Bagian bab ini akan dibahas secara mendalam dan terperinci Bab penutup dari berbagai sub bab yang terdapat dalam
dalam menyebarkan informasi. Pada umumnya persebaran konstruksi sosial media massa menggunakan model satu arah. Dimana media berkuasa penuh
terhadap penyebar informasi dan penonton atau pembaca tidak memiliki pilihan selain mengonsumsi informasi tersebut. Selanjutnya, tahap
pembentukan konstruksi realitas, yang terdiri atas pembentukan konstruksi realitas, pembentukan konstruksi citra. Tahapan terakhir mengkonfirmasi,
tahapan ini ketika media massa maupun pembaca memberi argumentasi dan akuntabilitas terhadap pilihannya untuk terlibat dalam pembentukan
konstruksi.
22
Realitas yang ditampilkan oleh media pada dasarnya merupakan hasil konstruksi media itu sendiri. Realitas dalam media massa dikonstruksi
dengan melalui tiga tahap, yaitu tahap konstruksi realitas pembenaran, kesediaan dikonstruksi oleh media massa dan sebagai pilihan konsumtif.
Pertama, konstruksi realitas pembenaran merupakan realitas yang dikonstuksi media massa dan apa yang disajikan di media massa seluruhnya diangap
sebagai suatu kebenaran. Kedua, tahap kesediaan dikonstruksi oleh media massa, kesediaan khalayak menjadi konsumen media. ketiga, tahap pilihan
konsumtif, yaitu ketergantungan individu terhadap media.
23
2.Framing Zhongdang Pan dan Gerald M. Kosicki
Gagasan mengenai framing pertama kali dikemukakan oleh Beterson tahun 1995. Saat itu, framing dimaknai sebagai struktur konseptual atau
perangkat kepercayaan yang mengorganisir pandangan politik, kebijakan,
22
Burhan Bungin, Sosiologi Komunikasi, h. 195-197.
23
Burhan Bungin, Sosiologi Komunikasi, h.212-213.
dan wancana, serta yang menyediakan ketegori-kategori standar untuk mengapresiasi realitas. Kemudian konsep ini dikembangkan lebih jauh oleh
Erving Goffman pada 1974, yang mengandaikan frame sebagai kepingan- kepingan prilaku strip of behavior yang membimbing individu membaca
realitas.
24
Dalam perspektif komunikasi, analisis framing dipakai untuk membedah cara-cara atau ideologi media saat mengkonstruksi fakta.
Analisis ini mencermati strategi seleksi, penonjolan, dan pertautan fakta ke dalam berita agar bermakna, lebih menarik, lebih berarti atau lebih diingat,
untuk menggiring interpretasi khalayak sesuai perspektifnya.
25
Dari pemahaman tersebut dapat diartikan bahwasaanya framing ialah suatu
pendekatan untuk mengetahui dan memahami bagaimana wartawan saat memproduksi berita, yakni bagaimana wartawan menyeleksi dan
menuliskan berita. Cara pandang tersebut akhirnya menentukan mana fakta yang akan diambil, mana bagian yang akan ditonjolkan atau sembunyikan,
serta hendak dibawa kemana berita tersebut.
26
Kerenanya, berita menjadi manipulatif dan bertujuan mendominasi keberadaan subjek sebagai sesuatu
yang legitimate, objektif, alamiah, wajar, atau tak terelakan.
27
24
Alex Sobur, Analisis Teks Media: Suatu Pengantar untuk Analisis Wacana, Analisis Semiotik dan Analisis Framing, h. 161-162.
25
Alex Sobur, Analisis Teks Media: Suatu Pengantar untuk Analisis Wacana, Analisis Semiotik dan Analisis Framing, h, 162.
26
Bimo Nugroho, Eriyanto, Frans Sudiarsis, Politik Media Mengemas Berita, Jakarta: ISAI, 1999, h. 21.
27
Teguh Irawan, Media Surabaya Mengaburkan Makna, Jakarta: Pantau Edisi 9, 2000, h. 65-73.