Latar Belakang Masalah PENDAHULUAN
termasuk peran pers. Peran pers dalam pengendalian konflik sosial tentunya tidak secara langsung dalam upaya partisipasi lapangan ataupun upaya-upaya
memelihara perdamaian, membentuk perdamaian, membangun perdamaian, dan penyelesaian nyata dari konflik yang telah terjadi. Namun peran pers
dalam pencegahan konflik dapat dilakukan sesuai dengan peranan pers yang tertuang dalam undang-undang No 40 tahun 1999 tentang pers pasal 3 ayat 1
yang menyatakan fungsi pers diantaranya ialah sebagai media informasi dan pendidikan.
7
Terkait dengan pencegahan konflik dan fungsi pers sebagai media informasi dan pendidikan. Maka seharusnya pers mampu menyajikan informasi
yang mencerdaskan kehidupan bangsa. Seperti menyajikan informasi dan pendidikan terkait wawasan nusantara dan wawasan multikulturalisme.
Memberikan pemahaman dan kesadaran kepada masyarakat bahwa interaksi antar golongan memiliki potensi konflik. Namun, konflik merupakan suatu
keniscayaan dan suatu hal yang wajar dalam bermasyarakat yang perlu dihadapi secara arif dan bijak.
8
Namun, peran dan fungsi pers tersebut saat ini bias sebab kepentingan-kepentingan yang bertarung didalamnya. Masing-masing media
dengan seperangkat pandangan, ideologi dan kebijakan media mencoba membangun, menciptakan, mengembangkan, dan menyuguhkan pemberitaan
7
Wina Armada Sukardi, Kajian Tuntas 350 Tanya Jawab UU Pers dan Kode Etik Jurnalistik, Jakarta: Dewan Pers, 2013, cet ke-II, h. 398.
8
Rusmin Tumanggor dan Kholis Ridho, Antropologi Agama, h. 71.
tersebut kepada masyarakat dengan angle yang berbeda. Sehingga peristiwa yang sama memiliki sudut pandang yang warna-warni di berbagai media.
Kenyataan tersebut menandakan bahwa media saat ini mencoba mengkonstruk pemberitaan. Berita sebagai konstruksi realitas, tentunya
dibangun atas penyusunan bahasa yang terbentuk dari kumpulan kata-kata. Dalam konstruksi realitas, bahasa merupakan unsur pertama dan instrument
pokok untuk mencitrakan realitas.
9
Disini media dipandang sebagai agen konstruksi sosial yang mendefinisikan realitas sosial sesuai dengan
kepentingannya.
10
Media saat ini ditekan untuk menyajikan pemberitaan yang sesuai kehendak dan kepentingan golongan tertentu. Media tidak lagi
memegang prinsip jurnalisme, dimana kewajiban pertama awak media ialah kepada khlayak.
11
Media mencoba mengkonstruk realitas dengan cara melakukan penyeleksian isu, dimana media mencoba melakukan pemilihan fakta. Aspek
mana yang akan ditampilkan dan mana yang tidak. Mengalihkan fakta yang satu dengan fakta lain, atau bahkan mungkin menutupi sisi tertentu. Selain itu,
media juga mencoba menonjolkan satu aspek tertentu dari pemberitaan, sehingga tampak menarik dan melekat dihati khalayak.
12
9
Ibnu Hamad dan Agus Sudibyo, M. Qodari, Kabar-kabar Kebencian Prasangka di Media Massa, Jakarta: ISAI, 2001, h. 69.
10
Luwi Ishwara, Catatan-catatan Jurnalisme Dasar Jakarta: Penerbit Buku Kompas, 2005, h. 177.
11
Bill Kovach dan Tom Rosenstill, Elemen-elemem Jurnalisme: Apa yang Seharusnya Diketahui Wartawan dan yang Diharapkan Publik, Jakarta: ISAI dan Kedutaan
Amerika Serikat, 2004, cet ke-II, h. 60.
12
Eriyanto, Analisis Framing: Konstruksi, Ideologi dan Politik Media, Yogyakarta: LKiS, 2012, cet ke-VII, h. 224.
Jika demikian, bukan tidak mungkin jika masyarakat akan memiliki gambaran tentang suatu peristiwa sesuai dengan apa yang ditampilkan oleh
media yang ia lihat atau ia baca. Masyarakat bisa saja menganggap satu pihak sebagai pahlawan dan pihak lain sebagai penyebab kekacauan, padahal belum
tentu pihak yang dianggap penyebab kekacauan melakukan kesalahan. Inilah dampak dari pemaknaan yang disuguhkan media. Tanpa sadar khlayak digiring
untuk sepaham dan sependapat dengan media tertentu.
Bingkai pemberitaan dari media yang berbeda-beda ini akan menyebabkan realitas bentukan yang berbeda.
13
Terlebih untuk memperkuat kebenaran atas pemberitaannya, media mencoba menyuguhkan berbagai
argumentasi yang dinilai kuat untuk mendukung gagasannya tersebut. Sehingga tak heran, jika hasil konstruksi atas realitas bentukan media nampak
benar dan terlihat apa adanya, sesuai dengan apa yang terjadi di lapangan.
Media yang mengangkat pemberitaan terkait insiden Tolokara diantaranya ialah Harian Umum Republika dan Kompas. Kedua surat kabar
tersebut secara barturut-turut, edisi 20-25 Juli 2015 memberitakan isu terkait insiden di Tolikara. Republika, dalam enam edisi menjadikan berita tersebut
sebagai headline. Tak jauh berbeda dengan Kompas, dari keenam edisi tersebut, tiga diantaranya Kompas turut menjadikan pemberitaan ini sebagai
headline. Sedangkan sebagainnya lagi terdapat pada rubrik Politik dan Hukum. Melihat dari penelitian sebelumnya terhadap pemberitaan di Harian
Kompas selama Januari 1990 hingga Agustus 2008 mengungkapkan fakta
13
Eriyanto, Analisis Framing: Konstruksi, Ideologi dan Politik Media, Yogyakarta: LKiS, 2012, cet ke-VII, h. 225.
bahwa wilayah persebaran aksi damai terkait konflik keagamaan di Indonesia lebih luas dibandingkan dengan aksi kekerasan.
14
Kemudian terkait konflik di tolikara, bagaimana Kompas membingkai pemberitaan konflik tolikara?
akankah Kompas kembali membingkai pemberitaan konflik pada aspek aksi perdamai seperti yang diungkap dalam penelitian sebelumnya, atau justru
berbeda? Lalu, bagaimana dengan pembingkaian Republika dalam pemberitaan konflik di tolikara?
Mengingat pemilihan media cetak Harian Republika dan Kompas dalam penelitian ini menjadi menarik, tentunya didasari dengan alasan dari
penulis. Dilihat dari sumbu konflik yang terjadi di Tolikara terindikasi adanya isu konflik yang dilatar belakangi isu konflik religius antara penganut agama
yang berbeda, yakni umat Nasrani dan Muslim. Maka pengangkatan kedua media ini sangat mempengaruhi alasan penulis dari sisi kepemilikan dan
ideologi kedua media tersebut. Dimana Republika didirikan dari cita-cita para cendekiawan Muslim se-Indonesia yang tergabung dalam organisasi Ikatan
Cendekiawan Muslim se-Indonesia ICMI. Selain itu, Republika juga dikenal dengan media beridiologi islam.
15
Sedangkan Harian Kompas diterbitkan oleh Yayasan Bentara Rakyat yang dipimpin oleh para pimpinan partai Katolik dan
pimpinan organisasi-organisasi Katolik, diantaranya ialah Jakob Oetama dan Petrus Kanisius Ojong.
16
14
Hasil Penelitian Ikhsan Ali Fauzi, dkk., dalam Rusmin Tumanggor dan Kholis Ridho, Antropoligi Agama, h. 75.
15
Company Profile, Pusat Data Harian Umum Republika, h. 1.
16
F. A. Santoso, Sejarah, Organisasi, dan Visi-Misi Kompas, Jakarta: Kompas Gramedia, 2010, h. 2.
Pertanyaan dan pernyataan tersebut yang ada dibenak penulis, sehingga penulis merasa tertarik untuk mengungkap jawaban atas pertanyaan
dan pernyataan tersebut. Oleh karena itu, penulis memilih kajian skripsi yang berjudul “Analisis Framing Pemberitaan Konflik Tolikara Pada Harian
Kompas dan Republika ”.