Teori Teori Konstruksi Sosial
dan wancana, serta yang menyediakan ketegori-kategori standar untuk mengapresiasi realitas. Kemudian konsep ini dikembangkan lebih jauh oleh
Erving Goffman pada 1974, yang mengandaikan frame sebagai kepingan- kepingan prilaku strip of behavior yang membimbing individu membaca
realitas.
24
Dalam perspektif komunikasi, analisis framing dipakai untuk membedah cara-cara atau ideologi media saat mengkonstruksi fakta.
Analisis ini mencermati strategi seleksi, penonjolan, dan pertautan fakta ke dalam berita agar bermakna, lebih menarik, lebih berarti atau lebih diingat,
untuk menggiring interpretasi khalayak sesuai perspektifnya.
25
Dari pemahaman tersebut dapat diartikan bahwasaanya framing ialah suatu
pendekatan untuk mengetahui dan memahami bagaimana wartawan saat memproduksi berita, yakni bagaimana wartawan menyeleksi dan
menuliskan berita. Cara pandang tersebut akhirnya menentukan mana fakta yang akan diambil, mana bagian yang akan ditonjolkan atau sembunyikan,
serta hendak dibawa kemana berita tersebut.
26
Kerenanya, berita menjadi manipulatif dan bertujuan mendominasi keberadaan subjek sebagai sesuatu
yang legitimate, objektif, alamiah, wajar, atau tak terelakan.
27
24
Alex Sobur, Analisis Teks Media: Suatu Pengantar untuk Analisis Wacana, Analisis Semiotik dan Analisis Framing, h. 161-162.
25
Alex Sobur, Analisis Teks Media: Suatu Pengantar untuk Analisis Wacana, Analisis Semiotik dan Analisis Framing, h, 162.
26
Bimo Nugroho, Eriyanto, Frans Sudiarsis, Politik Media Mengemas Berita, Jakarta: ISAI, 1999, h. 21.
27
Teguh Irawan, Media Surabaya Mengaburkan Makna, Jakarta: Pantau Edisi 9, 2000, h. 65-73.
Selain itu terdapat beberapa definisi mengenai framing yang dikemukakan oleh para tokoh. Menurut William A. Gamson, framing ialah
cara bercerita atau gagasan ide-ide yang terorganisir sedemikian rupa dan menghadirkan konstruksi makna peristiwa-peristiwa yang berkaitan dengan
objek suatu wacana. Cara bercerita itu terbentuk dalam sebuah kemasan package. Kemasan itu semacam skema atau struktur pemahaman yang
digunakan individu untuk mengkonstruksi makna pesan-pesan yang ia sampaikan, serta untuk menafsirkan makna pesan-pesan yang ia terima.
Menurut Robert N. Etnman framing ialah proses seleksi dari berbagai aspek realitas sehingga bagian tertentu dari peristiwa itu lebih menonjol ketimbang
aspek lain. Ia juga menyertakan penempatan informasi-informasi dalam konteks yang khas sehingga sisi tertentu mendapatkan alokasi lebih besar
dari pada sisi yang lain.
28
Menurut George Junus Aditjondro dalam Arifatul Choiri Fauzi, mengartikan framing sebagai sebuah penyajian realitas di mana kebenaran
tentang suatu kejadian tidak diingkari secara total, tetapi dibelokak secara halus, memberikan sorotan pada terhadap aspek-aspek tertentu saja,
menggunakan istilah-istilah yang mempunyai konotasi tertentu, bantuan foto, karikatur, dan menggunakan alat ilustrasi lainnya.
29
Sejalan dengan hal tersebut, Zhongdang Pan dan Gerald M. Kosicki memaknai framing sebagai strategi konstruksi dan memproses berita.
28
Eriyanto, Analisis Framing, Konstruksi, Ideologi dan Poltik Media, h. 77-78.
29
Arifatul Choiri Fauzi, kabar-kabar Kekerasan dari Bali, Yogyakarta: LKIS, 2007, h. 28.
Perangkat kognisi yang digunakan dalam mengkode informasi, menafsirkan peristiwa, dan dihubungkan dengan rutinitas dan konvensi pembentukan
berita.
30
Pengertian tersebut menegaskan bahwasnnya konsep framing akan melihat bagaimana media membingkai isu-isu, sehingga akan nampak
kearah mana pemberitaan tersebut akan diarahkan. Proses framing terkadang dibenturkan dengan alasan-alasan teknis
seperti keterbatasan kolom dan halaman pada media cetak dan waktu pada media elektronik, jarang ada media yang membuat berita secara utuh
mulai dari menit pertama kejadian hingga menit akhir. Atas nama kaidah jurnalistik, peristiwa yang panjang, lebar dan rumit dicoba “disederhanakan”
melalui mekanisme pembingkaiaan fakta-fakta dalam bentuk berita sehingga layak terbit atau layak tayang.
31
Terdapat dua aspek dalam framing, yakni memilih fakta atau realitas dan menuliskan fakta.
32
Pertama, memilih fakta merupakan proses dimana seorang wartawan melihat suatu peristiwa. Fakta dipilih berdasarkan asumsi
serta perspektif wartawan. Wartawan akan memilih realitas mana yang akan diambil dan memilih angle tertentu. Dengan pemilihan ini artinya terdapat
aspek tertentu dari realitas yang tidak diberitakan dan aspek tertentu justru ditonjolkan. Jika demikian, tentunya pemahaman dan konstruksi realitas
atas suatu peristiwa bisa jadi berbeda antara satu media dengan media lain. Kedua, menuliskan fakta atau realitas. proses ini merupakan
bagaimana cara wartawan menyajikan fakta yang telah dipilih dengan cara penonjolan realitas. Bagaimana wartawan menekankan fakta tersebut dalam
bentuk kata, kalimat dan proposisi tertentu serata dengan bantuan aksentuasi
30
Eriyanto, Analisis Framing, Konstruksi, Ideologi dan Poltik Media, h.79.
31
Ibnu Hammad, Konstruksi Realitas Politik, Jakarta: Granit, 2004, h.21.
32
Eriyanto, Analisis Framing, Konstruksi, Ideologi dan Poltik Media, h. 81.
foto dan gambar. Selain itu fakta yang telah dipilih ditekankan agar nampak lebih menonjol, misalnya dengan nempatkan sebagai headline depan atau
bagian belakang, pengulangan, pemakaian grafis untuk mendukung dan meperkuat penonjolan, pemakaian lebel tentu untuk mendeskripsikan orang
atau peristiwa, asosiasi terhadap simbol budaya, generalisasi, simplifikasi, dan pemakaian kata yang mencolok, gambar dan sebagainya.
Pemilihan fakta dan penulisan fakta yang menggunakan kata, kalimat atau foto itu merupakan hubungan memilih aspek tertentu dari realitas.
Aspek tertentu yang sengaja ditonjolkan tersebut akan mendapatkan alokasi dan perhatian yang besar dibanding aspek lain. Sehingga kemenonjolan
tersebut, memiliki peluang besar untuk sebuah berita diperhatikan, dianggap lebih bermakna dan akan lebih diingat oleh khalayak.
Model analisis framing diperkenalkan oleh banyak tokoh, salah satunya ialah model analisis framing yang dikenalkan oleh Zhongdang Pan
dan Gerald M. Kosicki. Menurut Pan dan Kosicki terdapat dua konsepsi framing yang berkaitan, yakni konsep psikologi dan konsep sosiologi.
Konsep psikologi lebih menekankan pada bagaimana seseorang memproses berita dalam dirinya. Sedangkan konsep sosiologis menekankan pada
bagaimana seseorang
mengklasifikasikan, mengorganisasikan,
dan menafsirkan pengalaman sosialnya untuk mengerti dirinya dan realitas di
luar dirinya. Framing dimaknai sebagai suatu strategi atau cara wartawan dalam
mengkonstruksi dan memproses peristiwa untuk disajikan kepada khalayak.
Dalam proses konstruksi berita, wartawan tidak hanya dibekali oleh pikiran yang ada dalam dirinya saja. Namun, proses mengkonstruksi berita akan
melibatkan nilai-nilai sosial yang nantinya akan mempengaruhi bagaimana realitas akan dipahami.
33
Pendekatan framing Zhongdang Pan dan Gerald M. Kosicki terbagi kedalam empat struktur besar; struktur sintaksis, struktur skrip, struktur
tematik dan struktur retoris.
34
Melalui keempat struktur ini, dapat dilihat bagaimana kecondongan wartawan dalam memahami suatu peristiwa dan
menginterpretasikan pemahamannya ke dalam bentuk berita. Pendekatan- pendekatan tersebut dapat digambarkan dalam bentuk skema sebagai
berikut:
Table 1.2 Konsep Analisis Framing Zhongdang Pan dan Gerald M. Kosicki
STRUKTUR PERANGKAT
FRAMING UNIT YANG
DIAMATI SINTAKSIS
Cara wartawan
menyusun fakta 1.
Skema berita Headline, lead, latar
informasi, kutipan,
sumber, pernyataan,
penutup SKRIP
Cara wartawan
mengisahkan fakta 2.
Kelengkapan berita
5W+1H
TEMATIK Cara
wartawan menulis fakta
3. Detail
4. Koherensi
5. Bentuk kalimat
6. Kata ganti
Paragraf, proposisi,
kalimat, hubungan
antarkalimat RETORIS
Cara wartawan
7. Leksikon
8. Grafis
9. Metafora
Kata, idiom,
gambarfoto, grafik
33
Eriyanto, Analisis Framing, Konstruksi, Ideologi dan Poltik Media, h. 292.
34
Eriyanto, Analisis Framing, Konstruksi, Ideologi dan Poltik Media,h. 294.
menekankan fakta
Tabel tersebut merupakan gambaran struktur dari perangkat framing Zongdang Pan dan Gerald M. Kosicki. Pertama, struktur sintaksis
berhubungan dengan bagaimana wartwan menyusun peristiwa, menyususn pernyataan, opini, kutipan pengamatan atas peristiwa kedalam bentuk
susunan berita. Sintaksis dalam pengertian umum adalah susunan kata atau frase dalam kalimat.
35
Dalam wacana berita, sintaksis merujuk pada pengertian susunan dan bagian berita seperti headline, lead, latar informasi,
sumber, penutup yang terdapat dalam satu kesatuan teks berita secara keseluruhan.
36
Biasanya struktur sintaksis yang paling populer dalam teks berita ialah bentuk piramida terbalik, dimana bagian yang atas ditampilkan
lebih penting dibanding dengan bagian bawahnya. Selain itu struktur piramida terbalik ini mengacu pada pengorganisasian bagian-bagian struktur
yang runtut, seperti headline judul utama, lead kepala berita atau penduhuluan, episode runtutan cerita, background latar belakang, dan
ending or conclusion penutup atau kesipulan. Headline merupakan aspek sintaksis yang menunjukan tingkat
kemenonjolan dan kecenderungan berita. Pembaca cenderung mengingat headline ketimbang bagian berita. Headline mempengaruhi bagaimana
35
Hasan Alwi, dkk, Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka, 2000, h. 36.
36
Eriyanto, Analisis Framing, Konstruksi, Ideologi dan Poltik Media, h. 296.
kisah dimengerti untuk kemudian digunakan dalam membuat pengertian isu dan peristiwa sebagaimana media paparkan.
37
Headline biasanya menjadi pusat perhatian pembaca sebelum bagian berita lainnnya, oleh sebab itu kemasan dan variasi dari headline dibutuhkan
untuk lebih menarik bagi pembaca. Terdapat beberapa jenis headline yang didasarkan pada kepentingan berita, keserasian susunan, baris headline-
nya deks, tipografi, penempatan berita di halaman surat kabar atau majalah. Beberapa jenis headline tersebut ialah;
38
1. Banner headline, digunakan untuk berita yang dianggap sangat penting.
Headline dibuat dengan jenis dan ukuran huruf yang mencerminkan sifat gagah dan kuat, dalam arti hurufnya lebih besar dan lebih tebal
ketimbang jenis headline lainnya, serta menduduki tempat lebih dari empat kolom surat kabar.
2. Spread headline, untuk berita penting. besar dan tebal hurufnya lebih
kecil dari jenis banner headline. tempat yang diperlukannya pun hanya tiga atau empat kolom saja.
3. Secondary headline, untuk berita yang kurang penting. Ukuran dan
ketebalan hurufnya lebih kecil dari spread headline. tempat yang disediakan untuk headline jenis ini tidak lebih dari dua kolom.
4. Surbordinated headline, untuk berita yang dianggap tidak penting.
kehadirannya terkadang dibutuhkan hanya untuk menutup tempat kosong pada halaman yang bersangkutan. Kosong dalam arti sisa tempat pada
halaman yang memuat berita-berita lain yang dianggap lebih penting. karena itu tempatnya pun tidak lebih dari satu kolom dan dengan ukuran
huruf serta ketebalan lebih rendah ketimbang jenis lainnya.
Selain headline, lead juga merupakan perangkat sintaksis lain yang sering digunakan. Lead pada umumnya menunjukan sudut pandang dari
berita serta menunjukan perspektif tertentu dari peristiwa yang diberitakan. Lead yang disebut juga teras atau intro dalam berita ialah sebuah kalimat
37
Eriyanto, Analisis Framing, Konstruksi, Ideologi dan Poltik Media, h. 297.
38
Kustadi Suhandang, Pengantar Jurnalistik: Seputar Organisasi, Produk Kode Etik, Bandung: Nuansa, 2004, h. 115-116.
atau sejumlah kalimat pertama pada sebuah berita yang dimaksudkan untuk menarik minat agar khlayak mengikuti berita tersebut. Lead juga
dimaksudkan untuk membuat jalan supaya alur berita tersusun dan untuk menekankan arti berita.
39
Lead berita terbagi menjadi beberapa macam. Pada berita yang ditulis dengan cara piramida terbalik lead terbagi menjadi dua macam. Pertama,
formal lead yaitu lead yang mengandung unsur 5W+1H. Kedua, informal lead yaitu lead yang hanya mengandung sebagian unsur berita.
40
Selain headline dan lead ada pula aspek sintaksis lain yakni latar atau latar belakang dari sebuah peristiwa. Melalui latar yang dipilih akan
menentukan ke arah mana pandangan khalayak akan dibawa. Kenampakan latar biasanya berada pada awal bagian berita sebelum pendapat wartawan
yang sebenarnya muncul. Hal ini memberikan kesan bahwa pendapat wartawan dalam berita nantinya bukanlah pandangan subjektif dari
wartawan, namun padangannya sangat beralasan. Melalui latar dapat diketahui bagaimana wartawan memberi pemaknaan atas suatu peristiwa.
Kemudian yang termasuk dalam struktur sintaksis ialah pengutipan sumber berita. Bagian ini dalam penulisan berita dimaksudkan untuk
membangun objektivitas. Pengutipan sumber berita juga bertujuan untuk memberikan penekanan bahwa apa yang ditulis oleh wartawan bukanlah
39
Sudirman Tebba, Jurnalistik Baru, Ciputat: Kalam Indonesia, Desember 2005, h. 97-98.
40
Sudirman Tebba, Jurnalistik Baru, h. 97-98.
pendapat wartawan melainkan pendapat dari orang yang mempunyai otoritas tertentu.
41
Pengutipan sumber ini menjadi prangkat framing atas tiga hal. Pertama, mengklaim validitas atau kebenaran dari pernyataan yang
dibuat dengan mandasarkan diri pada klaim otoritas akademik. Kedua, menghubungkan poin tertentu dari pandangannya kepada pejabat yang
berwenang. Ketiga, mengecilkan pendapat atau pandangan tertentu yang dihubungkan dengan kutipan atau pandangan mayoritas sehingga pandangan
tersebut tampak sebagai menyimpang.
42
Struktur skrip melihat bagaimana strategi bercerita atau bertutur yang dipakai wartawan dalam mengemas peristiwa kedalam bentuk
berita.
43
Umumnya bentuk skrip yang dibuat wartawan memenuhi pola 5W+1H who, what, when, where, why, dan how. Namun, terkadang tidak
semua pemberitaan terkandung unsur-unsur tesebut. Unsur kelengkapan berita ini akan menjadi penanda penting dari framing. Melalui skrip
wartawan mampu mengkonstruksi berita, bagaimana suatu peristiwa dipahami melalui cara tertentu dengan menyusun bagian-bagian peristiwa
dengan urutan tertentu.
44
Melalui skrip wartawan mampu memberikan tekanan bagian mana yang didahulukan dan bagian mana yang
disembunyikan. Cara penyembunyian tersebut dapat dilakukan dengan
41
Eriyanto, Analisis Framing, Konstruksi, Ideologi dan Poltik Media, h. 298.
42
Eriyanto, Analisis Framing, Konstruksi, Ideologi dan Poltik Media, h. 298-299.
43
Alex Sobur, Analisis Teks Media: Suatu Pengantar untuk Analisis Wacana, Analisis Semiotik dan Analisis Framing, h. 175.
44
Eriyanto, Analisis Framing, Konstruksi, Ideologi dan Poltik Media, h. 300.
menaruh bagian tersebut diakhir paragraf teks berita, sehingga memberi kasan informasi tersebut tidak atau kurang penting.
Struktur tematik berhubungan dengan bagaimana wartawan
mengungkapkan pandangannya atas peristiwa ke dalam proposisi, kalimat atau hubungan antar kalimat yang membentuk teks secara keseluruhan.
45
Tematik menurut Pan dan Kosicki, berita mirip sebuah pengujian hipotesis: peristiwa yang diliput, sumber yang dikutip, dan pernyataan yang
diungkapkan, semua perangkat itu digunakan untuk membuat dukungan yang logis bagi hipotesis yang dibuat.
46
Struktur tematik melihat bagaimana fakta tersebut ditulis, bagaimana kalimat yang digunakan, bagaimana
menempatkan dan menulis sumber ke dalam teks berita secara keseluruhan. Elemen dari struktur tematik diantaranya ialah koherensi. Koherensi
ialah pertalian atau jalinan antarkata, proposisi atau kalimat.
47
Koherensi ini berfungsi intuk menggabungkan dua kalimat atau dua proposisi dari fakta
yang berbeda, sehingga kedua fakta tersebut tampak memiliki kaitan berhubungan. Jelasnya, koherensi memberikan kesan kepada khlayak
bagaimana dua fakta diabstraksikan dan dihubungkan.Terdapat beberapa jenis koherensi; pertama, koherensi sebab-akibat. Kalimat atau proposisi
satu dipandang sebagai akibat atau sebab dari proposisi lain. Contoh kata penghubungnya ialah “mengakibatkan” atau “menyebabkan”. Kedua,
45
Alex Sobur, Analisis Teks Media: Suatu Pengantar untuk Analisis Wacana, Analisis Semiotik dan Analisis Framing, h. 176
46
Eriyanto, Analisis Framing, Konstruksi, Ideologi dan Poltik Media, h. 301.
47
Eriyanto, Analisis Framing, Konstruksi, Ideologi dan Poltik Media, h. 302.
koherensi penjelas. Kalimat atau proposisi yang satu sabagai penjelas dari proposisi lain. Koherensi penjelas ini ditandai dengan kata “dan”, “lalu”,
atau “yang”. Ketiga, koherensi pembeda. Proposisi atau kalimat satu dipandang sebagai lawan dari proposisi atau kalimat lain. Koherensi
pembeda ini ditandai dengan kata hubung “dibandingkan” atau
“sedangkan”.
Kemudian yang termasuk kedalam struktur tematik adalah detail. Detail berhubungan dengan kontrol informasi yang ditampilkan wartawan.
48
Melalui elemen
detail dapat
diketahui bagaimana
wartawan mengekspresikan sikapnya secara tersembunyi. Melalui detail akan nampak
seberapa besar ruang yang disediakan wartawan untuk menguraikan aspek tertentu dari pemberitaan. Detail dapat diketahui dengan melihat
keseluruhan dimensi peristiwa, bagian mana yang diuraikan secara panjang lebar dan bagian mana yang diuraikan dengan detail sedikit. Mengapa
wartawan lebih memilih menguraikan dimensi tertentu dan bukan dimensi lain? Apa efek dari penguraian detail itu terhadap seseorang atau kelompok
atau gagasan yang diberitakan oleh wartawan.
49
Elemen berikutrnya dalam prangkat tematik ialah bentuk kalimat. Bentuk kalimat ialah segi sintaksis yang berhubungan dengan cara berfikir
logis, yaitu prinsip kausalitas. Logika kausalitas jika diterjemahkan ke dalam bahasa menjadi susunan subjek kata yang menerangkan dan
predikat yang diterangkan. Dari bentuk kalimat dapat diamati makna yang dibetuk dalam susunan kalimat. Dalam kalimat berstruktur aktif, seseorang
menjadi subjek dari pernyataannya, sedangkan kalimat berstruktur pasif seseorang menjadi objek dari pernyataannya. Struktur kalimat dapat dibuat
48
Eriyanto, Analisis Wacana: Pengantar Analisis Teks Media, h. 238.
49
Eriyanto, Analisis Wacana: Pengantar Analisis Teks Media, h. 239.
aktif maupun pasif, namun umumnya pokok yang dipandang penting selalu ditempatkan diawal kalimat.
50
Bentuk kalimat ini menentukan apakah subjek dieksperesikan secara implisit atau eksplisit dalam teks. Penempatan kalimat diawal atau diakhir
dapat mempengaruhi makna yang timbul karena akan menunjukan bagian mana yang lebih ditonjolkan kepada khalayak. Bentuk kalimat dapat pula
diamati dalam teks berita dari bentuk kalimat yang digunakan. Apakah berita tersebut menggunakan bentuk deduktif atau induktif. Kalimat
deduktif ialah kalimat yang inti kalimatnya umum berada diawal kalimat dan kemudian kalimat khusus. Sedangkan kalimat induktif sebaliknya,
dimana kalimat khusus diletakan diawal, dan inti kalimat diletakkan di akhir. Dalam bentuk kalimat deduktif, penonjolan terhadap aspek tertentu
lebih terlihat sementar dalam bentuk induktif inti kalimat nampak samar dan tersembunyi, karena diletakan diakhir kalimat.
51
Kemudian dari elemen kata ganti. Kata ganti merupakan alat yang dipakai oleh komunikator untuk menunjukan dimana posisi seseorang dalam
wacana. Pemakaian kata ganti “kita” atau “kami” mempunyai gambaran menumbuhkan solidaritas, aliansi, perhatian publik, serta mengurangi kritik
dan oposisi hanya kepada diri sendiri. Selain itu kata ganti “kami” menandakan batas antara komunikator dan khalayak dengan sengaja
dihilangkan untuk menunjukan apa yang menjadi sikap komunikator juga menjadi sikap khalayak. Berbeda jika menggunakan kata “saya” atau “kita”,
50
Eriyanto, Analisis Wacana: Pengantar Analisis Teks Media, 251.
51
Eriyanto, Analisis Wacana: Pengantar Analisis Teks Media, 252.
seolah menunjukan sikap tersebut merupakan sikap resmi komunikator semata-mata. B
egitupun dengan kata ganti “kami” dan “mereka” justru mencipta
kan jarak dan memisahkan antara pihak “kami” dan “mereka”. Untuk yang dianggap sependapat dengan wartawan maka digunakan kata
ganti “kami”, tetapi bagi yang tidak sependapat digunakan kata ganti “mereka”.
52
Kata ganti merupakan elemen untuk memanipulasi bahasa dengan menciptakan suatu komunitas inmajinatif.
53
Struktur retoris
berhubungan dengan
bagaimana wartawan
menekankan arti tertentu kedalam berita.
54
Struktur retoris dari wacana berita menggambarkan pilihan gaya atau kata yang dipilih oleh wartawan
untuk menekankan arti yang ingin ditonjolkan oleh wartawan. Wartawan menggunakan perangkat retoris untuk membuat citra,
meningkatkan kemenonjolan pada sisi tertentu dan meningkatkan gambaran yang diinginkan dari suatu berita. Struktur retoris dari wacana berita juga
menunjukan kecenderungan bahwa apa yang disampaikan tersebut adalah suatu fakta dan kebenaran bukan sekedar persuasi.
55
Terdapat beberapa elemen dari struktur retoris yang dipakai oleh wartawan. Elemen tersebut ialah elemen leksikon, grafis dan metafora.
Leksikon merupakan elemen terpenting, leksikon melihat pada pemilihan dan penggunaan kata-kata tertentu untuk menandai atau menggambarkan
peristiwa.
56
Suatu fakta umumnya terdiri atas beberapa kata yang memiliki sinonim kata. Diantara beberapa sinonim kata tersebut, komunikator bebas
52
Eriyanto, Analisis Wacana: Pengantar Analisis Teks Media, h. 253-254.
53
Eriyanto, Analisis Wacana: Pengantar Analisis Teks Media, h. 254.
54
Alex Sobur, Analisis Teks Media: Suatu Pengantar untuk Analisis Wacana, Analisis Semiotik dan Analisis Framing, h. 176.
55
Eriyanto, Analisis Framing, Konstruksi, Ideologi dan Poltik Media, h. 304.
56
Eriyanto, Analisis Framing, Konstruksi, Ideologi dan Poltik Media, h. 304-305.
memilih kata mana yang akan digunakan. Namun, pilihan kata yang digunakan tidak semata-mata hanya sebuah kebetulan, tetapi juga secara
ideologis menunjukan bagaimana pemaknaan seseorang terhadap realitas.
57
Bahkan tak jarang apabila suatu peristiwa yang terjadi mengenai keburukan komunikator, penggunaan kata yang dipilih akan nampak lebih
halus dengan menggunakan kosakata yang dihaluskan eufemisme. Pilihan kata tersebut menunjukan sikap dan ideologi tertentu.
Elemen kedua dari retoris ialah grafis. Selain lewat kata, penekanan pesan dalam berita juga dapat dilakukan dengan menggunakan unsur grafis.
Grafis biasanya muncul lewat bagian tulisan yang dibuat berdeda dibandingkan tulisan lain. Pemakaian huruf tebal, huruf miring, pemakaian
garis bawah, huruf yang dibuat dengan ukuran yang lebih besar.Termasuk di dalamnya adalah pemakaian caption, raster, grafik, foto, gambar, atau tabel
untuk mendukung arti penting suatu pesan. Bagian-bagian yang ditonjolkan ini menekankan kepada khalayak pentingnya bagian tersebut. Bagian yang
dicetak berbeda tersebut adalah bagian yang dianggap penting oleh komunikator, dimana ia menghendaki khlalayak menaruh perhatian lebih
pada bagian tersebut. Elemen grafik memeberikan efek kognitif, ia mengontrol perhatian dan ketertarikan secara intensif dan menunjukan
apakah suatu informasi itu dianggap penting dan menarik sehingga harus dipusatkan atau difokuskan.
58
57
Eriyanto, Analisis Framing, Konstruksi, Ideologi dan Poltik Media, h.305.
58
Eriyanto, Analisis Framing, Konstruksi, Ideologi dan Poltik Media, h. 306.
Elemen retoris yang terakhir ialah metafora. Dalam suatu wacana berita, wartawan tidak hanya menyampaikan pesan pokok lewat teks, tetapi
juga kiasan, ungkapan, metafora yang dimaksudkan sebagai bumbu pelengkap dari suatu berita. Akan tetapi, pemakaian metafora tertentu bisa
jadi menjadi petunjuk utama untuk mengerti makna suatu teks. Metefora tertentu dipakai oleh wartawan secara strategis sebagai
landasan berfikir, alasan pembenaran atas pendapat atau gagasan tertentu kepada publik.Wartawan menggunakan kepercayaan masyarakat, ungkapan
sehari-hari, peribahasa, pepatah, petuah leluhur, kata-kata kuno, bahkan mungkin ungkapan yang diambil dari ayat-ayat suci, yang semuanya dipakai
untuk memperkuat pesan utama.
59