keamanan sa at kerusuhan. “Apakah sesuai prosedur atau tidak saat
penanganan. Namun, untuk saat ini situasi sudah kondusif,” kata Lukman. Kapolri Jenderal Badrodin Haiti mengunjungi Karubaga, Tolikara,
guna meninjau perkembangan pengusutan kasus pembakaran, kemarin. Dalam kunjungan itu, ia mengiyakan bahwa aparat keamanan sempat
melepaskan tembakan ke arah massa yang memprotes pelaksanaan shalat Id. “Para korban ditmbaki karena mereka melempari jamaah sholat Id,”
kata Badrodin selepas mengunjungi Karubaga. Meski begitu, menurutnya, kepolisian masih dalam tahap penyelidikan kasus tersebut. Kapolri
menyatakan, seorang tewas dan sebelas terluka dalam penembakan.
Ia mengaskan bahwa Indonesia adalah negara hukum dan mereka- mereka yang bersalah akan diadili. Terkait hal itu, ia meminta dukungan
tokoh masyarakat dan pemerintah untuk membantu mengungkap insiden tersebut.
Ia menjanjikan, kepolisian juga akan mengejar aktor intelektual di balik beredarnya surat larangan shalat Ied yang disebut diedarkan pihak
GIDI. Ia mengatakan, surat itu diduga menyebablkan miskomunikasi dan sedianya diklarifikasi, tapi kericuhan terlebih dahulu terjadi.
1. SINTAKSIS
a. Skema Berita
Dilihat dari struktur sintaksis, susunan dalam teks berita Republika diawali dengan judul kemudian pernyataan selanjutnya lead, kutipan
narasumber, latar informasi, terakhir penutup judul-pernyataan-lead- kutipan narasumber-latar informasi-penutup.
Pernyataan yang diletakkan setelah judul dan dicetak dengan ukuran lebih besar dari isi berita, merupakan pernyataan janji Kapolri, berikut
kutipan pernyataan dalam teks Republika “Kapolri berjanji mengejar aktor intelektual penyebar surat larangan sholat Id
.” Selain itu pernyataan tersebut merupakan pernyataan yang sama dengan penutup, berikut kutipan
lengkap penutup dalam teks Republika “ia menjanjikan Kapolri, kepolisian juga akan mengejar aktor intelektual di balik beredarnya surat
pelarangan shalat Ied yang disebut diedarkan pihak GIDI. Ia mengatakan,
surat itu diduga menyebabkan miskomunikasi dan sedianya diklarifikasi, tapi kericuhan terlebih dahulu terjadi
.” Dengan demikian, Republika menggunakan alur berita yang diawali
dengan pernyataan yang sama dengan penutup. Jika dalam cerita, alur ini disebut alur sorot balik. Hal ini menekankan bahwa Republika menganggap
penting kalimat tersebut hingga perlu diletakan di awal dan penutup berita. Republika menggambarkan bahwa aspek penting dari berita tersebut terletak
pada aktor yang menyebarkan surat larangan shalat Ied sehingga menyebabkan kericuhan.
Sedangkan Kompas memiliki susunan skematis yang paling umum digunakan, yakni bentuk piramida terbalik dimana teks beritadiawali dengan
judul kemudian lead, kutipan narasumber, pernyataan, latar informasi, terakhir penutup.
88
Sekema berita pada Kompasmenempatkan aspek terpenting diposisikan di awal teks, kemudian penjelasan tambahan
dijadiakan sub judul yang berbeda berikut penutup di dalamnya. Bentuk skema demikian menegaskan bahwa Kompas menekankan aspek yang
dianggap penting ada pada bagian lead, yakni mempertanyakan kehadiran dan posisi pemerintah sebelum peristiwa konflik.Kompas hendak
menggiring pembaca untuk memahami kesalahan tidak dapat ditimpakan seluruhnya kepada pelaku penyerangan, karena pemerintah dinilai lemah
dalam upaya preventif untuk mencegah terjadinya konflik.
88
Sudirman Tebba, Jurnalistik Baru, h. 97-99.
Tabel 3.1
Headline Kompas Republika Edisi 20 Juli 2015 Unsur diamati
Kompas Republika
HeadlineJudul Langkah Hukum Tegas
Perlu Diambil Seret
Pelaku ke
Pengadilan Tabel 3.1 menunjukan bahwa Kompas dan Republika mengangkat
judul yang sama yakni terkait langkah hukum dalam menangani konflik di Tolikara. Namun, kedua judul tersebut memiliki perbedaan secara
redaksional.Kata “seret” dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia online
www.yufid.org memiliki arti tarik menarik dengan paksa.Dengan
menggunakan kata “seret” Republika menggambarkan bahwasannya para pelaku penyerangan harus ditarik paksa menuju meja pengadilan. Republika
mengajak pembaca berfikir bahwasannya para pelaku kericuhan di Tolikara telah bertindak anarkis sehingga harus diseret ke pengadilan.Sedangkan
judul pada Kompas menekankan bahwa pemerintah juga harus bertanggung jawab dalam penyelesaian konflik Tolikara.
Selain itu, berita konflik tolikara di kedua media diposisikan sebagai headline halaman utama. Namun Jika merujuk pada jenis-jenis headline
dalam berita, headline yang digunakan Kompas merupakan jenis subordinate headline. Dilihat dari penggunaan ukuran huruf dan ketebalan
lebih rendah dari berita lain di halaman utama, kehadirannya terkadang dibutuhkan untuk menempati sisa tempat pada halaman yang memuat berita
lain yang dianggap lebih penting. karena itu, tempatnyapun tidak lebih dari
satu kolom.
89
Posisi berita ini dalam Harian Kompas berada di pojok kiri bawah. Namun, pihak Kompas menyatakan bahwa posisi berita tersebut
lebih tepat dinamakan second headline. berikut pernyataan pihak Kompas:
90
“Penempatan di halaman utama karena dianggap peristiwa tersebut penting dan memiliki dampak paling besar pada hari itu. Karena di halaman
utama hanya terdapat empat sampai lima berita, kita memilih dari sekian banyak berita mana yang perlu dikedepankan ya itu diletakkan di halaman
utama. Ini masuknya sebagai second headline bukan headline utamanya.”
Kompas menempatkan peristiwa Tolikara sebagai second headline
karena Kompas menganggap berita Insiden Tolikara ini merupakan berita konflik yang apabila terlalu ditonjolkan dikhawatirkan memicu dampak
yang lebih besar jika ditempatkan menjadi banner headline. Berikut pernyataan pihak Kompas:
91
“Banyak media di luar menjadikan ini sebagai headline, bahkan dengan pemberitaan yang memberikan nada mebesar-besarkan. Bagi kami
berita ini juga penting dan menarik. Tapi biasanya kalau penting namun mengandung unsur konflik atau kekerasan kita tidak akan menaruhnya
sebagai headline, bahkan kami cenderung akan menaruhnya dihalaman 15. Jikapun di halaman satu, ya seperti ini kami berhati-hati menaruhnya pada
berita kedua bukan yang utama. Kami tidak ingin pemberitaan kami memicu dampak yang lebih besar, menyulut konflik semakin berkepanjangan karena
efek media yang
ditimbulkan.” Republika juga menyajikan pemberitaan konflik Tolikara pada
halaman utama. Merujuk pada jenis-jenis headline maka jenis headline Republika dalam berita konflik Tolikara termasuk jenis spread headline,
dimana jenis headline ini untuk berita yang dinilai penting. menduduki tiga
89
Kustadi Suhandang, Pengantar Jurnalistik: Seputar Organisasi, Produk Kode Etik, Bandung: Nuansa, 2004, h. 115-116.
90
Wawancara dengan Sutta Dharmasaputra, Wakil Redaktur Pelaksana Kompas, Jakarta 28 Desember 2015
91
Wawancara dengan Sutta Dharmasaputra, Wakil Redaktur Pelaksana Kompas, Jakarta 28 Desember 2015
kolom dari empat berita di halaman utama.Berdasarkan hasil wawancara, Republika memiliki alasan mengapa berita Tolikara diposisikan sebagai
headline. “Karena pembaca terbesar kami terutama komunitas Islam. Jadi
lebih kepada proximity kedekatan hati mereka. Selain informasi ini penting untuk seluruh masyarakat Indonesia, terutama ini penting untuk umat Islam.
Agar umat Islam tahu informasi sebenarnya, supaya umat islam tidak terprovokasi. Mereka bisa memahami kalau kasus ini sudah ditindak hukum,
tahu bagaimana menyikapi hal ini untuk kedepannya. Kami khawatir jika ini hanya disampirkan saja beritanya meraka akan salah memahami terhadap
kejadian di Tolikara, kami tidak menginginkan umat Islam melakukan hal- hal yang akan merugikan citra umat islam sendiri. Kita membuat
pemberitaan pada posisinya orang Islam. Tapi bagaimana pemberitaan ini bisa merayu mereka untuk tidak melakukan tindakan yang dedukstrif, hal-
hal untuk tidak melakukan pembalasan. Ini yang membuat berita ini layak menjadi headline.
92
Pernyataan pihak Republika tersebut jelas menerangkan bahwa pemberitaan Republika dipengaruhi oleh konsumen atau pembaca.
Republika jelas mengikuti selera atau kebutuhan pembacanya. Sehingga Republika menganggap perlu menjadikan berita konflik Tolikara sebagai
headline.Menurut Republika selain ini berita penting. Peristiwa ini tentunya mengandung kedekatan di hati umat Islam. Kedekatan dalam hal ini tidak
sesuai dengan teori nilai berita bahwa kedekatan diukur dari letak geografis. Namun kedekatan yang dimaksud Republika ialah kedekatan hati umat
Islam karena keimanan yang sama. Merasa simapati ketika saudara seiman sedang tertimpa musibah.
92
Wawancara dengan Fitriyan Zamzami, Redaktur Halaman Utama Republika, Jakarta 12 Januari 2016.
Tabel 3.2
Lead Kompas Republika Edisi 20 Juli 2015 Unsur diamati
Kompas Republika
Lead JAKARTA, KOMPAS
– Wakil
Presiden Jusuf
Kalla, Minggu
197 malam, menginstruksikan
Kepala Polri
Jenderal Pol
Badrodin Haiti
mengambil langkah
hukum yang tegas untuk segera
menyelesaikan insiden
di Kabupaten
Tolikara, Papua. JAKARTA
– Komisi Nasional
Hak Asasi
Manusia Komnas
HAM meminta
kepolisian menyelidiki
hingga tuntas peristiwa kerusuhan di Tolikara,
Papua, secara terbuka, Komisioner
Komnas HAM Manager Nasution
menegaskan, pelaku
pembakaran masjid saat Idul Fitri itu diseret ke
pengadilan.
Lead dalam teks berita Kompasmengarahkan pada aspek posisi pemerintah, Kompas menegaskan bahwa negara harus hadir dalam
penyelesaian konflik. Dimana pemerintah harus bertanggung jawab dan berperanmenjamin keamanan negara serta langkah yang perlu diambil
dalam menyelesaikan konflik Tolikara. Sedangkan Republika mengarahkan pada aspek humanistik yakni terkait pelanggaran terhadap hak asasi
manusia. Republika menggunakan pernyataan dari Komisi Nasional Hak Asasi Manusia. Dengan mengusung pernyataan Komnas HAM ini,
Republika meletakan konflik Tolikara ini sebagai sebuah pelanggaran hak asasi manusia. Sehingga penyelesaian kasus ke meja persidangan dianggap
mutlak bagi pelaku pelanggar hak asasi manusia. Lead Kompas jelas menekankan arah pemberitaan akan digiring
pada pemahaman bahwa konflik Tolikara bukan semata menjadi tanggung jawab pelaku kerusuhan, melainkan pemerintah juga bertanggung jawab
untuk menertibkan dan menjamin keamanan demi penyelesian kasus tersebut. Sedangkan Republika menekankan bahwa konflik Tolikara ini
merupakan tanggung jawab pelaku perusakan. Tabel 3.3
Latar Informasi Kompas Republika Edisi 20 Juli 2015 Unsur diamati
Kompas Republika
Latar Informasi
Menurut Kalla,
saat kejadian, di Tolikara ada
dua acara
yang dilaksanakan berdekatan.
Selain perayaan Lebaran yang ditandai dengan
shalat Idul Fitri, juga ada pertemuan
pemuka gereja.
Insiden itu
mestinya tidak terjadi jika ada komunikasi yang
baik di antara kedua pihak dan pemerintah.
Menejer menerangkan,
jika pelanggaran
hak asasi
paling tinggi
dilakukan otoritas negara terhadap
sipil yang
terjadi di Tolikara ialah aksi penolakan kelompok
mayoritas terhadap
kelompok minoritas.
“Jadi yang menyerbu dan yang
melakukan penembakan
harus diperiksa. Kalau salah,
akan dihukum seberat- beratnya,” ujar Kalla.
Latar informasi yang ditampilkan Kompas mengenai penyebab
terjadinya insiden di Tolikara akibat dari komunikasi yang kurang berjalan dengan baik antar umat beragama dan pemerintah setempat. Kompas
menggambarkan apabila komunikasi antar kedua belah pihak dan pemerintah berjalan dengan baik
—ada dialog dan musyawarah sebelumnya antar para tokoh agama dan pemerintah melakukan tindakan preventif
terhadap segala kemungkinan yang akan terjadi maka insiden di Tolikara tidak akan terjadi.
Selain itu, latar Kompas terkait langkah penegakan hukum mengarah pada semua pihak yang terlibat dalam insiden tersebut.Bukan hanya pada
pelaku tindak perusakan, kekerasan, dan pengahasutan.Namun, juga terkait oknum aparat yang melakukan penembakan.Dari latar yang dikemukakan
Kompas menyatakan bahwasannya Para pelaku perusakan diakui melakukan kesalahan.Namun, dalam hal ini pemerintah seharusnya lebih peka dan
berdaya melakukan tindakan preventif dengan mempertemukan perwakilan tokoh agama dari kedua pihak sebelumnya, melakukan negoisasi terhadap
pihak GIDI dan melakukan antisipasi keamanan akan segala kemungkinan yang terjadi. Dengan demikian latar Kompas memberikan penilaian negatif
terhadap kedua pihak, yakni pemerintah dan pelaku perusakan. Dengan pemaknaan atas realitas yang demikian, Kompas
memberikan penonjolan aspek negatif dari pemerintah dan melakukan pengaburan terhadap aspek kesalahan dari pelaku penyerangan. Hal ini
diakui pula oleh pihak Kompas, berikut pernyataan pihak Kompas:
93
“Pemerintah jelas ya, aparat setempat kan sudah menerima surat larangan menggunakan pengeras suara pada solat Ied dari pihak gereja
kepada umat Islam tersebut kan sudah lama, tetapi pemerintah tidak mengambil tindakan. Sebetulnya, peran pemerintah semestinya besar dalam
usaha mencegah konflik sosial. Itu yang selalu dikritik oleh Kompas. Peran intelejen, baik itu TNI, Polri harusnya kan bekerja, bisa melihat kondisi dan
prediksinya seperti apa. Namun, yang kita tidak setuju itu, bahwa semata- mata persoalan ini disebabkan oleh pihak gerejanya saja. Kita tidak milihat
hal itu. Kita tidak menyalahkan satu pihak saja, kita lebih melihat kemana pemerintah setempat pada saat itu atau mana kinerja pemerintahnya.
93
Wawancara dengan Sutta Dharmasaputra, Wakil Redaktur Pelaksana Kompas, Jakarta 28 Desember 2015.
Pemangku kepentingan itu kita perhitungan betul, karena mereka memiliki tanggung jawab untuk menjaga keamanan.”
Sedangkan latar Republika mengemukakan insiden Tolikara setingkat dengan pelanggaran hak asasi manusia. Republika mengambil
pernyataan Komisioner Komnas HAM, Manager Nasution yang mengatakan bahwa insiden yang terjadi di Tolikara adalah aksi penolakan
kelompok mayoritas umat Kristiani terhadap kelompok minoritas umat Islam yang berujung pada tindakan anarkis dengan melakukan perusakan
dan pembakaran rumah ibadah yang diakui keberadaannya oleh negara. Dalam hal ini Republika juga menggambarkan adanya sentimen keagamaan
sebagai faktor penyebab konflik. penolakan terhadap penganut agama tertentu mampu menyulut konflik.
94
Pernyataan dari Komisioner Komnas HAM, Manager Nasution, yang dikutip Republika memberikan kesan otoritas intelektual bahwasannya
insiden Tolikara itu benar merupakan pelanggaran terhadap hak asasi manusia karena pernyataan ini dinyatakan oleh tokoh yang kemampuan
akademis dibidang HAM. Berikut kutipan lengkap latar yang dipakai Republika:
Manager menerangkan, jika pelanggaran hak asasi paling tinggi dilakukan negara terhadap sipil, yang terjadi di Tolikara ialah
aksi penolakan kelompok mayoritas terhadap kelompok minioritas. Apalagi, dikatakan dia, penolakan tersebut berujung pada
aksi vandalisme dengan melakukan perusakan dan pembakaran rumah ibadah unat yang diakui keberadaannya oleh negara.
94
Rusmin Tumangor, dkk.,Panduan Pengelolaan Konflik Etnoreligius: Dengan Pendekatan Riset Aksi Pertisipatori, h. 46.
Republika menggolongkan tindakan penyerangan ini sebagai pelanggaran terhadap konstitusi dan hak asasi manusia, karena dianggap
mencederai hak beribadah umat beragama yang jelas dilindungi oleh konstitusi. Berikut penuturan pihak Republika:
95
“Ini peristiwa penyerangan saat umat melaksanakan ibadah solat Ie
d, jadi ini masuk dalam pelanggaran HAM, terkait kebebasan beribadah.” Tabel 3.4
Kutipan NarasumberKompas Republika Edisi 20 Juli 2015 Unsur
diamati Kompas
Republika Kutipan
Narasumber
“Untuk meredam insiden tersebut, hanya satu cara,
yaitu langkah hukum yang tegas,
selain juga
mempertemukan semua
tokoh.” Wakil Presiden Jusuf Kalla
“Ini kan pelakunya sudah terang benderang. Negara
harus hadir
untuk menyelesaikan kasus ini ke
meja persidangan
.” Komisioner
Komnas HAM Manager Nasution
“Pesan saya, kita semua bersatu, saling toleransi.
Dengan cara itu, kita dapat
membangun daerah ini.” Presiden Joko Widodo
“Saya telah instruksikan dirjen
Bimas Kristen,
Kabalitbang-Diklat dan tim untuk
berangkat ke
Tolikara.” Menteri Agama Lukman Hakim Syaifudin
“Untuk umat Islam, jangan sampai terpancing emosi,
dan tetap
menjaga perdamaian.”
Mantan Ketua
Umum PP
Muhamaddiyah Ahmad
Syafii Maarif “Para korban ditembaki
karena mereka melempari jamaah
shalat Id.” Kapolri Jenderal Badrodin Haiti
“Anggota kami terpaksa mengeluarkan
tembakan. Mereka
sudah mengeluarkan
tembakan peringatan. Namun, 500
warga yang membakar kios tidak menggubrisnya dan
95
Wawancara dengan Fitriyan Zamzami, Redaktur Halaman Utama Republika, Jakarta 12 Januari 2016.
melempar aparat dengan batu.“ Kapolda Papua
Inspektur Jenderal Yotje Mende
Dalam teks berita tersebut, Kompas mewawancarai enam
narasumber; Wakil Presiden Jusuf Kalla, Presiden Joko Widodo, Ketua Umum PBNU Said Aqil Siroj, Mantan Ketua Umum PP Muhammadiyah
Ahmad Syafii Maarif, Ketua Umum PGI di Indonesia Henritte T Hutabarat, dan Kapolda Papua Inspektur Jendral Yotje Mende. Namun dari keenam
narasumber tersebut hanya dua diantaranya yakni Jusuf Kalla dan Inspektur Jenderal Yotje Mende berbicara terkait langkah hukum yang perlu diambil
dalam mengatasi indisiden Tolikara. Sementara, sumber Kompas lainnya menanggapi perihal perlunya menjaga persatuan dan kesatuan bangsa serta
menjaga toleransi antar umat beragama. Dengan demikian kelengkapan narasumber yang di sajikan Kompas
untuk membahas langkah hukum terkait insiden Tolikara ini terbatas. Kompas hanya mewawancarai satu narasumber yang memiliki otoritas
dibidang hukum, yakni Kapolda Papua Inspektur Jenderal Yote Mende. Pernyataan Yotje Mende, yang dikutip Kompas pun hanya terkait
pemeriksaan terhadap pihak aparat yang mengeluarkan tembakan saat peristiwa Tolikara terjadi. Dalam teks berita Kompas, tidak ditemukan
narasumber yang relevan berbicara terkait hukum atau jenis pelanggran bagi
para pelaku penyerangan dan pembakaran.Ketika diklarifikasi kembali terkait temuan teks tersebut, pihak Kompas menyatakan:
96
“Setiap berita mungkin ada kekurangannya ya. dugaan saya, itu pendekatan komprehensifnya belum kena. Idealnya semua pemangku
kepentingan di sana utuh. tapi ada kondisi dimana terkadang berita yang kita terima kok hanya sebatas itu, tidak ada waktu lagi untuk mencari berita
tambahan terkait tersebut. Mungkin ini kelemahan kami ya, tapi ini bisa dipastikan sangat jarang terjadi. Biasanya itu juga terjadi ketika editor
mendapat berita yang telat dari beberapa wartawan. Editor yang karena sudah terlalu lelah dan karena sudah terlalu malam, maka editor asal
memotong berita dari laporan sejumlah wartawan kemudian digabungkan. Dugaan saya, mungkin wartawan ada yang mendapatkan hasil wawancara
dengan pakar hukum, namun karena kurang ketelitian editor dalam memotong sehingga hal tersebut tidak masuk dalam teks. Itu mungkin lebih
kepada kesalah teknis, dan itu menjadi kelemahan Kompas. Intinya tidak
ada unsur kesengajaan menghilangkan dari segi hukumnya.” Republika mewawancari tiga narasumber; Komisoner Komnas HAM
Manager Nasution, Menteri Agama Lukman Hakim syaifudin, dan Kapolri Jenderal badrodin Haiti.Dalam teks berita tersebut Republika mengarahkan
wacana bahwasannya kericuhan yang terjadi di Tolikara merupakan pelanggaran HAM.Oleh karena itu, Republika memilih sumber yang ahli di
bidang hukum dan HAM.Maka secara tidak langsung Republika menekankan kepada khalayak bahwa kasus ini benar pelanggaran terhadap
HAM dengan didukung pernyataan dari orang yang relevan untuk menilai masalah hukum dan HAM, yakni Komisisoner Komnas HAM Manager
Nasution. Berikut kutipan dari Manager Nasution dalam teks Republika: “Ini kan pelakunya sudah terang benderang.Negara harus
hadir untuk menyelesaikan kasus ini ke meja persidangan,” ujar Manager, Ahad 197.Meneger setuju dengan pandangan sejumlah
96
Wawancara dengan Sutta Dharmasaputra, Wakil Redaktur Pelaksana Kompas, Jakarta 28 Desember 2015.
tokoh yang menyatakan tragedi di Tolikara setingkat dengan pelanggaran hak asasi manusia.
Tabel 3.5
Pernyataan Kompas Republika Edisi 20 Juli 2015 Unsur diamati
Kompas Republika
Pernyataan
“Jadi, yang menyerbu dan yang
melakukan penembakan
harus diperiksa. Kalau salah,
akan dihukum seberat- beratnya,” ujar Kalla.
Manager setuju dengan pandangan
sejumlah tokoh yang menyatakan
tragedi di
Tolikara setingkat
dengan pelanggaran hak asasi
manusia.
Pada tabel pernyataan, Kompasmemandang bahwa konflik ini merupakan tindak kriminal.Kompas dalam pernyataan tersebut hanya
menggambarkan sebuah instruksi bukan pada tataran langkah hukum tegas apa yang harus diambil untuk menyelesaikan kasus di Tolikara. Kata
“dihukum seberat-beratnya” tidak spesifik menunjukan hukuman apa yang pantas bagi pelaku.
Sedangkan, Republika mamakai pernyataan dari Komisiner Komnas HAM, yang langsung menggolongkan kerusuhan di Toliara temasuk pada
pelanggaran hak asasi manusia. Framing Republika tidak sekedar membahas pada tataran instruksi pemeriksaan atau langkah hukum seperti apa yang
akan diambil, tapi Republika sudah berbicara bahwasannya ini adalah pelanggaran HAM
—pelaku dan kesalahan sudah jelas. Secara tidak langsung, Republika menilai bahwa sudah seharusnya pemerintah bertindak
tegas kepada para pelaku untuk membawa ke meja persidangan.
Tabel 3.6
Penutup Kompas Republika Edisi 20 Juli 2015 Unsur diamati
Kompas Republika
Penutup Komandan
Kodim 1702Jayawijaya Letnan
Kolonel Inf
Andreas mengatakan, 154 korban
dalam peristiwa itu masih mengungsi
di Markas
Komando Rayon Militer Karubaga.
Ia menjanjikan,
Ia menjanjikan, kepolisian
juga akan mengejar aktor intelektual
di balik
beredarnya surat
pelanggaran shalat Ied yang disebut diedarkan
pihak GIDI …. Dibagian akhir Kompasmemaparkan dampak dari konflik Tolikara
melalui pernyataan dari Kolonel Inf Andreas terkait jumlah korban yang masih mengungsi.
Sedangkan, Penutup Republika lebih menekankan pada penyelesaian konflik dengan memaparkan upaya kepolisian yang akan mencari tahu aktor
dibalik beredarnya surat pelarangan shalat Id yang disebut diedarkan pihak GIDI. Bagian akhir Republika ini mempertegas bahwasannya Republika
konsisten membahas penegakan hukum bagi pelaku kerusuhan di Tolikara.
2. SKRIP
a.
Kelengkapan Berita
Tabel 3.7
5W+1H Kompas Republika Edisi 20 Juli 2015 Unsur
diamati Kompas
Republika
5W+1H Apa yang terjadi? what:
Wakil Presiden Jusuf Kalla menginstruksikan
Kapolri Badrodin
Haiti untuk
mengambil langkah hukum tegas dalam menyelesaikan
Apa yang
terjadi?
what: Komnas HAM meminta
kepolisian menyelidiki
hingga tuntas peristiwa kerusuhan di Tolikara.
insiden di Tolikara.
Siapa yang harus diperiksa? who:
massa yang
menyerbu dan aparat yang melakukan
penembakan harus diperiksa.
Siapa yang
harus
dihukum tegas? who: penegakkan
hukum terhadap
pelaku kerusuhan
dan aktor
intelektual di
balik kerusuhan
dan melakukan penyelidikan
terhadap tindakan yang dilakukan
aparat keamanan
saat kerusuhan.
Kapan instruksi tersebut diberikan? when: Minggu
197. Kapan
permintaan tersebut
dilayangkan?
when: Ahad 197.
Dimana instruksi tersebut diberikan oleh Jusuf Kalla?
where:
di rumah
pribadinya di
Makasar, Sulawesi Selatan.
Dimana permintaan
tersebut dilayangkan oleh Komnas HAM? where:
-
Mengapa instruksi tersebut diberikan? why: untuk
meredam insiden Tolikara. Mengapa
permintaan tersebut
dilayangkan
Komnas HAM? why: karena
kekahwatiran insiden
ini akan
berpotensi panjang
lantaran melibatkan
agama sebagai persoalan. Bagaimana proses langkah
hukum yang
diambil?
how: Dari langkah hukum tersebut,
Jusuf Kalla
menuturkan 19 orang yang diperiksa Polri. Sebanyak 9
orang adalah warga sipil dan 10 anggota Polri.
Bagaimana proses hukum yang
perlu diambil?
how: kepolisian akan mengejar
aktor intelektual
di balik
beredarnya surat
pelanggaran shalat Ied yang disebut diedarkan
pihak GIDI.
Dari struktur skrip ini pembingkaian kedua media akan nampak dari unsur skrip mana yang coba dihilangkan kedua surat kabar tersebut.
Teks berita Kompas secara lengkap memaparkan setiap unsur skrip yang
memenuhi unsur 5W + 1H. Namun dalam teks Kompas unsur who lebih mengarah pada siapa yang akan diperiksa bukan pada siapa yang harus
dihukum. Berbeda dengan Republika yang menyatakan Polri akan melakukan penegakan hukum pada pelaku perusakan. Dalam hal ini
Kompas mengajak pembaca untuk berfikir bahwasannya pelaku perusakan dan aparat yang menembak belum dipastikan bersalah, karena masih dalam
proses pemeriksaan. Sedangkan Republika mengajak pembaca berfikir bahwa pelaku perusakan mutlak melakukan kesalahan sehingga harus
mendapatkan hukuman. Sedangkan, terhadap tindakan dari aparat keamanan belum dipastikan bersalah, masih dalam proses penyelidikan.
Berikut kutipan lengkapnya: Kutipan teks berita Kompas
: “Jadi yang menyerbu dan yang melakukan penembakan harus diperiksa. Kalau salah akan dihukum
seberat- beratnya,” ujar Kalla.
Kutipan teks berita Republika: Kemudian, Polri akan melakukan penegakan hukum terhadap pelaku kerusuhan dan aktor intelektual
di balik kerusuhan. Ketiga, Polri juga akan melakukan penyelidikan terhadap tindakan yang dilakukan oleh aparat keamanan saat
kerusuhan.
3. TEMATIK
a.
Detail
Tabel 3.8
Detail Kompas Republika Edisi 20 Juli 2015 Unsur
diamati Kompas
Republika Kalimat
…“Anggota kami terpaksa mengeluarkan
tembakan. Mereka
sudah mengeluarkan
tembakan peringatan. Namun, 500
warga yang membakar kios tidak menggubrisnya dan
…“Para korban pelaku perusakan
yang meninggal
ditembaki aparat karena mereka
melempari jamaah
shalat Id
,” kata
Badrodin Haiti…..
melempar aparat dengan batu
,” ujar Yotje. Detail yang coba dipaparkan Kompas dan Republika sama-sama
terkait pada alasan mengapa aparat keamanan sampai mengeluarkan tembakan saat insiden itu terjadi sehingga menewaskan satu orang dan 11
orang terluka. Aparat sampai mengeluarkan tembakan karena massa yang melakukan penyerangan terlebih dahulu melempari batu. Detail tersebut
menyebabkan posisi massa terlihat bersikap anarkis, dan berada pada pihak yang salah. Namun, diakhir kalimat terdapat keterangan yang berbeda yang
dipaparkan Kompas dan Republika.Jika Kompas menyatakan sasaran massa yang melempari batu ialah aparat. Berbeda dengan Republika, menyatakan
sasaran massa ialah jamaah shalat Ied. Republika seolah menguraikan fakta berbeda bahwasannya sasaran massa sengaja ditunjukan kepada jamaah
shalat Ied.
b. Koherensi
Tabel 3.9
KoherensiKompas dan Republika Edisi 20 Juli 2015 Unsur diamati
Kompas Republika
Hubungan antar kalimat
- Ia
menjanjikan, kepolisian
juga akan
mengejar aktor
intelektual di
balik beredarnya
surat pelanggaran shalat Ied
yang disebut diedarkan pihak GIDI
. …..
Dalam teks berita Republika terdapat koherensi atau jalinan kata
pada kalimat “yang disebut diedarkan pihak GIDI”.Koherensi pada
kalimat tersebut disebut koherensi kondisional penjelas.Koherensi
kondisional ditandai dengan pemakaian anak kalimat sebagai penjelas. Disini terdapat dua kalimat, kalimat pertama “kepolisian juga akan mengejar
aktor intelektual di balik beredarnya surat pelanggaran shalat Ied” kemudian
dihubungkan dengan kata konjungsi “yang” pada kalimat kedua “yang
disebut diedarkan pihak GIDI”. Fungsi kalimat kedua ini hanya sebagai anak kalimat penjelas. Sebenarnya tanpa anak kalimat ini tidak akan
mengurangi arti kalimat —bahwasannya polisi akan mengejar aktor
intelektual di balaik beredarnya surat pelarangan shalat Ied. Anak kalimat tersebut menjadi cerminan kepentingan komunikator
Republika karena dapat memberi keterangan baik atau buruk terhadap suatu pernyataan.
97
Secara tidak langsung, dalam hal ini Republika memberi makna penyudutan kesan negatif pada pihak GIDI.
c. Bentuk Kalimat
Tabel 3.10 Bentuk kalimat Kompas dan Republika Edisi 20 Juli 2015
Unsur diamati Kompas
Republika Paragraf dan
Kalimat
Insiden di
Kabupaten Tolikara, Papua, terjadi
Jumat pekan lalu dan mengakibatkan puluhan
bangunan kios dibakar, termasuk mushala, serta
sejumlah orang ditembak oleh aparat. Peristiwa
tersebut
menewaskan seorang
warga dan
melukai 10 orang. Manager
menerangkan, jika
pelanggaran hak
asasi paling
tinggi dilakukan otoritas negara
terhadap sipil,
yang terjadi di Tolikara ialah
aksi penolakan
kelompok mayoritas
terhadap minoritas
. Apalagi, …..
Presiden Joko Widodo dan
sejumlah tokoh
Lukman mengakui,
Kemenag juga
telah
97
Eriyanto, Analisis Wacana: Pengantar Analisis Teks Media, h. 244.
agama juga mengatakan bahwa Indonesia adalah
negara yang memiliki banyak keragaman, baik
tradisi, budaya, maupun agama. Oleh karena itu,
semua pihak perliu terus menjaga persatuan dan
kesatuan dan toleransi
antar agama. …. melakukan rapat dengan
Menkopolhukam, Kapolri,
Kepala BIN,
Dirjen Pol Mendagri, dan Korsahli Panglima TNI
terkait pembakaran. Salah satu
hasil pertemuan
itu,……
Bentuk kalimat yang digunakan Kompas dan Republika dalam teks ini memakai bentuk deduksi, dimana inti kalimat diletakan di awal lalu
kemudian dilengkapi
dengan kalimat-kalimat
keterangan yang
terperinci.Tema inti Kompas yang pertama memaparkan dampak dari peristiwa insiden di Tolikara yang mengakibatkan bangunan kios terbakar
hingga jatuhnya korban jiwa lantaran bentrok dengan pihak aparat. Sehingga kemudian Kompas menyatakan bahwasannya penegakan hukum harus
diterapkan kepada massa serta aparat yang saat itu bentrok dilokasi kejadian. Tema kedua, himbauan dari berbagai pihak untuk menjaga
toleransi serta persatuan dan kesatuan bangsa.Tema ini dalam teks didukung oleh kutipan Presiden Joko Widodo, Said Aqil Siroj, Ahmad Syafii Maarif.
Jika diamati dari struktur keseluruhan teks berita ini, 8 paragraf awal membahas tema utama
—perlunya langkah hukum tegas—jumalah ini lebih kecil dibandingkan dengan jumlah paragraf yang membahas perlunya
menjaga toleransi dipaparkan sebanyak 12 paragraf dari total keseluruhan 20 paragraf.Hal ini menunjukan Kompas memeberikan ruang lebih kecil
dalam membahas langkah hukum bagi pelaku kerusuhan di Tolikara.
Tema inti teks yang diuraikan Republika adalah mengenai pelanggaran HAM yang dilakukan para pelaku insiden Tolikara.Dengan
mengguraikan hal ini di awal teks seolah diarahkan bahwa penyerbuan dan perusakan tersebut sebuah pelanggaran HAM.Ketentuan atas pelanggaran
HAM seolah sesuai untuk menentukan teks berupa tindakan tepat untuk menyeret para pelaku ke pengadilan.Jika dilihat dari struktur teks berita,
sejak paragraf awal hingga akhir, Republika fokus terhadap tema inti tersebut.
Selain itu, dalam bentuk kalimatnya terdapat prinsip sebab akibat.Dimana prinsip kausal ini berada dalam kalimat yang tersusun atas
subjek yang menerangkan dan predikat yang diterangkan. Susunan
kalimat ini menentukan makna yang akan dibangun. Kalimat “aksi penolakan
kelompok mayoritas
terhadap minoritas,
”kelompok mayoritas dalam struktur ini menjadi subjek, penempatan kalimat seperti ini
memberi penilaian negatif kepada kelompk yang disebut dalam teks sebagai kelompok mayoritas.
d. Kata Ganti
Tabel 3.11 Kata ganti Kompas dan Republika Edisi 20 Juli 2015
Unsur diamati Kompas
Republika Kalimat
“Pesan saya, kita semua berstu, saling toleransi.
Dengan cara itu, kita dapat membangun daerah
ini” kata Presiden Joko Widodo.
Apalagi, dikatakan dia penolakan tersebut
berujung pada aksi vandalisme dengan
melakukan perusakan dan pembakaran rumah
ibadah umat yang diakui keberadaannya oleh
negara.
Kata ganti saya dalam pernyataan Joko Widodo yang dikutip oleh
Kompas menggambarkan bahwa ini merupakan sikap resmi dari Joko Widodo. Kompas hanya sebagai penyamapai dari apa yang diungkapkan
oleh Jokowi. Kata ganti kita dalam pernyataan Jokowi menunjukan sikap
tersebut sebagai representasi dari sikap bersama, bahwasannya kata kita itu merujuk pada seluruh warganegara Indonesia. Jokowi memberikan
himbauan untuk menjaga toleransi kepada seluruh warganegara Indonesia.
Kata ganti dia atau iayang digunakan Republika menggambarkan
bahwa pandangan
atau sikap
tersebut merupakan
ungkapan narasumber.Republika mempertegas dengan menggunakan kata ganti dia
agar memberikan nada bahwasannya pandangan tersebut bukanlah pandangan Republika secara subjektif, namun itu merupakan pandangan
narasumber.
4. RETORIS
a.
Leksikon
Tabel 3.12 Leksikon Kompas dan Republika Edisi 20 Juli 2015
Unsur diamati Kompas
Republika Kata Frasa
Langkah hukum tegas perlu diambil
Seret pelaku
ke pengadilan
Puluhan bangunan kios temasuk
mushala terbakar
Pembakaran masjid
Kompas menggunakanan kalimat “langkah hukum tegas perlu
diambil”.Kata “Langkah” dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia dapat pula diartikan sebagai tindakan, jadi
Kompas ingin menggambarkan bahwasaanya para pelaku insiden Tolikara perlu ditindak dengan hukum
yang tegas. Sedangkan Republika menggunakan kalimat judul “seret pelaku ke pengadilan”. Kata “seret” memiliki arti menarik dengan paksa, dalam hal
ini Republika menyatakan pelaku inisden tolikara harus dibawa ke pengadilan.
Kompas menggunakan kata terbakar sedangkan Republika menggunakan kata pembakaran.Kedua kata tersebut berasal dari kata bakar
yang memiliki arti menghanguskan.Namun kedua kata ini diberi imbuhan.
Jika imbuhan termaka memiliki arti sudah atau sedang berkobar atau habis
dihangus
kan api. Sedangkan jika kata “bakar” diberi imbuhan pe-an, maka
pembakaran memiliki arti proses, cara, perbuatan membakar. kata pembakaran yang digunakan Republika menggambarkan sebuah proses atau
perbuatan pembakaran, secara tidak langsung kata pembakaran ini hendak menunjukan bahwa pembakaran tersebut dilakukan oleh subjek pembakar.
Dengan demikian, Republika mencoba menekankan bahwa peristiwa tersebut adalah peristiwa pembakaran masjid yang sengaja dibakar.
Selanjutnya, Kompas menggunakan kata mushala sedangkan Republika menggunakan kata masjid. Kedua kata tersebut memiliki makna
yang sama, yakni sebagai tempat ibadah umat muslim. Namun dalam kamus bahasa Indonesia, kata musala memiliki arti bangunan tempat salat yang
lebih kecil dari pada masjid.
98
Dengan demikian Kompas mencoba menyampaikan kepada pembaca bahwa yang terbakar ialah tempat ibadah
yang memiliki ukuran lebih kecil. Sedangkan, Republika ingin menyampaikan sebalikya, yang terbakar ialah tempat ibadah yang besar.
Terkait perbedaan penggunaan frasa tersebut, pihak Kompas memberikan keterangan sebagai berikut:
99
“Terkait kata mushala. setau saya, saya meyakini itu mushala. Kita ada teman di lapangan dan kita mengikuti data resmi juga. Jadi kita
mengikuti jika ada pejabat atau otoritas pemerintah setempat menyebutkan mushala maka kita ikuti itu. Kita yakini
itu mushala bukan masjid.” “Kayanya kalau saya tidak salah, Kompas awalnya juga berasumsi
dibakar, wartawan kami dilapangan awalnya mendapatkan data musolah itu dibakar. Namun, setelah tahu kronologis sebenarnya maka kami ganti
menjadi terbakar.Tapi kronologi sebenarnya bahwa itu terbakar bukan dibakar ya, wartawan kita juga mengecek. Jadi ricuh dulu kemudian terjadi
pembakaran pada kios-kios, sedangkan mushala ada dalam lingkungan kios tersebut, sehingga apinya merembet. Faktanya yang kita yakini itu
merem
bet bukan dibakar.” Begitupun dengan Republika terkait pemilihan diksi tersebut. Pihak
Republika menyatakan:
100
“Tergantung siapa yang bicara. Kalau orang-orang islam di sana menyebutnya itu masjid. Di sana ada tulisan dari plang yang selamat dari
pembakaran kita lihat itu ada tulisannya masjid. Kita punya foto plangnya, itu bertuliskan masjid Baitul Muttaqin. Sebenarnya tergantung siapa ynag
bicara, kalau ada kutipan itu musolah maka kebawahnya kita ngikutin itu musolah. Tapi reporter kami yang disana melihat itu masjid. Jadi kita
menggunakan keduanya.”
98
Peter Salim dan Yenny Salim, Kamus Besar Indonesia Kontemporer, Jakarta: Moderen English Press, 2002, cet. Ke-III, h. 1012.
99
Wawancara dengan Sutta Dharmasaputra, Wakil Redaktur Pelaksana Kompas, Jakarta 28 Desember 2015.
100
Wawancara dengan Fitriyan Zamzami, Redaktur Halaman Utama Republika, Jakarta 12 Januari 2016.
“Tentu berbeda sekali makna kata „terbakar‟ dan „dibakar‟. Ditengah-tengah, kalau ada kata ditengah terbakar dan dibakar itu lah yang
sebenarnya atau kata yang paling tepat untuk mewakili kejaian yang sebenarnya. Karena itu kalau dibilang terbakar itu bukan terbakar tanpa
sebab, itu terbakar karena memang ada pembakaran yang dilakukan terlebih dahulu. Jadi kan dalam artian dibakar. Tapi kalau menggunakan kata
dibakar, masjid itu bukan sasaran utama, sasaran utamanya ialah kios, itulah ekses dari pembakaran kios. Ini kasusunya membingungkan antara
dibakar atau terbakar. Tapi dilapangan kedua kata tersebut kurang tepat. Terus terang kami tidak punya kerangka pikiran kenapa kita memakai
terbakar dan dibakar. Karena kejadiannya unik. Kita tidak bisa mengklaim. Jadi kita menggunakan kedua-duanya. Kalau misalnya karena listrik itu
terbakar. Tapi kalau ini kan
ada pelaku pembakarannya.”
b. Grafis
Tabel 3.13 Grafis Kompas dan Republika Edisi 20 Juli 2015
Unsur diamati Kompas
Republika Foto,
pemakaian huruf tebal dan
unkuran huruf lebih besar
Kalimat judul dicetak dengan ukuran besar dan
diberi ketebalan Kalimat judul dicetak
dengan ukuran besar dan diberi ketebalan.
Di bawah judul terdapat
kalimat “Kapolri berjanji mengejar
aktor intelektual
penyebar surat larangan shalat Id”
yang diberikan ketebalan Di samping kiri sejajar
dengan teks
berita terdapat foto Direktur
Jenderal Bimas Kristen Kementrian
Agama Oditha R Hutabarat dan
Kepala Bagian Humas PGI Jeirry Sumampow
yang
memberikan keterangan
permintaan maaf atas peristiwa yang
melukai umat
Islam tersebut.
Terdapat caption di bawah foto,
didahului oleh
kata “Minta Maaf” yang
dicetak tebal.
Dari segi grafis, Republika mencoba memberikan penekana dengan
membubuhkan pernyataan Kapolri
—“Kapolri berjanji mengejar aktor intelektual penyebar surat larangan shalat Id
” setelah judul dan diberi ketebalan yang berbeda dari isi teks berita. Penggunaan huruf tebal serta
peletakan posisi setelah judul ini merupakan bagian yang sengaja dibuat mencolok, karena ini untuk mendukung arti penting suatu pesan
bahwasannya tedapat okum yang memang meyebarkan surat larangan shalat Ied kepada umat Muslim, bahkan pernyataan ini sengaja dibuat dengan
kalimat pernyataan janji Kapolri untuk mencari oknum tersebut. Disamping itu, penggunaan foto pada Republika dimana terdapat
foto Direktur Jenderal Bimas Kristen Kementrian Agama Oditha R Hutabarat dan Kepala Bagian Humas PGI Jeirry Sumampow dengan caption
permintaan maaf atas peristiwa yang melukai umat Islam. Caption di bawah foto, didahului oleh kata “Minta Maaf” yang dicetak tebal. Kata maaf yang
dicetak tebal untuk mendukung arti penting suatu pesan, selain itu untuk menarik perhatian pembaca agar berpusat pada kata tersebut. Republika
ingin menekankan bahwasannya tokoh-tokoh umat kristiani meminta maaf atas kesalahan umat kristiani di Tolikara yang telah menyebabkan
kerusuhan yang berujung pada terbakarnya rumah ibadah umat muslim.
Berita 2: Teks Berita KompasEdisi 21 Juli 2015 INSIDEN TOLIKARA
Pemerintah Jamin Biaya Rekonstruksi JAYAPURA, KOMPAS
– Pemerintah menjamin tersedianya anggaran untuk biaya rekonstruksi akibat insiden di Kabupaten Tolikara,
Papua. Sementara itu, kepolisian telah memeriksa 32 saksi dalam kasus
yang terjadi Jumat pekan lalu itu, dan beberapa di antaranya merupakan calon tersangka.
“Banyak mekanisme yang bisa dipekai untuk biaya pembangunan, seperti dana hibah atau talangan. Kita semua sepakat, membangun kembali
mushala itu penting,” kata Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo dalam pertemuan dengan Pemerintah Provinsi Papua dan Forum Koordinasi
Pimpinan Daerah Provinsi Papua di Jayapura, Senin 207.
Kemarin, kehidupan di Tolikara telah berangsur normal. Warga telah bebas beraktivitas. Sejumlah warga pendatang dan penduduk lokal yang
ditanya soal insiden Jumat pekan lalu itu mengatakn tak tahu pasti penyebabnya. Mereka mengatakan selama ini tidak pernah ada keributan
terkait persoalan agama. “Jangan sampai ada balas dendam. Kami hanya berharap janji pembangunan secara permanen kios dan mushala itu bisa
benar- benar dilaksanakan,” kata Ali Mukhtar, pemuka agama Islam di
Kabupaten Tolikara. Nemun, sekitar 250 orang masih mengungsi di tenda darurat di depan
Markas Koramil 1720 IIKarubaga setelah kios sekaligus tempat itnggal mereka terbakar dalam insiden Jumat pekan lalu. Menurut rencana, mereka
akan direlokasi ke kantor lama Bupati Tolikara yang saat ini kosong. “Saat ini kondisi telah kondusif,” kata Ustaz Ali Mukhtar, perwakilan pengungsi.
Panglima Kodam XVIICendrawasih Mayor Jendral Fransen G Siahaan menyatakan tidak keberatan apabila lapangan Koramil dipakai
sementara untuk menampung pengungsi. Di tempat itu juga akan dibangun mushala sementara.
Pihak gereja, lanjut Fransen, sudah sepakat untuk memprioritaskan rekonstruksi mushala yang terbakar. TNI siap menurunkan 90 anggotanya
untuk membantu pembangunan. Sementara itu, Mentri Sosial Khofifah Indar Perawansa menuturkan,
kementriannya akan merenovasi semua ruko dan mushala yang terbakar. Kementrian Sosial juga menyaiapkan logistik dan fsilitas trauma healing
bagi korban insiden Tolikara. menurt rencana, seluruh bantuan akan dikirim pada Rabu besok setelah Kementrian Sosial mengirim bantuan kepada
korban cuaca dingin di Lanny Jaya, Papua. Proses Hukum
Kepala Polri Jendral Pol Badrodin Haiti menuturkan, dalam penanganan insiden Tolikara, polisi punya tiga tugas. Pertama,
menghentikan dan melokalisasi kerusuhan. Kedua, menjamin dan memelihara keamanan. Ketiga, melakukan penegakan hukum terhadap
pembakar kios dan pembubaran saat shalat Id.
Pelaku insiden Tolikara, lanjut Badrodin, dapat dikenai dengan tidakan penodaan agama dan perusakan fasilitas umum.
Wakil Kepala Polda Papua Brigjen Pol Rudolf Albert Rodja menuturkan, Polri sudah memeriksa 32 saksi dalam insiden Tolikara.
sebagian dari saks i itu merupakan calon tersangka. “Sesuai perintah
Presiden, ini akan ditindak agar tidak berdampak luas di daerah lain,” katanya.
Direktur Jendral Politik dan Pemerintahan Umum Kemendagri Soedarmo mengatakan, untuk mencagah terjadinya insiden seperti yang
terjadi di Tolikara, pemerintah daerah harus meningkatkan fungsi deteksi dini.
Terkait hal ini, ke depan, perlu dibentuk tim terpadu penanganan konflik sosial ditingkat pusat maupun daerah. Penanggung jawab tim ini
adalah gubernur, didampingi wakil dari panglima kodam, kepala polda, dan kepala BIN daerah. “Mulai 2016, konsep tim ini akan disosialisasikan ke
seluruh daerah. Arahnya, supaya kita bisa lebih tajam mendeteksi. Kalau kita hanya mengetahui potensi konflik tanpa mencegahnya, yang terjadi
adalah sep
erti di Tolikara ini,” kata Soedarmo. Sementara itu, komunitas kerukunan umat beragama di Jombang,
Jawa Timur, semalam berkumpul untuk berdoa bersama dan refleksi demi pulihnya suasana kerukunan di antara umat beragama di Tolikara. Acara itu
berlangsung di tumah KH. Suudi Yatmo, Padepokan Djagat Besi di Betek, Mojoagung, Jombang.
Koordinator komunitas Gus Durian Jombang, Aan Anshori, yang ikut menggags pelaksanaan acara itu, mengatakan, pertemuan dengan tajuk
“Ketupat untuk Tolikara” ini dimaksudkan untuk makin menguatkan dan meneguhkan prinsip kebinekaan di antara umat beragama di Tanah Air.
“Agar kita saling menyadari bahwa Indonesia bisa berdiri tegak karena semangat keragaman atau kebinekaan itu,” katanya.
Berita 2: Teks Berita Kompas Edisi 21 Juli 2015 Masjid Tolikara Butuh Bantuan
Berbagai lembaga amal menggalang dana untuk masjid di Tolikara.
TOLIKARA – Pengurus Masjid Baitul Mutaqqin, di Karubaga,
Kabupaten Tolikra, Papua, meminta uluran tangan kepada berbagai pihak untuk bisa membangun kembali rumah ibadah tersebut. Masjid tersebut kini
tersisa puing-puing setelah terbakar dalam kericuhan massa Gereja Injili di Indonesia GIDI, Jumat 197.
Permintaan bantuan tersebut tercantum dalam surat yang dilayangkan pengurus Masjid Baitul Mutaqqin yang ditunjukan kepada
Ketua Badan Amil Zakat Daerah Jayawijaya. Dalam surat itu, Koordinator Seksi Dakwah Masjid Baitul Mutaqqin Zackson Djohan menegaskan fakta
soal terbakarnya masjid dan perlunya bantuan.
“Dalam surat ini, kami memohon bantuan, uluran tangan, dan perhatian dari Bazda Kabupaten Jayawijaya untuk dapat membantu
meringankan beban penderitaan saudara-saudara kita sesama Muslim di Karubaga,” tertulis dalam surat yang beredar Senin 207 tersebut.
Sejak kabar terbakarnya Masjid Baitul Mutaqqin mengemuka, pemerintah telah menjanjikan akan membangun kembali masjid setra rumah
dan kios yang terbakar id sekitarnya. “Pemerintah daerah akan membantu untuk mendirikan kios di sana, juga mushala yang terbakar. Kita juga akan
siapkan bantuan untuk korban k ios yang terbakar berupa modal usaha,” ujar
Wakil Presiden Jusuf Kalla.
Selain itu, Pemerintah Kabupaten Tolikara juga telah menyerahkan bantuan awal sebesar Rp 100 juta buat para pengungsi insiden Tolikara.
Pemkab Tolikara juga berjanji akan membantu pembangunan kembali masjid, kios, dan rumah yang terbakar.
Kendati demikian, berbagai lembaga amal juga menginisiasikan pengump[ulan dana untuk membantu membangun kembali Masjid Baitul
Mutaqqin. Lembaga filantropi, Dompet Dhuafa, sudah memulai pengumpulan dana sejak hari kedua kejadian.
“Sudah terkonfirmasi memang benar adanya bahwa masjid tersebut terbakar. Oleh karena itulah, kami berinisiatif ingin membangun kembali
masjid tersebut agar Muslim di sana dapat menikmati fasilitas ibadah yang nyaman,” kata Ahmad Juwaini, presiden direktur Dompet Dhuafa, Sabtu
187. Ia mengatakan, target pengumpulan dana itu adalah sebesar Rp 5 miliar.
Aktivis NU Papua juga melakukan penggalangan dana untuk masjid di Karubaga, Tolikara, Papua. “Kami sedang membuka
penggalang an dana untuk membangun masjid di Karubaga tersebut,” kata
Abdul Wahab selaku kordinator Sarkub Papua. Untuk tahap pertama, aktivis NU Papua sudah menyerahkan sumbangan dana Rp 6 juta.
Sedangkan, selebritis Pandji Pregiwaksono menggalang dana untuk membangun masjid melalui laman kitabisa,commasjidtolikara, pandji
menargetkan dana yang terkumpulo mencapai Rp 200 juta. Hingga kemarin, donasi yang diterima mencapai Rp.36.743.130. menurut Pandji, dana itu
nantinya akan disalurkan ke Bulan Sabit Merah Indonesai BSMI cabang Jayawijaya Papua.
BSMI Jayawijaya sejauh ini terus melaporkan hasil penggalangan dana yang mereka lakukan untuk membangun masjid di Karubaga. Dalam
akun Twitter resmi BSMI Jayawijaya tertulis bahwa dana yang terkumpul hingga Senin 207 siang Rp 277 juta.
Lembaga amil zakat Pos Keadilan Peduli Umat PKPU menyatakan akan turut serta berkoordinasi untuk bisa segara memberikan
bantuan bagi mereka yang terdampak insiden pembakan masjid di Tolikara. Ketua Umum Badan Amil Zakat Nasional Baznas Didin
Hafidhuddin juga menyatakan siap berpartisipasi membangun rumah ibadah baru bagi umat Islam di Tolikara. pernyataan serupa disampaikan pimpinan
Daarul Quran, Yusuf Mansur.
1. SINTAKSIS
a. Skema berita
Struktur sintaksis yang terdapat dalam teks berita Kompas edisi 21 Juli 2015 membentuk skema yang umum yakni bentuk piramida terbalik.
Dimana yang dianggap aspek paling penting diletakan diawal, kemudian disusul dengan fakta-fakta tambahan. Skema teks berita Kompas dimulai
dengan judul, kemudian lead, kutipan narasuber, latar informasi, pernyataan dan penutup. Skema demikian menujukan bahwa aspek yang dianggap
penting terletak pada lead. Berbeda dengan Kompas, skema teks berita Republika diawali dengan
judul, kemudian pernyataan, lead, latar informasi, kutipan narasumber, penutup. Sturktur berita Republika menekankan bahwa pernyataan dianggap
lebih penting dari lead. Hal ini dibuktikan dengan posisi pernyataan dalam teks ditempatkan lebih dulu dari lead, selain itu pernyataan ini dicetak
dengan ketebalan, jenis huruf dan ukuran huruf yang berbeda dari lead maupun isi berita secara keseluruhan.
Berikut kutipan pernyataan Republika: “Berbagai lembaga amal menggalang dana untuk masjid di Tolikara
.” Melalui kutipan ini pembaca diajak untuk menyadari bahwa banyak pihak yang mendukung
pembangunan kembali masjid di Tolikara. Hal ini juga merupakan cara mempengaruhi masyarakat untuk turut membantu atau menggalang dana
untuk pembangunan masjid di Tolikara. Sehingga Republika menempatkan kalimat ini sebagai aspek terpenting dari teks berita secara keseluruhan.
Kemudian dihubungkan dengan lead yang menggambarkan situasi masjid yang tinggal tersisa puing-puing, gambaran seperti ini merupakan cara
menarik simpati pembaca untuk turut simpati dengan kondisi umat islam di
Tolikara yang membutuhkan tempat ibadah yang aman dan nyaman pasca insiden Tolikara.
Tabel 4.1
HeadlineJudul Kompas dan Republika Edisi 21 Juli 2015 Unsur diamati
Kompas Republika
Headlinejudul Pemerintah Jamin Biaya
Rekonstruksi Masjid Tolikara Butuh
Bantuan Judul dari kedua surat kabar tersebut memiliki titik persamaan pada
inti tema yang diusung yakni pembangunan berbagai fasilitas pasca insiden Tolikara. Judul Kompas mengarah pada rekonstuksi bangunan secara
global. Sedangkan, Republika fokus pada rekonstruksi masjid. Selain itu, dari judul Kompas menampilkan bahwa pemerintah telah menjamin seluruh
biaya rekonstruksi, artinya Kompas ingin menggambarakan kepada khlayak bahwa persoalan rekonstruksi di Tolikara tidak memiliki kendala dari segi
biaya, karena pemerintah telah menanggung semua biayanya. Sedangkan Republika menampilkan sebaliknya, rekonstruksi di Tolikara masih menjadi
persoalan, terutama untuk realisasi pembangunan masjid di Tolikara masih membutuhkan bantuan biaya. Dengan penggambaran semacam ini,
Republika mengajak pembaca untuk simapti dengan kondisi umat Islam di Tolikara.
Tabel 4.2
Lead Kompas dan Republika Edisi 21 Juli 2015 Unsur diamati
Kompas Republika
Lead JAYAPURA, KOMPAS
– Pemerintah menjamin TOLIKARA
– Pengurus Masjid Baitul Mutaqqin,
tersedianya anggaran
untuk biaya rekonstruksi akibat
insiden di
Kabupaten Tolikara,
Papua. Sementara itu, kepolisian
telah memeriksa
32 saksi
dalam kasus yang terjadi Jumat pekan lalu itu, dan
beberapa di antaranya merupakan
calon tersangka.
di Karubaga, Kabupaten Tolikara, Papua, meminta
uluran tangan
kepada berbagai pihak untuk bisa
membangun kembali
rumah ibadah tersebut. Masjid
tersebut kini
tersisa puing-puing setelah terbakar dalam kericuhan
massa Gereja Injili di Indonesia GIDI, Jumat
177.
Lead yang ditampilkan Kompas terbagai menjadi dua tema yakni.
Pertama,pemerintah menjamin biaya rekonstruksi pasca insiden Tolikara. Kedua, pemeriksaan polisi terhadap 32 saksi, dan diantaranya merupakan
calon tersangka. Lihat bagaimana Kompas menyusun kedua fakta ini dalam satu lead. Kompas menekankan bahwa pemerintah berada pada posisi utama
yang harus hadir dan bertanggung jawab membiayai rekonstruksi pasca insiden Tolikara, sedangkan pemeriksaan terhadap calon tersangka menjadi
fakta yang diletakan setelah tanggung jawab pemerintah. Dengan susunan demikian Kompas mengajak pembaca untuk berfikir bahwa dalam insiden
tolikara kesalahan dan tanggung jawab tidak semata-mata ditimpakan kepada tersangaka penyerangan, namun peran pemerintah juga harus hadir
dan bertanggung jawab dalam peneylesain konflik. Sedangkan Republika memiliki satu inti tema dalam lead-nya yakni,
memohon uluran tangan dari berbagai pihak untuk mendirikan kembali masjid baru di Tolikara pasca insiden Tolikara.LeadRepublika juga
mendeskripsikan kondisi masjid pasca insiden yang hanya menyisakan puing-puing. Deskripsi tersebut membawa pesan akan pentingnya
pembangunan masjid baru, melihat kondisi rumah ibadah yang sudah tak dapat difungsikan kembali sebagai tempat ibadah.
Dalam kalimat penutup lead Republika menjelaskan penyebab terbakarnya masjid tersebut karena kericuhan massa GIDI. Pernyataan sebab
akibat ini membawa kesadaran pembaca untuk memberikan kesan negatif terhadap massa GIDI, karena mereka digambarkan sebagai penyebab atau
aktor dibalik terbakarnya masjid tersebut. Tabel 4.3
Latar informasi Kompas danRepublika Edisi 21 Juli 2015 Unsur diamati
Kompas Republika
Latar informasi Kemarin, kehidupan di
Tolikara telah berangsur normal.
Warga telah
bebas beraktivitas.
Sejumlah warga
pendatang dan penduduk lokal yang ditanya soal
insiden Jumat pekan lalu itu mengatakan tak tahu
pasti
penyebabnya. Mereka
mengatakan selama ini tidak pernah
ada keributan
terkait persoalan
agama. “Jangan sampai ada balas
dendam. ….
…..”meringankan beban penderitaan
saudara- saudara
kita sesama
muslim di Karubaga” “…. Kami berinisiatif
membangun kembali
masjid tersebut
agar Muslim di sana dapat
menikmati fasilitas
beribadah yang
nyaman.”
Latar yang dipilih Kompas menggambarkan kondisi kehidupan di Tolikara yang telah kembali normal dan kondusif dengan mengutip
pernyataan dari warga setempat. Kutipan pendapat masyarakat ini Kompas gunakan untuk memperkuat argumennya dalam menyatakan kebenaran
kondisi di Tolikara sehingga memberikan nada objektif. Aspek yang
ditekankan Kompas pada latar informasi mengajak pembaca untuk berfikir bahwa kondisi di Tolikara telah aman dan tentram, dan jangan samapai
terdapat aksi balas dendam. Kompas mengajak pembaca untuk berfikir kearah perdamaian.
Sebaliknya, Latar yang ditampilkan Republika menggambarkan kondisi menyedihkan para korban pasca insiden Tolikara, terutama yang
ditekankan adalah
korban dari
umat muslim.
Republika juga
menggambarkan masjid yang tidak dapat difungsikan kembali sehingga tidak ada lagi fasilitas yang nyaman bagi umat muslim untuk beribadah.
Dengan latar informasi yang dibangun Republika jelas menempatkan umat muslim sebagai Korban.
Tabel 4.4
Kutipan Narasumber Kompas danRepublika Edisi 21 Juli 2015 Unsur diamati
Kompas Republika
Kutipan narasumber
“Jangan sampai ada balas dendam. Kami
hanya berharap janji pembangunan
secara permanen
kios dan
mushala itu bisa benar- benar
dilaksanakan,” kata
Ali Mukhtar,
Pemuka agama Islam di Kabupaten Tolikara.
“Pemerintah daerah akan membantu
untuk mendirikan kios di sana,
juga mushala
yang terbakar. Kita juga akan
siapkan bantuan
untuk korban kios yang terbakar
berupa modal usaha.” Wakil
Presiden Jusuf
Kalla “Sudah
terkonfirmasi memang
benar adanya
bahwa masjid
tersebut terbakar.
Oleh karena
itulah, kami berinisiatif ingin membangun kembali
masjid tersebut
agar Muslim di sana dapat
menikmati fasilitas ibadah
yang nyaman.” Presiden Direktur Dompet Dhuafa
Ahmad Juwaini
“Kami sedang membuka penggalangan dana untuk
membangun masjid
di Karubaga
tersebut.” Koordinator
Sarkub Papua Abdul Wahab
Dari kutipan narasumber Kompas, terdapat ketidak berimbangan dalam pemilihan narasumber. Dalam teks berita digambarkan bahwa
kehidupan di tolikara telah berangsur normal, bahkan penduduk lokal dan warga pendatang telah kembali melakukan aktivitas. Kemudian Kompas
mengutip pernyataan harapan dari masyarakat setempat, namun Kompas hanya menyajikan satu narasumber yang berasal dari tokoh umat Islam, Ali
Mukhtar. Hal ini tidak sesuai dengan pendekatan yang ingin disapaikan Kompas. Ketika Kompas mengatakan bahwa kehidupan di Tolikara telah
kembali normal, artinya sudah tidak ada lagi konflik dan telah terjadi perdamaian antar pihak yang berkonflik. Seharusnya Kompas menyajikan
pernyataan dari kedua pihak. Berikut kutipan teks berita Kompas: Kemarin, kehidupan di Tolikara telah berangsur normal.
Wrga telah bebas beraktivitas. Sejumlah warga pendatang dan penduduk lokal yang ditanya soal inisden Jumat pekan lalu itu
mengatakan tak tahu pasti penyebabnya. Mereka mengatakan selama ini tidak pernah ada keributan terkait persoalan agama. “Jangan
sampai ada balas dendam. Kami hanya berharap janji pembangunan secara permanen kios dan mushala itu bisa benar-benar
dilaksanakan,” kata Ali Mukhtar, Pemuka agama Islam di Kabupaten Tolikara.
Republika mewawancarai tiga narasumber: Wakil Presiden Jusuf Kalla, Presiden Direktur Dompet Dhuafa Ahmad Juwaini, Koordinator
Sarkub Papua Abdul Wahab.Dua diantara narasumber mengarah pada pentingya pembangunan masjid, dan satu narasumber mengarah pada
rekonstruksi bangunan secara keseluruhan, baik pembangunan sejumlah kios dan masjid yang terbakar.Dengan lebih banyaknya narasumber yang
berbicara terkait pentingnya pendirian masjid.Republika membingkai
pemberitaan ini seolah pembangunan masjid harus menjadi prioritas utama.
Tabel 4.5
Pernyataan Kompas dan Republika Edisi 21 Juli 2015 Unsur diamati
Kompas Republika
Pernyataan
Pihak Gereja,
lanjut Fransen, sudah sepakat
untuk memprioritaskan
rekonstruksi musolah
yang terbakar. Kami berinisatif ingin
membangun kembali
masjid tersebut
agar muslim di sana dapat
menikmati fasilitas
ibadah yang nyaman Pernytaan kedua surat kabar tersebut memiliki inti yang sama
terkait rekonstruksi rumah ibadah umat Muslim. Jika dilihat dalam teks Kompas, pernyataan Fransen menyebutkan pihak gereja memprioritaskan
rekonstruksi mushala yang terbakar. Kompas ingin nmenekankan pesan tertentu bahwa pihak gereja turut memperioritaskan kebutuhan umat
Muslim, hal ini memberikan kesan bahwa pihak gereja memiliki jiwa toleransi sebab menghargai hak umat lain untuk mendapatkan fasilitas
rumah ibadah. Secara tidak langsung Kompas menampilkan citra positif bagi pihak gereja.
Sedangkan, pernyataan yang dikutip republika dalam teks berita menekankan pada alasan perlunya mendirikan masjid. Republika mengajak
pembaca untuk memahami bahwasannya setiap orang harus memberikan hak kebebasan dalam beribadah termasuk mendirikan tempat ibadah bagi
pemeluk agama lain. Sehingga Republika memberikan penekanan bahwa pendirian masjid baru merupakan hal urgen untuk segera direalisasikan.
Tabel 4.6
Penutup Kompas dan Republika Edisi 21 Juli 2015 Unsur diamati
Kompas Republika
Penutup
Koordinator komunitas
Gus Durian Jombang, Aan Anshori, yang ikut
menggagas pelaksanaan acara itu, mengatakan,
pertemuan dengan tajuk
“Ketupat untuk Tolikara” ini dimaksudnkan untuk
makin menguatkan dan meneguhkan
prinsip kebinekaan
di antara
umat beragama di Tanah Air. “Agar kita saling
menyadari bahwa
Indonesia hanya
bisa berdiri
tegak karena
semua karagaman atau kebinekaan itu,” katanya.
Ketua Umum
Badan Amil
Zakat Nasional
Baznas Didin
Hafidhuddin juga
menyatakan siap
berpartisipasi membangun
rumah ibadah baru bagi umat
Islam di
Tolikara. Pernytaan
serupa disampaikan
pimpinan Daarul
Quran, Yusuf
Mansur.
Penutup teks berita Kompas menggambarkan pentingnya masyarakat untuk menjaga kerukunan antar umat beragama. Argumen
Kompas ini diwujudkan dengan menampilkan pernyataan narasumber dari komunitas kerukunan antar umat beragama sebagai pendukung gagasannya
tersebut. Penutup ini semakin memperjelas arah Kompas yang lebih menenkankan pada perdamaian serta menjaga persaudaraan antar umat
beragama.
Penutup Republika manggambarkan dukungan terhadap pendirian masjid baru di Tolikara. Dukungan ini Republika tampilkan dengan
banyaknya pihak dari berbagai lembaga amal yang berpartisipasi dalam penggalangan dana untuk masjid di Tolikara.
2. SKRIP
a. Kelengkapan Berita
Tabel 4.7
5W+1H Kompas dan Republika Edisi 21 Juli 2015 Unsur diamati
Kompas Republika
5W+1H Apa yang terjadi? what:
jaminan biaya
rekonstruksi akibat
insiden Tolikara. Apa
yang terjadi?
what: pengurus Masjid Baitul
Mutaqqin meminta uluran tangan
kepada berbagai pihak untuk bisa membangun
kembali rumah ibadah di Tolikara.
Siapa yang
akan menjamin
biaya rekonstruksi?
who:
Pemerintah Kapada siapa permintaan
bantuan tersebut
dilayangkan? who:
Badan Amil
Zakat Daerah
Jayawijaya, pemerintah
dan Pemerintah
Kabupaten Tolikara serta berbagai
lembaga amal. Bagaimana
proses rekonstruksi
tersebut?
how: pemerintah akan melakukan
rekonstruksi ruko dan mushala yang
terbakar Kapan
pemohonan bantuan
tersebut dilayangkan?
when:
Senin 207
Mengapa permohonan
bantuan tersebut
dilakukan? why: untuk dapat
membantu meringankan
beban penderitaan
saudara-
saudar sesama Muslim di Karubaga
Bagaimana proses
penggalangan dana
tersebut? who: berbagai lembaga amal membantu
untuk menggalang dana, di antaranya dari Domper
Dhuafa,
aktivis NU
sudah menyerahkan Rp 6 juta,
…. Dalam berita tersebut Kompas mencoba membentuk sebuah
pembingkaian yang menghasilkan kesan tertentu kepada masyarakat dengan cara menghilangkan satu atau lebih unsur penting dalam berita tersebut.
Unsur yang hilang yang dimaksud penulis ialah unsur where, why dan when. Kompas tidak menjelaskan alasan mengapa rekonstruksi tersebut penting
untuk dilakukan, dan tidak menyajikan dimana dan kapan rekonstruksi ulang bangunan kios dan mushala tersebut akan dilakukan.
Sejak awal inti utama berita Kompas hanya pada jamian yang diberikan pemerintah untuk biaya rekonstruksi bukan pada alasan mengapa
rekonstruksi tersebut perlu dilakukan. Dengan cara seperti ini tidak nampak hal penting yang melatarbelakangi perlunya rekonstruksi di Tolikara.
Sebaliknya, Republika memaparkan alasan terkait pentingnya pembangunan masjid. Dengan penyajian alasan secara rinci ini menekankan
kesadaran kepada pembaca bahwa pendirian masjid ini sangat penting, karna ini menyangkut menghormati serta memberikan hak kebebasan
beribadah bagi umat Muslim dengan cara mendirikan fasilitas ibadah yang nyaman.
3. TEMATIK
a.
Detail
Tabel 4.8
DetailKompas dan Republika Edisi 21 Juli 2015 Unsur diamati
Kompas Republika
Kalimat Kemarin, kehidupan di
Tolikara telah berangsur normal.
Warga telah
bebas beraktivitas.
Sejumlah warga
pendatang dan penduduk lokal yang ditanya soal
inisden Jumat pekan lalu itu mengatakan tak tahu
pasti
penyebabnya. Mereka
mengatakan selama ini tak pernah ada
keributan terkait
persoalan agama. “Jangan sampai
ada balas
dendam …..” kata Ali
Mukhtar, Pemuka agama Islam
di Kabupaten
Tolikara. Pengurus Masjid Baitul
Mutaqqin, di Karubaga, Kabupaten
Tolikara, Papua, meminta uluran
tangan kepada berbagai pihak
untuk bisa
membangun kembali
rumah ibadah tersebut. Masjid
tersebut kini
tersisa puing-puing
setelah terbakar dalam kericuhan massa Gereja
Injili di
Indonesia GIDI, Jumat 177.
Detail yang dijabarkan Republika ialah kondisi bangunan masjid
yang hanya tersisa puing-puing. Selain itu terdapat detail lain yang ditampilkan Republika pada kalimat “setelah terbakar dalam kericuhan
massa Gereja Injili di Indonesia ”. Penulisan semacam ini menekankan
posisi massa GIDI pada posisi tidak legitimate, seakan massa yang ricuh GIDI sebagai pihak yang bersalah.
Sedangkan detail yang ditampilkan Kompas adalah penjelasan panjang terkait kondisi di Tolikara yang telah kondusif dan aman. Dengan
detail seperti ini seolah Kompas menekankan pesan bahwa masalah ini semestinya tidak dibesar-besarkan, karena kondisi di Tolikara sendiri telah
kondusif.
b. Koherensi
Tabel 4.9
Koherensi Kompas dan Republika Edisi 21 Juli 2015 Unsur diamati
Kompas Republika
Proposisi Pemerintah
menjamin tersedianya
anggaran untuk biaya rekonstruksi
akibat
insiden di
Kabupatan Tolikara,
Papua. Masjid
tersebut kini
tersisa puing-puing
setelah terbakar dalam kericuhan massa Geraja
Injili di
Indonesia GIDI, Jumat 177
Kata „akibat‟ pada teks berita Kompas ini merupakan jenis koherensi
sebab-akibat.Kalimat ini jelas mengandung makna bahwa sejumlah bangunan kios dan mushala yang terbakar tersebut akibat insiden di
Kabupaten Tolikara.Namun,
dari kalimat
ini terdapat
bentuk nominalisasi.Nominnalisasi ini dalam teks Kompas ditunjukan dengan
menghilangkan subjek atau tokoh tertentu. Nominalisasi tidak membutuhkan subjek, karena nominalisasi pada
dasarnya adalah proses mengubah kata kerja yang bermakna tindakan menjadi kata benda yang bermakna peristiwa insiden Tolikara. Kompas
tidak menampilakan aktor atau subjek pelaku pembakaran di Tolikara sehingga menyebabkan sejumlah bangunan terbakar.Karena
yang
ditekankan Kompas ialah hanya memberitahu kepada pembaca bahwa bangunan yang terbakar tersebut merupakan imbas dari insiden Tolikara.
Sebalinya, koherensi pada teks berita Republika terdapat pada
kalimat “Masjid tersebut kini tersisa puing-puing setelah terbakar dalam
kericuhan massa Geraja Injili di Indonesia GIDI, Jumat 177”. Jenis koherensi yang digunakan adalah koherensi kondisional yang terletak pada
kata “dalam”.Kata “dalam” merupakan penjelas darikalimat sebelumnya. Berbeda dengan Kompas yang menyembunyikan aktor atau subjek pelaku
pembakaran. Sebaliknya, Republika justru menampilkan subjek secara jelas massa GIDI. Secara tidak langsung, Republika memberikan penilaian
negative kepada massa GIDI, Karena telah bertindak ricuh sehingga mengakibatkan terbakarnya masjid.
c. Bentuk Kalimat
Tabel 4.10
Bentuk Kalimat Kompas dan Republika Edisi 21 Juli 2015 Unsur diamati
Kompas Republika
Kalimat Pemerintah
menjamin tersedianya
anggaran untuk biaya rekonstruksi
akibat insiden
di Kabupaten
Tolikara, Papua. Sementara itu,
kepolisian telah
memeriksa 32
saksi dalam kasus yang terjadi
Jumat pekan lalu itu, dan beberapa di antaranya
merupakan
calon tersangka.
Pengurus Masjid Baitul Muttaqin, di Karubaga,
Kabupaten Tolikra,
Papua, meminta uluran tangan kepada berbagai
pihak untuk
bisa membangun
kembali rumah ibadah tersebut.
Masjid tersebut kono tersisa
puing-puing setelah terbakar dalam
kericuhan massa Gereja Injili
di Indonesia
GIDI, Jumat 197.
Bentuk kalimat yang digunakan Kompas dan Republika berpola kalimat Deduktif, dimana inti kalimat umum ditempatkan dibagian muka,
kemudian disusul dengan keterangan tambahan khusus yang diposisikan kemudian.
Kutipan bentuk kalimat pada Kompas diambil daribagian lead. Lihat bagaimana Kompas menyusun dua fakta yang berbeda. Pertama, terkait
pemerintah menjamin anggaran untuk biaya rekonstruksi. Kedua, terkait pemeriksaan terhadap calon tersangka. Fakta yang ditampilkan lebih dahulu
dianggap merupakan aspek yang lebih penting. Hal ini menekankan Kompas menganggap penting kehadiran pemerintah untuk bertanggung
jawab dalam penyelesaian konflik ketimbang membahas pada aspek pertanggungjawaban hukum para pelaku perusakan.
Kemudian, bentuk kalimat Republika juga diambil dari lead. Jika diamati pada kalimat terakhir dari bentuk kalimat Republika. Penyusunan
kalimat ini berbentuk logika kausal sebab akibat. Republika terlebih dahulu menggambarkan kondisi masjid yang tersisa puing-puing, setelah itu
menjabarkan penyebabnya karena terbakar dalam kericuhan massa GIDI. Bentuk kalimat semacam ini menyandangakan kesan negtif terhadap massa
GIDI karena dianggap sebagai penyebab dari terbakarnya masjid.
4. RETORIS
a. Leksikon
Tabel 4.11
Leksikon Kompas dan Republika Edisi 21 Juli 2015 Unsur diamati
Kompas Republika
Kata Insiden di Tolikara
Kericuhan massa Gereja Injili di Indonesia GIDI
Kompas memaknai
peristiwa ini
sebagai insiden
di Tolikara
.Penggunaan kata
insiden Tolikara
ini menggunakan
nominalisasi.Nominalisasi merupakan strategi yang dipakai untuk menghilangkan kelompok atau aktor sosial tertentu.
101
Kata “insiden Tolikara” ini merupakan kata benda yang menunjukan sebuah
peristiwa.Sebuah nomina kata benda tidak membutuhkan subjek, karena dapat hadir mandiri dalam kalimat.
Kata “insiden Tolikara” ini lebih dipilih Kompas karena dapat mewakili informasi peristiwa di Tolikara tanpa
menampakan aktor atausubjek pelaku penyerangan tersebut. Terkait hal ini, pihak Kompas memberikan keterangan sebagai
berikut:
102
“Kata insiden merupakan pilihan diksi agar tidak menimbulkan kesan kemarah atau menimbulkan balas dendam. Dalam tanda kutip jauh
lebih aman jika mengunakan kata “insiden” tersebut. Nah mungkin melalui diksi tersebut Kompas berupaya untuk memberikan efek meredam konflik,
sehingga tidak ada suasana saling menyalahkan.” Sebaliknya, Republika justru secara jelas menyebutkan bahwa
kericuhan tersebut dilakukan oleh massa dari GIDI. Berikut kutipam
lengkap Republika: “Masjid tersebut kini tersisa puing-puing setelah terbakar dalam kericuhan massa Geraja Injili di Indonesia GIDI,
Jumat 177.
” Dengan penggunakan kata kericuhan massa GIDI ini jelas Republika memberikan nada negatif terhadap pihak GIDI sebagai aktor
penyebab kericuhan di Tolikara.
101
Eriyanto, Analsis Wacana: Pengantar Analisis Teks Media, h.175.
102
Wawancara dengan Sutta Dharmasaputra, Wakil Redaktur Pelaksana Kompas, Jakarta 28 Desember 2015.
b. Grafis
Tabel 4.12
GrafisKompas dan Republika Edisi 21 Juli 2015 Unsur diamati
Kompas Republika
Penggunaan Huruf
Judul dicetak
dengan ukuran huruf lebih besar
dan diberi ketebalan. Judul
dicetak dengan
ukuran huruf lebih besar dan diberi ketebalan.
Terdapat pula kalimat
“Berbagai lembaga
amal menggalang dana untuk
masjid di
Tolikara” dibawah judul yang dicetak tebal.
Grafis yang ditampilkan Kompas dan Republika pada judul yang diberi ketebalan dan menggunakan ukuran huruf yang lebih besar. Hal ini
bertujuan untuk menekankan inti tema yang akan dibahas pada teks berita tersebut. Pada teks Republika terdapat kalimat
“Berbagai lembaga amal menggalang d
ana untuk masjid di Tolikara”dibawah judul yang diberi
ketebalan. Hal tersebut menekankan makna bahwapendirian masjid di Tolikara menuai dukungan dari berbagai pihak.Secara tidak langsung ini
menggambarkan gagasan Republika yang turut mendukung pendirian masjid baru di Tolikara.
Berita 3: Teks Berita Kompas Edisi 24 Juli 2015 Presiden: Jaga Persaudaraan
Polri
Tetapkan Dua
Tersangka Perusakan,
Kekerasan, dan
Pengahasutan di Tolikara
JAKARTA, KOMPAS – Presiden Joko Widodo mengingatkan,
keanekaragaman suku, bahasa, dan agama dari wilayah Sabang hingg merauke menuntut bangsa Indonesia harus terus berjuang mewujudkan
persaudaraan, kerukunan, dan toleransi. Demi masa depan, tak ada kata terlambat untuk membenahi keadaan yang terusik.
Dalam pertemuan dengan 30 tokoh lintas agama, Kamis 237, di Istana Negara, Jakarta, Presiden Joko Widodo yang didampingi Wakil
Presiden Jusuf Kalla beserta sejumlah menteri mengatakan, selama 70 tahun
kemerdekaan, bangsa Indonesia berhasil menjaga keselarasan hidup bersana. Ke depan, masyarakat diharapkan lebih maju dan bijak sehingga
tak terprovokasi melakukan tindakan yang merusak keharmonisasn bangsa.
Selain Ketua Umum PBNU KH Said Aqil Siroj, tokoh lintas agama lain yang hadir di antarnya Ketua MUI Selamet Efendi Yusuf, Ketua Umum
PGI Pendete Henritte Tabita Lebang, Ketua Presidium KWI Mgr Ign Suharyo, Ketua Umum Parisada Hindu Dharma Indonesia Nyoman
Suwisima, Ketua Umum Matakin Uung Sendana.
“Peran semua pemuka agama ini sangat penting. bangsa ini akan maju jika berhasil menghapuskan sekat-sekat suku, ras, dan agama. Kita akan
maju kalau bisa bersatu padu,” ujar Jokowi. Menurut persiden, apa yang terjadi di Tolikara, Papua, tak seharusnya
terjadi jika komunikasi dan silaturahmi terjalin baik. “Meskipun demikian, tidak ada kata terlambat untuk memperbaiki keadaan agar ke depan setiap
gesekan sekecil apa pun dapat diselesaikan dengan baik,” katanya. Presiden menyatakan, Indonesia penuh dnegan keberagama, “dalam
kebinekaan itu, bangsa Indoensia bisa bersatu, rukun, toleran, serta saling menghormati dan menghargai. Oleh kerena itu, bangsa Indonesia harus terus
berjuang keras agar toleransi, persaudaraan, dan kerukunan agama terus dijaga,” ucapnya.
Mengawali, pertemuan, Said Aqil yang didampingi tokoh lintas agama membacakan lima pernyataan sikap terkait insiden di Tolikara. selain harus
menjadikan pelajaran berharga, pemerintah dituntut mengungkap faktor penyebabnya. Pemerintah juga dituntut secepetnya berlakukan rehabilitasi
dengan membangun fasilitas rumah ibadah, sarana umum, dan perekonomian, setra menangani korban.
“Semua pihak harus menjunjung tinggi konstitusi, mempererat persatuan dan kesatuan bangsa, juiga menjaga kerukunan dan kedamaian.
Media massa juag dihimbau turut menciptakan suasana kondusif melalui pemberitaan objektif, akurat, dan pempraktikan jurnalisme damai atau sadar
konflik,” tutur Said aqil. Terakhir, tembahan semua pihak harus meningkatkan dialog untuk
menjaga keharmonisan dan merawat kerukunan hidup anatar umat beragama.
Saat ditanya seusai peretemuan, ia berharap media massa tak lagi embesar-
besarkan peristiwa Tolikara agar tak semakin meluas. “Apalagi, situasi di Tolikara sekarang sudah kondusif,” katanya.
Informasi menyesatkan
Sebelumnya, di rumah dinas Kepala Badan Intelejen Negara Sutiyoso, Kapala Polri Jenderal Pol Badrodin Haiti juaga meminta
masyarakat tidak terprofokasi oleh informasi menyesatkan terkait insiden Tolikara yang beredar di media sosial. “Dalam situasi seperti ini, isu-isu
yang memperofokasi, baik di media sosial maupun layanan pesan singkat, belum etntu benar. Jadi, masyarakat jangan sampai terprovokasi,” uajarnya.
Ketua komisi Informasi Pusat Abduhamid Dipropramono juga berharap pemerintah satu suara dalam memberikan pernyataan terkait
peristiwa Tolikara agar tak membingungkan publik. Sementara itu, dari 31 orang yang diperiksa menyusul insiden
Tolikara pada Jumat 177 lalu, Polri menetapkan dua orang dari kalangan Gerja Injili di Indonesia GIDI di Tolikara sebagai tersangka. “Ada dasar
dan alat bukti yang cukup untuk menetapkan mereka sebagai tersangka. AK dan JW diduga melakukan perusakan, kekerasan, penganiayaan, serta
penghasutan,” jelasnya. Sebelumnya, empat aktivis GIDI diperiksa Kepolisian Daerah Papua.
Berita 3: Teks Berita Republika Edisi 24 Juli 2015 Dua Tersangka Tolikara Diringkus
Kepolisian tak menutup kemungkinan jumlah tersangka bertambah
JAKARTA – Pihak Kepolisian Daerah Polda Papua meringkus dua
orang terkait insiden kericuhan yang berbuntut terbakarnya masjid di Karubaga, Tolikara, Papua. Kedua orang tersebut dijadikan tersangka
karena diduga memerintahakan penyerangan ke lokasi shalat Id di Tolikara, Jumat 177 lalu.
“betul, sudah ditangkap pukul 17.00 WIT, saat ini sedang dibawa ke Wamena,” kata Kapolda Papua Inspektur Jenderal Yotje Mende, Kamis
237. Ia mengatakan, kedua tersangka tersebut berinisial HK dan JW. Menurut Yotje, dari rekaman yang dimiliki kepolisian, keduanya
terlihat memberikan perinta kepada jemaat Gereja Injili di Indonesia GIDI untuk menyerang umat Islam yang tengah melakukan shalat Idul Fitri di
lapangan Koramil Karubaga.
Yotje menjelaskan, masing-masing pelaku ditangkap oleh personel Polda Papua di rumahnya. Penangkapan itu, kata Yotje, tidak sulit lantaran
keduanya kooperatif. Ia mengungkapkan, keduanya dibawa ke Wamena terlebih dahulu.
Selanjutnya mereka akan diterbangkan ke Jayapura untuk menjalani pemeriksaan, Jumat 247 ini. “Dari dua orang ini kita akan kembangkan ke
calon tersangka lainnya,” kata Yotje. Ia meminta masyarakat sabar menanti pungkasnya proses hukum tersebut.
Kapolri Jenderal Badrodin Haiti kemarin menjelaskan, insiden di Tolikara bermula dari beredarnya surat edaran dari Badan Pekerja Wilayah
Tolikara Gereja Inijili di Indinesia GIDI. Suart itu berisi larangan bagi umat Islam agar tidak mengadakan shalat Idul Fitri pada Jumat 277 di
Tolikara. alasannya, pada saat bersamaan GIDI akan melaksanakan seminar dan KKR Kebaktian Kebangunan Rohani Pemuda GIDI Internasional.
Menurut Badrodin, Kapolres Tolikara AKBP Suroso menerima surat itu pada 13 Juli. Surat itu diteken Sekertaris GIDI Wilayah Tolikara
Marthen Jingga dan Ketua GIDI Tolikra Nayus Wenda.
Kapolres kemudian menayakan kepada Presiden GIDI Dorman Wandikmbo soal surat itu. Dorman mengatakan tak sepakat dengan isi surat
dan menyatakan suart itu tak resmi. Mendapt jawaban itu, Suroso menghunungi Bupati Tolikara,
Usman Wanimbo. Bupati kemudian menyakan pada panitia lokal acara GIDI yang menjawab sudah menerima surat klarifikasi dari Presiden GIDI.
Menganggap masalah sudah beres, kata Kapolri, kapolres Tolikara mengizinkan umat Islam shalat Id di lapangan Koramil Karubaga. Meski
begitu, Badrodin mengatkan, saat shalat tengah berlangusng, massa dari GIDI datang berbondong-bondong meminta pelaksanaan ibadah itu
dibubarkan.
“Kapolsek Tolikara kemudian lakukan negosiasi minta shalat dilaksanakan sampai pukul 08.00 WIT, tapi massa tak mau kemudian
semakin banyak yang datang dan melempar batu,” ujar Badrodin di kediaman Kepala BIN Sutiyoso, kemarin. Kepolisian kemudian
mengeluarkan tembakan untuk membubarkan massa yang menyebabkan seorang warga tewas dan 11 luka-luka.
Berang atas penembakan itu, massa menuju kios-kios milik umat Islam. Mereka kemudian melakukan pembakaran yang menjalar hingga ikut
menghanguskan Masjid Baitul Mutaqqin. Sebelumnya, Presiden GIDI Dorman WAndikmbo mengatakan bahwa
penembakan oleh aparat itulah yang sejatinya memicu pembakaran. Ia mengungkapkan bahwa yang diprotes massa GIDI bukan pelaksanaan shalat
Id, melainkan penggunaan pengeras suara oleh jamaah shalat Id.
Sejauh ini, menurut Imam Masjid Baitul Mutaqqin Ali Muchtar, umat Islam dan jemaat GIDI sudah sepakat untuk berdamai di Tolikara. ia
meminta masyarakat di luar Tolikara tak memanas-manasi keadaan. Kendati demikian, ia masih mengaharapkan jaminan keamanan dari aparat.
Ketua Majlis Syuroa Komite Umat Komat untuk Tolikara Didin Hafidhuddin mengatatakan, kesalahan terkait insiden Tolikakara tak bisa
begitu saja ditimapakn kepada jemaat GIDI secara keseluruhan. “Buktinya masyarakat yang ikut melempar itu menyesal karena
enggak tahu-menahu. Mereka melempar saja, digiring-giring. Ini temuan tim kami,” kata Didin, kemarin. Menurut dia, tim pencari fakta dari Komat
Tolikara juga menemukan bahwa masyarakat yang terlibat pelemparan dan pembakaran menyesali perbuatannya.
1. SINTAKSIS
a. Skema Berita
Struktur sintaksis Kompasedisi 24 Juli 2015 memiliki bentuk piramida terbalik, dimana aspek yang dianggap penting diletakkan di awal
teks lead. Sekema teks berita Kompas diawali dengan judul, kemudian
lead, latar informasi, kutipan narasumber, pernyataan, sub judul, penutup. Dari susunan sintaksi ini Kompas menekankan aspek terpenting diposisikan
pada lead. Dengan demikian Kompas menginginkan pembaca menaruh perhatian besar pada aspek yang dibahas dalam lead.
Skema pada teks berita Republika diawali dengan judul, kemudian pernyataan, lead, kutipan narasumber, latar informasi, penutup. Pernyataan
yang diletakakn setelah judul sebelum lead dan dicetak dengan jenis huruf yang sama dengan judul, diberi ketebalan merupakan cara dari republika
menojolkan aspek tersebut. Hal yang nampak lebih menonjol ini, tentunya akan menarik perhatian pembaca untuk fokus pada bagian tersebut.Jika
diamati dari judul “Dua Tersangka Tolikara Diringkus”, setelah judul tersebut baru dikutip pernyataan
“Kepolisian tak menutup kemungkinan jumlah tersangka bertambah
”. Artinya Republika memberikan kesan bahwa sebenarnya tersangka dalam inisden Tolikara ini bisa saja bertambah bukan
hanya dua orang. Tabel 5.1
HeadlineJudul Kompas Republika Edisi 24 Juli 2015 Unsur diamati
Kompas Republika
HeadlineJudul Presiden:
Jaga Persaudaraan,
Polri Tetapkan
Dua Tersangka
Perusakan, Kekerasan,
dan Penghasutan di Tolikara
Dua Tersangka Tolikara Diringkus
Tabel 5.1, dari judul yang digunakan Kompas dan Republika, keduanya membahas tema yang sama yakni mengenai pihak kepolisian yang
telah menetapkan dua tersangka Tolikara. Namun kedua judul tersebut memiliki dua perbedaan.Pertama, judul pada Republika fokus pada
penetapan dua tersangka Tolikara, berbeda dengan judul yang digunakan Kompas. Judul Kompas
didahului dengan pernyataan “Presiden: Jaga Persaudaraan”. Kedua judul ini jelas menunjukan pandangan yang berbeda
dari masing-masing surat kabar tersebut. Judul pada Kompas
“Presiden: Jaga Persaudaraan, Polri Tetapkan Dua Tersangka Perusakan, Kekerasan, dan Penghasutan di Tolikara”.
Penempatan kalimat “Presiden: Jaga Persaudaraan” di awal kalimat, mempengaruhi makna yang akan timbul karena akan menunjukan aspek
inilah yang sebenarnya ingin ditonjolkan kepada pembaca. Jika diamati, dua buah kalimat tersebut tersusun atas dua proposisi yang menampilkan fakta
yang kontras.Pertama, fakta mengenai pernyataan Presiden tentang menjaga persaudaraan serta persatuan dan kesatuan Bangsa.Fakta kedua, mengenai
penetapan dua tersangka Tolikara. Namun kedua fakta tersebut disajikan bersandingan dalam satu judul berita. Proposisi mana yang diletakkan di
awal dan proposisi mana yang diletakan di akhir menunjukan mana fakta yang lebih di tonjolkan.
103
Sejalan dengan ha l di atas, Kalimat “Presiden: Jaga Persaudaraan”
dicetak dengan huruf tebal dan ukuran huruf yang lebih besar ketimbang kalimat selanjutnya. Bagian tulisan yang dibuat berbeda ini, menandakan
bagian yang hendak ditekakkan oleh Kompas. Sehingga titik perhatian
103
Eriyanto, Analisi Wacana: Pengantar AnalisisTeks Media, h. 252.
pembaca akan lebih tertuju pada aspek persatuan bangsa dibandingkan informasi dua tersangka tolikara yang telah ditetapkan polisi.
Berbeda dengan Kompas, judul berita Republika sudah sangat jelas menunjukan pandangan Republika.Judul tersebut sacara jelas mewakili
informasi yang hendak disampaikan, yakni terkait tertangkapnya dua tersangka Tolikara.
Tabel 5.2
Lead Kompas dan Republika Edisi 24 Juli 2015 Unsur diamati
Kompas Republika
Lead JAKARTA, KOMPAS
– Presiden Joko Widodo
mengingatkan, keanekaragaman
suku, bahasa, dan agama dari
wilayah Sabang hingga Merauke
menuntut bangsa Indonesia harus
terus berjuang
mewujudkan persaudaraan, kerukunan,
dan toleransi. Demi masa depan,
tak ada
kata terlambat
untuk membenahi keadaan yang
terusik. JAKARTA
– Pihak Kepolisisan
Daerah Polda Papua meringkus
dua orang terkait insiden kericuhan yang berbuntut
terbakarnya masjid di Karubaga,
Tolikara, Papua.
Kedua orang
tersebut dijadikan
tersangka karena diduga memerintahkan
penyerangan ke lokasi shalat Id di Tolikara,
Jumat 177 lalu.
Lead yang digunakan Kompas dan Republika nampak sangat
kontras. Lead yang digunakan Kompas sangat menunjukan perspektif Kompas yang lebih menekankan informasi tentang pentingnya menjaga
persatuan dan kesatuan bangsa. Berbeda dengan sudut pandang yang digunakan Republika, yang secara eksplisit memaparkan informasi
penangkapan dua tersangka Tolikara. Kedua lead tersebut menampakan sudut pandang berbeda dari kedua media tersebut.
Disamping itu, dalam lead-nya, Republika juga menggunkan kelengkapan unsur why yang menjelaskan mengapa dua tersangka tersebut
diringkus. Berikut kutipannya: “Kedua orang tersebut dijadikan tersangka karena diduga
memerintahkan penyerangan ke lokasi shalat Id di Tolikara, Jumat 177 lalu.”
Kelengkapan unsur why dalam lead ini berfungsi untuk kelengkapan informasi yang disajikan. Hal ini juga mengindikasikan makna yang
sebenarnya ingin ditekankan Republika agar sejak awal pembaca tertuju pada alasan mengapa kedua orang tersebut diringkus.Lead Republika ini
jelas menunjukan sudut pandang serta kearah mana pemberitaan ini akan dikembangkan.
Di lain sisi, leadKompas hanya terdapat satu unsur lead, yakni what lead. Kompas hanya menjelaskan peristiwa apa yang terjadi, dan peristiwa
yang dijelaskan tidak terakait dengan penangkapan dua tersangka insiden Tolikara, melainkan memaparkan pernyataan presiden.Kompas mengajak
pembaca untuk berfikir bahawa menjaga persaudaraan jauh lebih penting ketimbang mencari-cari aktor penyebab kericuhan.
Kompas tidak mendetailkan fakta terkait pelaku penyerangan dan kronologis
kejadian. Berikut
kutipan wawancara
dengan Sutta
Dharmasaputra, Wakil Redaktur Pelaksana Rubrik Politik dan Hukum:
104
“Kompas bisa dipastikan tidak akan menojolkan fakta tertentu, jika dianggap fakta tersebut bisa menyulut masalah semakin besar. Ketika terjadi
konflik, kemudian kita mendetailkan apa yang terjadi maka itu akan menimbukan dampak sebaliknya, orang akan semakin mudah terbakar
emosi. Sekalipun dengan alasan menyampaikan fakta bukan hendak memprovokasi, Kompas tidak akan melakukan hal itu. Biasanya ketika
terjadi sebuah konflik SARA, Kompas cenderung hanya melihat pada sisi korban, kemudian Kompas mencari solusi bagaimana konflik tersebut dapat
terselesaikan. Apa yang terjadi, bagaimana terjadinya. Kemudian siapa pelakunya Kompas tidak berusaha masuk ke arah sana, karena biasanya
menurut versi Kompas, hal tersebut terkadang malah menyulut konflik semakin berkepanjangan. Kita langsung mencoba memaknai peristiwa
tersebut dengan menanyakan sejumlah pengamat terkait keberhasilan bangsa Indonesia dalam menjaga toleransi selama ini. Kita tidak mengejar
siapa pelakunya, itu biar aparat saja yang menangani, kita lebih mendorong masyarakat kepada bagaimana kedepannya. Kita lebih memfokuskan pada
solusi perdamaian.” Jika Kompas tidak menonjolkan pada aspek pelaku, Republika justru
sebaliknya. Teks berita Republika menampilkan informasi identitas dari pelaku penyerangan dan kronologis penangkapan tersangka. Selain itu,
dalam setiap edisi yang dianalisi, Republika selalu menyajikan kronologi kejadian yang menunjukan bahwa peristiwa ini terjadi akibat aksi anarkis
oknum anggota GIDI. Peneliatian terhadap teks ini juga sesuai dengan pernyataan pihak Republika, berikut hasil wawancaranya:
105
“Informasi dari identitas pelaku ya harus ditonjolkan. Ada satu hal, atau satu fenomena umum di semua konflik etnis, agama, konflik sosial di
Indonesia. Bagaimana konflik tersebut menjadi melebar. Kuncinya hanya satu, karena tidak pernah ada pelaku yang ditangani secara hukum. Itu
104
Wawancara dengan Sutta Dharmasaputra, Wakil Redaktur Pelaksana Kompas, Jakarta 28 Desember 2015.
105
Wawancara dengan fitriyan Zamzami, Redaktur Halaman Utama Republika, Jakarta 12 Januari 2016.
menjadi alasan mengapa kita harus tegaskan, pelakunya ini, tolong ditindak hukum. Karena kalau dia tidak ditindak hukum, pihak lain akan
merasa polisi tidak menangani ini, ya sudah kalau begitu banyak yang akan main hakim sendiri.”
“Jadi memang benar setiap edisi ada kronologikonflik Tolikara. tapi ini bertujuan hanya untuk mempertegas konteks yang sedang diberitakan.
Saya kira ini bukan bagian dari framing, ini bangunan beritanya, kronologis itu seperti leher dalam tubuh berita.”
Dengan demikian, Kompas melakukan seleksi terhadap isu. Kompas menojolkan sisi perdamaian dan menghilangkan fakta terkait pelaku
penyerangan. Aspek yang ditonjolkan ini akan lebih mendapat perhatian pembaca dan tentunya akan lebih melekat dihati pembaca. Kompas
membawa pembaca untuk lebih memahami pentingnya menjaga kerukunan dan perdamaian ketimbang mengetahui siapa pelaku
penyerangan tersebut. Berbeda dengan Republika yang justru membawa pembaca untuk mengetahui secara terperinci siapa sebenarnya dalang
dibalik aksi penyerangan dan peneyebaran surat larangan sholat Ied tersebut. Meski dalam penuturannya, Republika memiliki alasan bahwa
tujuan dari menampilkan informasi aktor penyerangan bukan semata-mata untuk memberikan kesan negative kepada pihak tertentu, namun
Republika lebih kepada tujuan agar masyarakat mendapatkan informasi bahwa pelakunya sudah tertangkap dan telah ditindak oleh polisi. sehingga
diharapkan tidak ada aksi main hakim sendiri yang membuat konflik semakin berkepanjangan.
Tebel 5.3
Latar Informasi Kompas dan Republika Edisi 24 Juli 2015 Unsur diamati
Kompas Republika
Latar Informasi
Dalam pertemuan dengan 30 tokoh lintas agama,
Kamis 237, di Istana Negara, Jakarta, Presiden
Jokowi yang didampingi Wakil
Presiden Jusuf
Kalla beserta sejumlah menteri
mengatakan, selama
70 tahun
kemerdekan, bangsa
Indonesia berhasil
menjaga keselarasan
hidup bersama. …… Menurut
Yotje, dari
rekaman vidio
yang dimiliki
kepolisian, keduanya
terlihat memberikan
perintah kepada jemaat Gereja
Injil di Indonesia GIDI untuk menyerang umat
Islam
yang tengah
melakukan shalat Idul Fitri di lapangan Koramil
Karubaga. paragraf 3
Kapolri Jendral
Badrodin Haiti kemarin menjelaskan, insiden di
Tolikara bermula dari beredarnya surat dari
Badan Pekerja Wilayah Tolikara Gereja Injil di
Indonesia GIDI. Surat itu berisi larangan bagi
umat Islam agar tidak mengadakan shalat Idul
Fitri pada Jumat 177 di Tolikara. Alasannya,
pada
saat bersamaan
GIDI akan
melaksanakan seminar
dan KKR Kebaktian Kebangunan
Rohani Pemuda
GIDI Internasional.
….. paragraf 6
Latar informasi yang ditampilkan Kompas mengenai keberhasilan bangsa Indonesia selama 70 tahun dalam menjaga keselarasan hidup
ditengah perbedaan.Latar semacam ini digunakan sebagai argumen atau
fakta-fakta yang digunakan Kompas untuk menegaskan arah pembritaannya pada aspek perdamaian
Berbeda dengan Kompas, latar informasi yang ditampilkan oleh Republika mengajak masyarakat untuk lebih melihat dari sisi kronologis
tertangkapnya dua tersangka Tolikara.Selain itu Republika juga menggambarkan kronologis terjadinya insiden di Tolikara yang diawali dari
beredarnya surat larangan sholat ied oleh pihak GIDI kepada umat muslim di Tolikara. Republika secara tidak langsung mengarahkan pembaca untuk
berfikir bahwa anggota GIDI tidak memahami toleransi sehingga melarang umat muslim melaksanakan solat Ied.
Tebel 5.4
Kutipan Narasumber Kompas dan Republika Edisi 24 Juli 2015 Unsur diamati
Kompas Republika
Kutipan narasumber
“Peran semua pemuka agama ini sangat penting.
bangsa ini akan maju jika berhasil
menghapuskan sekat-sekat suku, ras, dan
agama.”….. Presiden
Jokowi. paragraf 3 “Betul, sudah ditangkap
pukul 17.00 WIT, saat ini sedang dibawa ke
Wamena,” kata Kapolda Papua Inspektur Jendral
Yotje Mende,
Kamis 237.” Ia mengatakan,
kedua tersangka tersebut berinisian HKdan JW.
paragraf 2
“Semua pihak harus menjungjung
tinggi konstitusi,
mempererat persatuan dan kesatuan
bangsa, juga menjaga kerukunan
dan kedamaiaan.
Media massa juga diimbau turut
menciptakan suasana
kondusif melalui
pemberitaan objektif, …”
tutur Said Aqil Ketua Umum PBNU Paragraf
7 “Kapolsek
Tolikara kemudian
lakukan negosiasi minta shalat
dilaksanakan sampai
pukul 08:00 WIT, tetapi masa tak mau kemudian
semakin banyak yang datang dan melempar
batu,” ujar Badrodin di kediaman Kepala BIN
Sutiyoso,
kemarin. paragraf 11
..... “Dalam situasi seprti ini,
isu-isu yangmemprovokasi, baik
di media sosial maupun layanan pesan singkat,
belum tentu benar. Jadi, masyarakat
jangan sampai
terprovokasi.” Kepala Polri Jendral Pol
Badrodin Haiti
“Buktinya masyarakat
yang ikut melempar itu menyesal karena enggak
tahu-menahu. Mereka
melempar saja, digiring- giring. Ini temuan tim
kami.” Ketua Majlis Syura
Komite Umat
untuk Tolikara, Didin Hafidhuddin
“Ada dasar dan alat bukti yang
cukup untuk
menetapkan mereka
sebagai tersangka. AK dan
JW diduga
melakukan perusakan,
kekerasan, penganiayaan, serta
penghasutan.” Ketua Komisi Informasi
Pusat, Abdulhamid
Dipopramono Dalam teks berita, Kompas mewawancarai empat narasumber,
presiden Joko Widodo, Ketua Umum PBNU KH. Said Aqil Siroj, Kapolri Badridin Haiti, dan Ketua Komisi Informasi Pusat Abdulhamid
Dipopramono. Dari keempat narasumber tersebut tiga diantaranya Presiden Jokowi, Ketua Umum PBNU KH Said Aqil Siroj, dan Kapolri
Badrodin Haiti berpandangan bahwa menjaga persatuan dan kesatuan serta kerukunan menjadi point penting yang harus dijunjung oleh semua pihak.
Sementara sumber Kompas yang menyatakan informasi tekait dua tersangka
Tolikara hanya
satu narasumber
yakni Abdulhamid
Dipopramono —ia bukan dari pihak kepolisian daerah Papua. Abdulhamid
ialah Ketua Komisi Informasi Pusat. Jika dilihat dari susunan kutipan narasumber dalam teks
Kompas.Sepuluh paragraf diisi oleh pandangan yang menilai bahwa insiden Tolikara ini harus dijadikan pelajaran untuk kedepannya, bahwa seharusnya
bangsa Indonesia mampu berdampingan dalam perbedaan serta menjunjung persatuan dan kesatuan serta persaudaraan.Hanya satu paragraf terakhir
yang menyatakan informasi terkait dua tersangka Tolikara yang telah ditetapkan pihak kepolisian.
Sekema semacam ini bukan hanya menempatkan pernyataan terkait informasi dua tersangka tersebut menjadi tidak mencolok, melainkan juga
menjadi minorotas diantara pandangan yang menghimbau untuk lebih menjaga persaudaraan dan perdamaian.Namun Kompas justru mengatakan
bahwa medianya selalu memberikan porsi yang berimbang dalam menempatkan setiap pernyataan narasumber dari semua pihak. Berikut
pernyataan dari pihak Kompas:
“Kita cenderung memilih narasumber yang pendekatannya perdamaian. Karena ini menyangkut masyarakat pasti pakar sosiologi yang
mengerti fenomena masyarakat, pejabat setempat, aparat yang terkait, pemerintah yang mewakili negara, tokoh-tokoh agama, pakar-pakar konflik
sosial, biasanya kita jadikan parameter untuk melihat sebagai narasumber. Intinya tidak akan memilih narasumber yang justru memprovokasi.
Biasanya juga ini kita berusah cover both side. Karena konflik ini antar agama, maka narasumbernya dari dua pihak. yakni dari tokoh agama umat
Islam dan tokoh agama umat Kristiani.”
106
Meski Kompas menyatakan demikian, namun pernyataan Kompas sulit untuk dibuktikan kebenarannya. Karena, dari analisis teks yang ada
justru hasilnya berbanding terbalik dari pernyataan pihak Kompas. Berbeda dengan teks berita Kompas, Republika mewawancarai tiga
orang narasumber Kapolda Papua Inspektur Jendral Yotje Mende, Kapolri Jendral Badrodin Haiti, dan Ketua Majelis Syura Komite Umat untuk
Tolikara Didin Hafidhuddin. Teks berita Republika terdiri dari 16paragraf. Paragraf awal hingga paragraf 12 dan paragraf 14-15berisi tentang
informasi penangkapan dua tersangka Tolikara dan kronologis konflik tolikara.Hanya satu paragraf akhir yang dinilai berbeda. Kalimat di paragraf
terakhir ini mengutip pernyataan Ketua Majelis Syura Komite Umat untuk Tolikara Didin Hafidhuddin yang mengatakan bahwa kesalahan terkait
insiden Tolikara tak bisa begitu saja ditimpakan kepada jemaat GIDI secara keseluruhan, terdapat pula masyarakat yang turut melempar dalam insiden
tersebut. Namun, menurut penulis pernyataan ini belum jelas, karena didalamnya tidak dicantumkan masyarakat mana yang dimaksud.Selain itu,
pada kalimat “Mereka lempar saja, digiring-giring,” kalimat inipun dirasa
106
Wawancara dengan Sutta Dharmasaputra, Wakil Redaktur Pelaksana Kompas, Jakarta 28 Desember 2015.
penulis belum jelas, karena Republika tidak mencantumakan siapa yang menggiring masyarakat untuk melakukan aksi pelemparan batu tersebut.
Justru dengan kalimat “tidak menyalahkan pihak GIDI sepenuhnya”, semakin mempertegas bahwa sebagian oknum GIDI benar-benar terlibat
dalam aksi peneyerangan tersebut. Ini jelas memberikan penilaian negatif terhadap pihak GIDI.
Tabel 5.5
Pernyataan Kompas dan Republika Edisi 24 Juli 2015 Unsur diamati
Kompas Republika
Pernyataan
Sementara itu, dari 31 orang yang diperiksa
menyusul insiden Tolikara pada Jumat
177 lalu, Polri menetapkan dua
tersangka dari kalangan Gereja Injil di Indonesia
GIDI di Tolikara sebagai tersangka.
paragraf 12 “Dari dua orang ini akan
kita kembangkan
kecalon tersangka
lainnya,” kata Yotje. paragraf 5
Pernyataan Kompas dan Republika sekilas tidak memiliki perbedaan.Kedua pernyataan tersebut mengandung arti bahwa sementara ini
dua orang telah ditetapkan sebagai tersangka. Namun, secara redaksional pernyataan tersebut berbeda, lihat pernyataan Kompas berikut:
Sementara itu, dari 31 orang yang diperiksa menyusul insiden Tolikara pada Jumat 177 lalu, Polri menetapkan dua tersangka
dari kalangan Gereja Injil di Indonesia GIDI di Tolikara sebagai tersangka.
Kemudian lihat pernyataan Republika berikut:
“Dari dua orang ini akan kita kembangkan kecalon tersangka lainnya
,” kata Yotje.
Pernyataan yang dibuat Kompas menyatakan dari jumlah calon tersangka yang banyak 31 orang, pihak kepolisian menetapkan dua
tersangka dari kalangan GIDI. Ini mengindikasikan bahwa Kompas seolah menekankan jumlah yang sedikit atas tersangka dari kalangan GIDI.Kompas
tak menjelaskan secara eksplisit dari kalangan mana yang belum ditetapkan sebagai tersangka, apakah 29 orang sisanya berasal dari kalangan GIDI atau
di luar kalangan GIDI.Selain itu, Kompas seolah mengkrucutkan jumlah bilangan, dari 31 orang baru dua orang yang ditetapkan sebagai tersangka.
Sebaliknya, Republika justru memberikan nada memperluas dan membesar-besarkan jumlah tersangka dengan mengutip pernyataan Kapolda
Papua Yotje Mende “Dari dua orang ini akan kita kembangkan kecalon tersangka lainnya
”. Ini mengindikasikan bahwa Republika ingin menonjolkan bagian ini dan menekankan kepada pembaca bahwa jumlah
tersangka di Tolikara sejatinya lebih dari dua, akan ada kemungkinan calon- calon tersangka baru.
Tabel 5.6
Penutup Kompas dan Republika Edisi 24 Juli 2015 Unsur diamati
Kompas Republika
Penutup Sementara itu, dari 31
orang yang
diperiksa menyusul
insiden Tolikara
pada Jumat
177 lalu,
polri menetapkan dua orang
dari kalangan Gereja Injil di Indonesia GIDI di
Tolikara
sebagai tersangka.
Didin Hafidhuddin
mengatakan, kesalahan
terkait Insiden Tolikara tak bisa begitu saja
ditimpakan kepada
jemaat GIDI
secara keseluruhan
…..
Dari table 4.6, Kompas menempatkan informasi terkait penetapan
tersangka perusakan pada bagian penutup. Bagian penutup merupakan bagian yang tidak dianggap sebagai aspek yang penting, berbanding terbalik
dengan lead. Artinya aspek Informasi terkait penetapan tersangka yang bersal dari kalangan GIDI ini tidak ditonjolkan atau dianggap tidak terlalu
penting. sehingga Kompas meletakan pada penutup. Tidak jauh berbeda dengan Kompas, Republika dalam penutupnya
juga nampak memeberikan pembelaan terhadap pihak GIDI, namun pembelaan ini diletakan di penutup sehingga aspek ini nampak sengaja tidak
ditonjolkan.
2. SKRIP
a. Kelengkapan Berita
Tabel 5.7
5W+1H Kompas dan Republika Edisi 24 Juli 2015 Who
siapa yang ditetapkan
sebagai
tersangka?
AK dan
JW, dari
kalangan Gereja Injil di Indonesia
GIDI di
Tolikara HK dan JW
When kapan
penangkapan itu
terjadi? __________________
Ditangkap pukul 17:00 WIT, Kamis 237
Where dimana
penangkap
tersebut terjadi? __________________
Dirumah masing-masing tersangka
Why mengapa
dua orang tersebut
ditetapkan sebagai
tersangka?
AK dan
JW diduga
melakukan perusakan,
kekerasan, penganiayaan, serta penghasutan.
Kedua orang tersebut dijadikan
tersangka karena
diduga memerintahkan
penyerangan ke lokasi shalat Id di Tolikara,
Jumat 177 lalu.
How
bagaimana ___________________
Masing-masing pelaku
ditangkap oleh personel
kronologi penangkapan
dua tersangka
tersebut?
polda Papua
dari rumahnya.
Kemudian kedua tersangka dibawa
ke Wamena
lebih dahulu.
Selanjutnya mereka
akan diterbangkan
ke Jayapura
untuk menjalani pemeriksaan.
Dari elemen skrip yang menjelaskan bagaimana wartawan mengisahkan sebuah peristiwa.Wartawan dapat mengisahkan suatu
peristiwa melalui kelengkapan 5W+1H. Dilihat dari sisi kelengkapan informasi terkait penetapan dua
tersangka Tolikara. Kompas membentuk sebuah pembingkaian yang menghasilkan kesan tertentu kepada pembaca dengan cara menghilangkan
unsur When, Where, dan How. Kompas tidak menceritakan kronologis penetapan dua tersangka tersebut.
Sejak awal memang Kompas mengarahkan pembaca untuk lebih mamahami pentingnya menjaga persaudaraan.Yang menjadi sorotan
Kompas ialah imbauan untuk pembaca agar menjaga persatuan dan kesatuan bangsa ketimbang mengarahkan pada informasi terkait penangkapan dua
tersangka tersebut. Sebaliknya, Republika menggunakan elemen skrip secara lengkap
terkait informasi
penengkapan dua
tersangka Tolikara.Republika
menjelaskan secara runtun kronologis penangkapan dua tersangka, mulai dari waktu, tempat, kondisi, serta alasan penangkapan dua tersangka
tersebut. Dengan memberikan alasan penangkapan dua tersangka tersebut
dapat memberikan gambaran kepada pembaca bahwa apa yang dilakukan tersangka merupakan pelanggaran terhadap hak kebebasan beribadah karena
menyerang umat yang hendak melaksanakan ibadah.
A. TEMATIK
a. Detail
Tabel 5.8
Detail Kompas dan Republika Edisi 24 Juli 2015 Unsur diamati
Kompas Republika
Paragraf
“Dalam kebinekaan itu, bangsa Indonesia bisa
bersatu, rukun, toleran, serta saling menghormati
dan menghargai. Oleh
karena itu,
……” presiden Joko Widodo
paragraf 6 “Dari dua orang ini kita
akan kembangkan
ke calon-calon
tersangka lainnya,” kata Yotje.
paragraf 5
“Semua pihak harus menjungjung
tinggi konstitusi,
mempererat persatuan dan kesatuan
bangsa, juga menjaga kerukunan
dan kedamaiaan.
Media massa juga diimbau…..”
KH. Said Aqil Siroj paragraf 7
“Kapolsek Tolikara
kemudian lakukan
negosiasi minta salat dilaksanakan
sampai pukul 08:00 WIT, tetapi
massa tak mau kemudian semakin banyak yang
datang dan melempar
batu,” ujar Badrodin Haiti paragraf 11
“Ada dasar dan alat bukti yang
cukup untuk
menetapkan mereka
sebagai tersangka. AW dan JW diduga melakuka
perusakan, kekerasan,
penganiayaan, serta
penghasutan.” Ketua
Komisi Informasi Pusat, Abdulhamid
Dpopramono Paragraf 12
…., Presiden
GIDI Dorman
Wandikmbo mengatakan
bahwa penembakan oleh aparat
itulah yang
sejatinya memicu pembakaran. Ia
mengungkapkan bahwa
yang diperotes
massa GIDI bukan pelaksanaan
shalat Id,
melainkan pengguaan
pengeras suara oleh jamaah shalat
Id. Paragraf 13
Dari teks berita Kompas dan Republika, elemen detail yang digunakan kedua media ini sangat nampak.Dalam teks berita Kompas,
pendapat Presiden Joko Widodo, KH. Said Aqil Siroj dan Kapolri Jenderal Badrodin Haiti terkait imbauan kepada masyarakat agar tetap menjaga
persaudaraan, persatuan dan kesatuan bangsa, serta imbauan untuk tidak terprovokasi diuraikan dengan detail yang panjang. Sementara pernyataan
yang mengungkapkan informasi terkait penetapan tersangka Tolikara diuraikan dengan detail yang kecil, yakni hanya satu paragraf dari total
keseluruhan 12
paragraf. Susunannya
pun diletakan
di akhir
paragraf.Dengan detailyang singkat, pembaca tidak mempunyai kesempatan untuk mengetahui lebih dalam informasi terkait penetapan dua tersangka
Tolikara tersebut.Pernyataan Ketua Komisi Informasi Pusat Abdulhamid Dipopramono terkait informasi penetapan dua tersangka Tolikara tidak
dilengkapi dengan kronologis kejadian secara jelas. Kompas hanya mengutip pernyataan singkat dari Abdulhamid Dipopramono sebagai
berikut: “Ada dasar dan alat bukti yang cukup untuk menentukan mereka
sebagai tersangka.AK dan JW diduga melakukan perusakan, kek
erasan, penganiayaan, serta penghasutan.” Detail yang ditampilkan Republika justru sebaliknya. Dari total
keseluruhan 16 paragraf, 5 paragraf awal berisi informasi penangkapan kedua tersangka Tolikara.Paragraf 6 sampai 12 berisi pernyataan Kapolri
Jenderal Badrodin Haiti terkait kronologis insiden Tolikara. Kemudian, diselingi dengan pernytaan Presiden GIDI Dorman Wandikmbo yang
menyanggah bahwa massa GIDI tidak melarang pelaksanaan shalat Id melainkan hanya melarang penggunaan pengeras suara oleh jamaat shalat
Ied. Pernyataan Dorman ini hanya diberikan ruang satu paragraf saja. Dengan detail yang pendek ini, pembaca tidak mempunyai kesempatan
untuk mempertimbangkan sebenarnya apa yang menjadi tuntutan kalangan GIDI sebelum insiden Tolikara itu terjadi.
b.
Koherensi
Tabel 5.9
Koherensi Kompas dan Republika Edisi 24 Juli 2015 Unsur diamati
Kompas Republika
Proposisi, Hubungan
antar kalimat Saat
ditanya seusai
pertemuan, ia berharap media massa tak lagi
membesar-besrkan peristiwa Tolikara agar
tak
semakin meluas.
“Apalagi, situasi di Tolikara sekarng sudah
kondusif,” katanya.
paragraf 9
“Kapolsek Tolikara
kemudian lakukan
negosiasi minta shalat dilaksanakan
sampai
pukul 08.00 WIT, tetapi massa tak mau kemudian
semakin banyak yang datang dan melempar
bat
u,” ujar Badrodin … paragraf 11
Sejauh ini,
menurut Imam
Masjid Baitul
Mutaqqin Ali Muchtar, umat Islam dan jemaat
GIDI sudah
sepakat untuk
berdamai di
Tolikara. Ia
meminta masyarakat
di luar
Tolikara tak memanas- manasi keadaan. Kendati
demikian ,
ia masih
mengharapkan jaminan
keamanan dari aparat. paragraf 14
Dari teks berita Kompas, pada paragraf sembilan terdapat pernyataan dari Said Aqil Siroj yang menyatakan bahwa kondisi di Tolikara
sudah kondusif.Kalimat pernyataan ini diawali dengan
kata“apalagi”.Kata
ini merupakan koherensi atau jalinan kata.Jenis jalinan kata ini disebut
koherensi penegasan, dimana kata “apalagi” ini menjadi penegas dari proposisi sebelumnya. Menurut penulis kalimata “apalagi, situasi di
Tolikara sekarang sudah kondusif
” menjadi penegasan atas imbauan yang dinyatakan Said Aqil Siroj kepada awak media untuk tidak membesar-
besarkan peristiwa di Tolikara. Kalimat ini memberikan kesan penguat bahwasannya tidak ada gunanya memperbesar masalah sedangkan kondisi
di Tolikara sendiri telah kondusif. Hal ini memperkuat arah pemberitaan Kompas yang menekankan aspek perdamaian.
Koherensi dalam teks berita Republika terdapat pada paragraf sebelas.Dalam pernyataan Kapolri Jenderal Badrodi Haiti saat menjelaskan
kronologis insid
en Tolikara, terdapat kata “tetapi”.Kata tersebut termasuk dalam jenis koherensi pertentangan.Kata “tetapi” dalam kalimat ini
menghubungkan fakta dari dua proposisi yang bertentangan.Proposisi pertama, Kapolsek yang menginginkan adanya kesepakatan melalui
negosiasi. Proposisi kedua, massa yang menolak dan langsung melempari batu. Dua fakta ini bertentangan, namun keduanya dihubungkan dengan kata
“tetapi”. Kutipan dalam teks Republika semacam ini menggambarkan
kepada khalayak bahwa massa yang dimaksud dalam teks tersebut tidak
menginginkan adanya negosiasi. posisi kata “tetapimassa tak mau