Dari teks berita Kompas, pada paragraf sembilan terdapat pernyataan dari Said Aqil Siroj yang menyatakan bahwa kondisi di Tolikara
sudah kondusif.Kalimat pernyataan ini diawali dengan
kata“apalagi”.Kata
ini merupakan koherensi atau jalinan kata.Jenis jalinan kata ini disebut
koherensi penegasan, dimana kata “apalagi” ini menjadi penegas dari proposisi sebelumnya. Menurut penulis kalimata “apalagi, situasi di
Tolikara sekarang sudah kondusif
” menjadi penegasan atas imbauan yang dinyatakan Said Aqil Siroj kepada awak media untuk tidak membesar-
besarkan peristiwa di Tolikara. Kalimat ini memberikan kesan penguat bahwasannya tidak ada gunanya memperbesar masalah sedangkan kondisi
di Tolikara sendiri telah kondusif. Hal ini memperkuat arah pemberitaan Kompas yang menekankan aspek perdamaian.
Koherensi dalam teks berita Republika terdapat pada paragraf sebelas.Dalam pernyataan Kapolri Jenderal Badrodi Haiti saat menjelaskan
kronologis insid
en Tolikara, terdapat kata “tetapi”.Kata tersebut termasuk dalam jenis koherensi pertentangan.Kata “tetapi” dalam kalimat ini
menghubungkan fakta dari dua proposisi yang bertentangan.Proposisi pertama, Kapolsek yang menginginkan adanya kesepakatan melalui
negosiasi. Proposisi kedua, massa yang menolak dan langsung melempari batu. Dua fakta ini bertentangan, namun keduanya dihubungkan dengan kata
“tetapi”. Kutipan dalam teks Republika semacam ini menggambarkan
kepada khalayak bahwa massa yang dimaksud dalam teks tersebut tidak
menginginkan adanya negosiasi. posisi kata “tetapimassa tak mau
kemudian semakin banyak yang datang dan melempar batu
” mempertegas sikap massa yang anarkis.
Kemudian, dalam teks berita Republika paragraf 14 terdapat kata
“kendati demikian
”.Kata tersebut
termasuk jenis
koherensi pertentangan.Jika diamati dari pernyataan Imam Masjid Baitul Mutaqqin Ali
Muchtar yang menyatakan bahwa umat Islam dan jemaat GIDI telah berdamai, namun masih berharap jaminan keamanan dari aparat.Terdapat
aspek yang tersembunyi dari penyataan tersebut, Republika seolah menyetujui pendapat bahwasannya telah ada perdamaian antara uamat Islam
dan Jemaat GIDI. Namun kalimat “Kendati demikian, ia masih mengharapkan jaminan keamanan dari aparat,” mengisyaratkan bahwa
keaadaan di Tolikara belum sepenuhnya kondusif dan masih ada kekhawatiran masyarakat akan terjadinya penyerangan kembali.
c. Kata Ganti
Tabel 5.10
Kata Ganti Kompas dan Republika Edisi 24 Juli 2015 Unsur
diamati Kompas
Republika Kalimat
“….. kita akan maju
kalau bisa bersatu padu,” ujar Jokowi
…..“Dari dua orang ini akan kita kembangkan ke
calon-calon tersangka
lainnya,” kata Yotje. Ia meminta masyarakat sabar
menanti pungkasnya proses hukum tersebut.
Elemen kata ganti dalam Kopas terdapat dalam pernyataan Presiden
Jokowi menggunakan kata “kita”. Kata ganti “kita” seolah mengajak
pembaca untuk menyetujui pendapat Presiden. Kata ganti
“kita”menjadikan
sikap tersebut sebagai representasi dari sikap bersama dalam suatu komunitas tertentu.
107
Dalam hal ini kata ganti
“kita” seolah menjadi sikap
bersama atau kewajiban bersama sebagai warga negara Indonesia untuk bersatu padu.
Republika dalam teks beritanya menggunakan kata ganti “kita”, Kata ganti “kita” dalam pernyataan Yotje Mande yang dikutip Republika
dirasa janggal oleh penulis.Karena, apabila kata ganti “kita” yang dimaksud
ialah pihak kepolisian, maka seharusnya kata ganti tersebut diubah mnejadi
“kami”. B.
RETORIS a.
Leksikon
Tabel 5.11
Leksikon Kompas dan Republika Edisi 24 Juli 2015 Unsur diamati
Kompas Republika
Kata Polri
Tetapkan Dua
Tersangka Dua
Tersangka
TolikaraDiringkus
Penggunaan leksikon
pada Kompas
terdapat pada
kata “tetapkan”.Kata tetapkan memiliki kata dasar tetap dan diberi imbuhan
kan . Kata tetapkan dalam kamus bahasa Indonesia off line sama dengan
menetapkan yang memiliki arti memastikan, memutuskan, menentukan. Makna menetapkan yang digunakan Kompas memepertegas alur cerita dari
teks tersebut hanya pada level penetapan dua orang tersebut sebagai tersangka. Kompas tidak berbicara pada level proses penangkapan. Oleh
karenanya Kompas hanya menjelaskan informasi terkait identitas dan alasan
107
Eriyanto, Analisis Wacana: Pengantar Analisis Teks Media, h. 254.
kedua orang tersebut dijadikan tersangka. Kompas sama sekali tidak
menceritakan bagaimana kronologi penangkapan dua tersangka tersebut. Sedangkan kata diringkus berasal dari kata ringkus yang berarti
menangkap atau membekuk. Makna diringkus yang digunakan Republika mempertegas alur cerita teks tersebut pada level proses penangkapan. Oleh
karenanya dalam teks Republika secara eksplisit menjabarkan kronologis penangkapan dua tersangka Tolikara.Unsur 5W+1H secara lengkap
dipaparkan Republika untuk memperdalam informasi terkait penangkapan dua tersangka Tolikara tersebut.
b.
Grafis
Tabel 5.12
Grafis Kompas dan Republika Edisi 24 Juli 2015 Unsur diamati
Kompas Republika
Foto dan penggunaan
huruf
Satu foto Presiden Joko Widodo
dan Wakil
Presiden Jusuf
Kalla yang sedang menyalami
satu per satu tokoh agama yang
hadir dalam
pertemuan tokoh lintas negara di Istana Negara.
Pada caption
nama beserta
jabatan Joko
Widodo bertinta hitam dan ditebalkan.
Penggunaan huruf tebal dan ukuran huruf yang
besar pada judul “Dua Tersangka
Tolikara Diringkus
”
pemakaian huruf tebal pada
judul yang
dikususkan pada kalimat
“Presiden: Jaga
Persaudaraan
”, selain itu,
kata ini
juga mengugnakan
ukuran yang lebih besar dari
kalimat “Polri Tetapkan Dua
Tersangka Perusakan,
Kekerasan, dan
Penghasutan di
Tolikara. Satu kalimat pernyataan
di bawah judul dicetak dengan
huruf tebal.
Kalimat tersebut
berbunyi “Kepolisisan
tak menutup
kemungkinan jumlah tersangka bertambah.
Penggunaan foto saat acara pertemuan dengan tokoh lintas agama di
Istana Negara memperkuat data pendukung atas gagasan Kompas yang menyatakan bahwa dalam perbedaan tetap bisa berjabat tangan,
menghormati, toleransi dan bersatu. Selain foto gagasan Kompas juga didukung dengan judul yang yang dicetak tebal serta penggunaan ukuran
huruf yang lebih besar pada kalimat “Presiden: Jaga Persaudaraan” menunjukan gagasan ini yang dianggap penting dan sengaja ditonjolkan
Kompas. Sehingga perhatian pembaca akan tertuju pada kalimat yang dibuat lain tersebut. Sedangkan anak kalimat dari judul tersebut yakni kalimat
“Polri Tetapkan Dua Tersangka Perusakan, Kekerasan, dan Penghasutan di Tolikara” dicetak dengan ukuran yang lebih kecil dan tidak ditebalkan. Hal
ini menandakan bahwasaannya bagian ini sengaja tidak ditonjolkan Kompas, agar pembaca lebih memfokuskan perhatian pada kalimat judul
“Presiden: Jaga Persaudaraan”. Grafis yang digunakan Republika tak jauh berbeda. Kalimat judul
dicetak dengan huruf besar dan diberikan ketebalan. Hal ini digunakan
Republika untuk mempertegas gagasan Republika yang fokus pada informasi penangkapan kedua tersangka. Selain itu, dalam teks Republika
terdapat satu kalimat pernyataan yang diambil dari kutipan Kapolda Papua Inspektur Jendral Yotje Mende dan diletakan di bawah judul dengan dicetak
menggunakan huruf yang lebih tebal dari isi teks berita. Berikut kutipan pernyataan yang dibuat lain tersebut:
“Kepolisian tak menutup kemungkinan jumlah tersangka bertambah.”
Dalam hal ini Republika ingin menyamapaikan bahwasannya masih ada sejumlah calon tersangka penyerangan di Tolikara.Secara tidak
langsung Republika mengungkapkan perkiraan tersangka dalam jumlah besar. Sekaligus mencoba menggambarkan bahwasannya jumlah massa
yang cukup banyak saat itu menyerang umat Islam yang tengah melaksanakan shalat Ied.
Berita 4: Teks Kompas Edisi 25 Juli 2015 TNI Diminta Percepat Renovasi di Tolikara
Ketua FBU Papua: Penyabab Insiden karena Komunikasi Tak Jalan
JAKARATA, KOMPAS – Panglima TNI Jenderal gatot Nurmantyo
diberi waktu satu bulan untuk mempercepat penyelesaian renovasi pembangunan kios dan mushala yang rusak akibat inisden Tolikara, Papua,
pada Jumat 177 lalu. Terkait dengan percepatan tersebut, TNI menambahkan jumlah personel prajurit TNI sebanyak 100 Orang.
“Jadi, sekarang ini, pembangunan kembali di Tolikara sudah dilakukan. Beliau Presiden Joko Widodo meyakinkan lagi agar dari 60
kios yang dibakar dan terbakar, harus dibangun 75 kios. Sebanyak 15 kios, untuk warga setempat asli Tolikara,” usai sholat Jumat bersama presiden
Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla, di Masjid Baitulrohim, Kompleks Istana, Jakarta, Jumat 247.
Menurut Gatot, Presiden Jokowi menargetkan selesai dalam waktu satu bulan sejak pembangunan sekarang. “Karena harus selesai satu bulan
agar ekonomi segera bisa berjalan, kita tambah personel 100 orang prajurit,” katanya.
Gatot menegaskan, Tolikara saat ini sudah aman sehingga tidak perlu lagi mendirikan pos-pos pengamanan TNI.
Hal senada diutarakan Ketua Forum Kerukunan Antar Umat Beragama di Papua, Lipiyus Biniluk, yang juga Ketua Persekutuan Gereja-
gereja dan Lembaga-lembaga Injili di Indonesia PGLII Papua, seusai diterima Presiden Jokowi di Istana Merdeka, Jumat sore. Dalam pertemuan
itu, selain hadir Tim Komunikasi Publik Presiden Teten Masduki, juga hadir staf khusus Presiden untuk Papua, Lenis Kogaya.
“Kondisi di Tolikara saat ini, sudah sangat kondusif dan aman bahkan, sangat aman, tidak seperti diberitakan sejumlah media massa dan
media sosial, “ujar Lipiyus, dalam keterangan pers di Kantor Presiden, bersama tokoh agama Kristen dan Pemerintah Daerah Kabupaten Tolikara.
Menurut Lipiyus, iniden Tolikara yang terjadi sebenarnya disesbakan karena persoalan komunikasi yang tak jalan. Bukan karena
adanya pihak luar atau pihak asing yang ikut bermain. “Selama 50-an tahun Papua bergabung dengan Negara Kesatuan Republik Indonesia, belum
pernah ada konflik antar-umat beragama. Secara budaya masyarakat Papua memegang adat bahwa haram hukumnya membakar tempat ibadah.
“Tempat ibadah apapun milik bersama, dari agama manapun bisa duduk bersama. Jadi, kalau bakar tempat ibadah, maka haram hukumnya.
Papua yang mayoritas Kristen, mereka menjaga hal itu,” tuturnya, seraya menjelaskan aksi warga yang membakar kios akhirnya merembet mushala.
Terkait penahanan oleh polisi terhadap dua warga dari kalangan Gereja Injili di Indonesia GIDI, Lipiyus membenarkan. “Mereka bertindak
rusuh karena komunikasi yang tak jalan meskipun sudah ada kesepakatan,” ujarnya.
Lipiyus berharap, setelah penahanan kedua tersangka insiden Tolikara, polisi diharapkan tak lagi melakukan penangkapan-penangkapan
terhadap warga. “Tak perlu menangkap-menangkap lagi. Nanti eksesnya jadi tak baik saya minta kepada Presiden begitu agar tak ada lagi
penangkapan. Selain sudah diselesaikan secara damai, pihak korbanpun
sudah menerima kesepakatan damai,” kata Lipiyus. Dititipkan di Polda Papua
Sementara itu, setelah ditetapkan sebagai tersangka, Kamis 237 lalu, YW dan HK yang diduga menjadi pelaku perusakan,kekerasan,dan
penghasutan saat insiden Tolikara, menghuni Rumah Tahanan Ruran Kepolisian Daerah Papua di Jayapura, Jumat.
Keduanya dari Wamena tiba di Bandar Udara Sentani pada pukul 12.03 WIT. Penjeputan kedua tersangka dipimpin Kepala Kepolisian Resor
Jayapura Ajun Komisaris Besar Sondang Siagian beserta angota Brigade Mobil Papua.
Kpala Polda Papua Inspektur Jenderal yotje Mende saat dihubungi dari Karubaga mengatakan, YW dan HK diduga menghasut saat insiden
terjadi. “Kami mendapatkan bukti keterlibatan keduanya melalui rekaman vidio saat peristiwa. Kedua oknum tersebut adalah pegawai salah satu bank
di Tolikara,” tutur Yotje.
Menurut dia, keduanya melanggar pasal 170 Kitab Undang-undang Hukum Pidana KUHP tentang penyerangan yang mengakibatkan kerugian
korban jiwa dan harta benda. Selain itu, YW dan HK, tambah Yotje masih ada sejumlah calon tersangka lainnya dalam kasus tersebut. Hal ini
berdasarkan bukti rekaman vidio yang dimiliki polri.
Pantauan Kompas, kemarin, sekitar 100 Umat Muslim menjalankan ibadah shalat dengan aman di Markas Koramil 1702-11
Karubaga. Ustadz Fazlan Garamatan dari Fak-fak, Papua Barat, tampil sebagai khotib dalam shalat tersebut. Ali usman 30, jemaah shalat, merasa
lega dapat mengikuti shalat meski baru seminggu terjadi insiden.
Berita 4: Teks Republika Edisi 25 Juli 2015 TNI Jamin Pendirian Masjid Tolikara
TOLIKARA – Tentara Nasional Indonesia TNI menjamin
pembangunan masjid baru di Karubaga, Tolikara, pascakerusuhan dan pembakaran 17 Juli lalu. Jaminan TNI ini menyusul kekhawatiran akan
terjadi penolakan oleh sejumlah pihak untuk membangun masjid baru. Masjid baru ini menggantikan Masjid Baitul Mutaqqin yang dibakar warga
selepas protes shalat Id, pekan lalu.
“Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo menjamin itu pendirian masjid. Kita semua harus menjaga kebebasan menjalankan ibadah sesuai
keyakinan masing- masing,” kata Komandan Kodim Jayapura Kolonel Tri
Yunarto kepada Republika di Tolikara, kemarin. Menurutnya, TNI menjamin bahwa masjid yang baru akan dibangun di lokasi lapangan voli
Koramil Karubaga.
Sedangkan, Panglima
TNI Jenderal
Gatot Nurmantyo
mengungkapkan, pihaknya telah menambah 100 personel untuk membangun kembali masjid serta sejumlah kios yang hangus usai peristiwa
Tolikara. Gatot mengatakan, penambahan personel tersebut sesuai dengan instruksi Presiden Jokowi yang memint agar pemulihan kegiatan
perekonomian di Tolikara dipercepat.
“Kita tambah 100 personel. Karena, dituntut satu bulan harus selesai sehingga
ekonomi berjalan,” kata Gatot di Istana Negara, Jumat 247. Menurut Gatot, total ada 75 kios yang dibangun kembali. Sebanyak 60 unit
untuk menggantikan kios yang terbakar dan 15 unit sisanya dibangun untuk masyarakat setempat.
Sebelumnya, Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo meletakkan batu pertama pembangunan masjid baru di Karubaga, Tolikara, pada Selasa
217 kemarin. Peletakan batu pertama pembangunan masjid tersebuit di tempat yang berbeda dari masjid sebelumnya yang terbakar.
Peletakan tersebut dilakukan di lahan kosong di KOmpleks Koramil Kerubaga dengan ukuran sekitar 40 kali 15 meter. Belum jelas apakah
masjid baru tersebut akan digunakan secar permanen. Kendati demikian, Bupati Tolikra Usman G wanimbo mengatakan,
belum bisa menjamin perizinan pendirian masjid di wilayah Tolikara.
menurutnya, perizinan harus sesuai dengan kesepakatan Gereja Injili Di Indonesia GIDI dan masyarakat adat di Tolikara.
Pihak-pihak di Tolikara mengatakan, tanah di lokasi terbakarnya Masjid Baitul Mutaqqin diklaim milik GIDI. Demikian juga dengan tanah di
KOramil Karubaga. Selain itu, tanah itu juga diklaim milik maraga Kagoya yang lebih dulu tinggal di Karubaga, Tolikara. “Iya, itu mama saya punya
tanah, kita sekarang sudah jadi pengungsi,” kata Alberttini Kagoya 60 saat diwawancarai Republika, kemarin.
Albertini menegaskan, tanah wilayah Pasar Karubaga dan markas Koramil adalah milik keluarga Kagoya. Sebagian diberikan kepada TNI
dengan syarat anggota keluarga itu diberi kemudahan menjadi anggota TNI untuk bertugas di Koramil Karubaga.
Selain itu, Ketua Persekutuan Gereja-gereja dan Lembaga-lembaga Injili Indonesia PGLII Lipiyius Biniluk juga mengiyakan adanya peraturan
daerah perda tentang laranganmembangun rumah ibadah baru di Tolikara. meurutnya, Perda itu sesuai dengan kearifan lokal di kabupaten yang
mayoritas penduduknya beragama Kristen tersebut.
Terlebih, katanya, Papua memiliki keistimewaan otonomi khusus. “Perda itu dalam konteks otonomi khusus Papua. Perda itu sesuai dengan
local content yang ada,” katanya usai menemui Presiden Joko Widodo
Jokowi di Istana Merdeka, Jumat 247. Dalam kesempatan yang sama, Sekertaris Daerah Kabupaten
Tolikara Dance Y Flassy menambahkan, kendati perda tersebut sudah disetujui DPRD Kabupaten Tolikkara, tapi belum diketuk palu pleh DPRD
Provinsi Papua.
Dance mengatakan, jika pemerintah pusat ingin mengevaluasi Perda tersebutmaka seharusnya sevaluasi serupa juga dilakukan pada perda-perda
sejenis yang ada di sejumlah daerah. “Kalau menteri mau cabut perda, evaluasi juga dong perda-
perda lain di seluruh Indonesia,” ucap dia. Selain bantuan dari pemerintah, pembangunan masjid baru di
Tolikara juga akan dilakukan oleh Komite Umat untuk Tolikara Komat Tolikara. Wadah tersebut akan mengorganisasi bantuan yang dikumpulkan
sejumlah lembaga amil zakat untuk membangun kembali masjid. Sejauh ini, dana yang terkumpul dari berbagai lembaga amil zakat setidaknya telah
mencapai Rp 2 miliar.
Juru Bicara Komat Tolikara Adnan Arnas mangakui, pembangunan masjid di Tolikara berpotensi diganjal pihak-pihak tertentu di Tolikara.
Namun, menurutnya, itu tak menjadi maslah karena pihak-pihak tersebut harus mengikuti kebijakan pemerintah yang sudah membolehkan
pembangunan masjid.
1. SINTAKSIS
a. Skema berita
Struktur sintaksis Kompas edisi 25 Juli 2015 diawali dengan judul, kemudian pernyataan narasumber, lead, kutipan narasumber, latar
informasi, penutup. Posisi pernyataan yang diletakkan setelah judul dan dicetak dengan jenis huruf serta ukuran huruf yang berbeda dari isi teks
keseluruhan memberikan kesan bahwa aspek tersebut sengaja ditonjolkan oleh Kompas. Berikut pernyataan narasumber dalam teks berita Kompas:
“Ketua FUB Papua: Penyebab Insiden karena Komunikasi Tak Jalan”. Pernyataan ini mengajak pembaca untuk berfikir bahwa peneyebab konflik
tolikara karena komunikasi yang tak jalan, bukan karena sentimen terhadap penganut agama tertentu.
Kemudian struktur sintaksis pada berita Republika berbentuk piramida terbalik, diawali dengan judul, lead, latar informasi, kutipan
narasumber, pernyataan dan penutup. Struktur piramida terbalik ini menempatkan aspek yang dianggap penting diawal kemudian bagian
selanjutnya dilengkapi dengan keterangan-keterangan atau fakta-fakta yang mendukung.
Tabel 6.1
Headline Kompas dan Republika Edisi 25 Juli 2015 Unsur diamati
Kompas Republika
Headline judul TNI Diminta Percepat
Renovasi di
Tolikara, Ketua
FUB Papua:
Penyebab Insiden karena Komunikasi Tak Jalan
TNI Jamin
Pendirian Masjid Tolikara
Tabel 5.1 menunjukan kedua surat kabar tersebut mengangkat inti tema yang sama, yakni mengenai tugas TNI untuk menangani pembangunan
serta renovasi berbagai fasilitas pasca konflik tolikara. Perbedaan terletak pada sisi objek pemberitaan yang diangkat. Jika Kompas mengangkat
renovasi terhadap
seluruh bangunan
yang rusak
secara keseluruhan.Republika fokus terhadap pendirian masjid pasca terbakar
dalam insiden Tolikara tersebut. Hal ini menunjukan Republika menekankan bahwa pendirian masjid yang menjadi prioritas dalam
pembangunan kembali pasca insiden tersebut. Kompas juga menyajikan pernytaan yang berdapingan dengan judul
utama. Judul utama Kompas berbunyi “TNI Diminta Percepat Renovasi di
Tolikara” dengan pernyataan“Ketua FUB Papua: Penyebab Insiden karena Komunikasi Tak Jalan”. Struktur demikian seolah Kompas ingin membagi
fokus perhatian pembaca pada dua fakta, pertama tentang renovasi di Tolikara dan kedua pernyataan ketua FUB Papua tentang penyebab insiden
tersebut karena komunikasi yang tak jalan. Dua fakta yang disajikan beriringan seperti ini seolah mengajak pembaca untuk memahami bahwa
rusaknya sejumlah bangunan merupakan imbas dari sebuah insiden yang disebabkan karena komunikasi yang tak jalan bukan semata-mata karena
tindakan penyerangan. Jika logika dari kalimat ini dibalik, maka akan dipahami bahwa tindakan penyerangan tidak akan terjadi jika ada
komunikasi yang baik antar kedua belah pihak sehingga tidak terjadi sebuah insiden yang menyebabkan terbakarnya sejumlah bangunan dan fasilitas
ibadah. Tabel 6.2
Lead Kompas dan Republika Edisi 25 Juli 2015 Unsur diamati
Kompas Republika
Lead JAKARTA, KOMPAS--
Panglima TNI Jenderal TOLIKARA
— TentaraNasional
Gatot Nurmantyo diberi waktu satu bulan untuk
mempercepat penyelesaian
renovasi pembangunan kios dan
mushala yang
rusak akibat insiden Tolikara,
Papua, pada Jumat 177 lalu.
Terkait dengan
percepatan tersebut, TNI menambah
jumlah personel
prajurit TNI
sebanyak 100 orang. Indonesia
TNI menjamin
pendirian bangunan masjid baru di
Karubaga, Tolikara,
pasca kerusuhan
dan pembakaran 17 Juli lalu.
Jaminan TNI
ini menyusul kekhawatiran
akan terjadi penolakan oleh
sejumlah pihak
untuk membangun
masjid. Masjid baru ini menggantikan
Masjid Baitul Muttaqin yang
dibakar warga selepas protes shalat Id, pekan
lalu.
Lead yang digunakan Republika dan Kompas jelas menunjukan
pandangannya masing-masing. Kompas menggunakan jenis what lead yang mengungkapkan peristiwa apa yang terjadi. Kompas hanya menjabarkan
peristiwa yang terjadi mengenai TNI yang diminta untuk mempercepat penyelesaian renovasi kios dan mushala yang rusak akibat insiden Tolikara.
Sedangkan, lead Republika jelas menunjukan pandangannya dalam lead dengan tidak hanya memparkan dari segi what lead tetapi juga
memaparkan dari segi why lead yang mengungkapkan alasan TNI memberikan jaminan dan pengamanan tehadap pendirian Masjid di Tolikara
karena berpotensi diganja sejumlah pihak di Tolikara.Hal ini memberikan nada negatif terhadap pihak yang mengganjal pendirian masjid karena
dianggap tidak memberikan hak kebebasan beribadah.
Tabel 6.3
Latar Informasi Kompas dan Republika Edisi 25 Juli 2015 Unsur diamati
Kompas Republika
Latar Informasi
Menurut Lapiyus, insiden Tolikara
yeng terjadi
sebenarnya disebabkan
karena persoalan
komunikasi yang
tak jalan.
Bukan karena
adanya pihak luar atau pihak asing yang ikut
bermain, “selama 50-an tahun Papua bergabung
dengan Negara Kesatuan Republik
Indonesia, belum pernah ada konflik
antar-umat beragama.
Secara budaya,
masyarakat Papua
memegang adat bahawa haram
hukumnya membakar
tempat ibadah.”
“Panglima TNI Jenderal Gatot
Nurmantyo menjamin itu pendirian
masjid. Kita
semua harus menjaga kebebasan
menjalankan ibadah
sesuai keyakinan
masing- masing,”
kata Komandan
Kodim Jayapura Kolonel Tri
Yunarto…
Latar informasi yang dipilih oleh Kompas mengarah pada penyebab
terjadinya insiden Tolikara karena komunikasi yang tak jalan. Selain itu, Kompas juga memakai latar sejarah keberhasilan warga Papua selama 50
tahun dalam menjaga persatuan tanpa adanya konflik antar umat beragama.Secara rinci Kompas juga memaparakan hukum adat masyarakat
Papua —yang mayoritas Kristen—mengharamkan membakar tempat ibadah.
Pemberitaan semacam ini akan membentuk kesadaran khlayak bahwa terbakarnya sejumlah kios dan mushala ini bukan karena kemarahan umat
Kristiani terhadap umat Muslim, karena tak mungkin umat Kristiani melanggar hukum adat yang mengharamkan membakar rumah ibadah.
Namun Insiden ini terjadi lebih dikarenakan komunikasi yang tidak berjalan
dengan baik bagi kedua belah pihak, dan tidak ada unsur kesengajaan dalam pembakaran rumah ibadah tersebut, warga membakar kios yang akhinya
merembet ke mushala. Dengan demikian, Kompas berupaya menyuguhkan pandangan positif terhadap umat Kristiani masyarakat Papua. Berikut
kutipan latar informasi Kompas: Menurut Lapiyus, insiden Tolikara yeng terjadi sebenarnya
disebabkan karena persoalan komunikasi yang tak jalan. Bukan karena adanya pihak luar atau pihak asing yang ikut bermain,
“selama 50-an tahun Papua bergabung dengan Negara Kesatuan Republik Indonesia, belum pernah ada konflik antar-umat beragama.
Secara budaya, masyarakat Papua memegang adat bahawa haram hukumnya m
embakar tempat ibadah.” “Tempat ibadah apa pun milik bersama, dari agama mana pun
bisa duduk bersama.Jadi, kalau bakar tempat ibadah, maka haram hukumnya.Papua yang mayoritas Kristen, mereka menjaga hal itu,”
tuturnya, seraya menjelaskan aksi warga yang membakar kios akhirnya merembet mushala.
Sedangkan Republika lebih mengarahkan latar informasi pada pentingnya pendirian masjid. Republika memaparkan bahwa setiap orang
harus menjaga kebebasan menjalankan ibadah sesuai keyakinan masing- masing. Sehingga Republika menilai pembangunan masjid harus menjadi
prioritas utama untuk menjaga dan menghormati kebebasan umat muslim dalam menjalankan ibadah dengan fasilitas ibadah yang nyaman. Dengan
demikian, teks Republika dipandang menyuarakan dukungan terhadap hak umat muslim.
Tabel 6.4
Kutipan Narasumber Kompas dan Republika Edisi 25 Juli 2015 Unsur diamati
Kompas Republika
Kutipan Narasumber
“Jadi, sekarang
ini, pembangunan kembali di
“Panglima TNI
Jenderal Gatot
Tolikara sudah dilakukan. Beliau
Presiden Joko
Widodo meyakinkan lagi agar 60 kios yang dibakar
dan terbakar,
harus dibangun
75 kios.
Sebanyak 15 kios, untuk warga
setempat asli
Tolikara.” Gatot
Nurmantyo Nurmantyo menjamin
itu pendirian masjid. Kita
semua harus
menjaga kebebasan
menjalankan ibadah
sesuai keyakinan
masing- masing,” kata
Komandan Kodim
Jayapura Kolonel Tri Yunarto
“Tempat ibadah apa pun milik bersama, dari agama
mana pun bisa duduk bersama. Jadi, kalau bakar
tempat
ibadah, maka
haram hukumnya. Papua yang mayoritas Kristen,
mereka mejaga hal itu.” “Mereka bertindak rusuh
karena komunikasi yang tak jalan meskipun sudah
ada kesepakatan.” Lipiyus Biniluk
“Kita tambah
100 personel.
Karena, dituntut satu bulan harus
selesai sehingga
ekonomi berjalan.”
Jenderal Gatot
Nurmatyo
“Kami mendapat bukti keterlibatan
keduanya melalui rekaman video
pada saat peristiwa. Kedua oknum
tersebut adalah
pegawai salah satu bank di Tolikara.” Kapolda Papua
Inspektur Jenderal Yotje Mende
“Iya, itu Mama saya punya
tanah, kita
sekarang usdah
jadi pengungsi.” Albert Tini
Kogoya
“Perda itu
dalam konteks otonomi khusus
Papua. Perda itu sesuai dengan local content
yang ada.”
Ketua Persekutuan
Gereja- gereja dan Lembaga-
lembaga Injili Indonesia Lipiyus Biniluk
“Kalau menteri mau cabut preda, evaluasi
juga dong perda-perda
di seluruh Indonesia.” Sekertaris
Daerah Kabupaten
Tolikara Dance Y Flassy
Dari tabel 6.4 itu, Kompas mewawancarai tiga orang: Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo, Ketua Forum Kerukunan antar-Umat Beragama
dan Ketua Persekutuan Gereja-gereja dan Lembaga-lembaga Injili di Indonesia Papua Lapiyus Biniluk, Kapolda Papua Yotje Mende.
Jika diamati, pandangan Ketua Forum Kerukunan antar-Umat Beragama Lipiyus Biniluk yang menyatakan masyarakat Papua yang
mayoritas kristen tidak mungkin melakukan pembakaran rumah ibadah. Dan ia juga menyatakan alasan dua warga dari kalangan GIDI yang ditahan
polisi, dua warga tersebut betindak rusuh karena komunikasi yang tak jalan. Anggapan Lipiyus Biniluk dianggap benar karena Kompas menyandangkan
otoritas Lapiyus Biniluk sebagai Ketua Forum Kerukunan Antar-Umat beragama di Papua. Sehingga penilaian ini dianggap relevan, karena
Lapiyus berbicara mewakili forum kerukunan antar umat beragama. Padahal Lapiyus Biniluk juga tercatat menjabat sebagai Ketua Persekutuan Gereja-
gereja dan Lembaga-lembaga Injili Indonesia PGLII. Kompas lebih memilih menyandangkan jabatan pertama bagi Lipyus agar memberikan
nada otoritas Lipiyus tidak berada pada salah satu pihak. Padahal jelas dari kutipan yang diambil Kompas memberikan kesan mencoba menghapus
penilaian negatif terhadap GIDI. Berikut kutipan lengkap Lipiyus Biniluk dalam teks Kompas:
Hal senada diutarakan Ketua Forum Kerukunan antar-Umat Beragama di Papua, Lipiyus Biniluk…. “Tempat ibadah apa
punmilik bersama, dari agama mana pun bisa duduk bersama. Jadi, kalau bakar tempat ibadah, maka haram hukumnya. Papua yang
mayoritas Kristen, mer
eka mejaga hal itu,” seraya menjelaskan aksi warga yang membakar kios akhirnya merembet mushala.
Terkait penahanan oleh polisi terhadap dua warga dari kalangan GIDI, Lipiyus membenarkan. “Mereka bertindak rusuh
karena komunikasi yang tak jalan meskipun sudah ada kesepakatan,”
ujarnya. Lipiyus berharap, setelah penehanan kedua tersangka insiden
Tolikara, polisi diharapkan tak lagi melakukan penangkapan terhadap warga. “tak perlu menangkap-menangkap lagi. Nanti
eksesnya jadi tak baik. Saya minta kepada Presiden begitu agar tak ada lagi penengkapan. Selain sudah diselesaikan secara damai, pihak
korban pun sudah meneriman kesepakatan damai,” kata Lipiyus Dalam teks berita itu, Republika mewawancarai enam narasumber:
Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo, Bupati Tolikara Usman G Wanimbo, Alberttini Kagoya keluarga Kagoya pemilik tanah di lokasi
masjid yang terbakar, Ketua PGLII Lapiyus Biniluk, Sekda Kabupaten Tolikara Dance Y Flassy, dan Juru Bicara Komat Tolikara Adnin Arnas.
Teks berita Republika itu secara umum berisi tentang dua pandangan —satu
pihak menjamin pendirian masjid di Tolikara, sementara pihak lain mengganjal pendirian masjid tersebut. Sekarang kita amati bagaimana
Republika menyusun kutipan wawancara dua pandangan tersebut dalam teks. Sumber Republika yang menjamin pendirian masjid adalah Panglima
TNI Jenderal Gatot Nurmantyo dan Juru bicara Komat Tolikara Adnin Arnas.Sementara sumber Republika yang mengganjal pendirian masjid
adalah Bupati Tolikara Usman G Wanimbo, Albertini Kagoya, Ketua PGLII Lapiyus Biniluk, Sekda Kabupaten Dance Y Flassy.Dua pandangan yang
bersebrangan tersebut disusun dalam suatu skema yang menghasilkan berita bahwa lebih banyak pihak yang berpotensi mengganjal pendirian
masjid.Dua paragraf awal dan satu paragraf di akhir diisi dengan pandangan yang menjamin pendirian masjid.Paragraf selebihnya adalah pandangan dari
pihak yang berpotensi mengganjal pendirian masjid. Skema semacam ini membuat pandangan yang setuju dengan
pembangunan masjid menjadi minoritas diantara pandangan yang tidak setuju pembangunan masjid.Republika menekankan pesan tertentu
bahwasanya pendirian masjid di Tolikara berpotensi diganjal berbagai pihak sehingga perlu jaminan keamanan dari TNI dan pemerintah.Hal ini
mengajak pembaca berfikir bahwa pemerintah daerah Tolikara dan sebagian besar warga Tolikara tidak menghormati hak umat muslim untuk
mendapatkan fasiltas ibadah yang layak. Tebel 6.5
Pernyataan Kompas dan Republika Edisi 25 Juli 2015 Unsur
diamati Kompas
Republika Pernyataan Gatot
menegaskan, Tolikara sekarang ini sudah
aman sehingga tidak perlu lagi mendirikan pos-pos
pengamanan TNI. Bupati Tolikara Usman G
Wanimbo mengatakan,
belum bisa
menjamin perizinan pendirian masjid
di wilayah
Tolikara. Menurutnya,
perizinan harus
sesuai dengan
kesepakatan Gereja Injili di Indonesia
GIDI dan
masyarakat adat
di
Tolikara. Ketua Persekutuan Gereja-
gereja dan
Lembaga- lembaga Injili Indonesia
PGLII lipiyus
Biniluk juga mengiyakan adanya
peraturan daerah perda tentang
larangan membangun rumah ibadah
baru di
Tolikara. Menurutnya,
Perda itu
sesuai dengan
kearifan lokal di kabupaten yang
mayoritas penduduknya
beragama Kristen tersebut. Juru Bicara Komat Tolikara
Adnin Arnas mengakui, pembangunan masjid di
Tolikara berpotensi diganjal pihak-pihak
tertentu di
Tolikara. Dalam tabel 6.5, pernyataan Kompas menegaskan bahwa kondisi di
Tolikara telah aman.Dengan penggambaran semacam ini, Kompas mengarahkan pandangan publik agar tidak cemas dan terprovokasi, karena
kondisi di Tolikara telah kembali kondusif dan normal. Sedangkan, Republika menulis tanggapan dari Bupati Tolikara
Usman G Wanimbo dan Ketua Persatuan Gereja-gereja dan Lembaga- lembaga Injili di Indonesia PGLII Lipiyus Biniluk terkait belum adanya
jaminan pendirian masjid bahkan larangan pendirian rumah ibadah baru. Dengan menggunakan pernyataan tersebut Republika mengarahkan
pembaca untuk memahami bahwasannya pendirian masjid di Tolikara terancam diganjal oleh berbagai pihak. Penggunaan narasumber yang
berlatar belakang dari pihak Kristen —Ketua PGLII Lipiyus Biniluk,
memberikan nada negatif terhadap pihak yang mengganjal yakni organisasi PGLII.
Tabel 6.6
Penutup Kompas dan Republika Edisi 25 Juli 2015 Unsur diamati
Kompas Republika
Penutup Pantauan
Kompas, kemarin, sekitar 100 umat
Muslim menjalankan
ibadah shalat
dengan aman di Markas Koramil
1702-11 Karubaga. Ustaz Fazlan Garamatan dari
Fakfak,
Papua Barat,
tampil sebagai
khatib dalam shalat tersebut. Ali
Usman 30,
jemaah shalat, merasa lega dapat
mengikuti shalat meski baru seminggu terjadi
insiden. Juru
Bicara Komat
Tolikara Adnin Arnas mengakui, pembanguan
masjid di
Tolikara berpotensi
diganjal pihak-pihak tertentu di
Tolikara. Namun,
menurutnya, itu
tak menjadi masalah karena
pihak-pihak tersebut
harus mengikuti
kebijakan pemerintah
yang sudah
membolehkan pembangunan masjid.
Dalam penutupnya, Kompas menegaskan kembali kondisi di Tolikara telah kondusif, setelah sebelumnya pada paragraf empat Kompas
juga telah mengutip pernyataan Panglima TNI Gatot Nurmantyo tentang kondisi Tolikara yang telah aman. Dalam penutup ini Kompas menulis
pernyataan warga muslim yang merasa lega dapat menjalankan ibadah dengan rasa aman. Kompas mengajak pembaca untuk mengetahui
perkembangan kondisi di Tolikara yang telah kembali kondusif pasca insiden Tolikara.Kompas kembali mengajak pembaca berfikir untuk
mengedepankan persaudaraan dan perdamaian. Teks berita Republika diakhiri dengan penegasan terhadap jaminan
pendirian masjid akan tetap dilaksanakan sekalipun banyak pihak yang tidak
menyetujui. Bahkan melalui pernyataan Juru Bicara Komat Tolikara Adnin Arnas yang dikutip Republika menyatakan bahwa pendirian masjid telah
disetujui pemerintah, karena dari segi hukum pemerintah telah mengeluarkan kebijakan atas izin pendirian masjid baru. Pernyataan tersebut
diambil Republika sebagai penguat sikap Republika yang sejatinya mendukung pendirian masjid baru di Tolikara.
2. SKRIP
a. Kelengkapan berita
Tabel 6.7
5W+1H Kompas dan Republika Edisi 25 Juli 2015 Unsur diamati
Kompas Republika
5W+1H Apa
yang terjadi
what: Renovasi
Pembangunan kios dan mushala yang rusak
akibat insiden Tolikara
Apa yang terjadi What: Pembanguan masjid baru di
Karubaga serta sejumlah kios yang hangus usai peristiwa
Tolikara
Siapa yang merenovasi who: Personel prajurit
TNI Siapa
yang mendirikan
who: Personel prajurit TNI
Kapan pelaksanaan
renovasi tersebut
when: target selama satu
bulan pasca
insiden Tolikara Kapan pelaksanaan renovasi
tersebut when: terget satu bulan pasca insiden Tolikara
Dimana pelaksanaan
renovasi dilakukan
where
: Dimana
pelaksanaan pembangunan
dilakukan
where: masjid baru akan dibangun di tempat yang
berbeda dari
masjid sebelumnya yang terbakar,
yakni di lahan kosong di Kompleks
Koramil Karubaga dengan ukuran
sekitar 40 kali 15 meter.
Namun, belum ada kejelasan apakah masjid baru tersebut
akan digunakan
secara permanaen.
Mengapa pembangunan tersebut
dilaksanakan
why: agar
perekonomian di derah tersebut segera berjalan
Mengapa pembangunan
tersebut dilaksanakan why: pembanguan masjid karena
harus menghargai
dan menjaga
kebebasan menjalankan ibadah sesuai
keyakinan masing-masing,
serta pembangunan kios agar perekonomian
di daerah
tersebut kembali berjalan. Bagaimana
proses renovasi
tersebut how:
Bagaimana proses
pembangunan tersebut
how: belum jelas apakah masjid
tersebut akan
dibangun secara permanen atau sebaliknya. Hal ini
karena Bupati
Tolikara belum
bisa menjamin
perizinan pendirian masjid di wilayah Tolikara. Selain itu
masih terdapat sengketa atas hak milik tanah di lokasi
yang
rencananya akan
dibangun masjid tersebut. Selain itu terdapat perda
yang melarang pambangunan rumah
ibadah baru
di Tolikara,
Dalam berita tersebut Kompas mencoba membentuk pembingkaian yang menghasilkan kesan tertentu kepada masyarakat dengan cara
menghilangkan satu atau lebih unsur penting dalam berita tersebut. Unsur yang dihilangkan Kompas ialah unsur where dan how. Pemberitaan yang
ditulis oleh Kompas tidak memaparkan lokasi kios dan mushala yang akan direnovasi, apakah akan dibangun dilokasi yang sama atau berbeda dari
lokasi awal sebelum insiden itu terjadi. Selain itu, Kompas juga tidak
menjabarkan bagaimana proses renovasi sejumlah kios dan mushala itu berlangsung.
Sedangkan Republika mencakupi seluruh unsur 5W+1H. Republika melengkapi unsur where dan howyang tidak terdapat dalam Kompas.
Republika memaparkan bagaiman proses pendirian masjid tersebut berlangsung, dimana pendirian masjid berpotensi diganjal beberapa pihak
serta terjadi pertentangan mengenai kepemilikian tanah dari lokasi yang akandidirikan masjid. Hal ini menunjukan bahwa sebenarnya pembangunan
kembali pasca insiden Tolikara belum berjalan lancar sepenuhnya, meski dikatakan pemerintah dan TNI menjamin pembangunan yang terbakar
secara keseluruhan.Dari teks berita Republika seolah mengajak pembaca untuk memahami bahwa masih ada pihak-pihak di Tolikara bahkan Perda di
Tolikara sendiri melarang pendirian bagi rumah ibadah baru. Republika menggambarkan bahwa masyarakat papua yang mayoritas kristen belum
memahami atau belum manghargai hak untuk memberikan kebebasan menjalankan ibadah sesuai keyakinan masing-masing. Dalam hal ini,
Republika memeberikan kesan negatif kepada pihak-pihak yang kontra dan umat Kristiani. Berikut kutipan lengkap teks berita Republika yang
menjelaskan bagaimana proses pendirian masjid itu terganjal oleh beberapa pihak:
Kendati demikian,
Bupati Tolikara
Usman Wanimbo
mengatakan, belum bisa menjamin perizinan pendirian masjid di wilayah Tolikara. Menurutnya, perizinan harus sesuai dengan
kesepakatan Gereja Injili di Indonesia GIDI dan masyarakat adat di Tolikara.
Pihak-pihak di Tolikara mengatakan, tanah di lokasi terbakarnya Masjid Baitul Muttaqin diklaim milik GIDI.
Selain itu, Ketua Persekutuan Gereja-gereja dan Lembaga- lembaga Injili Indonesia PGLII Lipiyus Biniluk juga mengiyakan
adanya peraturan daerah yang melarang membangun rumah ibadah baru di Tolikara. Menurutnya, Perda itu sesuai dengan kearifan lokal
di kabupaten yang mayoritas penduduknya beragama kristen tersebut.
3. TEMATIK
a. Detail
Tabel 6.8
Detail Kompas dan Republika Edisi 25 Juli 2015 Unsur
diamati Kompas
Republika Paragraf
dan kalimat
Menurut Lapiyus, insiden Tolikara
yang terjadi
sebenarnya disebabkan
karena persoalan
komunikasi yang tak jalan. Bukan karena adanya pihak
luar atau pihak asing yang ikut bermain…..
Tentara Nasional Indonesia TNI menjamin pendirian
bangunan masjid baru di Karubaga,
Tolikara, pascakerusuhan
dan pembakaran 17 Juli lalu.
Jaminan TNI ini menyusul kekhawatiran akan terjadi
penolakan oleh sejumlah pihak untuk membangun
masjid. Masjid baru ini menggantikan
Masjid Baitul
Muttaqin yang
dibakar warga
selepas
protes shalat Id, pekan lalu.
“Tempat ibadah apa pun milik bersama, dari agama
mana pun bisa duduk bersama. Jadi, kalau bakar
tempat ibadah, maka haram hukumnya.
Papua yang
mayoritas Kristen, mereka menj
aga hal itu,” tuturnya, seraya menjelaskan aksi
warga yang membakar kios akhirnya
merembet mushala.
Bupati Tolikara Usman G Wanimbo
mengatakan, belum
bisa menjamin
perizinan pendirian masjid di
wilayah Tolikara.
Menurutnya, perizinan
harus sesuai
dengan kesepakatan Gereja Injili di
Indonesia GIDI
dan masyarakat
adat di
Tolikara
Terkait penahanan
oleh Pihak-pihak di Tolikara
polisi terhadap dua warga dari kalangan Gereja Injili
di Indonesia
GIDI, Lipiyus
membenarkan. “mereka bertindak rusuh
karena komunikasi yang tak jalan…
mengatakan, tanah lokasi terbakarnya Masjid Baitul
Mutaqin diklaim
milik GIDI……
“Lipiyus berharap, setelah penahanan kedua tersangka
insiden Tolikara,
polisi diharapkan
tak lagi
melakukan penangkapan-
penangkapan terhadap
w arga.
“Tak perlu
menangkap-menangkap
lagi. …
Ketua Persekutuan Gereja- gereja
dan Lembaga-
lembeaga Injili Indonesia PGLII Lapiyus Biniluk
juga mengiyakan adanya peraturan daerah tentang
larangan
membangun rumah ibadah baru di
Tolikara…… Juru
Bicara Komat
Tolikara Adnin
Arnas mengakui
pembangunan masjid
di Tolikara
berpotensi diganjal pihak- pihak tertentu di Tolikara.
Namun, menurutnya, itu tak
menjadi masalah
karena pihak-pihak
tersebut …… Tiga paragraf dalam teks berita Kompas memaparkan secara lengkap
penyebab insiden karena komunikasi yang tak jalan.Kompas seolah menggambarkan bahwa satu-satunya penyebab insiden tersebut hanya
karena masalah komunikasi antar kedua belah pihak.Kompas menulis pernyataan Ketua PGLII Lapiyus Biniluk yang memaparkan data mengenai
sejarah 50 tahun Papua bergabung dengan NKRI tak pernah terjadi konflik antar umat beragama. Bahkan secara jelas menyebutkan bahwa budaya
masyarakat Papua yang mayoritas masyarakatnya beragama Kristen mengharamkan membakar tempat ibadah, secara tidak langsung Kompas
bermaksud mengatakan bahwasannya tidak mungkin umat Kristiani berniat
membakar tempat ibadah umat muslim. Dengan detail demikian maka Kompas seolah ingin menciptakan citra positif umat Kristiani kepada
khalayak. Detail Republika memaparkan pendirian masjid yang
berpotensi diganjal berbagai pihak di Papua, mulai dari Bupati Tolikara yang belum bisa memeberikan jaminan perizinan pendirian masjid karena
harus sesuai dengan kesepakatan GIDI dan masyarakat adat. Dilain sisi, terdapat pihak-pihak yang megkalaim kepemilikan tanah dari lokasi yang
rencananya akan dibangun masjid baru. Selain itu pernyataan Ketua PGLII Lapiyus Biniluk dan Sekda Kabupaten Tolikara Dance Y Flassy yang
mengiyakan adanya Perda tentang larangan membangun rumah ibadah baru.Sehingga Republika menyatakan perlu jaminan dari TNI dan
pemerintah untuk melakukan pembangunan masjid baru tersebut. Detail Republika seolah membawa kesadaran publik akan minimya
kesadaran masyarakat Papua untuk menghormati kebebasan menjalankan ibadah bagai setiap umat beragama, serta tidak memeberikan hak bagi umat
muslim untuk mendapatkan fasilitas beribadah yang nyaman. Detail Republika ini menampakan citra negatif terhadap masyarakat papua dan
umat kristiani yang tidak mendukung pendirian rumah ibadah bagi kaum Muslim.
b. Koherensi
Tebel 6.9
Koherensi Kompas dan Republika Edisi 25 Juli 2015 Unsur diamati
Kompas Republika
Proposisi dan hubungan
antar kalimat “Tempat ibadah apapun
milik bersama,
dari agama mana pun bisa
duduk bersama. Jadi, kalau
bakar tempat
ibadah, maka haram hukumnya. Papua yang
mayoritas
Kristen ,
mereka menjaga hal itu.”
….. Lapiyus Biniluk juga mengiyakan
adanya peraturan daerah perda
tentang larangan
membangun rumah ibadah baru
di Tolikara.
Menurutnya, perda
itu sesuai
dengan kearifan
lokal di kabupaten yang mayoritas penduduknya
beragama
Kristen tersebut
. Koherensi yang digunakan Kompas yakni jenis koherensi
kondisional penjelas.Koherensi kondisional ditandai dengan penggunaan anak kalimat sebagai penjelas.Disini ada dua kalimat dimana kalimat kedua
adalah penjelas atau keterangan dari proposisi pertama.Kata konjungsi yang
digunakan Kompas ialah kata “yang” pada kalimat “yang mayoritas
Kristen”.Anak kalimat ini apabila dihilangkan sebenarnya tidak akan
mengurangi arti kalimat. Anak kalimat itu mencerminkan kepentingan Kompas karena ia dapat memberikan kesan tertentu terhadap suatu
pernyataan. Jika diamati kalimat
“Papua masyarakat Papua yang mayoritas Kristen menjaga hal itu”.Arti kalimat diatas tidak akan
berubah kalau anak kalimat dihilangkan menjadi “Papua masyarakat
Papua menjaga hal itu”.Anak kalimat “yang mayoritas Kristen”
berfungsi sebagai penjelas tapi juga memberi makna penilaian positif terhadap umat Kristen, karena secara tidak langsung Kompas menyetujui
bahwa umat Kristen tidak mungkin melakukan pembakaran rumah ibadah umat Muslim.
Begitupun dengan Republika menggunakan koherensi kondisional
penjelas pada anak kalimat “yang mayoritas penduduknya beragama Kristen tersebut
”. Sebenarnya arti kalimat tidak akan berubah apabila kata
ini dihilangkan menjadi “perda itu sesuai dengan kearifan lokal di kabupaten Tolikara
” anak kalimat dalam teks ini berfungsi sebagai estetika sebuah kalimat untuk menghindari pengulangan nama kabupaten
Tolikara tersebut. Namun anak kalimat ini juga berfungsi untuk memberikan label atau citra negatif terhadap umat Kristen di Tolikara
karena dianggap tidak memberikan hak kepada umat Muslim untuk mendapatkan fasilitas ibadah yang nyaman.
Tabel 6.10
Bentuk Kalimat Kompas dan Republika Edisi 25 Juli 2015 Unsur diamati
Kompas Republika
Bentuk kalimat Panglima TNI Jenderal
Gatot Nurmantyo diberi waktu satu bulan untuk
mempercepat penyelesaian
renovasi pembangunan kios dan
mushala yang
rusak akibat insiden Tolikara,
Papua, pada Jumat 177 lalu.
Terkait dengan
percepatan tersebut, TNI menambah
jumlah personel
prajurit TNI
sebanyak 100 orang.
Tentara Nasional
Indonesia TNI
menjamin pendirian
bangunan masjid baru di Karubaga,
Tolikara, pascakerusuhan
dan pembakaran 17 Juli lalu.
Jaminan TNI
ini menyusul kekhawatiran
akan terjadi penolakan oleh
sejumlah pihak
untuk membangun
masjid. Masjid baru ini menggantikan
Masjid Baitul Muttaqin yang
dibakar warga selepas
protes shalat Ied, pekan lalu.
Bentuk kalimat dalam teks berita Kompas dan Republika menggunakan bentuk kalimat deduktif, dimana inti kalimat umum
diletakan di awal kemudian disusul dengan kalimat-kalimat keterangan khusus.Kemudian bentuk kalimat yang digunakan Republika seperti pada
tabel menggunakan bentuk kalimat pasi f pada kalimat “Masjid baru ini
menggantikan Masjid Baitul Muttaqin yang dibakar warga selepas protes
shalat Ie d, pekan lalu”.Kalimat ini menunjukan kata “warga” ditempatkan
menjadi subjek atau pelaku pembakaran masjid. Hal ini menunjukan kesan negatif kepada warga karena terdapat unsur kesengajaan terhadap
pembakaran masjid. c.
Kata Ganti
Tabel 6.11
Kata Ganti Kompas dan Republika Edisi 25 Juli 2015 Unsur diamati
Kompas Republika
Kalimat Menurut dia, keduanya
melanggar Pasal
170 Kitab
Undang-undang Hukum Pidana KUHP
tentang penyerangan
yang mengakibatkan
kerugian korban jiwa dan harta benda
“Panglima TNI Jenderal Gatot
Nurmantyo menjamin itu pendirian
masjid.
Kita semua
harus menjaga kebebasan manjalankan
ibadah sesuai keyakinan masing-
masing.”
Kata ganti yang digunakan Kompas ialah kata ganti dia,
“dia” menciptakan
jarak antara
wartawan Kompas
dengan narasumber.Kompasingin memberikan kesan objektif dengan menyatakan
bahwa ini adalah pernyataan narasuber bukan pernyataan subjektif media.
kata ganti yang digunakan Republika ialah kita. Dalam tabel 5.11 kolom Republika bagian pertama, Republika menggunakan kata ganti kita.
Kata ganti kita ini merujuk pada representasi bagi sikap bersama.Pada kalimat “Kita semua harus menjaga kebebasan manjalankan ibadah sesuai
keyakinan masing- masing” Republika menyatakan bahwa seluruh
masyarakat harus menyadari bahkan harus menjaga kebebasan setiap umat dalam menjalankan ibadah sesuai keyakinan masing-masing.Hal ini
menekankan bahwasanya seluruh masyarakat harus mengormati serta menjamin hak antar umat beragama dalam beribadah termasuk didalamnya
hak untuk mendirikan fasilitas rumah ibadah.Secara tidak langsung, Republika mendukung hak umat muslim.
4. RETORIS
a. Leksikon
Tabel 6.12
Leksikon Kompas dan Republika Edisi 25 Juli 2015 Unsur diamati
Kompas Republika
Kata Panglima TNI Jenderal
Gatot Nurmantyo diberi waktu satu bulan untuk
mempercepat penyelesaian
renovasi
pembangunan kios dan mushala
yang rusak
akibat insiden Tolikara, Papua, pada Jumat 177
lalu. ….
Pihaknya telah
menambah 100 persoel untuk
membangun
kembali masjid
serta sejumlah
kios yang
hangus usai peristiwa
Tolikara.
Dari tabel 5.12, pilihan kata yang digunakan Kompas ialah
renovasi. Kata renovasi lebih menekankan pada makna perbaikan,
peremajaan, penyempurnaan.Kata ini menunjukan bahwa bangunan yang
terbakar pasca insiden Tolikara tidak hangus sepenuhnya, namun hanya mengalami kerusakan.Artinya, Kompas seolah memberikan gambaran
kepada pembaca bahwa sejumlah kios dan mushala rusak akibat insiden Tolikara sehingga hanya perlu direnovasi. Berbeda dengan Republika yang
menggunakan kata pendirian, kata ini mengandung arti proses, perbuatan
mendirikan atau membangun. Dengan demikian, Republika ingin menekankan melalui kata tersebut, bahwasannya bangunan yang terbakar
pasca insiden Tolikara itu hangus sehigga perlu pendirian dan pembangunan dari awal ulang, tidak sekedar pada perbaikan bangunan.
Kompas juga menggunakan kata rusak yang memiliki arti bentuk yang tidak sempurna.Sedangkan Republika menggunakan kata hangus yang
memiliki arti terbakar habis.Pilihan kata ini menunjukan bagaimana pemaknaan komunikator terhadap fakta atau realitas.Dengan kata yang
dipilih Kompas seolah mengesankan bahwa bangunan yang terbakar tersebut hanya mengalami kerusakan, bentuk bangunan yang tidak lagi
sempura sehingga hanya perlu perbaikan untuk menyempurnakannya kembali.Sedangkan kata yang dipilih Republika justru menunjukan realitas
sebaliknya, bangunan yang terbakar benar-benar hangus secara keseluruhan, sehingga tidak nampak bentuk bangunan seperti sebelumnya, sehingga
diperlukan untuk membangun ulang bangunan kios dan masjid yang baru.
b. Grafis
Tabel 6.13
Grafis Kompas dan Republika Edisi 25 Juli 2015 Unsur diamati
Kompas Republika
Penggunaan huruf
Kalimat judul “ TNI Diminta
Percepat Renovasi di Tolikara” di
cetak dengan
ukuran besar dan dicetak tebal.
Kemudian, terdapat
pernyataan di
bawah judul berbunyi “Ketua
FUB Papua: Penyebab Insiden
karena Komunikasi Tak Jalan”
dicetak dengan ukuran yang lebih kecil dari
judul namun, lebih besar dari isi teks berita.
Judul ditulis
dengan ukuran yang lebih besar
dan diberi ketebalan
Grafis yang terdapat dalam teks berita Kompas menunjukan dua bagian yang dibuat berbeda.Pertama, penulisan judul yang dicetak dengan
ukuran yang lebih besar dan diberi ketebalan.Kedua, dibawah judul terdapat pernyataan yang dicetak dengan ukuran yang lebih besar dari isi teks
berita.Bagian-bagian yang ditonjolkan ini adalah bagian yang dianggap penting oleh Kompas sehingga bagian tersebut dibuat berbeda.Kompas ingin
khalayak menaruh perhatian lebih pada dua bagian tersebut.Kompas membagi dua titik perhatian agar perhatian pembaca terbagi, tidak hanya
fokus pada percepatan renovasi bangunan pasca insiden Tolikara, namun juga menginginkan pembaca memperhatikan realitas bahwa bangunan yang
rusak tersebut imbas dari sebuah insiden yang terjadi karena komunikasi yang tak jalan.Jadi Kompas ingin mencitrakan bahwa bangunan yang rusak
tersebut terjadi bukan karena sentimen dan penyerangan yang disebut datang dari anggota GIDI kepada umat muslim, melainkan disebabkan karena
miskomunikasi antar kedua belah pihak sebelumya.
B. PERBEDAAN BINGKAI KOMPAS DAN REPUBLIKA
Perbedaan framing Kompas dan Republika terkait pemberitaan konflik tolikara secara keseluruhan akan dipaparkan dalam tabel berikut:
Tabel 7: Perbedaan Bingkai Pemberitaan Konflik Tolikara pada Harian Kompas dan Republika.
Edisi Surat kabar
dan Judul Fram
20 Juli
2015 KOMPAS
“Langkah Hukum Tegas
Perlu
Diambil” 1 Kompas menyatakan bahwa konflik
Tolikara merupakan
kesalahan akibat
komunikasi yang tidak berjalan baik antara kedua belah pihak umat Islam dan Kristen
dan pemerintah. 2Kompas menggolongkan tindakan perusakan ini sebagai pelanggaran
atas perusakan fasilitas umum dan keamanan. 3 Kompas menekankan bahwa kesalahan
tidak sepenuhnya dilimpahkan kepada pelaku penyerangan dan perusakan. Justru Kompas
melemahakan kinerja pemerintah dianggap tidak melakukan upaya preventif dalam
pencegahan konflik.
REPUBLIKA “Seret Pelaku
ke Pengadilan”
1 Republika menekankan bahwa konflik Tolikara merupakan aksi penolakan kelompok
mayoritas terhadap kelompok minoritas yang berujung
pada aksi
vandalisme dengan
melakukan perusakan dan pembakaran rumah ibadah yang diakui keberadaannya oleh negara.
2 Republika menilai konflik tolikara lebih humanistik, yaitu meletakan peristiwa tersebut
sebagai pelanggaran terhadap hak asasi manusia. 3 Framing Republika memberikan
nada negatif kepada anggota Gereja Injili di Indonesia.
21 Juli
2015 KOMPAS
“Pemerintah Jamin Biaya
Rekonstruksi” 1 Berita Kompas menekankan pada aspek
rekonstruksi secara keseluruhan baik kios, rumah penduduk maupun mushala yang hancur
pasca konflik Tolikara. 2 Dalam teks berita Kompas juga mengunakan pilihan kata mushala
bukan kata masjid. 3 Selain itu, Kompas juga menekankan
pada kondisi
kehidupan masyarakat pendatang dan penduduk lokal di
Tolikara yang telah berangsur normal. REPUBLIKA
“Masjid Tolikara
Butuh
Bantuan” 1
Republika menekankan pada aspek pentingnya membangun kembali masjid yang
telah terbakar dalam kericuhan massa Gereja Injili di Indonesia GIDI. 2 Pilihan kata yang
digunakan ialah masjid bukan mushala 3Umat Muslim digambarkan sebagai korban dari
konflik tolikara.
24 Juli
2015 KOMPAS
“Presiden: Jaga
Persaudaraan, Polri
Tetapkan Dua Tersangka
Perusakan, Kekerasan,
dan Penghasutan
di Tolikara” Kompas
lebih menekankan
pada aspek
pentingnya toleransi dan menjaga persaudaraan bangsa, serta kerukunan antar umat beragama.
Sedangkan informasi terkait tersangka tolikara hanya diberikan ruang satu paragraf pada
penutup.
REPUBLIKA “Dua
Tersangka Tolikara
Diringkus” Republika memaparkan secara detail identitas
dua tersangka Tolikara yang telah ditetapkan Polri serta alasan mengapa dua orang tersebut
ditetapkan
sebagai tersangka.
Bahkan Republika
memaparkan kronologis
penangkapan serta menampilkan kembali kronologis konflik Tolikara. Sedangkan, aspek
perdamaian dan kerukunan diberikan ruang tiga paragraf di akhir teks berita.
25 Juli
2015 KOMPAS
“TNI Diminta Percepat
Renovasi di
Tolikara” 1
Kompas menekankan pada aspek target penyelesaian renovasi kios dan mushala yang
rusak di Tolikara 2 menegasakan kembali bahwa penyebab insiden Tolikara karena
komunikasi yang tak jalan antara kedua belah pihak dan pemerintah 3 Kompas dalam
beritanya menegaskan bahwa masayarakat Papua yang mayoritas beragama Kristen sangat
memegang aturan adat yang mengharamkan
membakar temapat ibadah. Ini menampilakan kesan bahwa tidak mungkin umat kristiani
Papua sengaja membakar rumah ibadah umat Islam.
REPUBLIKA “TNI Jamin
Pendirian Masjid
Tolikara” 1
Republika menekankan pada aspek jamian yang diberikan TNI untuk membangun kembali
masjid yang terbakar. Jaminan TNI ini ditekankan Republika karena terdapat pihak-
pihak yang kontra terhadap pembangunan kembali
masjid tersebut.
2 Republika
menyebutkan bahwa pihak-pihak yang tidak setuju terhadap pendirian masjid berasal dari
pihak GIDI, Bupati Tolikara, dan terdapat Perda tentang larangan membangun rumah
ibadah baru di Tolikara. Dengan demikian Republika menggambarkan bahwa pemerintah
daerah Tolikara dan pihak GIDI tidak menghargai hak kebebasan beribadah dengan
tidak memberikan izin pembangunan fasilitas ibadah bagi umat Islam.
C. INTERPRETASI
Secara garis besar Hasil analisis teks dengan menggunakan model framing Zhongdang Pan dan Gerald M. Kosicki menunjukan tampak ada
perbedaan sudut pandang yang digunakan oleh Kompas dan Republika dalam membingkai peristiwa konflik Tolikara.
Dari keseluruhan analisi teks berita, Kompas dan Republika mengembangkan bingkai dan konstruksi yang berbeda soal konflik Tolikara.
Dalam bingkai Republika, penegakkan hukum terhadap aktor penyebar surat larangan solat Ied dan pelaku perusakan hingga kemeja pesidangan menjadi
solusi terbaik untuk mengatasi konflik Tolikara, agar tidak terulang konflik yang sama di lain tempat. Rangkaian peristiwa insiden Tolikara dikonstruksi
oleh Republika sebagai tindakan pelanggaran terhadap hak asasi manusia.
Inisden Tolikara ini merupakan aksi penolakan kelompok mayoritas Kristen terhadap kelompok minoritas Islam yang berujung pada aksi
perusakan dan pembakaran rumah ibadah umat Islam yang diakui keberadaanya oleh negara. Umat islam diposisikan sebagai korban dalam
peristiwa ini, sehingga dipandang perlu dibantu dan diperhatikan. Aktor yang berasal dari anggota Gereja Injili di Indonesia GIDI disebut sebagai
aktor yang menyebarkan surat larangan solat Ied, dan penyebab dari kekacauan di Tolikara. Sementara Kompas mempunyai konstruksi yang
berbeda atas peristiwa yang terjadi di Tolikara. Dalam konsepsi dan konstruksi Kompas, solusi terbaik dalam menyelesaikan persoalan konflik
tolikara ialah dengan jalan damai mempertemukan dua tokoh dari kedua belah pihak Kristen dan Islam di Tolikara. Terkait langkah hukum tegas
atas insiden tersebut, Kompas menekankan bahwa tidak hanya massa yang melakukan penyerangan yang ditindak tegas, namun pihak keamananyang
melakukan penembakan terhadap massa juga harus diproses hukum. Selain itu, dalam pemberitaannya Kompas mempertannyakan posisi pemerintah
atau kinerja pemerintah karena dianggap tidak melakukan upaya preventif dalam pencegahan konflik. Sehingga Kompas menilai bahwa kesalahan
tidak sepenuhnya dilimpahkan kepada pelaku penyerangan, namun disini pemerintah juga dinilai harus bertanggung jawab atas peristiwa konflik
tersebut. Terkait perbedaan framing tersebut, kedua media memiliki alasan
yang berbeda. Kompas lebih mengarahkan pada aspek perdamaian, tidak