Analisis Hasil Temuan Teks BeritaKompas dan Republika

keamanan sa at kerusuhan. “Apakah sesuai prosedur atau tidak saat penanganan. Namun, untuk saat ini situasi sudah kondusif,” kata Lukman. Kapolri Jenderal Badrodin Haiti mengunjungi Karubaga, Tolikara, guna meninjau perkembangan pengusutan kasus pembakaran, kemarin. Dalam kunjungan itu, ia mengiyakan bahwa aparat keamanan sempat melepaskan tembakan ke arah massa yang memprotes pelaksanaan shalat Id. “Para korban ditmbaki karena mereka melempari jamaah sholat Id,” kata Badrodin selepas mengunjungi Karubaga. Meski begitu, menurutnya, kepolisian masih dalam tahap penyelidikan kasus tersebut. Kapolri menyatakan, seorang tewas dan sebelas terluka dalam penembakan. Ia mengaskan bahwa Indonesia adalah negara hukum dan mereka- mereka yang bersalah akan diadili. Terkait hal itu, ia meminta dukungan tokoh masyarakat dan pemerintah untuk membantu mengungkap insiden tersebut. Ia menjanjikan, kepolisian juga akan mengejar aktor intelektual di balik beredarnya surat larangan shalat Ied yang disebut diedarkan pihak GIDI. Ia mengatakan, surat itu diduga menyebablkan miskomunikasi dan sedianya diklarifikasi, tapi kericuhan terlebih dahulu terjadi.

1. SINTAKSIS

a. Skema Berita

Dilihat dari struktur sintaksis, susunan dalam teks berita Republika diawali dengan judul kemudian pernyataan selanjutnya lead, kutipan narasumber, latar informasi, terakhir penutup judul-pernyataan-lead- kutipan narasumber-latar informasi-penutup. Pernyataan yang diletakkan setelah judul dan dicetak dengan ukuran lebih besar dari isi berita, merupakan pernyataan janji Kapolri, berikut kutipan pernyataan dalam teks Republika “Kapolri berjanji mengejar aktor intelektual penyebar surat larangan sholat Id .” Selain itu pernyataan tersebut merupakan pernyataan yang sama dengan penutup, berikut kutipan lengkap penutup dalam teks Republika “ia menjanjikan Kapolri, kepolisian juga akan mengejar aktor intelektual di balik beredarnya surat pelarangan shalat Ied yang disebut diedarkan pihak GIDI. Ia mengatakan, surat itu diduga menyebabkan miskomunikasi dan sedianya diklarifikasi, tapi kericuhan terlebih dahulu terjadi .” Dengan demikian, Republika menggunakan alur berita yang diawali dengan pernyataan yang sama dengan penutup. Jika dalam cerita, alur ini disebut alur sorot balik. Hal ini menekankan bahwa Republika menganggap penting kalimat tersebut hingga perlu diletakan di awal dan penutup berita. Republika menggambarkan bahwa aspek penting dari berita tersebut terletak pada aktor yang menyebarkan surat larangan shalat Ied sehingga menyebabkan kericuhan. Sedangkan Kompas memiliki susunan skematis yang paling umum digunakan, yakni bentuk piramida terbalik dimana teks beritadiawali dengan judul kemudian lead, kutipan narasumber, pernyataan, latar informasi, terakhir penutup. 88 Sekema berita pada Kompasmenempatkan aspek terpenting diposisikan di awal teks, kemudian penjelasan tambahan dijadiakan sub judul yang berbeda berikut penutup di dalamnya. Bentuk skema demikian menegaskan bahwa Kompas menekankan aspek yang dianggap penting ada pada bagian lead, yakni mempertanyakan kehadiran dan posisi pemerintah sebelum peristiwa konflik.Kompas hendak menggiring pembaca untuk memahami kesalahan tidak dapat ditimpakan seluruhnya kepada pelaku penyerangan, karena pemerintah dinilai lemah dalam upaya preventif untuk mencegah terjadinya konflik. 88 Sudirman Tebba, Jurnalistik Baru, h. 97-99. Tabel 3.1 Headline Kompas Republika Edisi 20 Juli 2015 Unsur diamati Kompas Republika HeadlineJudul Langkah Hukum Tegas Perlu Diambil Seret Pelaku ke Pengadilan Tabel 3.1 menunjukan bahwa Kompas dan Republika mengangkat judul yang sama yakni terkait langkah hukum dalam menangani konflik di Tolikara. Namun, kedua judul tersebut memiliki perbedaan secara redaksional.Kata “seret” dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia online www.yufid.org memiliki arti tarik menarik dengan paksa.Dengan menggunakan kata “seret” Republika menggambarkan bahwasannya para pelaku penyerangan harus ditarik paksa menuju meja pengadilan. Republika mengajak pembaca berfikir bahwasannya para pelaku kericuhan di Tolikara telah bertindak anarkis sehingga harus diseret ke pengadilan.Sedangkan judul pada Kompas menekankan bahwa pemerintah juga harus bertanggung jawab dalam penyelesaian konflik Tolikara. Selain itu, berita konflik tolikara di kedua media diposisikan sebagai headline halaman utama. Namun Jika merujuk pada jenis-jenis headline dalam berita, headline yang digunakan Kompas merupakan jenis subordinate headline. Dilihat dari penggunaan ukuran huruf dan ketebalan lebih rendah dari berita lain di halaman utama, kehadirannya terkadang dibutuhkan untuk menempati sisa tempat pada halaman yang memuat berita lain yang dianggap lebih penting. karena itu, tempatnyapun tidak lebih dari satu kolom. 89 Posisi berita ini dalam Harian Kompas berada di pojok kiri bawah. Namun, pihak Kompas menyatakan bahwa posisi berita tersebut lebih tepat dinamakan second headline. berikut pernyataan pihak Kompas: 90 “Penempatan di halaman utama karena dianggap peristiwa tersebut penting dan memiliki dampak paling besar pada hari itu. Karena di halaman utama hanya terdapat empat sampai lima berita, kita memilih dari sekian banyak berita mana yang perlu dikedepankan ya itu diletakkan di halaman utama. Ini masuknya sebagai second headline bukan headline utamanya.” Kompas menempatkan peristiwa Tolikara sebagai second headline karena Kompas menganggap berita Insiden Tolikara ini merupakan berita konflik yang apabila terlalu ditonjolkan dikhawatirkan memicu dampak yang lebih besar jika ditempatkan menjadi banner headline. Berikut pernyataan pihak Kompas: 91 “Banyak media di luar menjadikan ini sebagai headline, bahkan dengan pemberitaan yang memberikan nada mebesar-besarkan. Bagi kami berita ini juga penting dan menarik. Tapi biasanya kalau penting namun mengandung unsur konflik atau kekerasan kita tidak akan menaruhnya sebagai headline, bahkan kami cenderung akan menaruhnya dihalaman 15. Jikapun di halaman satu, ya seperti ini kami berhati-hati menaruhnya pada berita kedua bukan yang utama. Kami tidak ingin pemberitaan kami memicu dampak yang lebih besar, menyulut konflik semakin berkepanjangan karena efek media yang ditimbulkan.” Republika juga menyajikan pemberitaan konflik Tolikara pada halaman utama. Merujuk pada jenis-jenis headline maka jenis headline Republika dalam berita konflik Tolikara termasuk jenis spread headline, dimana jenis headline ini untuk berita yang dinilai penting. menduduki tiga 89 Kustadi Suhandang, Pengantar Jurnalistik: Seputar Organisasi, Produk Kode Etik, Bandung: Nuansa, 2004, h. 115-116. 90 Wawancara dengan Sutta Dharmasaputra, Wakil Redaktur Pelaksana Kompas, Jakarta 28 Desember 2015 91 Wawancara dengan Sutta Dharmasaputra, Wakil Redaktur Pelaksana Kompas, Jakarta 28 Desember 2015 kolom dari empat berita di halaman utama.Berdasarkan hasil wawancara, Republika memiliki alasan mengapa berita Tolikara diposisikan sebagai headline. “Karena pembaca terbesar kami terutama komunitas Islam. Jadi lebih kepada proximity kedekatan hati mereka. Selain informasi ini penting untuk seluruh masyarakat Indonesia, terutama ini penting untuk umat Islam. Agar umat Islam tahu informasi sebenarnya, supaya umat islam tidak terprovokasi. Mereka bisa memahami kalau kasus ini sudah ditindak hukum, tahu bagaimana menyikapi hal ini untuk kedepannya. Kami khawatir jika ini hanya disampirkan saja beritanya meraka akan salah memahami terhadap kejadian di Tolikara, kami tidak menginginkan umat Islam melakukan hal- hal yang akan merugikan citra umat islam sendiri. Kita membuat pemberitaan pada posisinya orang Islam. Tapi bagaimana pemberitaan ini bisa merayu mereka untuk tidak melakukan tindakan yang dedukstrif, hal- hal untuk tidak melakukan pembalasan. Ini yang membuat berita ini layak menjadi headline. 92 Pernyataan pihak Republika tersebut jelas menerangkan bahwa pemberitaan Republika dipengaruhi oleh konsumen atau pembaca. Republika jelas mengikuti selera atau kebutuhan pembacanya. Sehingga Republika menganggap perlu menjadikan berita konflik Tolikara sebagai headline.Menurut Republika selain ini berita penting. Peristiwa ini tentunya mengandung kedekatan di hati umat Islam. Kedekatan dalam hal ini tidak sesuai dengan teori nilai berita bahwa kedekatan diukur dari letak geografis. Namun kedekatan yang dimaksud Republika ialah kedekatan hati umat Islam karena keimanan yang sama. Merasa simapati ketika saudara seiman sedang tertimpa musibah. 92 Wawancara dengan Fitriyan Zamzami, Redaktur Halaman Utama Republika, Jakarta 12 Januari 2016. Tabel 3.2 Lead Kompas Republika Edisi 20 Juli 2015 Unsur diamati Kompas Republika Lead JAKARTA, KOMPAS – Wakil Presiden Jusuf Kalla, Minggu 197 malam, menginstruksikan Kepala Polri Jenderal Pol Badrodin Haiti mengambil langkah hukum yang tegas untuk segera menyelesaikan insiden di Kabupaten Tolikara, Papua. JAKARTA – Komisi Nasional Hak Asasi Manusia Komnas HAM meminta kepolisian menyelidiki hingga tuntas peristiwa kerusuhan di Tolikara, Papua, secara terbuka, Komisioner Komnas HAM Manager Nasution menegaskan, pelaku pembakaran masjid saat Idul Fitri itu diseret ke pengadilan. Lead dalam teks berita Kompasmengarahkan pada aspek posisi pemerintah, Kompas menegaskan bahwa negara harus hadir dalam penyelesaian konflik. Dimana pemerintah harus bertanggung jawab dan berperanmenjamin keamanan negara serta langkah yang perlu diambil dalam menyelesaikan konflik Tolikara. Sedangkan Republika mengarahkan pada aspek humanistik yakni terkait pelanggaran terhadap hak asasi manusia. Republika menggunakan pernyataan dari Komisi Nasional Hak Asasi Manusia. Dengan mengusung pernyataan Komnas HAM ini, Republika meletakan konflik Tolikara ini sebagai sebuah pelanggaran hak asasi manusia. Sehingga penyelesaian kasus ke meja persidangan dianggap mutlak bagi pelaku pelanggar hak asasi manusia. Lead Kompas jelas menekankan arah pemberitaan akan digiring pada pemahaman bahwa konflik Tolikara bukan semata menjadi tanggung jawab pelaku kerusuhan, melainkan pemerintah juga bertanggung jawab untuk menertibkan dan menjamin keamanan demi penyelesian kasus tersebut. Sedangkan Republika menekankan bahwa konflik Tolikara ini merupakan tanggung jawab pelaku perusakan. Tabel 3.3 Latar Informasi Kompas Republika Edisi 20 Juli 2015 Unsur diamati Kompas Republika Latar Informasi Menurut Kalla, saat kejadian, di Tolikara ada dua acara yang dilaksanakan berdekatan. Selain perayaan Lebaran yang ditandai dengan shalat Idul Fitri, juga ada pertemuan pemuka gereja. Insiden itu mestinya tidak terjadi jika ada komunikasi yang baik di antara kedua pihak dan pemerintah. Menejer menerangkan, jika pelanggaran hak asasi paling tinggi dilakukan otoritas negara terhadap sipil yang terjadi di Tolikara ialah aksi penolakan kelompok mayoritas terhadap kelompok minoritas. “Jadi yang menyerbu dan yang melakukan penembakan harus diperiksa. Kalau salah, akan dihukum seberat- beratnya,” ujar Kalla. Latar informasi yang ditampilkan Kompas mengenai penyebab terjadinya insiden di Tolikara akibat dari komunikasi yang kurang berjalan dengan baik antar umat beragama dan pemerintah setempat. Kompas menggambarkan apabila komunikasi antar kedua belah pihak dan pemerintah berjalan dengan baik —ada dialog dan musyawarah sebelumnya antar para tokoh agama dan pemerintah melakukan tindakan preventif terhadap segala kemungkinan yang akan terjadi maka insiden di Tolikara tidak akan terjadi. Selain itu, latar Kompas terkait langkah penegakan hukum mengarah pada semua pihak yang terlibat dalam insiden tersebut.Bukan hanya pada pelaku tindak perusakan, kekerasan, dan pengahasutan.Namun, juga terkait oknum aparat yang melakukan penembakan.Dari latar yang dikemukakan Kompas menyatakan bahwasannya Para pelaku perusakan diakui melakukan kesalahan.Namun, dalam hal ini pemerintah seharusnya lebih peka dan berdaya melakukan tindakan preventif dengan mempertemukan perwakilan tokoh agama dari kedua pihak sebelumnya, melakukan negoisasi terhadap pihak GIDI dan melakukan antisipasi keamanan akan segala kemungkinan yang terjadi. Dengan demikian latar Kompas memberikan penilaian negatif terhadap kedua pihak, yakni pemerintah dan pelaku perusakan. Dengan pemaknaan atas realitas yang demikian, Kompas memberikan penonjolan aspek negatif dari pemerintah dan melakukan pengaburan terhadap aspek kesalahan dari pelaku penyerangan. Hal ini diakui pula oleh pihak Kompas, berikut pernyataan pihak Kompas: 93 “Pemerintah jelas ya, aparat setempat kan sudah menerima surat larangan menggunakan pengeras suara pada solat Ied dari pihak gereja kepada umat Islam tersebut kan sudah lama, tetapi pemerintah tidak mengambil tindakan. Sebetulnya, peran pemerintah semestinya besar dalam usaha mencegah konflik sosial. Itu yang selalu dikritik oleh Kompas. Peran intelejen, baik itu TNI, Polri harusnya kan bekerja, bisa melihat kondisi dan prediksinya seperti apa. Namun, yang kita tidak setuju itu, bahwa semata- mata persoalan ini disebabkan oleh pihak gerejanya saja. Kita tidak milihat hal itu. Kita tidak menyalahkan satu pihak saja, kita lebih melihat kemana pemerintah setempat pada saat itu atau mana kinerja pemerintahnya. 93 Wawancara dengan Sutta Dharmasaputra, Wakil Redaktur Pelaksana Kompas, Jakarta 28 Desember 2015. Pemangku kepentingan itu kita perhitungan betul, karena mereka memiliki tanggung jawab untuk menjaga keamanan.” Sedangkan latar Republika mengemukakan insiden Tolikara setingkat dengan pelanggaran hak asasi manusia. Republika mengambil pernyataan Komisioner Komnas HAM, Manager Nasution yang mengatakan bahwa insiden yang terjadi di Tolikara adalah aksi penolakan kelompok mayoritas umat Kristiani terhadap kelompok minoritas umat Islam yang berujung pada tindakan anarkis dengan melakukan perusakan dan pembakaran rumah ibadah yang diakui keberadaannya oleh negara. Dalam hal ini Republika juga menggambarkan adanya sentimen keagamaan sebagai faktor penyebab konflik. penolakan terhadap penganut agama tertentu mampu menyulut konflik. 94 Pernyataan dari Komisioner Komnas HAM, Manager Nasution, yang dikutip Republika memberikan kesan otoritas intelektual bahwasannya insiden Tolikara itu benar merupakan pelanggaran terhadap hak asasi manusia karena pernyataan ini dinyatakan oleh tokoh yang kemampuan akademis dibidang HAM. Berikut kutipan lengkap latar yang dipakai Republika: Manager menerangkan, jika pelanggaran hak asasi paling tinggi dilakukan negara terhadap sipil, yang terjadi di Tolikara ialah aksi penolakan kelompok mayoritas terhadap kelompok minioritas. Apalagi, dikatakan dia, penolakan tersebut berujung pada aksi vandalisme dengan melakukan perusakan dan pembakaran rumah ibadah unat yang diakui keberadaannya oleh negara. 94 Rusmin Tumangor, dkk.,Panduan Pengelolaan Konflik Etnoreligius: Dengan Pendekatan Riset Aksi Pertisipatori, h. 46. Republika menggolongkan tindakan penyerangan ini sebagai pelanggaran terhadap konstitusi dan hak asasi manusia, karena dianggap mencederai hak beribadah umat beragama yang jelas dilindungi oleh konstitusi. Berikut penuturan pihak Republika: 95 “Ini peristiwa penyerangan saat umat melaksanakan ibadah solat Ie d, jadi ini masuk dalam pelanggaran HAM, terkait kebebasan beribadah.” Tabel 3.4 Kutipan NarasumberKompas Republika Edisi 20 Juli 2015 Unsur diamati Kompas Republika Kutipan Narasumber “Untuk meredam insiden tersebut, hanya satu cara, yaitu langkah hukum yang tegas, selain juga mempertemukan semua tokoh.” Wakil Presiden Jusuf Kalla “Ini kan pelakunya sudah terang benderang. Negara harus hadir untuk menyelesaikan kasus ini ke meja persidangan .” Komisioner Komnas HAM Manager Nasution “Pesan saya, kita semua bersatu, saling toleransi. Dengan cara itu, kita dapat membangun daerah ini.” Presiden Joko Widodo “Saya telah instruksikan dirjen Bimas Kristen, Kabalitbang-Diklat dan tim untuk berangkat ke Tolikara.” Menteri Agama Lukman Hakim Syaifudin “Untuk umat Islam, jangan sampai terpancing emosi, dan tetap menjaga perdamaian.” Mantan Ketua Umum PP Muhamaddiyah Ahmad Syafii Maarif “Para korban ditembaki karena mereka melempari jamaah shalat Id.” Kapolri Jenderal Badrodin Haiti “Anggota kami terpaksa mengeluarkan tembakan. Mereka sudah mengeluarkan tembakan peringatan. Namun, 500 warga yang membakar kios tidak menggubrisnya dan 95 Wawancara dengan Fitriyan Zamzami, Redaktur Halaman Utama Republika, Jakarta 12 Januari 2016. melempar aparat dengan batu.“ Kapolda Papua Inspektur Jenderal Yotje Mende Dalam teks berita tersebut, Kompas mewawancarai enam narasumber; Wakil Presiden Jusuf Kalla, Presiden Joko Widodo, Ketua Umum PBNU Said Aqil Siroj, Mantan Ketua Umum PP Muhammadiyah Ahmad Syafii Maarif, Ketua Umum PGI di Indonesia Henritte T Hutabarat, dan Kapolda Papua Inspektur Jendral Yotje Mende. Namun dari keenam narasumber tersebut hanya dua diantaranya yakni Jusuf Kalla dan Inspektur Jenderal Yotje Mende berbicara terkait langkah hukum yang perlu diambil dalam mengatasi indisiden Tolikara. Sementara, sumber Kompas lainnya menanggapi perihal perlunya menjaga persatuan dan kesatuan bangsa serta menjaga toleransi antar umat beragama. Dengan demikian kelengkapan narasumber yang di sajikan Kompas untuk membahas langkah hukum terkait insiden Tolikara ini terbatas. Kompas hanya mewawancarai satu narasumber yang memiliki otoritas dibidang hukum, yakni Kapolda Papua Inspektur Jenderal Yote Mende. Pernyataan Yotje Mende, yang dikutip Kompas pun hanya terkait pemeriksaan terhadap pihak aparat yang mengeluarkan tembakan saat peristiwa Tolikara terjadi. Dalam teks berita Kompas, tidak ditemukan narasumber yang relevan berbicara terkait hukum atau jenis pelanggran bagi para pelaku penyerangan dan pembakaran.Ketika diklarifikasi kembali terkait temuan teks tersebut, pihak Kompas menyatakan: 96 “Setiap berita mungkin ada kekurangannya ya. dugaan saya, itu pendekatan komprehensifnya belum kena. Idealnya semua pemangku kepentingan di sana utuh. tapi ada kondisi dimana terkadang berita yang kita terima kok hanya sebatas itu, tidak ada waktu lagi untuk mencari berita tambahan terkait tersebut. Mungkin ini kelemahan kami ya, tapi ini bisa dipastikan sangat jarang terjadi. Biasanya itu juga terjadi ketika editor mendapat berita yang telat dari beberapa wartawan. Editor yang karena sudah terlalu lelah dan karena sudah terlalu malam, maka editor asal memotong berita dari laporan sejumlah wartawan kemudian digabungkan. Dugaan saya, mungkin wartawan ada yang mendapatkan hasil wawancara dengan pakar hukum, namun karena kurang ketelitian editor dalam memotong sehingga hal tersebut tidak masuk dalam teks. Itu mungkin lebih kepada kesalah teknis, dan itu menjadi kelemahan Kompas. Intinya tidak ada unsur kesengajaan menghilangkan dari segi hukumnya.” Republika mewawancari tiga narasumber; Komisoner Komnas HAM Manager Nasution, Menteri Agama Lukman Hakim syaifudin, dan Kapolri Jenderal badrodin Haiti.Dalam teks berita tersebut Republika mengarahkan wacana bahwasannya kericuhan yang terjadi di Tolikara merupakan pelanggaran HAM.Oleh karena itu, Republika memilih sumber yang ahli di bidang hukum dan HAM.Maka secara tidak langsung Republika menekankan kepada khalayak bahwa kasus ini benar pelanggaran terhadap HAM dengan didukung pernyataan dari orang yang relevan untuk menilai masalah hukum dan HAM, yakni Komisisoner Komnas HAM Manager Nasution. Berikut kutipan dari Manager Nasution dalam teks Republika: “Ini kan pelakunya sudah terang benderang.Negara harus hadir untuk menyelesaikan kasus ini ke meja persidangan,” ujar Manager, Ahad 197.Meneger setuju dengan pandangan sejumlah 96 Wawancara dengan Sutta Dharmasaputra, Wakil Redaktur Pelaksana Kompas, Jakarta 28 Desember 2015. tokoh yang menyatakan tragedi di Tolikara setingkat dengan pelanggaran hak asasi manusia. Tabel 3.5 Pernyataan Kompas Republika Edisi 20 Juli 2015 Unsur diamati Kompas Republika Pernyataan “Jadi, yang menyerbu dan yang melakukan penembakan harus diperiksa. Kalau salah, akan dihukum seberat- beratnya,” ujar Kalla. Manager setuju dengan pandangan sejumlah tokoh yang menyatakan tragedi di Tolikara setingkat dengan pelanggaran hak asasi manusia. Pada tabel pernyataan, Kompasmemandang bahwa konflik ini merupakan tindak kriminal.Kompas dalam pernyataan tersebut hanya menggambarkan sebuah instruksi bukan pada tataran langkah hukum tegas apa yang harus diambil untuk menyelesaikan kasus di Tolikara. Kata “dihukum seberat-beratnya” tidak spesifik menunjukan hukuman apa yang pantas bagi pelaku. Sedangkan, Republika mamakai pernyataan dari Komisiner Komnas HAM, yang langsung menggolongkan kerusuhan di Toliara temasuk pada pelanggaran hak asasi manusia. Framing Republika tidak sekedar membahas pada tataran instruksi pemeriksaan atau langkah hukum seperti apa yang akan diambil, tapi Republika sudah berbicara bahwasannya ini adalah pelanggaran HAM —pelaku dan kesalahan sudah jelas. Secara tidak langsung, Republika menilai bahwa sudah seharusnya pemerintah bertindak tegas kepada para pelaku untuk membawa ke meja persidangan. Tabel 3.6 Penutup Kompas Republika Edisi 20 Juli 2015 Unsur diamati Kompas Republika Penutup Komandan Kodim 1702Jayawijaya Letnan Kolonel Inf Andreas mengatakan, 154 korban dalam peristiwa itu masih mengungsi di Markas Komando Rayon Militer Karubaga. Ia menjanjikan, Ia menjanjikan, kepolisian juga akan mengejar aktor intelektual di balik beredarnya surat pelanggaran shalat Ied yang disebut diedarkan pihak GIDI …. Dibagian akhir Kompasmemaparkan dampak dari konflik Tolikara melalui pernyataan dari Kolonel Inf Andreas terkait jumlah korban yang masih mengungsi. Sedangkan, Penutup Republika lebih menekankan pada penyelesaian konflik dengan memaparkan upaya kepolisian yang akan mencari tahu aktor dibalik beredarnya surat pelarangan shalat Id yang disebut diedarkan pihak GIDI. Bagian akhir Republika ini mempertegas bahwasannya Republika konsisten membahas penegakan hukum bagi pelaku kerusuhan di Tolikara.

2. SKRIP

a. Kelengkapan Berita Tabel 3.7 5W+1H Kompas Republika Edisi 20 Juli 2015 Unsur diamati Kompas Republika 5W+1H Apa yang terjadi? what: Wakil Presiden Jusuf Kalla menginstruksikan Kapolri Badrodin Haiti untuk mengambil langkah hukum tegas dalam menyelesaikan Apa yang terjadi? what: Komnas HAM meminta kepolisian menyelidiki hingga tuntas peristiwa kerusuhan di Tolikara. insiden di Tolikara. Siapa yang harus diperiksa? who: massa yang menyerbu dan aparat yang melakukan penembakan harus diperiksa. Siapa yang harus dihukum tegas? who: penegakkan hukum terhadap pelaku kerusuhan dan aktor intelektual di balik kerusuhan dan melakukan penyelidikan terhadap tindakan yang dilakukan aparat keamanan saat kerusuhan. Kapan instruksi tersebut diberikan? when: Minggu 197. Kapan permintaan tersebut dilayangkan? when: Ahad 197. Dimana instruksi tersebut diberikan oleh Jusuf Kalla? where: di rumah pribadinya di Makasar, Sulawesi Selatan. Dimana permintaan tersebut dilayangkan oleh Komnas HAM? where: - Mengapa instruksi tersebut diberikan? why: untuk meredam insiden Tolikara. Mengapa permintaan tersebut dilayangkan Komnas HAM? why: karena kekahwatiran insiden ini akan berpotensi panjang lantaran melibatkan agama sebagai persoalan. Bagaimana proses langkah hukum yang diambil? how: Dari langkah hukum tersebut, Jusuf Kalla menuturkan 19 orang yang diperiksa Polri. Sebanyak 9 orang adalah warga sipil dan 10 anggota Polri. Bagaimana proses hukum yang perlu diambil? how: kepolisian akan mengejar aktor intelektual di balik beredarnya surat pelanggaran shalat Ied yang disebut diedarkan pihak GIDI. Dari struktur skrip ini pembingkaian kedua media akan nampak dari unsur skrip mana yang coba dihilangkan kedua surat kabar tersebut. Teks berita Kompas secara lengkap memaparkan setiap unsur skrip yang memenuhi unsur 5W + 1H. Namun dalam teks Kompas unsur who lebih mengarah pada siapa yang akan diperiksa bukan pada siapa yang harus dihukum. Berbeda dengan Republika yang menyatakan Polri akan melakukan penegakan hukum pada pelaku perusakan. Dalam hal ini Kompas mengajak pembaca untuk berfikir bahwasannya pelaku perusakan dan aparat yang menembak belum dipastikan bersalah, karena masih dalam proses pemeriksaan. Sedangkan Republika mengajak pembaca berfikir bahwa pelaku perusakan mutlak melakukan kesalahan sehingga harus mendapatkan hukuman. Sedangkan, terhadap tindakan dari aparat keamanan belum dipastikan bersalah, masih dalam proses penyelidikan. Berikut kutipan lengkapnya: Kutipan teks berita Kompas : “Jadi yang menyerbu dan yang melakukan penembakan harus diperiksa. Kalau salah akan dihukum seberat- beratnya,” ujar Kalla. Kutipan teks berita Republika: Kemudian, Polri akan melakukan penegakan hukum terhadap pelaku kerusuhan dan aktor intelektual di balik kerusuhan. Ketiga, Polri juga akan melakukan penyelidikan terhadap tindakan yang dilakukan oleh aparat keamanan saat kerusuhan.

3. TEMATIK

a. Detail Tabel 3.8 Detail Kompas Republika Edisi 20 Juli 2015 Unsur diamati Kompas Republika Kalimat …“Anggota kami terpaksa mengeluarkan tembakan. Mereka sudah mengeluarkan tembakan peringatan. Namun, 500 warga yang membakar kios tidak menggubrisnya dan …“Para korban pelaku perusakan yang meninggal ditembaki aparat karena mereka melempari jamaah shalat Id ,” kata Badrodin Haiti….. melempar aparat dengan batu ,” ujar Yotje. Detail yang coba dipaparkan Kompas dan Republika sama-sama terkait pada alasan mengapa aparat keamanan sampai mengeluarkan tembakan saat insiden itu terjadi sehingga menewaskan satu orang dan 11 orang terluka. Aparat sampai mengeluarkan tembakan karena massa yang melakukan penyerangan terlebih dahulu melempari batu. Detail tersebut menyebabkan posisi massa terlihat bersikap anarkis, dan berada pada pihak yang salah. Namun, diakhir kalimat terdapat keterangan yang berbeda yang dipaparkan Kompas dan Republika.Jika Kompas menyatakan sasaran massa yang melempari batu ialah aparat. Berbeda dengan Republika, menyatakan sasaran massa ialah jamaah shalat Ied. Republika seolah menguraikan fakta berbeda bahwasannya sasaran massa sengaja ditunjukan kepada jamaah shalat Ied.

b. Koherensi

Tabel 3.9 KoherensiKompas dan Republika Edisi 20 Juli 2015 Unsur diamati Kompas Republika Hubungan antar kalimat - Ia menjanjikan, kepolisian juga akan mengejar aktor intelektual di balik beredarnya surat pelanggaran shalat Ied yang disebut diedarkan pihak GIDI . ….. Dalam teks berita Republika terdapat koherensi atau jalinan kata pada kalimat “yang disebut diedarkan pihak GIDI”.Koherensi pada kalimat tersebut disebut koherensi kondisional penjelas.Koherensi kondisional ditandai dengan pemakaian anak kalimat sebagai penjelas. Disini terdapat dua kalimat, kalimat pertama “kepolisian juga akan mengejar aktor intelektual di balik beredarnya surat pelanggaran shalat Ied” kemudian dihubungkan dengan kata konjungsi “yang” pada kalimat kedua “yang disebut diedarkan pihak GIDI”. Fungsi kalimat kedua ini hanya sebagai anak kalimat penjelas. Sebenarnya tanpa anak kalimat ini tidak akan mengurangi arti kalimat —bahwasannya polisi akan mengejar aktor intelektual di balaik beredarnya surat pelarangan shalat Ied. Anak kalimat tersebut menjadi cerminan kepentingan komunikator Republika karena dapat memberi keterangan baik atau buruk terhadap suatu pernyataan. 97 Secara tidak langsung, dalam hal ini Republika memberi makna penyudutan kesan negatif pada pihak GIDI.

c. Bentuk Kalimat

Tabel 3.10 Bentuk kalimat Kompas dan Republika Edisi 20 Juli 2015 Unsur diamati Kompas Republika Paragraf dan Kalimat Insiden di Kabupaten Tolikara, Papua, terjadi Jumat pekan lalu dan mengakibatkan puluhan bangunan kios dibakar, termasuk mushala, serta sejumlah orang ditembak oleh aparat. Peristiwa tersebut menewaskan seorang warga dan melukai 10 orang. Manager menerangkan, jika pelanggaran hak asasi paling tinggi dilakukan otoritas negara terhadap sipil, yang terjadi di Tolikara ialah aksi penolakan kelompok mayoritas terhadap minoritas . Apalagi, ….. Presiden Joko Widodo dan sejumlah tokoh Lukman mengakui, Kemenag juga telah 97 Eriyanto, Analisis Wacana: Pengantar Analisis Teks Media, h. 244. agama juga mengatakan bahwa Indonesia adalah negara yang memiliki banyak keragaman, baik tradisi, budaya, maupun agama. Oleh karena itu, semua pihak perliu terus menjaga persatuan dan kesatuan dan toleransi antar agama. …. melakukan rapat dengan Menkopolhukam, Kapolri, Kepala BIN, Dirjen Pol Mendagri, dan Korsahli Panglima TNI terkait pembakaran. Salah satu hasil pertemuan itu,…… Bentuk kalimat yang digunakan Kompas dan Republika dalam teks ini memakai bentuk deduksi, dimana inti kalimat diletakan di awal lalu kemudian dilengkapi dengan kalimat-kalimat keterangan yang terperinci.Tema inti Kompas yang pertama memaparkan dampak dari peristiwa insiden di Tolikara yang mengakibatkan bangunan kios terbakar hingga jatuhnya korban jiwa lantaran bentrok dengan pihak aparat. Sehingga kemudian Kompas menyatakan bahwasannya penegakan hukum harus diterapkan kepada massa serta aparat yang saat itu bentrok dilokasi kejadian. Tema kedua, himbauan dari berbagai pihak untuk menjaga toleransi serta persatuan dan kesatuan bangsa.Tema ini dalam teks didukung oleh kutipan Presiden Joko Widodo, Said Aqil Siroj, Ahmad Syafii Maarif. Jika diamati dari struktur keseluruhan teks berita ini, 8 paragraf awal membahas tema utama —perlunya langkah hukum tegas—jumalah ini lebih kecil dibandingkan dengan jumlah paragraf yang membahas perlunya menjaga toleransi dipaparkan sebanyak 12 paragraf dari total keseluruhan 20 paragraf.Hal ini menunjukan Kompas memeberikan ruang lebih kecil dalam membahas langkah hukum bagi pelaku kerusuhan di Tolikara. Tema inti teks yang diuraikan Republika adalah mengenai pelanggaran HAM yang dilakukan para pelaku insiden Tolikara.Dengan mengguraikan hal ini di awal teks seolah diarahkan bahwa penyerbuan dan perusakan tersebut sebuah pelanggaran HAM.Ketentuan atas pelanggaran HAM seolah sesuai untuk menentukan teks berupa tindakan tepat untuk menyeret para pelaku ke pengadilan.Jika dilihat dari struktur teks berita, sejak paragraf awal hingga akhir, Republika fokus terhadap tema inti tersebut. Selain itu, dalam bentuk kalimatnya terdapat prinsip sebab akibat.Dimana prinsip kausal ini berada dalam kalimat yang tersusun atas subjek yang menerangkan dan predikat yang diterangkan. Susunan kalimat ini menentukan makna yang akan dibangun. Kalimat “aksi penolakan kelompok mayoritas terhadap minoritas, ”kelompok mayoritas dalam struktur ini menjadi subjek, penempatan kalimat seperti ini memberi penilaian negatif kepada kelompk yang disebut dalam teks sebagai kelompok mayoritas.

d. Kata Ganti

Tabel 3.11 Kata ganti Kompas dan Republika Edisi 20 Juli 2015 Unsur diamati Kompas Republika Kalimat “Pesan saya, kita semua berstu, saling toleransi. Dengan cara itu, kita dapat membangun daerah ini” kata Presiden Joko Widodo. Apalagi, dikatakan dia penolakan tersebut berujung pada aksi vandalisme dengan melakukan perusakan dan pembakaran rumah ibadah umat yang diakui keberadaannya oleh negara. Kata ganti saya dalam pernyataan Joko Widodo yang dikutip oleh Kompas menggambarkan bahwa ini merupakan sikap resmi dari Joko Widodo. Kompas hanya sebagai penyamapai dari apa yang diungkapkan oleh Jokowi. Kata ganti kita dalam pernyataan Jokowi menunjukan sikap tersebut sebagai representasi dari sikap bersama, bahwasannya kata kita itu merujuk pada seluruh warganegara Indonesia. Jokowi memberikan himbauan untuk menjaga toleransi kepada seluruh warganegara Indonesia. Kata ganti dia atau iayang digunakan Republika menggambarkan bahwa pandangan atau sikap tersebut merupakan ungkapan narasumber.Republika mempertegas dengan menggunakan kata ganti dia agar memberikan nada bahwasannya pandangan tersebut bukanlah pandangan Republika secara subjektif, namun itu merupakan pandangan narasumber.

4. RETORIS

a. Leksikon Tabel 3.12 Leksikon Kompas dan Republika Edisi 20 Juli 2015 Unsur diamati Kompas Republika Kata Frasa Langkah hukum tegas perlu diambil Seret pelaku ke pengadilan Puluhan bangunan kios temasuk mushala terbakar Pembakaran masjid Kompas menggunakanan kalimat “langkah hukum tegas perlu diambil”.Kata “Langkah” dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia dapat pula diartikan sebagai tindakan, jadi Kompas ingin menggambarkan bahwasaanya para pelaku insiden Tolikara perlu ditindak dengan hukum yang tegas. Sedangkan Republika menggunakan kalimat judul “seret pelaku ke pengadilan”. Kata “seret” memiliki arti menarik dengan paksa, dalam hal ini Republika menyatakan pelaku inisden tolikara harus dibawa ke pengadilan. Kompas menggunakan kata terbakar sedangkan Republika menggunakan kata pembakaran.Kedua kata tersebut berasal dari kata bakar yang memiliki arti menghanguskan.Namun kedua kata ini diberi imbuhan. Jika imbuhan termaka memiliki arti sudah atau sedang berkobar atau habis dihangus kan api. Sedangkan jika kata “bakar” diberi imbuhan pe-an, maka pembakaran memiliki arti proses, cara, perbuatan membakar. kata pembakaran yang digunakan Republika menggambarkan sebuah proses atau perbuatan pembakaran, secara tidak langsung kata pembakaran ini hendak menunjukan bahwa pembakaran tersebut dilakukan oleh subjek pembakar. Dengan demikian, Republika mencoba menekankan bahwa peristiwa tersebut adalah peristiwa pembakaran masjid yang sengaja dibakar. Selanjutnya, Kompas menggunakan kata mushala sedangkan Republika menggunakan kata masjid. Kedua kata tersebut memiliki makna yang sama, yakni sebagai tempat ibadah umat muslim. Namun dalam kamus bahasa Indonesia, kata musala memiliki arti bangunan tempat salat yang lebih kecil dari pada masjid. 98 Dengan demikian Kompas mencoba menyampaikan kepada pembaca bahwa yang terbakar ialah tempat ibadah yang memiliki ukuran lebih kecil. Sedangkan, Republika ingin menyampaikan sebalikya, yang terbakar ialah tempat ibadah yang besar. Terkait perbedaan penggunaan frasa tersebut, pihak Kompas memberikan keterangan sebagai berikut: 99 “Terkait kata mushala. setau saya, saya meyakini itu mushala. Kita ada teman di lapangan dan kita mengikuti data resmi juga. Jadi kita mengikuti jika ada pejabat atau otoritas pemerintah setempat menyebutkan mushala maka kita ikuti itu. Kita yakini itu mushala bukan masjid.” “Kayanya kalau saya tidak salah, Kompas awalnya juga berasumsi dibakar, wartawan kami dilapangan awalnya mendapatkan data musolah itu dibakar. Namun, setelah tahu kronologis sebenarnya maka kami ganti menjadi terbakar.Tapi kronologi sebenarnya bahwa itu terbakar bukan dibakar ya, wartawan kita juga mengecek. Jadi ricuh dulu kemudian terjadi pembakaran pada kios-kios, sedangkan mushala ada dalam lingkungan kios tersebut, sehingga apinya merembet. Faktanya yang kita yakini itu merem bet bukan dibakar.” Begitupun dengan Republika terkait pemilihan diksi tersebut. Pihak Republika menyatakan: 100 “Tergantung siapa yang bicara. Kalau orang-orang islam di sana menyebutnya itu masjid. Di sana ada tulisan dari plang yang selamat dari pembakaran kita lihat itu ada tulisannya masjid. Kita punya foto plangnya, itu bertuliskan masjid Baitul Muttaqin. Sebenarnya tergantung siapa ynag bicara, kalau ada kutipan itu musolah maka kebawahnya kita ngikutin itu musolah. Tapi reporter kami yang disana melihat itu masjid. Jadi kita menggunakan keduanya.” 98 Peter Salim dan Yenny Salim, Kamus Besar Indonesia Kontemporer, Jakarta: Moderen English Press, 2002, cet. Ke-III, h. 1012. 99 Wawancara dengan Sutta Dharmasaputra, Wakil Redaktur Pelaksana Kompas, Jakarta 28 Desember 2015. 100 Wawancara dengan Fitriyan Zamzami, Redaktur Halaman Utama Republika, Jakarta 12 Januari 2016. “Tentu berbeda sekali makna kata „terbakar‟ dan „dibakar‟. Ditengah-tengah, kalau ada kata ditengah terbakar dan dibakar itu lah yang sebenarnya atau kata yang paling tepat untuk mewakili kejaian yang sebenarnya. Karena itu kalau dibilang terbakar itu bukan terbakar tanpa sebab, itu terbakar karena memang ada pembakaran yang dilakukan terlebih dahulu. Jadi kan dalam artian dibakar. Tapi kalau menggunakan kata dibakar, masjid itu bukan sasaran utama, sasaran utamanya ialah kios, itulah ekses dari pembakaran kios. Ini kasusunya membingungkan antara dibakar atau terbakar. Tapi dilapangan kedua kata tersebut kurang tepat. Terus terang kami tidak punya kerangka pikiran kenapa kita memakai terbakar dan dibakar. Karena kejadiannya unik. Kita tidak bisa mengklaim. Jadi kita menggunakan kedua-duanya. Kalau misalnya karena listrik itu terbakar. Tapi kalau ini kan ada pelaku pembakarannya.”

b. Grafis

Tabel 3.13 Grafis Kompas dan Republika Edisi 20 Juli 2015 Unsur diamati Kompas Republika Foto, pemakaian huruf tebal dan unkuran huruf lebih besar Kalimat judul dicetak dengan ukuran besar dan diberi ketebalan Kalimat judul dicetak dengan ukuran besar dan diberi ketebalan. Di bawah judul terdapat kalimat “Kapolri berjanji mengejar aktor intelektual penyebar surat larangan shalat Id” yang diberikan ketebalan Di samping kiri sejajar dengan teks berita terdapat foto Direktur Jenderal Bimas Kristen Kementrian Agama Oditha R Hutabarat dan Kepala Bagian Humas PGI Jeirry Sumampow yang memberikan keterangan permintaan maaf atas peristiwa yang melukai umat Islam tersebut. Terdapat caption di bawah foto, didahului oleh kata “Minta Maaf” yang dicetak tebal. Dari segi grafis, Republika mencoba memberikan penekana dengan membubuhkan pernyataan Kapolri —“Kapolri berjanji mengejar aktor intelektual penyebar surat larangan shalat Id ” setelah judul dan diberi ketebalan yang berbeda dari isi teks berita. Penggunaan huruf tebal serta peletakan posisi setelah judul ini merupakan bagian yang sengaja dibuat mencolok, karena ini untuk mendukung arti penting suatu pesan bahwasannya tedapat okum yang memang meyebarkan surat larangan shalat Ied kepada umat Muslim, bahkan pernyataan ini sengaja dibuat dengan kalimat pernyataan janji Kapolri untuk mencari oknum tersebut. Disamping itu, penggunaan foto pada Republika dimana terdapat foto Direktur Jenderal Bimas Kristen Kementrian Agama Oditha R Hutabarat dan Kepala Bagian Humas PGI Jeirry Sumampow dengan caption permintaan maaf atas peristiwa yang melukai umat Islam. Caption di bawah foto, didahului oleh kata “Minta Maaf” yang dicetak tebal. Kata maaf yang dicetak tebal untuk mendukung arti penting suatu pesan, selain itu untuk menarik perhatian pembaca agar berpusat pada kata tersebut. Republika ingin menekankan bahwasannya tokoh-tokoh umat kristiani meminta maaf atas kesalahan umat kristiani di Tolikara yang telah menyebabkan kerusuhan yang berujung pada terbakarnya rumah ibadah umat muslim. Berita 2: Teks Berita KompasEdisi 21 Juli 2015 INSIDEN TOLIKARA Pemerintah Jamin Biaya Rekonstruksi JAYAPURA, KOMPAS – Pemerintah menjamin tersedianya anggaran untuk biaya rekonstruksi akibat insiden di Kabupaten Tolikara, Papua. Sementara itu, kepolisian telah memeriksa 32 saksi dalam kasus yang terjadi Jumat pekan lalu itu, dan beberapa di antaranya merupakan calon tersangka. “Banyak mekanisme yang bisa dipekai untuk biaya pembangunan, seperti dana hibah atau talangan. Kita semua sepakat, membangun kembali mushala itu penting,” kata Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo dalam pertemuan dengan Pemerintah Provinsi Papua dan Forum Koordinasi Pimpinan Daerah Provinsi Papua di Jayapura, Senin 207. Kemarin, kehidupan di Tolikara telah berangsur normal. Warga telah bebas beraktivitas. Sejumlah warga pendatang dan penduduk lokal yang ditanya soal insiden Jumat pekan lalu itu mengatakn tak tahu pasti penyebabnya. Mereka mengatakan selama ini tidak pernah ada keributan terkait persoalan agama. “Jangan sampai ada balas dendam. Kami hanya berharap janji pembangunan secara permanen kios dan mushala itu bisa benar- benar dilaksanakan,” kata Ali Mukhtar, pemuka agama Islam di Kabupaten Tolikara. Nemun, sekitar 250 orang masih mengungsi di tenda darurat di depan Markas Koramil 1720 IIKarubaga setelah kios sekaligus tempat itnggal mereka terbakar dalam insiden Jumat pekan lalu. Menurut rencana, mereka akan direlokasi ke kantor lama Bupati Tolikara yang saat ini kosong. “Saat ini kondisi telah kondusif,” kata Ustaz Ali Mukhtar, perwakilan pengungsi. Panglima Kodam XVIICendrawasih Mayor Jendral Fransen G Siahaan menyatakan tidak keberatan apabila lapangan Koramil dipakai sementara untuk menampung pengungsi. Di tempat itu juga akan dibangun mushala sementara. Pihak gereja, lanjut Fransen, sudah sepakat untuk memprioritaskan rekonstruksi mushala yang terbakar. TNI siap menurunkan 90 anggotanya untuk membantu pembangunan. Sementara itu, Mentri Sosial Khofifah Indar Perawansa menuturkan, kementriannya akan merenovasi semua ruko dan mushala yang terbakar. Kementrian Sosial juga menyaiapkan logistik dan fsilitas trauma healing bagi korban insiden Tolikara. menurt rencana, seluruh bantuan akan dikirim pada Rabu besok setelah Kementrian Sosial mengirim bantuan kepada korban cuaca dingin di Lanny Jaya, Papua. Proses Hukum Kepala Polri Jendral Pol Badrodin Haiti menuturkan, dalam penanganan insiden Tolikara, polisi punya tiga tugas. Pertama, menghentikan dan melokalisasi kerusuhan. Kedua, menjamin dan memelihara keamanan. Ketiga, melakukan penegakan hukum terhadap pembakar kios dan pembubaran saat shalat Id. Pelaku insiden Tolikara, lanjut Badrodin, dapat dikenai dengan tidakan penodaan agama dan perusakan fasilitas umum. Wakil Kepala Polda Papua Brigjen Pol Rudolf Albert Rodja menuturkan, Polri sudah memeriksa 32 saksi dalam insiden Tolikara. sebagian dari saks i itu merupakan calon tersangka. “Sesuai perintah Presiden, ini akan ditindak agar tidak berdampak luas di daerah lain,” katanya. Direktur Jendral Politik dan Pemerintahan Umum Kemendagri Soedarmo mengatakan, untuk mencagah terjadinya insiden seperti yang terjadi di Tolikara, pemerintah daerah harus meningkatkan fungsi deteksi dini. Terkait hal ini, ke depan, perlu dibentuk tim terpadu penanganan konflik sosial ditingkat pusat maupun daerah. Penanggung jawab tim ini adalah gubernur, didampingi wakil dari panglima kodam, kepala polda, dan kepala BIN daerah. “Mulai 2016, konsep tim ini akan disosialisasikan ke seluruh daerah. Arahnya, supaya kita bisa lebih tajam mendeteksi. Kalau kita hanya mengetahui potensi konflik tanpa mencegahnya, yang terjadi adalah sep erti di Tolikara ini,” kata Soedarmo. Sementara itu, komunitas kerukunan umat beragama di Jombang, Jawa Timur, semalam berkumpul untuk berdoa bersama dan refleksi demi pulihnya suasana kerukunan di antara umat beragama di Tolikara. Acara itu berlangsung di tumah KH. Suudi Yatmo, Padepokan Djagat Besi di Betek, Mojoagung, Jombang. Koordinator komunitas Gus Durian Jombang, Aan Anshori, yang ikut menggags pelaksanaan acara itu, mengatakan, pertemuan dengan tajuk “Ketupat untuk Tolikara” ini dimaksudkan untuk makin menguatkan dan meneguhkan prinsip kebinekaan di antara umat beragama di Tanah Air. “Agar kita saling menyadari bahwa Indonesia bisa berdiri tegak karena semangat keragaman atau kebinekaan itu,” katanya. Berita 2: Teks Berita Kompas Edisi 21 Juli 2015 Masjid Tolikara Butuh Bantuan Berbagai lembaga amal menggalang dana untuk masjid di Tolikara. TOLIKARA – Pengurus Masjid Baitul Mutaqqin, di Karubaga, Kabupaten Tolikra, Papua, meminta uluran tangan kepada berbagai pihak untuk bisa membangun kembali rumah ibadah tersebut. Masjid tersebut kini tersisa puing-puing setelah terbakar dalam kericuhan massa Gereja Injili di Indonesia GIDI, Jumat 197. Permintaan bantuan tersebut tercantum dalam surat yang dilayangkan pengurus Masjid Baitul Mutaqqin yang ditunjukan kepada Ketua Badan Amil Zakat Daerah Jayawijaya. Dalam surat itu, Koordinator Seksi Dakwah Masjid Baitul Mutaqqin Zackson Djohan menegaskan fakta soal terbakarnya masjid dan perlunya bantuan. “Dalam surat ini, kami memohon bantuan, uluran tangan, dan perhatian dari Bazda Kabupaten Jayawijaya untuk dapat membantu meringankan beban penderitaan saudara-saudara kita sesama Muslim di Karubaga,” tertulis dalam surat yang beredar Senin 207 tersebut. Sejak kabar terbakarnya Masjid Baitul Mutaqqin mengemuka, pemerintah telah menjanjikan akan membangun kembali masjid setra rumah dan kios yang terbakar id sekitarnya. “Pemerintah daerah akan membantu untuk mendirikan kios di sana, juga mushala yang terbakar. Kita juga akan siapkan bantuan untuk korban k ios yang terbakar berupa modal usaha,” ujar Wakil Presiden Jusuf Kalla. Selain itu, Pemerintah Kabupaten Tolikara juga telah menyerahkan bantuan awal sebesar Rp 100 juta buat para pengungsi insiden Tolikara. Pemkab Tolikara juga berjanji akan membantu pembangunan kembali masjid, kios, dan rumah yang terbakar. Kendati demikian, berbagai lembaga amal juga menginisiasikan pengump[ulan dana untuk membantu membangun kembali Masjid Baitul Mutaqqin. Lembaga filantropi, Dompet Dhuafa, sudah memulai pengumpulan dana sejak hari kedua kejadian. “Sudah terkonfirmasi memang benar adanya bahwa masjid tersebut terbakar. Oleh karena itulah, kami berinisiatif ingin membangun kembali masjid tersebut agar Muslim di sana dapat menikmati fasilitas ibadah yang nyaman,” kata Ahmad Juwaini, presiden direktur Dompet Dhuafa, Sabtu 187. Ia mengatakan, target pengumpulan dana itu adalah sebesar Rp 5 miliar. Aktivis NU Papua juga melakukan penggalangan dana untuk masjid di Karubaga, Tolikara, Papua. “Kami sedang membuka penggalang an dana untuk membangun masjid di Karubaga tersebut,” kata Abdul Wahab selaku kordinator Sarkub Papua. Untuk tahap pertama, aktivis NU Papua sudah menyerahkan sumbangan dana Rp 6 juta. Sedangkan, selebritis Pandji Pregiwaksono menggalang dana untuk membangun masjid melalui laman kitabisa,commasjidtolikara, pandji menargetkan dana yang terkumpulo mencapai Rp 200 juta. Hingga kemarin, donasi yang diterima mencapai Rp.36.743.130. menurut Pandji, dana itu nantinya akan disalurkan ke Bulan Sabit Merah Indonesai BSMI cabang Jayawijaya Papua. BSMI Jayawijaya sejauh ini terus melaporkan hasil penggalangan dana yang mereka lakukan untuk membangun masjid di Karubaga. Dalam akun Twitter resmi BSMI Jayawijaya tertulis bahwa dana yang terkumpul hingga Senin 207 siang Rp 277 juta. Lembaga amil zakat Pos Keadilan Peduli Umat PKPU menyatakan akan turut serta berkoordinasi untuk bisa segara memberikan bantuan bagi mereka yang terdampak insiden pembakan masjid di Tolikara. Ketua Umum Badan Amil Zakat Nasional Baznas Didin Hafidhuddin juga menyatakan siap berpartisipasi membangun rumah ibadah baru bagi umat Islam di Tolikara. pernyataan serupa disampaikan pimpinan Daarul Quran, Yusuf Mansur.

1. SINTAKSIS

a. Skema berita

Struktur sintaksis yang terdapat dalam teks berita Kompas edisi 21 Juli 2015 membentuk skema yang umum yakni bentuk piramida terbalik. Dimana yang dianggap aspek paling penting diletakan diawal, kemudian disusul dengan fakta-fakta tambahan. Skema teks berita Kompas dimulai dengan judul, kemudian lead, kutipan narasuber, latar informasi, pernyataan dan penutup. Skema demikian menujukan bahwa aspek yang dianggap penting terletak pada lead. Berbeda dengan Kompas, skema teks berita Republika diawali dengan judul, kemudian pernyataan, lead, latar informasi, kutipan narasumber, penutup. Sturktur berita Republika menekankan bahwa pernyataan dianggap lebih penting dari lead. Hal ini dibuktikan dengan posisi pernyataan dalam teks ditempatkan lebih dulu dari lead, selain itu pernyataan ini dicetak dengan ketebalan, jenis huruf dan ukuran huruf yang berbeda dari lead maupun isi berita secara keseluruhan. Berikut kutipan pernyataan Republika: “Berbagai lembaga amal menggalang dana untuk masjid di Tolikara .” Melalui kutipan ini pembaca diajak untuk menyadari bahwa banyak pihak yang mendukung pembangunan kembali masjid di Tolikara. Hal ini juga merupakan cara mempengaruhi masyarakat untuk turut membantu atau menggalang dana untuk pembangunan masjid di Tolikara. Sehingga Republika menempatkan kalimat ini sebagai aspek terpenting dari teks berita secara keseluruhan. Kemudian dihubungkan dengan lead yang menggambarkan situasi masjid yang tinggal tersisa puing-puing, gambaran seperti ini merupakan cara menarik simpati pembaca untuk turut simpati dengan kondisi umat islam di Tolikara yang membutuhkan tempat ibadah yang aman dan nyaman pasca insiden Tolikara. Tabel 4.1 HeadlineJudul Kompas dan Republika Edisi 21 Juli 2015 Unsur diamati Kompas Republika Headlinejudul Pemerintah Jamin Biaya Rekonstruksi Masjid Tolikara Butuh Bantuan Judul dari kedua surat kabar tersebut memiliki titik persamaan pada inti tema yang diusung yakni pembangunan berbagai fasilitas pasca insiden Tolikara. Judul Kompas mengarah pada rekonstuksi bangunan secara global. Sedangkan, Republika fokus pada rekonstruksi masjid. Selain itu, dari judul Kompas menampilkan bahwa pemerintah telah menjamin seluruh biaya rekonstruksi, artinya Kompas ingin menggambarakan kepada khlayak bahwa persoalan rekonstruksi di Tolikara tidak memiliki kendala dari segi biaya, karena pemerintah telah menanggung semua biayanya. Sedangkan Republika menampilkan sebaliknya, rekonstruksi di Tolikara masih menjadi persoalan, terutama untuk realisasi pembangunan masjid di Tolikara masih membutuhkan bantuan biaya. Dengan penggambaran semacam ini, Republika mengajak pembaca untuk simapti dengan kondisi umat Islam di Tolikara. Tabel 4.2 Lead Kompas dan Republika Edisi 21 Juli 2015 Unsur diamati Kompas Republika Lead JAYAPURA, KOMPAS – Pemerintah menjamin TOLIKARA – Pengurus Masjid Baitul Mutaqqin, tersedianya anggaran untuk biaya rekonstruksi akibat insiden di Kabupaten Tolikara, Papua. Sementara itu, kepolisian telah memeriksa 32 saksi dalam kasus yang terjadi Jumat pekan lalu itu, dan beberapa di antaranya merupakan calon tersangka. di Karubaga, Kabupaten Tolikara, Papua, meminta uluran tangan kepada berbagai pihak untuk bisa membangun kembali rumah ibadah tersebut. Masjid tersebut kini tersisa puing-puing setelah terbakar dalam kericuhan massa Gereja Injili di Indonesia GIDI, Jumat 177. Lead yang ditampilkan Kompas terbagai menjadi dua tema yakni. Pertama,pemerintah menjamin biaya rekonstruksi pasca insiden Tolikara. Kedua, pemeriksaan polisi terhadap 32 saksi, dan diantaranya merupakan calon tersangka. Lihat bagaimana Kompas menyusun kedua fakta ini dalam satu lead. Kompas menekankan bahwa pemerintah berada pada posisi utama yang harus hadir dan bertanggung jawab membiayai rekonstruksi pasca insiden Tolikara, sedangkan pemeriksaan terhadap calon tersangka menjadi fakta yang diletakan setelah tanggung jawab pemerintah. Dengan susunan demikian Kompas mengajak pembaca untuk berfikir bahwa dalam insiden tolikara kesalahan dan tanggung jawab tidak semata-mata ditimpakan kepada tersangaka penyerangan, namun peran pemerintah juga harus hadir dan bertanggung jawab dalam peneylesain konflik. Sedangkan Republika memiliki satu inti tema dalam lead-nya yakni, memohon uluran tangan dari berbagai pihak untuk mendirikan kembali masjid baru di Tolikara pasca insiden Tolikara.LeadRepublika juga mendeskripsikan kondisi masjid pasca insiden yang hanya menyisakan puing-puing. Deskripsi tersebut membawa pesan akan pentingnya pembangunan masjid baru, melihat kondisi rumah ibadah yang sudah tak dapat difungsikan kembali sebagai tempat ibadah. Dalam kalimat penutup lead Republika menjelaskan penyebab terbakarnya masjid tersebut karena kericuhan massa GIDI. Pernyataan sebab akibat ini membawa kesadaran pembaca untuk memberikan kesan negatif terhadap massa GIDI, karena mereka digambarkan sebagai penyebab atau aktor dibalik terbakarnya masjid tersebut. Tabel 4.3 Latar informasi Kompas danRepublika Edisi 21 Juli 2015 Unsur diamati Kompas Republika Latar informasi Kemarin, kehidupan di Tolikara telah berangsur normal. Warga telah bebas beraktivitas. Sejumlah warga pendatang dan penduduk lokal yang ditanya soal insiden Jumat pekan lalu itu mengatakan tak tahu pasti penyebabnya. Mereka mengatakan selama ini tidak pernah ada keributan terkait persoalan agama. “Jangan sampai ada balas dendam. …. …..”meringankan beban penderitaan saudara- saudara kita sesama muslim di Karubaga” “…. Kami berinisiatif membangun kembali masjid tersebut agar Muslim di sana dapat menikmati fasilitas beribadah yang nyaman.” Latar yang dipilih Kompas menggambarkan kondisi kehidupan di Tolikara yang telah kembali normal dan kondusif dengan mengutip pernyataan dari warga setempat. Kutipan pendapat masyarakat ini Kompas gunakan untuk memperkuat argumennya dalam menyatakan kebenaran kondisi di Tolikara sehingga memberikan nada objektif. Aspek yang ditekankan Kompas pada latar informasi mengajak pembaca untuk berfikir bahwa kondisi di Tolikara telah aman dan tentram, dan jangan samapai terdapat aksi balas dendam. Kompas mengajak pembaca untuk berfikir kearah perdamaian. Sebaliknya, Latar yang ditampilkan Republika menggambarkan kondisi menyedihkan para korban pasca insiden Tolikara, terutama yang ditekankan adalah korban dari umat muslim. Republika juga menggambarkan masjid yang tidak dapat difungsikan kembali sehingga tidak ada lagi fasilitas yang nyaman bagi umat muslim untuk beribadah. Dengan latar informasi yang dibangun Republika jelas menempatkan umat muslim sebagai Korban. Tabel 4.4 Kutipan Narasumber Kompas danRepublika Edisi 21 Juli 2015 Unsur diamati Kompas Republika Kutipan narasumber “Jangan sampai ada balas dendam. Kami hanya berharap janji pembangunan secara permanen kios dan mushala itu bisa benar- benar dilaksanakan,” kata Ali Mukhtar, Pemuka agama Islam di Kabupaten Tolikara. “Pemerintah daerah akan membantu untuk mendirikan kios di sana, juga mushala yang terbakar. Kita juga akan siapkan bantuan untuk korban kios yang terbakar berupa modal usaha.” Wakil Presiden Jusuf Kalla “Sudah terkonfirmasi memang benar adanya bahwa masjid tersebut terbakar. Oleh karena itulah, kami berinisiatif ingin membangun kembali masjid tersebut agar Muslim di sana dapat menikmati fasilitas ibadah yang nyaman.” Presiden Direktur Dompet Dhuafa Ahmad Juwaini “Kami sedang membuka penggalangan dana untuk membangun masjid di Karubaga tersebut.” Koordinator Sarkub Papua Abdul Wahab Dari kutipan narasumber Kompas, terdapat ketidak berimbangan dalam pemilihan narasumber. Dalam teks berita digambarkan bahwa kehidupan di tolikara telah berangsur normal, bahkan penduduk lokal dan warga pendatang telah kembali melakukan aktivitas. Kemudian Kompas mengutip pernyataan harapan dari masyarakat setempat, namun Kompas hanya menyajikan satu narasumber yang berasal dari tokoh umat Islam, Ali Mukhtar. Hal ini tidak sesuai dengan pendekatan yang ingin disapaikan Kompas. Ketika Kompas mengatakan bahwa kehidupan di Tolikara telah kembali normal, artinya sudah tidak ada lagi konflik dan telah terjadi perdamaian antar pihak yang berkonflik. Seharusnya Kompas menyajikan pernyataan dari kedua pihak. Berikut kutipan teks berita Kompas: Kemarin, kehidupan di Tolikara telah berangsur normal. Wrga telah bebas beraktivitas. Sejumlah warga pendatang dan penduduk lokal yang ditanya soal inisden Jumat pekan lalu itu mengatakan tak tahu pasti penyebabnya. Mereka mengatakan selama ini tidak pernah ada keributan terkait persoalan agama. “Jangan sampai ada balas dendam. Kami hanya berharap janji pembangunan secara permanen kios dan mushala itu bisa benar-benar dilaksanakan,” kata Ali Mukhtar, Pemuka agama Islam di Kabupaten Tolikara. Republika mewawancarai tiga narasumber: Wakil Presiden Jusuf Kalla, Presiden Direktur Dompet Dhuafa Ahmad Juwaini, Koordinator Sarkub Papua Abdul Wahab.Dua diantara narasumber mengarah pada pentingya pembangunan masjid, dan satu narasumber mengarah pada rekonstruksi bangunan secara keseluruhan, baik pembangunan sejumlah kios dan masjid yang terbakar.Dengan lebih banyaknya narasumber yang berbicara terkait pentingnya pendirian masjid.Republika membingkai pemberitaan ini seolah pembangunan masjid harus menjadi prioritas utama. Tabel 4.5 Pernyataan Kompas dan Republika Edisi 21 Juli 2015 Unsur diamati Kompas Republika Pernyataan Pihak Gereja, lanjut Fransen, sudah sepakat untuk memprioritaskan rekonstruksi musolah yang terbakar. Kami berinisatif ingin membangun kembali masjid tersebut agar muslim di sana dapat menikmati fasilitas ibadah yang nyaman Pernytaan kedua surat kabar tersebut memiliki inti yang sama terkait rekonstruksi rumah ibadah umat Muslim. Jika dilihat dalam teks Kompas, pernyataan Fransen menyebutkan pihak gereja memprioritaskan rekonstruksi mushala yang terbakar. Kompas ingin nmenekankan pesan tertentu bahwa pihak gereja turut memperioritaskan kebutuhan umat Muslim, hal ini memberikan kesan bahwa pihak gereja memiliki jiwa toleransi sebab menghargai hak umat lain untuk mendapatkan fasilitas rumah ibadah. Secara tidak langsung Kompas menampilkan citra positif bagi pihak gereja. Sedangkan, pernyataan yang dikutip republika dalam teks berita menekankan pada alasan perlunya mendirikan masjid. Republika mengajak pembaca untuk memahami bahwasannya setiap orang harus memberikan hak kebebasan dalam beribadah termasuk mendirikan tempat ibadah bagi pemeluk agama lain. Sehingga Republika memberikan penekanan bahwa pendirian masjid baru merupakan hal urgen untuk segera direalisasikan. Tabel 4.6 Penutup Kompas dan Republika Edisi 21 Juli 2015 Unsur diamati Kompas Republika Penutup Koordinator komunitas Gus Durian Jombang, Aan Anshori, yang ikut menggagas pelaksanaan acara itu, mengatakan, pertemuan dengan tajuk “Ketupat untuk Tolikara” ini dimaksudnkan untuk makin menguatkan dan meneguhkan prinsip kebinekaan di antara umat beragama di Tanah Air. “Agar kita saling menyadari bahwa Indonesia hanya bisa berdiri tegak karena semua karagaman atau kebinekaan itu,” katanya. Ketua Umum Badan Amil Zakat Nasional Baznas Didin Hafidhuddin juga menyatakan siap berpartisipasi membangun rumah ibadah baru bagi umat Islam di Tolikara. Pernytaan serupa disampaikan pimpinan Daarul Quran, Yusuf Mansur. Penutup teks berita Kompas menggambarkan pentingnya masyarakat untuk menjaga kerukunan antar umat beragama. Argumen Kompas ini diwujudkan dengan menampilkan pernyataan narasumber dari komunitas kerukunan antar umat beragama sebagai pendukung gagasannya tersebut. Penutup ini semakin memperjelas arah Kompas yang lebih menenkankan pada perdamaian serta menjaga persaudaraan antar umat beragama. Penutup Republika manggambarkan dukungan terhadap pendirian masjid baru di Tolikara. Dukungan ini Republika tampilkan dengan banyaknya pihak dari berbagai lembaga amal yang berpartisipasi dalam penggalangan dana untuk masjid di Tolikara.

2. SKRIP

a. Kelengkapan Berita

Tabel 4.7 5W+1H Kompas dan Republika Edisi 21 Juli 2015 Unsur diamati Kompas Republika 5W+1H Apa yang terjadi? what: jaminan biaya rekonstruksi akibat insiden Tolikara. Apa yang terjadi? what: pengurus Masjid Baitul Mutaqqin meminta uluran tangan kepada berbagai pihak untuk bisa membangun kembali rumah ibadah di Tolikara. Siapa yang akan menjamin biaya rekonstruksi? who: Pemerintah Kapada siapa permintaan bantuan tersebut dilayangkan? who: Badan Amil Zakat Daerah Jayawijaya, pemerintah dan Pemerintah Kabupaten Tolikara serta berbagai lembaga amal. Bagaimana proses rekonstruksi tersebut? how: pemerintah akan melakukan rekonstruksi ruko dan mushala yang terbakar Kapan pemohonan bantuan tersebut dilayangkan? when: Senin 207 Mengapa permohonan bantuan tersebut dilakukan? why: untuk dapat membantu meringankan beban penderitaan saudara- saudar sesama Muslim di Karubaga Bagaimana proses penggalangan dana tersebut? who: berbagai lembaga amal membantu untuk menggalang dana, di antaranya dari Domper Dhuafa, aktivis NU sudah menyerahkan Rp 6 juta, …. Dalam berita tersebut Kompas mencoba membentuk sebuah pembingkaian yang menghasilkan kesan tertentu kepada masyarakat dengan cara menghilangkan satu atau lebih unsur penting dalam berita tersebut. Unsur yang hilang yang dimaksud penulis ialah unsur where, why dan when. Kompas tidak menjelaskan alasan mengapa rekonstruksi tersebut penting untuk dilakukan, dan tidak menyajikan dimana dan kapan rekonstruksi ulang bangunan kios dan mushala tersebut akan dilakukan. Sejak awal inti utama berita Kompas hanya pada jamian yang diberikan pemerintah untuk biaya rekonstruksi bukan pada alasan mengapa rekonstruksi tersebut perlu dilakukan. Dengan cara seperti ini tidak nampak hal penting yang melatarbelakangi perlunya rekonstruksi di Tolikara. Sebaliknya, Republika memaparkan alasan terkait pentingnya pembangunan masjid. Dengan penyajian alasan secara rinci ini menekankan kesadaran kepada pembaca bahwa pendirian masjid ini sangat penting, karna ini menyangkut menghormati serta memberikan hak kebebasan beribadah bagi umat Muslim dengan cara mendirikan fasilitas ibadah yang nyaman.

3. TEMATIK

a. Detail Tabel 4.8 DetailKompas dan Republika Edisi 21 Juli 2015 Unsur diamati Kompas Republika Kalimat Kemarin, kehidupan di Tolikara telah berangsur normal. Warga telah bebas beraktivitas. Sejumlah warga pendatang dan penduduk lokal yang ditanya soal inisden Jumat pekan lalu itu mengatakan tak tahu pasti penyebabnya. Mereka mengatakan selama ini tak pernah ada keributan terkait persoalan agama. “Jangan sampai ada balas dendam …..” kata Ali Mukhtar, Pemuka agama Islam di Kabupaten Tolikara. Pengurus Masjid Baitul Mutaqqin, di Karubaga, Kabupaten Tolikara, Papua, meminta uluran tangan kepada berbagai pihak untuk bisa membangun kembali rumah ibadah tersebut. Masjid tersebut kini tersisa puing-puing setelah terbakar dalam kericuhan massa Gereja Injili di Indonesia GIDI, Jumat 177. Detail yang dijabarkan Republika ialah kondisi bangunan masjid yang hanya tersisa puing-puing. Selain itu terdapat detail lain yang ditampilkan Republika pada kalimat “setelah terbakar dalam kericuhan massa Gereja Injili di Indonesia ”. Penulisan semacam ini menekankan posisi massa GIDI pada posisi tidak legitimate, seakan massa yang ricuh GIDI sebagai pihak yang bersalah. Sedangkan detail yang ditampilkan Kompas adalah penjelasan panjang terkait kondisi di Tolikara yang telah kondusif dan aman. Dengan detail seperti ini seolah Kompas menekankan pesan bahwa masalah ini semestinya tidak dibesar-besarkan, karena kondisi di Tolikara sendiri telah kondusif.

b. Koherensi

Tabel 4.9 Koherensi Kompas dan Republika Edisi 21 Juli 2015 Unsur diamati Kompas Republika Proposisi Pemerintah menjamin tersedianya anggaran untuk biaya rekonstruksi akibat insiden di Kabupatan Tolikara, Papua. Masjid tersebut kini tersisa puing-puing setelah terbakar dalam kericuhan massa Geraja Injili di Indonesia GIDI, Jumat 177 Kata „akibat‟ pada teks berita Kompas ini merupakan jenis koherensi sebab-akibat.Kalimat ini jelas mengandung makna bahwa sejumlah bangunan kios dan mushala yang terbakar tersebut akibat insiden di Kabupaten Tolikara.Namun, dari kalimat ini terdapat bentuk nominalisasi.Nominnalisasi ini dalam teks Kompas ditunjukan dengan menghilangkan subjek atau tokoh tertentu. Nominalisasi tidak membutuhkan subjek, karena nominalisasi pada dasarnya adalah proses mengubah kata kerja yang bermakna tindakan menjadi kata benda yang bermakna peristiwa insiden Tolikara. Kompas tidak menampilakan aktor atau subjek pelaku pembakaran di Tolikara sehingga menyebabkan sejumlah bangunan terbakar.Karena yang ditekankan Kompas ialah hanya memberitahu kepada pembaca bahwa bangunan yang terbakar tersebut merupakan imbas dari insiden Tolikara. Sebalinya, koherensi pada teks berita Republika terdapat pada kalimat “Masjid tersebut kini tersisa puing-puing setelah terbakar dalam kericuhan massa Geraja Injili di Indonesia GIDI, Jumat 177”. Jenis koherensi yang digunakan adalah koherensi kondisional yang terletak pada kata “dalam”.Kata “dalam” merupakan penjelas darikalimat sebelumnya. Berbeda dengan Kompas yang menyembunyikan aktor atau subjek pelaku pembakaran. Sebaliknya, Republika justru menampilkan subjek secara jelas massa GIDI. Secara tidak langsung, Republika memberikan penilaian negative kepada massa GIDI, Karena telah bertindak ricuh sehingga mengakibatkan terbakarnya masjid.

c. Bentuk Kalimat

Tabel 4.10 Bentuk Kalimat Kompas dan Republika Edisi 21 Juli 2015 Unsur diamati Kompas Republika Kalimat Pemerintah menjamin tersedianya anggaran untuk biaya rekonstruksi akibat insiden di Kabupaten Tolikara, Papua. Sementara itu, kepolisian telah memeriksa 32 saksi dalam kasus yang terjadi Jumat pekan lalu itu, dan beberapa di antaranya merupakan calon tersangka. Pengurus Masjid Baitul Muttaqin, di Karubaga, Kabupaten Tolikra, Papua, meminta uluran tangan kepada berbagai pihak untuk bisa membangun kembali rumah ibadah tersebut. Masjid tersebut kono tersisa puing-puing setelah terbakar dalam kericuhan massa Gereja Injili di Indonesia GIDI, Jumat 197. Bentuk kalimat yang digunakan Kompas dan Republika berpola kalimat Deduktif, dimana inti kalimat umum ditempatkan dibagian muka, kemudian disusul dengan keterangan tambahan khusus yang diposisikan kemudian. Kutipan bentuk kalimat pada Kompas diambil daribagian lead. Lihat bagaimana Kompas menyusun dua fakta yang berbeda. Pertama, terkait pemerintah menjamin anggaran untuk biaya rekonstruksi. Kedua, terkait pemeriksaan terhadap calon tersangka. Fakta yang ditampilkan lebih dahulu dianggap merupakan aspek yang lebih penting. Hal ini menekankan Kompas menganggap penting kehadiran pemerintah untuk bertanggung jawab dalam penyelesaian konflik ketimbang membahas pada aspek pertanggungjawaban hukum para pelaku perusakan. Kemudian, bentuk kalimat Republika juga diambil dari lead. Jika diamati pada kalimat terakhir dari bentuk kalimat Republika. Penyusunan kalimat ini berbentuk logika kausal sebab akibat. Republika terlebih dahulu menggambarkan kondisi masjid yang tersisa puing-puing, setelah itu menjabarkan penyebabnya karena terbakar dalam kericuhan massa GIDI. Bentuk kalimat semacam ini menyandangakan kesan negtif terhadap massa GIDI karena dianggap sebagai penyebab dari terbakarnya masjid.

4. RETORIS

a. Leksikon

Tabel 4.11 Leksikon Kompas dan Republika Edisi 21 Juli 2015 Unsur diamati Kompas Republika Kata Insiden di Tolikara Kericuhan massa Gereja Injili di Indonesia GIDI Kompas memaknai peristiwa ini sebagai insiden di Tolikara .Penggunaan kata insiden Tolikara ini menggunakan nominalisasi.Nominalisasi merupakan strategi yang dipakai untuk menghilangkan kelompok atau aktor sosial tertentu. 101 Kata “insiden Tolikara” ini merupakan kata benda yang menunjukan sebuah peristiwa.Sebuah nomina kata benda tidak membutuhkan subjek, karena dapat hadir mandiri dalam kalimat. Kata “insiden Tolikara” ini lebih dipilih Kompas karena dapat mewakili informasi peristiwa di Tolikara tanpa menampakan aktor atausubjek pelaku penyerangan tersebut. Terkait hal ini, pihak Kompas memberikan keterangan sebagai berikut: 102 “Kata insiden merupakan pilihan diksi agar tidak menimbulkan kesan kemarah atau menimbulkan balas dendam. Dalam tanda kutip jauh lebih aman jika mengunakan kata “insiden” tersebut. Nah mungkin melalui diksi tersebut Kompas berupaya untuk memberikan efek meredam konflik, sehingga tidak ada suasana saling menyalahkan.” Sebaliknya, Republika justru secara jelas menyebutkan bahwa kericuhan tersebut dilakukan oleh massa dari GIDI. Berikut kutipam lengkap Republika: “Masjid tersebut kini tersisa puing-puing setelah terbakar dalam kericuhan massa Geraja Injili di Indonesia GIDI, Jumat 177. ” Dengan penggunakan kata kericuhan massa GIDI ini jelas Republika memberikan nada negatif terhadap pihak GIDI sebagai aktor penyebab kericuhan di Tolikara. 101 Eriyanto, Analsis Wacana: Pengantar Analisis Teks Media, h.175. 102 Wawancara dengan Sutta Dharmasaputra, Wakil Redaktur Pelaksana Kompas, Jakarta 28 Desember 2015.

b. Grafis

Tabel 4.12 GrafisKompas dan Republika Edisi 21 Juli 2015 Unsur diamati Kompas Republika Penggunaan Huruf Judul dicetak dengan ukuran huruf lebih besar dan diberi ketebalan. Judul dicetak dengan ukuran huruf lebih besar dan diberi ketebalan. Terdapat pula kalimat “Berbagai lembaga amal menggalang dana untuk masjid di Tolikara” dibawah judul yang dicetak tebal. Grafis yang ditampilkan Kompas dan Republika pada judul yang diberi ketebalan dan menggunakan ukuran huruf yang lebih besar. Hal ini bertujuan untuk menekankan inti tema yang akan dibahas pada teks berita tersebut. Pada teks Republika terdapat kalimat “Berbagai lembaga amal menggalang d ana untuk masjid di Tolikara”dibawah judul yang diberi ketebalan. Hal tersebut menekankan makna bahwapendirian masjid di Tolikara menuai dukungan dari berbagai pihak.Secara tidak langsung ini menggambarkan gagasan Republika yang turut mendukung pendirian masjid baru di Tolikara. Berita 3: Teks Berita Kompas Edisi 24 Juli 2015 Presiden: Jaga Persaudaraan Polri Tetapkan Dua Tersangka Perusakan, Kekerasan, dan Pengahasutan di Tolikara JAKARTA, KOMPAS – Presiden Joko Widodo mengingatkan, keanekaragaman suku, bahasa, dan agama dari wilayah Sabang hingg merauke menuntut bangsa Indonesia harus terus berjuang mewujudkan persaudaraan, kerukunan, dan toleransi. Demi masa depan, tak ada kata terlambat untuk membenahi keadaan yang terusik. Dalam pertemuan dengan 30 tokoh lintas agama, Kamis 237, di Istana Negara, Jakarta, Presiden Joko Widodo yang didampingi Wakil Presiden Jusuf Kalla beserta sejumlah menteri mengatakan, selama 70 tahun kemerdekaan, bangsa Indonesia berhasil menjaga keselarasan hidup bersana. Ke depan, masyarakat diharapkan lebih maju dan bijak sehingga tak terprovokasi melakukan tindakan yang merusak keharmonisasn bangsa. Selain Ketua Umum PBNU KH Said Aqil Siroj, tokoh lintas agama lain yang hadir di antarnya Ketua MUI Selamet Efendi Yusuf, Ketua Umum PGI Pendete Henritte Tabita Lebang, Ketua Presidium KWI Mgr Ign Suharyo, Ketua Umum Parisada Hindu Dharma Indonesia Nyoman Suwisima, Ketua Umum Matakin Uung Sendana. “Peran semua pemuka agama ini sangat penting. bangsa ini akan maju jika berhasil menghapuskan sekat-sekat suku, ras, dan agama. Kita akan maju kalau bisa bersatu padu,” ujar Jokowi. Menurut persiden, apa yang terjadi di Tolikara, Papua, tak seharusnya terjadi jika komunikasi dan silaturahmi terjalin baik. “Meskipun demikian, tidak ada kata terlambat untuk memperbaiki keadaan agar ke depan setiap gesekan sekecil apa pun dapat diselesaikan dengan baik,” katanya. Presiden menyatakan, Indonesia penuh dnegan keberagama, “dalam kebinekaan itu, bangsa Indoensia bisa bersatu, rukun, toleran, serta saling menghormati dan menghargai. Oleh kerena itu, bangsa Indonesia harus terus berjuang keras agar toleransi, persaudaraan, dan kerukunan agama terus dijaga,” ucapnya. Mengawali, pertemuan, Said Aqil yang didampingi tokoh lintas agama membacakan lima pernyataan sikap terkait insiden di Tolikara. selain harus menjadikan pelajaran berharga, pemerintah dituntut mengungkap faktor penyebabnya. Pemerintah juga dituntut secepetnya berlakukan rehabilitasi dengan membangun fasilitas rumah ibadah, sarana umum, dan perekonomian, setra menangani korban. “Semua pihak harus menjunjung tinggi konstitusi, mempererat persatuan dan kesatuan bangsa, juiga menjaga kerukunan dan kedamaian. Media massa juag dihimbau turut menciptakan suasana kondusif melalui pemberitaan objektif, akurat, dan pempraktikan jurnalisme damai atau sadar konflik,” tutur Said aqil. Terakhir, tembahan semua pihak harus meningkatkan dialog untuk menjaga keharmonisan dan merawat kerukunan hidup anatar umat beragama. Saat ditanya seusai peretemuan, ia berharap media massa tak lagi embesar- besarkan peristiwa Tolikara agar tak semakin meluas. “Apalagi, situasi di Tolikara sekarang sudah kondusif,” katanya. Informasi menyesatkan Sebelumnya, di rumah dinas Kepala Badan Intelejen Negara Sutiyoso, Kapala Polri Jenderal Pol Badrodin Haiti juaga meminta masyarakat tidak terprofokasi oleh informasi menyesatkan terkait insiden Tolikara yang beredar di media sosial. “Dalam situasi seperti ini, isu-isu yang memperofokasi, baik di media sosial maupun layanan pesan singkat, belum etntu benar. Jadi, masyarakat jangan sampai terprovokasi,” uajarnya. Ketua komisi Informasi Pusat Abduhamid Dipropramono juga berharap pemerintah satu suara dalam memberikan pernyataan terkait peristiwa Tolikara agar tak membingungkan publik. Sementara itu, dari 31 orang yang diperiksa menyusul insiden Tolikara pada Jumat 177 lalu, Polri menetapkan dua orang dari kalangan Gerja Injili di Indonesia GIDI di Tolikara sebagai tersangka. “Ada dasar dan alat bukti yang cukup untuk menetapkan mereka sebagai tersangka. AK dan JW diduga melakukan perusakan, kekerasan, penganiayaan, serta penghasutan,” jelasnya. Sebelumnya, empat aktivis GIDI diperiksa Kepolisian Daerah Papua. Berita 3: Teks Berita Republika Edisi 24 Juli 2015 Dua Tersangka Tolikara Diringkus Kepolisian tak menutup kemungkinan jumlah tersangka bertambah JAKARTA – Pihak Kepolisian Daerah Polda Papua meringkus dua orang terkait insiden kericuhan yang berbuntut terbakarnya masjid di Karubaga, Tolikara, Papua. Kedua orang tersebut dijadikan tersangka karena diduga memerintahakan penyerangan ke lokasi shalat Id di Tolikara, Jumat 177 lalu. “betul, sudah ditangkap pukul 17.00 WIT, saat ini sedang dibawa ke Wamena,” kata Kapolda Papua Inspektur Jenderal Yotje Mende, Kamis 237. Ia mengatakan, kedua tersangka tersebut berinisial HK dan JW. Menurut Yotje, dari rekaman yang dimiliki kepolisian, keduanya terlihat memberikan perinta kepada jemaat Gereja Injili di Indonesia GIDI untuk menyerang umat Islam yang tengah melakukan shalat Idul Fitri di lapangan Koramil Karubaga. Yotje menjelaskan, masing-masing pelaku ditangkap oleh personel Polda Papua di rumahnya. Penangkapan itu, kata Yotje, tidak sulit lantaran keduanya kooperatif. Ia mengungkapkan, keduanya dibawa ke Wamena terlebih dahulu. Selanjutnya mereka akan diterbangkan ke Jayapura untuk menjalani pemeriksaan, Jumat 247 ini. “Dari dua orang ini kita akan kembangkan ke calon tersangka lainnya,” kata Yotje. Ia meminta masyarakat sabar menanti pungkasnya proses hukum tersebut. Kapolri Jenderal Badrodin Haiti kemarin menjelaskan, insiden di Tolikara bermula dari beredarnya surat edaran dari Badan Pekerja Wilayah Tolikara Gereja Inijili di Indinesia GIDI. Suart itu berisi larangan bagi umat Islam agar tidak mengadakan shalat Idul Fitri pada Jumat 277 di Tolikara. alasannya, pada saat bersamaan GIDI akan melaksanakan seminar dan KKR Kebaktian Kebangunan Rohani Pemuda GIDI Internasional. Menurut Badrodin, Kapolres Tolikara AKBP Suroso menerima surat itu pada 13 Juli. Surat itu diteken Sekertaris GIDI Wilayah Tolikara Marthen Jingga dan Ketua GIDI Tolikra Nayus Wenda. Kapolres kemudian menayakan kepada Presiden GIDI Dorman Wandikmbo soal surat itu. Dorman mengatakan tak sepakat dengan isi surat dan menyatakan suart itu tak resmi. Mendapt jawaban itu, Suroso menghunungi Bupati Tolikara, Usman Wanimbo. Bupati kemudian menyakan pada panitia lokal acara GIDI yang menjawab sudah menerima surat klarifikasi dari Presiden GIDI. Menganggap masalah sudah beres, kata Kapolri, kapolres Tolikara mengizinkan umat Islam shalat Id di lapangan Koramil Karubaga. Meski begitu, Badrodin mengatkan, saat shalat tengah berlangusng, massa dari GIDI datang berbondong-bondong meminta pelaksanaan ibadah itu dibubarkan. “Kapolsek Tolikara kemudian lakukan negosiasi minta shalat dilaksanakan sampai pukul 08.00 WIT, tapi massa tak mau kemudian semakin banyak yang datang dan melempar batu,” ujar Badrodin di kediaman Kepala BIN Sutiyoso, kemarin. Kepolisian kemudian mengeluarkan tembakan untuk membubarkan massa yang menyebabkan seorang warga tewas dan 11 luka-luka. Berang atas penembakan itu, massa menuju kios-kios milik umat Islam. Mereka kemudian melakukan pembakaran yang menjalar hingga ikut menghanguskan Masjid Baitul Mutaqqin. Sebelumnya, Presiden GIDI Dorman WAndikmbo mengatakan bahwa penembakan oleh aparat itulah yang sejatinya memicu pembakaran. Ia mengungkapkan bahwa yang diprotes massa GIDI bukan pelaksanaan shalat Id, melainkan penggunaan pengeras suara oleh jamaah shalat Id. Sejauh ini, menurut Imam Masjid Baitul Mutaqqin Ali Muchtar, umat Islam dan jemaat GIDI sudah sepakat untuk berdamai di Tolikara. ia meminta masyarakat di luar Tolikara tak memanas-manasi keadaan. Kendati demikian, ia masih mengaharapkan jaminan keamanan dari aparat. Ketua Majlis Syuroa Komite Umat Komat untuk Tolikara Didin Hafidhuddin mengatatakan, kesalahan terkait insiden Tolikakara tak bisa begitu saja ditimapakn kepada jemaat GIDI secara keseluruhan. “Buktinya masyarakat yang ikut melempar itu menyesal karena enggak tahu-menahu. Mereka melempar saja, digiring-giring. Ini temuan tim kami,” kata Didin, kemarin. Menurut dia, tim pencari fakta dari Komat Tolikara juga menemukan bahwa masyarakat yang terlibat pelemparan dan pembakaran menyesali perbuatannya.

1. SINTAKSIS

a. Skema Berita

Struktur sintaksis Kompasedisi 24 Juli 2015 memiliki bentuk piramida terbalik, dimana aspek yang dianggap penting diletakkan di awal teks lead. Sekema teks berita Kompas diawali dengan judul, kemudian lead, latar informasi, kutipan narasumber, pernyataan, sub judul, penutup. Dari susunan sintaksi ini Kompas menekankan aspek terpenting diposisikan pada lead. Dengan demikian Kompas menginginkan pembaca menaruh perhatian besar pada aspek yang dibahas dalam lead. Skema pada teks berita Republika diawali dengan judul, kemudian pernyataan, lead, kutipan narasumber, latar informasi, penutup. Pernyataan yang diletakakn setelah judul sebelum lead dan dicetak dengan jenis huruf yang sama dengan judul, diberi ketebalan merupakan cara dari republika menojolkan aspek tersebut. Hal yang nampak lebih menonjol ini, tentunya akan menarik perhatian pembaca untuk fokus pada bagian tersebut.Jika diamati dari judul “Dua Tersangka Tolikara Diringkus”, setelah judul tersebut baru dikutip pernyataan “Kepolisian tak menutup kemungkinan jumlah tersangka bertambah ”. Artinya Republika memberikan kesan bahwa sebenarnya tersangka dalam inisden Tolikara ini bisa saja bertambah bukan hanya dua orang. Tabel 5.1 HeadlineJudul Kompas Republika Edisi 24 Juli 2015 Unsur diamati Kompas Republika HeadlineJudul Presiden: Jaga Persaudaraan, Polri Tetapkan Dua Tersangka Perusakan, Kekerasan, dan Penghasutan di Tolikara Dua Tersangka Tolikara Diringkus Tabel 5.1, dari judul yang digunakan Kompas dan Republika, keduanya membahas tema yang sama yakni mengenai pihak kepolisian yang telah menetapkan dua tersangka Tolikara. Namun kedua judul tersebut memiliki dua perbedaan.Pertama, judul pada Republika fokus pada penetapan dua tersangka Tolikara, berbeda dengan judul yang digunakan Kompas. Judul Kompas didahului dengan pernyataan “Presiden: Jaga Persaudaraan”. Kedua judul ini jelas menunjukan pandangan yang berbeda dari masing-masing surat kabar tersebut. Judul pada Kompas “Presiden: Jaga Persaudaraan, Polri Tetapkan Dua Tersangka Perusakan, Kekerasan, dan Penghasutan di Tolikara”. Penempatan kalimat “Presiden: Jaga Persaudaraan” di awal kalimat, mempengaruhi makna yang akan timbul karena akan menunjukan aspek inilah yang sebenarnya ingin ditonjolkan kepada pembaca. Jika diamati, dua buah kalimat tersebut tersusun atas dua proposisi yang menampilkan fakta yang kontras.Pertama, fakta mengenai pernyataan Presiden tentang menjaga persaudaraan serta persatuan dan kesatuan Bangsa.Fakta kedua, mengenai penetapan dua tersangka Tolikara. Namun kedua fakta tersebut disajikan bersandingan dalam satu judul berita. Proposisi mana yang diletakkan di awal dan proposisi mana yang diletakan di akhir menunjukan mana fakta yang lebih di tonjolkan. 103 Sejalan dengan ha l di atas, Kalimat “Presiden: Jaga Persaudaraan” dicetak dengan huruf tebal dan ukuran huruf yang lebih besar ketimbang kalimat selanjutnya. Bagian tulisan yang dibuat berbeda ini, menandakan bagian yang hendak ditekakkan oleh Kompas. Sehingga titik perhatian 103 Eriyanto, Analisi Wacana: Pengantar AnalisisTeks Media, h. 252. pembaca akan lebih tertuju pada aspek persatuan bangsa dibandingkan informasi dua tersangka tolikara yang telah ditetapkan polisi. Berbeda dengan Kompas, judul berita Republika sudah sangat jelas menunjukan pandangan Republika.Judul tersebut sacara jelas mewakili informasi yang hendak disampaikan, yakni terkait tertangkapnya dua tersangka Tolikara. Tabel 5.2 Lead Kompas dan Republika Edisi 24 Juli 2015 Unsur diamati Kompas Republika Lead JAKARTA, KOMPAS – Presiden Joko Widodo mengingatkan, keanekaragaman suku, bahasa, dan agama dari wilayah Sabang hingga Merauke menuntut bangsa Indonesia harus terus berjuang mewujudkan persaudaraan, kerukunan, dan toleransi. Demi masa depan, tak ada kata terlambat untuk membenahi keadaan yang terusik. JAKARTA – Pihak Kepolisisan Daerah Polda Papua meringkus dua orang terkait insiden kericuhan yang berbuntut terbakarnya masjid di Karubaga, Tolikara, Papua. Kedua orang tersebut dijadikan tersangka karena diduga memerintahkan penyerangan ke lokasi shalat Id di Tolikara, Jumat 177 lalu. Lead yang digunakan Kompas dan Republika nampak sangat kontras. Lead yang digunakan Kompas sangat menunjukan perspektif Kompas yang lebih menekankan informasi tentang pentingnya menjaga persatuan dan kesatuan bangsa. Berbeda dengan sudut pandang yang digunakan Republika, yang secara eksplisit memaparkan informasi penangkapan dua tersangka Tolikara. Kedua lead tersebut menampakan sudut pandang berbeda dari kedua media tersebut. Disamping itu, dalam lead-nya, Republika juga menggunkan kelengkapan unsur why yang menjelaskan mengapa dua tersangka tersebut diringkus. Berikut kutipannya: “Kedua orang tersebut dijadikan tersangka karena diduga memerintahkan penyerangan ke lokasi shalat Id di Tolikara, Jumat 177 lalu.” Kelengkapan unsur why dalam lead ini berfungsi untuk kelengkapan informasi yang disajikan. Hal ini juga mengindikasikan makna yang sebenarnya ingin ditekankan Republika agar sejak awal pembaca tertuju pada alasan mengapa kedua orang tersebut diringkus.Lead Republika ini jelas menunjukan sudut pandang serta kearah mana pemberitaan ini akan dikembangkan. Di lain sisi, leadKompas hanya terdapat satu unsur lead, yakni what lead. Kompas hanya menjelaskan peristiwa apa yang terjadi, dan peristiwa yang dijelaskan tidak terakait dengan penangkapan dua tersangka insiden Tolikara, melainkan memaparkan pernyataan presiden.Kompas mengajak pembaca untuk berfikir bahawa menjaga persaudaraan jauh lebih penting ketimbang mencari-cari aktor penyebab kericuhan. Kompas tidak mendetailkan fakta terkait pelaku penyerangan dan kronologis kejadian. Berikut kutipan wawancara dengan Sutta Dharmasaputra, Wakil Redaktur Pelaksana Rubrik Politik dan Hukum: 104 “Kompas bisa dipastikan tidak akan menojolkan fakta tertentu, jika dianggap fakta tersebut bisa menyulut masalah semakin besar. Ketika terjadi konflik, kemudian kita mendetailkan apa yang terjadi maka itu akan menimbukan dampak sebaliknya, orang akan semakin mudah terbakar emosi. Sekalipun dengan alasan menyampaikan fakta bukan hendak memprovokasi, Kompas tidak akan melakukan hal itu. Biasanya ketika terjadi sebuah konflik SARA, Kompas cenderung hanya melihat pada sisi korban, kemudian Kompas mencari solusi bagaimana konflik tersebut dapat terselesaikan. Apa yang terjadi, bagaimana terjadinya. Kemudian siapa pelakunya Kompas tidak berusaha masuk ke arah sana, karena biasanya menurut versi Kompas, hal tersebut terkadang malah menyulut konflik semakin berkepanjangan. Kita langsung mencoba memaknai peristiwa tersebut dengan menanyakan sejumlah pengamat terkait keberhasilan bangsa Indonesia dalam menjaga toleransi selama ini. Kita tidak mengejar siapa pelakunya, itu biar aparat saja yang menangani, kita lebih mendorong masyarakat kepada bagaimana kedepannya. Kita lebih memfokuskan pada solusi perdamaian.” Jika Kompas tidak menonjolkan pada aspek pelaku, Republika justru sebaliknya. Teks berita Republika menampilkan informasi identitas dari pelaku penyerangan dan kronologis penangkapan tersangka. Selain itu, dalam setiap edisi yang dianalisi, Republika selalu menyajikan kronologi kejadian yang menunjukan bahwa peristiwa ini terjadi akibat aksi anarkis oknum anggota GIDI. Peneliatian terhadap teks ini juga sesuai dengan pernyataan pihak Republika, berikut hasil wawancaranya: 105 “Informasi dari identitas pelaku ya harus ditonjolkan. Ada satu hal, atau satu fenomena umum di semua konflik etnis, agama, konflik sosial di Indonesia. Bagaimana konflik tersebut menjadi melebar. Kuncinya hanya satu, karena tidak pernah ada pelaku yang ditangani secara hukum. Itu 104 Wawancara dengan Sutta Dharmasaputra, Wakil Redaktur Pelaksana Kompas, Jakarta 28 Desember 2015. 105 Wawancara dengan fitriyan Zamzami, Redaktur Halaman Utama Republika, Jakarta 12 Januari 2016. menjadi alasan mengapa kita harus tegaskan, pelakunya ini, tolong ditindak hukum. Karena kalau dia tidak ditindak hukum, pihak lain akan merasa polisi tidak menangani ini, ya sudah kalau begitu banyak yang akan main hakim sendiri.” “Jadi memang benar setiap edisi ada kronologikonflik Tolikara. tapi ini bertujuan hanya untuk mempertegas konteks yang sedang diberitakan. Saya kira ini bukan bagian dari framing, ini bangunan beritanya, kronologis itu seperti leher dalam tubuh berita.” Dengan demikian, Kompas melakukan seleksi terhadap isu. Kompas menojolkan sisi perdamaian dan menghilangkan fakta terkait pelaku penyerangan. Aspek yang ditonjolkan ini akan lebih mendapat perhatian pembaca dan tentunya akan lebih melekat dihati pembaca. Kompas membawa pembaca untuk lebih memahami pentingnya menjaga kerukunan dan perdamaian ketimbang mengetahui siapa pelaku penyerangan tersebut. Berbeda dengan Republika yang justru membawa pembaca untuk mengetahui secara terperinci siapa sebenarnya dalang dibalik aksi penyerangan dan peneyebaran surat larangan sholat Ied tersebut. Meski dalam penuturannya, Republika memiliki alasan bahwa tujuan dari menampilkan informasi aktor penyerangan bukan semata-mata untuk memberikan kesan negative kepada pihak tertentu, namun Republika lebih kepada tujuan agar masyarakat mendapatkan informasi bahwa pelakunya sudah tertangkap dan telah ditindak oleh polisi. sehingga diharapkan tidak ada aksi main hakim sendiri yang membuat konflik semakin berkepanjangan. Tebel 5.3 Latar Informasi Kompas dan Republika Edisi 24 Juli 2015 Unsur diamati Kompas Republika Latar Informasi Dalam pertemuan dengan 30 tokoh lintas agama, Kamis 237, di Istana Negara, Jakarta, Presiden Jokowi yang didampingi Wakil Presiden Jusuf Kalla beserta sejumlah menteri mengatakan, selama 70 tahun kemerdekan, bangsa Indonesia berhasil menjaga keselarasan hidup bersama. …… Menurut Yotje, dari rekaman vidio yang dimiliki kepolisian, keduanya terlihat memberikan perintah kepada jemaat Gereja Injil di Indonesia GIDI untuk menyerang umat Islam yang tengah melakukan shalat Idul Fitri di lapangan Koramil Karubaga. paragraf 3 Kapolri Jendral Badrodin Haiti kemarin menjelaskan, insiden di Tolikara bermula dari beredarnya surat dari Badan Pekerja Wilayah Tolikara Gereja Injil di Indonesia GIDI. Surat itu berisi larangan bagi umat Islam agar tidak mengadakan shalat Idul Fitri pada Jumat 177 di Tolikara. Alasannya, pada saat bersamaan GIDI akan melaksanakan seminar dan KKR Kebaktian Kebangunan Rohani Pemuda GIDI Internasional. ….. paragraf 6 Latar informasi yang ditampilkan Kompas mengenai keberhasilan bangsa Indonesia selama 70 tahun dalam menjaga keselarasan hidup ditengah perbedaan.Latar semacam ini digunakan sebagai argumen atau fakta-fakta yang digunakan Kompas untuk menegaskan arah pembritaannya pada aspek perdamaian Berbeda dengan Kompas, latar informasi yang ditampilkan oleh Republika mengajak masyarakat untuk lebih melihat dari sisi kronologis tertangkapnya dua tersangka Tolikara.Selain itu Republika juga menggambarkan kronologis terjadinya insiden di Tolikara yang diawali dari beredarnya surat larangan sholat ied oleh pihak GIDI kepada umat muslim di Tolikara. Republika secara tidak langsung mengarahkan pembaca untuk berfikir bahwa anggota GIDI tidak memahami toleransi sehingga melarang umat muslim melaksanakan solat Ied. Tebel 5.4 Kutipan Narasumber Kompas dan Republika Edisi 24 Juli 2015 Unsur diamati Kompas Republika Kutipan narasumber “Peran semua pemuka agama ini sangat penting. bangsa ini akan maju jika berhasil menghapuskan sekat-sekat suku, ras, dan agama.”….. Presiden Jokowi. paragraf 3 “Betul, sudah ditangkap pukul 17.00 WIT, saat ini sedang dibawa ke Wamena,” kata Kapolda Papua Inspektur Jendral Yotje Mende, Kamis 237.” Ia mengatakan, kedua tersangka tersebut berinisian HKdan JW. paragraf 2 “Semua pihak harus menjungjung tinggi konstitusi, mempererat persatuan dan kesatuan bangsa, juga menjaga kerukunan dan kedamaiaan. Media massa juga diimbau turut menciptakan suasana kondusif melalui pemberitaan objektif, …” tutur Said Aqil Ketua Umum PBNU Paragraf 7 “Kapolsek Tolikara kemudian lakukan negosiasi minta shalat dilaksanakan sampai pukul 08:00 WIT, tetapi masa tak mau kemudian semakin banyak yang datang dan melempar batu,” ujar Badrodin di kediaman Kepala BIN Sutiyoso, kemarin. paragraf 11 ..... “Dalam situasi seprti ini, isu-isu yangmemprovokasi, baik di media sosial maupun layanan pesan singkat, belum tentu benar. Jadi, masyarakat jangan sampai terprovokasi.” Kepala Polri Jendral Pol Badrodin Haiti “Buktinya masyarakat yang ikut melempar itu menyesal karena enggak tahu-menahu. Mereka melempar saja, digiring- giring. Ini temuan tim kami.” Ketua Majlis Syura Komite Umat untuk Tolikara, Didin Hafidhuddin “Ada dasar dan alat bukti yang cukup untuk menetapkan mereka sebagai tersangka. AK dan JW diduga melakukan perusakan, kekerasan, penganiayaan, serta penghasutan.” Ketua Komisi Informasi Pusat, Abdulhamid Dipopramono Dalam teks berita, Kompas mewawancarai empat narasumber, presiden Joko Widodo, Ketua Umum PBNU KH. Said Aqil Siroj, Kapolri Badridin Haiti, dan Ketua Komisi Informasi Pusat Abdulhamid Dipopramono. Dari keempat narasumber tersebut tiga diantaranya Presiden Jokowi, Ketua Umum PBNU KH Said Aqil Siroj, dan Kapolri Badrodin Haiti berpandangan bahwa menjaga persatuan dan kesatuan serta kerukunan menjadi point penting yang harus dijunjung oleh semua pihak. Sementara sumber Kompas yang menyatakan informasi tekait dua tersangka Tolikara hanya satu narasumber yakni Abdulhamid Dipopramono —ia bukan dari pihak kepolisian daerah Papua. Abdulhamid ialah Ketua Komisi Informasi Pusat. Jika dilihat dari susunan kutipan narasumber dalam teks Kompas.Sepuluh paragraf diisi oleh pandangan yang menilai bahwa insiden Tolikara ini harus dijadikan pelajaran untuk kedepannya, bahwa seharusnya bangsa Indonesia mampu berdampingan dalam perbedaan serta menjunjung persatuan dan kesatuan serta persaudaraan.Hanya satu paragraf terakhir yang menyatakan informasi terkait dua tersangka Tolikara yang telah ditetapkan pihak kepolisian. Sekema semacam ini bukan hanya menempatkan pernyataan terkait informasi dua tersangka tersebut menjadi tidak mencolok, melainkan juga menjadi minorotas diantara pandangan yang menghimbau untuk lebih menjaga persaudaraan dan perdamaian.Namun Kompas justru mengatakan bahwa medianya selalu memberikan porsi yang berimbang dalam menempatkan setiap pernyataan narasumber dari semua pihak. Berikut pernyataan dari pihak Kompas: “Kita cenderung memilih narasumber yang pendekatannya perdamaian. Karena ini menyangkut masyarakat pasti pakar sosiologi yang mengerti fenomena masyarakat, pejabat setempat, aparat yang terkait, pemerintah yang mewakili negara, tokoh-tokoh agama, pakar-pakar konflik sosial, biasanya kita jadikan parameter untuk melihat sebagai narasumber. Intinya tidak akan memilih narasumber yang justru memprovokasi. Biasanya juga ini kita berusah cover both side. Karena konflik ini antar agama, maka narasumbernya dari dua pihak. yakni dari tokoh agama umat Islam dan tokoh agama umat Kristiani.” 106 Meski Kompas menyatakan demikian, namun pernyataan Kompas sulit untuk dibuktikan kebenarannya. Karena, dari analisis teks yang ada justru hasilnya berbanding terbalik dari pernyataan pihak Kompas. Berbeda dengan teks berita Kompas, Republika mewawancarai tiga orang narasumber Kapolda Papua Inspektur Jendral Yotje Mende, Kapolri Jendral Badrodin Haiti, dan Ketua Majelis Syura Komite Umat untuk Tolikara Didin Hafidhuddin. Teks berita Republika terdiri dari 16paragraf. Paragraf awal hingga paragraf 12 dan paragraf 14-15berisi tentang informasi penangkapan dua tersangka Tolikara dan kronologis konflik tolikara.Hanya satu paragraf akhir yang dinilai berbeda. Kalimat di paragraf terakhir ini mengutip pernyataan Ketua Majelis Syura Komite Umat untuk Tolikara Didin Hafidhuddin yang mengatakan bahwa kesalahan terkait insiden Tolikara tak bisa begitu saja ditimpakan kepada jemaat GIDI secara keseluruhan, terdapat pula masyarakat yang turut melempar dalam insiden tersebut. Namun, menurut penulis pernyataan ini belum jelas, karena didalamnya tidak dicantumkan masyarakat mana yang dimaksud.Selain itu, pada kalimat “Mereka lempar saja, digiring-giring,” kalimat inipun dirasa 106 Wawancara dengan Sutta Dharmasaputra, Wakil Redaktur Pelaksana Kompas, Jakarta 28 Desember 2015. penulis belum jelas, karena Republika tidak mencantumakan siapa yang menggiring masyarakat untuk melakukan aksi pelemparan batu tersebut. Justru dengan kalimat “tidak menyalahkan pihak GIDI sepenuhnya”, semakin mempertegas bahwa sebagian oknum GIDI benar-benar terlibat dalam aksi peneyerangan tersebut. Ini jelas memberikan penilaian negatif terhadap pihak GIDI. Tabel 5.5 Pernyataan Kompas dan Republika Edisi 24 Juli 2015 Unsur diamati Kompas Republika Pernyataan Sementara itu, dari 31 orang yang diperiksa menyusul insiden Tolikara pada Jumat 177 lalu, Polri menetapkan dua tersangka dari kalangan Gereja Injil di Indonesia GIDI di Tolikara sebagai tersangka. paragraf 12 “Dari dua orang ini akan kita kembangkan kecalon tersangka lainnya,” kata Yotje. paragraf 5 Pernyataan Kompas dan Republika sekilas tidak memiliki perbedaan.Kedua pernyataan tersebut mengandung arti bahwa sementara ini dua orang telah ditetapkan sebagai tersangka. Namun, secara redaksional pernyataan tersebut berbeda, lihat pernyataan Kompas berikut: Sementara itu, dari 31 orang yang diperiksa menyusul insiden Tolikara pada Jumat 177 lalu, Polri menetapkan dua tersangka dari kalangan Gereja Injil di Indonesia GIDI di Tolikara sebagai tersangka. Kemudian lihat pernyataan Republika berikut: “Dari dua orang ini akan kita kembangkan kecalon tersangka lainnya ,” kata Yotje. Pernyataan yang dibuat Kompas menyatakan dari jumlah calon tersangka yang banyak 31 orang, pihak kepolisian menetapkan dua tersangka dari kalangan GIDI. Ini mengindikasikan bahwa Kompas seolah menekankan jumlah yang sedikit atas tersangka dari kalangan GIDI.Kompas tak menjelaskan secara eksplisit dari kalangan mana yang belum ditetapkan sebagai tersangka, apakah 29 orang sisanya berasal dari kalangan GIDI atau di luar kalangan GIDI.Selain itu, Kompas seolah mengkrucutkan jumlah bilangan, dari 31 orang baru dua orang yang ditetapkan sebagai tersangka. Sebaliknya, Republika justru memberikan nada memperluas dan membesar-besarkan jumlah tersangka dengan mengutip pernyataan Kapolda Papua Yotje Mende “Dari dua orang ini akan kita kembangkan kecalon tersangka lainnya ”. Ini mengindikasikan bahwa Republika ingin menonjolkan bagian ini dan menekankan kepada pembaca bahwa jumlah tersangka di Tolikara sejatinya lebih dari dua, akan ada kemungkinan calon- calon tersangka baru. Tabel 5.6 Penutup Kompas dan Republika Edisi 24 Juli 2015 Unsur diamati Kompas Republika Penutup Sementara itu, dari 31 orang yang diperiksa menyusul insiden Tolikara pada Jumat 177 lalu, polri menetapkan dua orang dari kalangan Gereja Injil di Indonesia GIDI di Tolikara sebagai tersangka. Didin Hafidhuddin mengatakan, kesalahan terkait Insiden Tolikara tak bisa begitu saja ditimpakan kepada jemaat GIDI secara keseluruhan ….. Dari table 4.6, Kompas menempatkan informasi terkait penetapan tersangka perusakan pada bagian penutup. Bagian penutup merupakan bagian yang tidak dianggap sebagai aspek yang penting, berbanding terbalik dengan lead. Artinya aspek Informasi terkait penetapan tersangka yang bersal dari kalangan GIDI ini tidak ditonjolkan atau dianggap tidak terlalu penting. sehingga Kompas meletakan pada penutup. Tidak jauh berbeda dengan Kompas, Republika dalam penutupnya juga nampak memeberikan pembelaan terhadap pihak GIDI, namun pembelaan ini diletakan di penutup sehingga aspek ini nampak sengaja tidak ditonjolkan.

2. SKRIP

a. Kelengkapan Berita

Tabel 5.7 5W+1H Kompas dan Republika Edisi 24 Juli 2015 Who siapa yang ditetapkan sebagai tersangka? AK dan JW, dari kalangan Gereja Injil di Indonesia GIDI di Tolikara HK dan JW When kapan penangkapan itu terjadi? __________________ Ditangkap pukul 17:00 WIT, Kamis 237 Where dimana penangkap tersebut terjadi? __________________ Dirumah masing-masing tersangka Why mengapa dua orang tersebut ditetapkan sebagai tersangka? AK dan JW diduga melakukan perusakan, kekerasan, penganiayaan, serta penghasutan. Kedua orang tersebut dijadikan tersangka karena diduga memerintahkan penyerangan ke lokasi shalat Id di Tolikara, Jumat 177 lalu. How bagaimana ___________________ Masing-masing pelaku ditangkap oleh personel kronologi penangkapan dua tersangka tersebut? polda Papua dari rumahnya. Kemudian kedua tersangka dibawa ke Wamena lebih dahulu. Selanjutnya mereka akan diterbangkan ke Jayapura untuk menjalani pemeriksaan. Dari elemen skrip yang menjelaskan bagaimana wartawan mengisahkan sebuah peristiwa.Wartawan dapat mengisahkan suatu peristiwa melalui kelengkapan 5W+1H. Dilihat dari sisi kelengkapan informasi terkait penetapan dua tersangka Tolikara. Kompas membentuk sebuah pembingkaian yang menghasilkan kesan tertentu kepada pembaca dengan cara menghilangkan unsur When, Where, dan How. Kompas tidak menceritakan kronologis penetapan dua tersangka tersebut. Sejak awal memang Kompas mengarahkan pembaca untuk lebih mamahami pentingnya menjaga persaudaraan.Yang menjadi sorotan Kompas ialah imbauan untuk pembaca agar menjaga persatuan dan kesatuan bangsa ketimbang mengarahkan pada informasi terkait penangkapan dua tersangka tersebut. Sebaliknya, Republika menggunakan elemen skrip secara lengkap terkait informasi penengkapan dua tersangka Tolikara.Republika menjelaskan secara runtun kronologis penangkapan dua tersangka, mulai dari waktu, tempat, kondisi, serta alasan penangkapan dua tersangka tersebut. Dengan memberikan alasan penangkapan dua tersangka tersebut dapat memberikan gambaran kepada pembaca bahwa apa yang dilakukan tersangka merupakan pelanggaran terhadap hak kebebasan beribadah karena menyerang umat yang hendak melaksanakan ibadah.

A. TEMATIK

a. Detail

Tabel 5.8 Detail Kompas dan Republika Edisi 24 Juli 2015 Unsur diamati Kompas Republika Paragraf “Dalam kebinekaan itu, bangsa Indonesia bisa bersatu, rukun, toleran, serta saling menghormati dan menghargai. Oleh karena itu, ……” presiden Joko Widodo paragraf 6 “Dari dua orang ini kita akan kembangkan ke calon-calon tersangka lainnya,” kata Yotje. paragraf 5 “Semua pihak harus menjungjung tinggi konstitusi, mempererat persatuan dan kesatuan bangsa, juga menjaga kerukunan dan kedamaiaan. Media massa juga diimbau…..” KH. Said Aqil Siroj paragraf 7 “Kapolsek Tolikara kemudian lakukan negosiasi minta salat dilaksanakan sampai pukul 08:00 WIT, tetapi massa tak mau kemudian semakin banyak yang datang dan melempar batu,” ujar Badrodin Haiti paragraf 11 “Ada dasar dan alat bukti yang cukup untuk menetapkan mereka sebagai tersangka. AW dan JW diduga melakuka perusakan, kekerasan, penganiayaan, serta penghasutan.” Ketua Komisi Informasi Pusat, Abdulhamid Dpopramono Paragraf 12 …., Presiden GIDI Dorman Wandikmbo mengatakan bahwa penembakan oleh aparat itulah yang sejatinya memicu pembakaran. Ia mengungkapkan bahwa yang diperotes massa GIDI bukan pelaksanaan shalat Id, melainkan pengguaan pengeras suara oleh jamaah shalat Id. Paragraf 13 Dari teks berita Kompas dan Republika, elemen detail yang digunakan kedua media ini sangat nampak.Dalam teks berita Kompas, pendapat Presiden Joko Widodo, KH. Said Aqil Siroj dan Kapolri Jenderal Badrodin Haiti terkait imbauan kepada masyarakat agar tetap menjaga persaudaraan, persatuan dan kesatuan bangsa, serta imbauan untuk tidak terprovokasi diuraikan dengan detail yang panjang. Sementara pernyataan yang mengungkapkan informasi terkait penetapan tersangka Tolikara diuraikan dengan detail yang kecil, yakni hanya satu paragraf dari total keseluruhan 12 paragraf. Susunannya pun diletakan di akhir paragraf.Dengan detailyang singkat, pembaca tidak mempunyai kesempatan untuk mengetahui lebih dalam informasi terkait penetapan dua tersangka Tolikara tersebut.Pernyataan Ketua Komisi Informasi Pusat Abdulhamid Dipopramono terkait informasi penetapan dua tersangka Tolikara tidak dilengkapi dengan kronologis kejadian secara jelas. Kompas hanya mengutip pernyataan singkat dari Abdulhamid Dipopramono sebagai berikut: “Ada dasar dan alat bukti yang cukup untuk menentukan mereka sebagai tersangka.AK dan JW diduga melakukan perusakan, kek erasan, penganiayaan, serta penghasutan.” Detail yang ditampilkan Republika justru sebaliknya. Dari total keseluruhan 16 paragraf, 5 paragraf awal berisi informasi penangkapan kedua tersangka Tolikara.Paragraf 6 sampai 12 berisi pernyataan Kapolri Jenderal Badrodin Haiti terkait kronologis insiden Tolikara. Kemudian, diselingi dengan pernytaan Presiden GIDI Dorman Wandikmbo yang menyanggah bahwa massa GIDI tidak melarang pelaksanaan shalat Id melainkan hanya melarang penggunaan pengeras suara oleh jamaat shalat Ied. Pernyataan Dorman ini hanya diberikan ruang satu paragraf saja. Dengan detail yang pendek ini, pembaca tidak mempunyai kesempatan untuk mempertimbangkan sebenarnya apa yang menjadi tuntutan kalangan GIDI sebelum insiden Tolikara itu terjadi. b. Koherensi Tabel 5.9 Koherensi Kompas dan Republika Edisi 24 Juli 2015 Unsur diamati Kompas Republika Proposisi, Hubungan antar kalimat Saat ditanya seusai pertemuan, ia berharap media massa tak lagi membesar-besrkan peristiwa Tolikara agar tak semakin meluas. “Apalagi, situasi di Tolikara sekarng sudah kondusif,” katanya. paragraf 9 “Kapolsek Tolikara kemudian lakukan negosiasi minta shalat dilaksanakan sampai pukul 08.00 WIT, tetapi massa tak mau kemudian semakin banyak yang datang dan melempar bat u,” ujar Badrodin … paragraf 11 Sejauh ini, menurut Imam Masjid Baitul Mutaqqin Ali Muchtar, umat Islam dan jemaat GIDI sudah sepakat untuk berdamai di Tolikara. Ia meminta masyarakat di luar Tolikara tak memanas- manasi keadaan. Kendati demikian , ia masih mengharapkan jaminan keamanan dari aparat. paragraf 14 Dari teks berita Kompas, pada paragraf sembilan terdapat pernyataan dari Said Aqil Siroj yang menyatakan bahwa kondisi di Tolikara sudah kondusif.Kalimat pernyataan ini diawali dengan kata“apalagi”.Kata ini merupakan koherensi atau jalinan kata.Jenis jalinan kata ini disebut koherensi penegasan, dimana kata “apalagi” ini menjadi penegas dari proposisi sebelumnya. Menurut penulis kalimata “apalagi, situasi di Tolikara sekarang sudah kondusif ” menjadi penegasan atas imbauan yang dinyatakan Said Aqil Siroj kepada awak media untuk tidak membesar- besarkan peristiwa di Tolikara. Kalimat ini memberikan kesan penguat bahwasannya tidak ada gunanya memperbesar masalah sedangkan kondisi di Tolikara sendiri telah kondusif. Hal ini memperkuat arah pemberitaan Kompas yang menekankan aspek perdamaian. Koherensi dalam teks berita Republika terdapat pada paragraf sebelas.Dalam pernyataan Kapolri Jenderal Badrodi Haiti saat menjelaskan kronologis insid en Tolikara, terdapat kata “tetapi”.Kata tersebut termasuk dalam jenis koherensi pertentangan.Kata “tetapi” dalam kalimat ini menghubungkan fakta dari dua proposisi yang bertentangan.Proposisi pertama, Kapolsek yang menginginkan adanya kesepakatan melalui negosiasi. Proposisi kedua, massa yang menolak dan langsung melempari batu. Dua fakta ini bertentangan, namun keduanya dihubungkan dengan kata “tetapi”. Kutipan dalam teks Republika semacam ini menggambarkan kepada khalayak bahwa massa yang dimaksud dalam teks tersebut tidak menginginkan adanya negosiasi. posisi kata “tetapimassa tak mau