Kondisi Sosial–Budaya GAMBARAN UMUM

32 menghapus tanah-tanah tersebut jika tidak ada ketetapan pada masa sebelumnya dalam Indische Staatregeeling tertanggal 2 September 1854 M pasal 129. Ada beberapa kriteria desa yang wajib membayar pajak, yang ditentukan oleh banyaknya penduduk yang mendiami suatu batas desa tertentu dalam satu kawedanan. 68 Kebanyakan para penduduk Jawa di pedalaman adalah petani, yang menggantungkan hidupnya pada tanah pertanian. 69 Adanya ikatan vertikal ini dalam pembagian masyarakat desa, maka kesetiaan abdinya dapat diukur oleh kebaikan tuannya. 70 Pada hal ini tuannya adalah pemimpin Masjid Plosokuning. Masalah pakaian dan bentuk rumah rakyat Jawa juga diatur sedemikian rupa, begitu pula masalah tingkatan bahasa, yang bentuk-bentuk feoadalisme dan strata sosial yang berkembang pada zaman itu. 71 Pengaruh agama Hindu dan Budha dalam Islam di Jawa, mengakibatkan tumbuh suburnya legenda mistik seperti akan adanya Ratu Adil yang akan menyelamatkan keadaan mereka dari kesengsaraan. Masyarakat yang kebanyakan golongan abangan menganggap bahwa legenda yang ada pada keberadaan dan peninggalan benda orang-orang hebat, dengan mempersonifikasikan hal itu dalam sifat-sifat kemuliaan dan kekeramatan orang tersebut, dengan harapan kebaikan orang tersebut akan berguna bagi orang dan wilayah di sekitarnya seperti para kaum atau kaum santri yang 68 Bayu Surianingrat, Pemerintahan Administrasi Desa dan Kelurahan, Jakarta: Rineka Cipta, 1992, hlm.71 dan 86. 69 Onghokham, Rakyat dan Negara Jakarta: LP3ES, 1991, hlm. 64-65. 70 A.M. Djuliati Suroyo, “Politik Eksploitasi Kolonial dan Perubahan Ekonomi di Indonesia, dalam: Indonesia Dalam Arus Sejarah, Kolonisasi dan Perlawanan, Jakarta: Ichtiar Baru Van Hoeve dan Kementrian Pariwisata dan Kebudayaan RI, 2012, hlm. 134-135. 71 Djoko Soekiman, Kebudayaan Indis, dari Zaman Kompeni Sampai Revolusi, Jakarta: Komunitas Bambu, 2011, hlm. 139, 115. 33 merupakan representasi keagamaan orang Jawa kebanyakan. 72 Pada peristiwa-peristiwa besar yang melibatkan mereka rakyat Jawa, mitos tersebut selalu dihubung-hubungkan dengan kehidupan mereka. 73 Sunan dan sultan selalu dihubungkan dengan kekuatan gaib, terutama dikatakan bahwa mereka mempunyai hubungan khusus dengan penguasa Laut Selatan, Nyi Roro Kidul sejak zaman Sultan Agung. 74 Kraton adalah simbol dan pusat dari kebudayaan Jawa, makin jauh dari kraton maka makin jauh dan makin pudar pula cerminan budaya yang terpancar dan muncul dari dalam kraton, 75 oleh sebab itu setiap raja berusaha untuk mencitrakan dan selalu berusaha membawa sejauh mungkin hasil-hasil yang telah dia ciptakan untuk rakyatnya. 76 Oleh karena itu diciptakanlah mitos di dalam ingatan kolektif rakyat. Fungsi mitos sendiri adalah untuk menyediakan rasa dan makna hidup, yang membuat orang yang bersangkutan akan merasa bahwa hidupnya tidak akan sia-sia, hal itu juga merupakan tonggak ketahanan fisik dan mental dengan keyakinan akan harapan untuk menggapai suatu tujuan di masa depan. Mitos kemudian oleh masyarakat dipersamakan dalam lambang dan simbol Islam,yang dimaknai sebagai jalan untuk mendekatkan diri pada Tuhan. 77 72 Sukanto, Kepemimpinan Kiai Dalam Pesantren Jakarta: LP3ES, 1999, hlm.88. 73 Taufik Abdullah, “Dari Sejarah Lokal ke Kesadaran Nasional: Beberapa Problematika Metodologis” dalam T. Ibrahim Alfian ed., Dari Babad dan Hikayat Sampai Sejarah Kritis, Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 1992, hlm. 253. 74 Babad Sultan Agung, terj. Tim Balai Bahasa Yogyakarta, Yogyakarta: Balai Bahasa Yogyakarta, 1989, hlm. 92. 75 Kuntowijoyo, Raja, Priyayi dan Kawulo, Yogyakarta: Ombak, 2009, hlm. 21. 76 Denys Lombard, Nusa Jawa Silang Budaya 3: Warisan Kerajaan-kerajaan Konsentris, terj. Winarsih Partaningrat Arifin, dkk. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama bekerjasama dengan Forum Jakarta-Paris dan Ecole francaise d ’Extreme-Orient, 2005, hlm. 153. 77 Nurcholis Madjid, Islam Agama Peradaban, Membangunan Makna dan Relevansi Doktrin Islam Dalam Sejarah, Jakarta: Paramadina, 2000, hlm. 177-179. 34 Pada Perang Diponegoro, simbol-simbol tersebut diwujudkan dengan bentuk perlawanan, pada orang kafir yang terwujud dalam bentuk kelompok tertentu seperti pada golongan Tionghoa dan Belanda, yang selalu menyusahkan kehidupan mereka, dalam penarikan pajak gerbang tol dan aktivitas perdagangan candu mereka yang merusak. 78 Keputusan pemerintah kolonial yang melarang penyewaan tanah kepada pengusaha Eropa di Jawa pada tahun 1824, mengakibatkan banyak para bangsawan dan tuan tanah yang jatuh miskin, sebab uang sewa yang telah mereka terima sudah habis dan tidak dapat mengembalikannya dan ini juga menjadi salah satu pemicu perang. Masyarakat Plosokuning pada masa modern tidaklah tergantung pada kraton sebagai pusat sumber kehidupan, namun Kraton Yogyakarta tetap didudukkan sebagai simbol saja. Sebagai masyarakat bebas, kebanyakan penduduk di sekitar masjid berprofesi sebagai pedagang dan pengusaha, terutama di lingkungan santri, 79 sedangkan sebagian besar penduduk di luar lingkungan tersebut, memang masih banyak yang berprofesi sebagai petani. Pada waktu-waktu tertentu mereka semua berkumpul untuk menyelenggarakan acara khusus, baik dalam bentuk tradisi seperti kendurian ataupun acara keagamaan yang sifatnya lokal maupun global, seperti acara tahlilan, haul ulama pendiri yang telah wafat ataupun perayaan maulid Nabi Muhammad atau hari-hari besar Islam lainnya. 78 Peter Carey, Orang Cina, Bandar Tol dan Perang Jawa, Perubahan Persepsi Tentang Cina 1755-1825, terj. Tim Komunitas Bambu, Jakarta: Komunitas Bambu, 2008, hlm.81-82. 79 Surjomihardjo, Kota Yogyakarta Tempo Doeloe, hlm. 40. 35 Pendidikan dalam Islam adalah sebagai obat bagi ketertinggalan dan prosesnya harus dilakukan dengan benar sesuai tuntutan zaman. 80 Pendidikan Islam dalam hal ini adalah pendidikan Islam yang ada di Masjid Pathok Negoro Plosokuning yang juga telah berdiri sebuah pondok pesantren. 80 L. Stoddard, Dunia Baru Islam, terj. R. Roeslan, Jakarta: tanpa penerbit, 1966. hlm. 64. 36 BAB III KONSTRUKSI ARSITEKTUR

A. Tata Peletakan Struktur Masjid

Secara umum struktur masjid terdiri dari dua bagian utama, yaitu: bagian dalam dan bagian luar. 81 Secara detail, penjabaran tentang bagian- bagian itu dijelaskan di bawah ini: 1. Bagian Dalam Bagian utama adalah sebuah bagian di dalam masjid yang dikhususkan untuk aktifitas terbatas, berupa aktifitas ibadah semata, semisal sholat, meng aji dan i’tikaf. Selain aktifitas tersebut, dilakukan di luar bagian utama. Bagian utama terbagi menjadi tiga bagian, yang masing-masing bagian mempunyai batasnya tersendiri. Bagian utama masjid, sebagai tempat yang hanya ditujukan untuk aktifitas ibadah semata seperti sholat dan pelaksanaan ibadah yang membutuhkan khutbah. Bagian ini terdiri dari tiga bagian, yaitu, mihrab pengimaman, mimbar dan ruangan utama sholat. Batas bagian utama masjid dengan bagian serambi, dibatasi oleh sebuah dinding keliling, jendela berteralis kayu kecuali jendela di bagian barat dan pintu kayu. Bagian utama masjid dinaungi oleh atap tajug bertingkat dua. Pada bagian utama masjid, terhubung dengan sebuah jalan masuk dari bagian serambi masjid, di bagian utara dan selatan, jalan masuk tidak dibatasi oleh pintu, sedangkan di bagian timur, diberi oleh tiga pintu 81 Bagian-bagian masjid kuno di Jawa, umumnya terdiri dari dua bagian, yaitu: bagian dalam masjid dan bagian luar masjid. 37 kayu sebagai pembatas jalan masuk. Adapun penjelasannya keempat bagian tersebut adalah: A. Mihrab Mihrab adalah ruangan kecil yang dikhususkan untuk imam memimpin sholat. Berbentuk lengkung four centred 82 dengan sebuah jendela kecil di tengahnya. Bagian ini letaknya paling depan dan paling barat dari bagian dalam masjid. Bagian luar ruangan mihrab, langsung berhadapan dengan bagian makam yang dibatasi oleh dinding. Bagian makam langsung dapat dilihat dari sebuah jendela yang berada persis di depannya. B. Ruang Shalat Ruangan untuk sholat adalah ruangan utama dalam masjid yang berbentuk bujur sangkar. Ruangan ini dikhususkan untuk sholat laki-laki, I’tikaf maupun mengaji. Ruangan ini berbatasan dengan mihrab, mimbar dan pawestren. Di ruangan ini pembatas-pembatasnya ke bagian serambi berupa dinding, pintu dan teralis kayu. C. Mimbar Bagian ini terletak agak ke sebelah kanan utara. Sebuah ruangan kecil yang sangat khusus di bagian dalam masjid, untuk khatib menyampaikan khutbah. Selain itu juga digunakan untuk para penceramah yang memberikan tausiyah jika ada perayaan hari-hari besar Islam yang diselenggarakan oleh pengurus masjid. Mimbar ini dilengkapi dengan sebuah tongkat yang dipakai khatib ketika memberikan khotbah. Ornamen pada mimbar ini terdapat pada bagian pegangan 82 Four centred adalah bentuk lengkung yang memiliki sudut semu pada kedua sisinya.

Dokumen yang terkait

125847 AKJ 2008 08 27 Masjid Pathok Negoro Ploso Kuning

0 0 1

141650 AKJ 2009 08 31 Masjid Pathok Negoro Ploso Kuning

0 0 1

094935 AKJ 2006 10 04 Masjid Pathok Negoro Ploso Kuning

0 0 1

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Identitas Komunitas Masjid di Era Globalisasi Studi pada Komunitas Masjid Pathok Negoro Plosokuning Keraton Yogyakarta D 762008001 BAB I

0 1 25

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Identitas Komunitas Masjid di Era Globalisasi Studi pada Komunitas Masjid Pathok Negoro Plosokuning Keraton Yogyakarta D 762008001 BAB II

0 0 84

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Identitas Komunitas Masjid di Era Globalisasi Studi pada Komunitas Masjid Pathok Negoro Plosokuning Keraton Yogyakarta D 762008001 BAB III

0 1 31

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Identitas Komunitas Masjid di Era Globalisasi Studi pada Komunitas Masjid Pathok Negoro Plosokuning Keraton Yogyakarta

0 0 28

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Identitas Komunitas Masjid di Era Globalisasi Studi pada Komunitas Masjid Pathok Negoro Plosokuning Keraton Yogyakarta

0 0 6

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Identitas Komunitas Masjid di Era Globalisasi Studi pada Komunitas Masjid Pathok Negoro Plosokuning Keraton Yogyakarta

0 0 14

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Identitas Komunitas Masjid di Era Globalisasi Studi pada Komunitas Masjid Pathok Negoro Plosokuning Keraton Yogyakarta

0 0 15