7
C. Manfaat Penelitian
Penulis berharap hasil penelitian ini dapat melengkapi studi-studi yang sudah ada, terutama terkait dengan sejarah arsitektur. Artinya, skripsi ini bisa
menjadi rujukan bagi akademisi yang ingin mengambil kajian tentang benda- benda cagar budaya, khususnya masjid dan budaya Jawa pada umumnya.
Sebagai pemacu sejarawan muslim khususnya dan generasi muda pada umumnya, yang akan meneliti tentang Sejarah Islam Lokal Indonesia,
terutama yang terkait dengan benda-benda cagar budaya, seperti masjid baik dari segi arsitektur maupun dari segi budaya Jawa.
D. Metode Penelitian
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian sejarah, dengan menggunakan pendekatan bersifat deskriptif
analisis. Metode historis merupakan proses menguji dan menganalisa secara kritis rekaman dan peninggalan masa lampau.
15
Sejarawan Indonesia yang bernama Sartono Kartodirjo menyatakan bahwa terjadinya peristiwa sejarah
dilatarbelakangi beberapa faktor penyebab, jadi ada banyak aspek yang perlu dilihat mengapa suatu peristiwa itu terjadi.
16
Penulis menggunakan pendekatan ilmu sejarah digunakan untuk memaparkan tiap proses dalam peristiwa sejarah berdasarkan kronologis
waktu. Selain itu, pada penelitian ini juga menggunakan pendekatan arkeologi dan sosio-antropologi. Pendekatan arkeologi digunakan untuk memahami
15
Louis Gottschalk, Mengerti Sejarah. Terj: Nugroho Notosusanto Jakarta: UI Press, 1983, hlm. 32.
16
Sartono Kartodirjo, Pendekatan Ilmu Sosial dalam Metodelogi Sejarah, Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 1992, hlm. 4-5 dan hlm. 144-156.
8
segala hal yang berhubungan dengan fisik masjid, terutama masalah struktur bangunan beserta maknanya. Pada pendekatan ini arkeologi perspektif
budaya merupakan sarana untuk melihat bentuk fisik, yang diperlihatkan pada sebuah hasil karya masyarakat dalam tradisi Jawa,
17
yaitu masjid. Sedangkan pendekatan sosio-antropologi digunakan sebagai acuan
pandangan tentang bagaimana alam pikiran penguasa dan rakyat Jawa pada masa itu dan bagaimana perkembangan peradabannya, akan sebuah bangunan
fisik religius sebagai bagian dari perikehidupan dan tranformasi rakyat Jawa, seperti hal masalah tata busana, arsitektur, etiket dan lain-lain.
18
Masjid Pathok Negoro berasal dari dua bahasa dan tiga akar kata yang berbeda, kata masjid berasal dari akar kata bahasa Arab. Kata dasar
masjid berasal dari kata kerja sajada
yang berarti bersujud dan menyembah kepada Allah atau Tuhan Semesta Alam, yang mana akar kata tersebut
mengalami perubahan makna dan pengucapan kata dalam ilmu sintaksis bahasa Arab ilmu sharaf menjadi kata benda atau ism makaan atau
penetapan tempat. Sehingga, kata sajada berubah menjadi kata masjid yang berarti “tempat bersujud” atau “menyembah Allah”.
19
Kata masjid merujuk pada penyebutan tempat ibadah bagi umat Islam. Dalam Bahasa Indonesia
kata masjid ini dicerap begitu saja tanpa adanya perubahan-perubahan berarti dalam penyebutan maupun penulisan kata masjid.
20
17
Handinoto, Arsitektur dan Kota-kota di Jawa Pada Masa Kolonial, Yogyakarta: Graha Ilmu, 2010, hlm. 110.
18
Jakob Sumardjo, Arkeologi Budaya Indonesia, Pelacakan Hermeneutis-Historis Terhadap Artefak-artefak Kebudayaan Indonesia, Yogyakarta: Penerbit Qalam, 2002, hlm.
66.
19
A. W. Munawwir, Kamus Al-Munawwir Arab-Indonesia, Yogyakarta: Pustaka Progresif, 1984, hlm. 650
20
Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka, 1990, hlm. 579