence kasus  suap  ini  melibatkan  seorang  Akil Mochtar yang dikenal oleh khalayak sebagai ketua MK sehingga kini dibenci oleh khalayak
dan Human Interest sesuatu yang menggugah hati khalayak dimana kasus Akil Mochtar ini membuat khalayak berpikir untuk mewaspadai setiap gerak gerik pejabat tinggi negara dan
khalayak lebih perhatian dengan masalah korupsi yang melanda negeri ini.
3
Oleh  karena  itu  Metro  TV  khususnya  program  berita Primetime  News memilihnya  sebagai  subyek  berita  dan    menggunakan  judul  “Membongkar  Skandal  MK”
pada  3  Oktober  2013.  Sebagai  program  berita  yang  bertujuan  untuk menambah  wawasan penonton, Primetime  News mengemas  pemberitaan  kasus  korupsi  Akil  Mochtar  secara
obyektif dengan menggunakan asas kerja jurnalistik yaitu cover both side sehingga penonton
3
AS  Haris  Sumadiria, Jurnalistik  Indonesia  “Menulis  Berita  dan  Feature,  Panduan  Jurnalis Profesional” Bandung: Simbiosa Rekatama Media, 2008, h. 81-90.