AKTIVITAS ANTIOKSIDAN EKSTRAK DAN FRAKSI EKSTRAK

D. AKTIVITAS ANTIOKSIDAN EKSTRAK DAN FRAKSI EKSTRAK

DAUN DAN RANTING JARAK PAGAR Antioksidan merupakan sebuah substansi yang dapat melindungi sel tubuh dari radikal bebas dengan cara memperlambat atau mencegah substansi lain teroksidasi oleh radikal bebas. Oksidasi ialah proses kimia yang melibatkan transfer elektron dari suatu substansi ke agen pengoksidasi. Reaksi oksidasi dapat membentuk radikal bebas dan merusak sel. Antioksidan menghambat reaksi oksidasi dengan cara mengikat radikal bebas dan molekul yang sangat reaktif. Keberadaan senyawa antioksidan dalam suatu bahan dapat dideteksi dengan melakukan uji aktivitas antioksidan. Uji aktivitas antioksidan pada penelitian kali ini dilakukan dengan metode uji DPPH. Senyawa 1,1-diphenyl-2-picrylhydrazyl DPPH merupakan radikal bebas yang sering digunakan untuk mengevaluasi aktivitas antioksidan beberapa senyawa atau ekstrak bahan alam Rakesh et al. 2010, Suratmo 2009. Senyawa DPPH menerima elektron atau radikal hidrogen akan membentuk molekul diamagnetik yang stabil. Interaksi antioksidan dengan DPPH baik secara transfer elektron atau radikal hidrogen pada DPPH akan menetralkan karakter radikal bebas dari DPPH Suratmo 2009. Metode uji aktivitas antioksidan menggunakan radikal bebas DPPH dipilih karena metode ini merupakan metode yang sederhana, cepat, dan mudah untuk skrining aktivitas penangkapan radikal beberapa senyawa. Selain itu metode ini terbukti akurat, reliabel, dan praktis. Radikal DPPH memiliki absorbansi yang kuat pada panjang gelombang maximal 517 nm dan berwarna ungu gelap. Setelah bereaksi dengan senyawa antioksidan, DPPH tersebut akan tereduksi dan warnanya berubah menjadi kuning. Perubahan tersebut dapat diukur dengan spektrofotometer dan diplotkan terhadap konsentrasi Ordon et al. 2006. Antioksidan pembanding yang digunakan pada penelitian ini adalah vitamin C. Larutan vitamin C dibuat dengan konsentrasi 4, 6, 8, 10, 12, dan 20 ppm. Sementara itu bahan uji berupa ekstrak dan fraksi ekstrak daun dan ranting jarak pagar dibuat dalam tujuh tingkatan konsentrasi yaitu 4, 6, 8, 10, 12, 16, dan 20 ppm. Uji dilakukan dengan dua kali pengulangan. Uji aktivitas antioksidan menggunakan radikal DPPH pada berbagai konsentrasi memberikan hasil yang positif terbukti dengan adanya aktivitas antioksidan yang dapat mereduksi warna ungu dari larutan DPPH pada semua konsentrasi uji ekstrakfraksi ekstrak daun dan ranting Jatropha curcas Linn. Reduksi terhadap warna ungu DPPH terukur dari nilai absorbansi sampel yang lebih rendah dibandingkan blangko. Melalui perhitungan seperti yang terlihat pada Lampiran 4 maka diperolehlah nilai persen penghambatan persen daya antioksidan dari sampel seperti yang tertera pada Gambar 10. 31 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 4 6 8 10 12 16 20 Daya Antioksidan Konsentrasi ppm Ekstrak Kasar Etanol Air Etil Asetat Ekstrak Kasar Maserasi Gambar 10. Hasil uji aktivitas antioksidan ekstrak dan fraksi ekstrak daun dan ranting jarak pagar Persen penghambatan adalah kemampuan suatu bahan untuk menghambat aktivitas radikal bebas yang berhubungan dengan konsentrasi bahan tesebut Andayani et al. 2008. Pada Gambar 10 terlihat bahwa persen penghambatan terhadap radikal bebas persentase daya antioksidan teramati mulai dari konsentrasi sampel terendah yaitu 4 ppm. Persentase penghambatan ini terus naik hingga konsentrasi 16 ppm dan mulai stabil pada konsentrasi sampel 20 ppm. Dari keseluruhan sampel, aktivitas antioksidan tertinggi dimiliki oleh ekstrak kasar hasil metode maserasi. Hal ini menunjukkan bahwa ekstraksi tanpa menggunakan panas mengakibatkan lebih banyak terekstraknya zat-zat yang memiliki efek antioksidan. Sedangkan untuk sampel yang diperoleh dari hasil ekstraksi menggunakan metode soxhlet, aktivitas antioksidan tertinggi terdapat pada fraksi etil asetat, diikuti dengan ekstrak kasar lalu fraksi etanol air. Berdasarkan hasil yang didapat pada penelitian ini, aktivitas antioksidan untuk semua jenis sampel uji tergolong tinggi. Fraksi etil asetat yang memiliki aktivitas antioksidan tertinggi diantara sampel hasil metode ekstraksi soxhlet lainnya mulai menunjukkan kemampuannya untuk menghambat radikal bebas sejak konsentrasi 4 ppm dengan nilai penghambatan sebesar 27.751. Nilai ini terus naik menjadi 37.16 pada 6 ppm, 50.32 pada 8 ppm, 61.00 pada 10 ppm, 78.23 pada 12 ppm, dan 91.96 pada 16 ppm. Adapun pada konsentrasi 20 ppm, nilai penghambatannya mulai stabil yaitu berada pada kisaran 90.90. Hal ini sesuai dengan hasil analisis statistika yang menunjukkan bahwa pengaruh konsentrasi berbeda nyata pada tingkat konsentrasi 4, 6, 8, 10, 12, dan 16 ppm. Namun tidak berbeda nyata antara tingkat konsentrasi 16 dan 20 ppm. Sehingga dapat dikatakan pada tingkat konsentrasi 16 dan 20 ppm, aktivitas penghambatan yang dihasilkan mulai stabil. Sementara itu, fraksi etanol air yang menunjukkan aktivitas antioksidan terendah bila dibandingkan dengan kedua sampel hasil metode ekstraksi soxhlet lainnya, juga mulai menunjukkan aktivitas penghambatan terhadap radikal bebas sejak konsentrasi uji 4 ppm yang berarti aktivitas antioksidannya pun tergolong tinggi. Pada konsentrasi 4 ppm, besar persentase penghambatan yang dimiliki oleh fraksi ini sebesar 11.48. Nilai ini terus meningkat seiiring bertambahnya konsentrasi uji yaitu 22.89 pada 6 ppm, 30.78 pada 8 ppm, 37.40 pada 10 ppm, 51.12 pada 12 ppm, 84.75 pada 16 ppm, dan mulai stabil pada 20 ppm dengan nilai 32 89.12. Adapun untuk ekstrak kasar hasil metode maserasi yang memiliki aktivitas antioksidan tertinggi diantara semua sampel uji, juga menunjukkan hal yang secara umum sama. Sampel ini mulai menunjukkan aktivitas penghambatan sejak konsentrasi uji terendah sebesar 26.97 dan semakin meningkat seiring meningkatnya konsentrasi hingga mencapai nilai 93.19 pada konsentrasi 20 ppm. Apabila dibandingkan dengan penelitian terdahulu mengenai jarak pagar, hasil penelitian kali ini menunjukkan aktivitas yang jauh lebih baik. Penelitian yang dilakukan oleh Windarwati 2011 menunjukkan bahwa nilai penghambatan sebesar 79.20 dari ekstrak kasar daun dan ranting jarak pagar yang diekstraksi dengan pelarut metanol didapat pada konsentrasi ekstrak sebesar 100 ppm. Konsentrasi ini jauh lebih tinggi dari konsentrasi ekstrak yang dipakai pada penelitian ini. Hal tersebut mengindikasikan bahwa aktivitas antioksidan pada penelitian sebelumnya oleh Windarwati 2011 jauh lebih rendah bila dibandingkan dengan penelitian saat ini. Begitu pula pada fraksi etil asetat daun dan ranting jarak pagar. Aktivitas penghambatan sebesar 60.18 didapat dengan konsentrasi fraksi ekstrak sebesar 100 ppm. Sementara pada penelitian ini, aktivitas penghambatan yang lebih besar yaitu 92.96 didapat dengan menggunakan konsentrasi fraksi ekstrak yang jauh lebih rendah yaitu sebesar 16 ppm saja. Sedangkan bila dibandingkan dengan besar persen penghambatan daya antioksidan pembanding yaitu vitamin C, nilai penghambatan fraksi etil asetat dan ekstrak kasar hasil metode maserasi menunjukkan hasil yang lebih baik. Nilai penghambatan oleh vitamin C yaitu sebesar 8.77 pada konsentrasi 4 ppm, 28.79 pada 6 ppm, 41.47 pada 8 ppm, 56.86 pada 10 ppm, 73.21 pada 12 ppm dan stabil di 94.92 pada konsentrasi 20 ppm. Hasil analisis statistika yang diperoleh menunjukkan bahwa faktor tingkat konsentrasi dan jenis ekstrak memiliki p-value sebesar 0.0001. Nilai ini kurang dari 0.05 sehingga dapat dikatakan bahwa baik tingkat konsentrasi maupun jenis ekstrak berpengaruh nyata terhadap respon besarnya nilai persen penghambatanaktivitas antioksidan. Analisis statistika juga menunjukkan bahwa antara tiap jenis ekstrak yang berbeda berpengaruh nyata terhadap respon aktivitas antioksidan, kecuali pada fraksi etil asetat dan ekstrak kasar maserasi yang menunjukkan perbedaan respon yang tidak berpengaruh nyata tidak berbeda secara signifikan. Selain dari nilai persentase penghambatan terhadap radikal bebas, tinggi atau rendahnya aktivitas antioksidan suatu zat juga dapat dilihat dari nilai IC 50 -nya. Inhibitory Concentration IC 50 adalah konsentrasi suatu zat antioksidan yang dapat menyebabkan 50 DPPH kehilangan karakter radikal atau konsentrasi suatu zat antioksidan yang memberikan persen penghambatan sebesar 50 Suratmo 2009. Semakin kecil nilai IC 50 berarti aktivitas antioksidannya semakin tinggi Molyneux 2004. Nilai IC 50 ini didapat dengan cara memplotkan konsentrasi sampel uji dengan nilai persen penghambatannya. Setelah itu ditarik sebuah garis linear dan dicari konsentrasi zat yang dapat menyebabkan persen penghambatan sebesar 50. Pada penelitian kali ini, nilai persen penghambatan yang diplotkan hanyalah nilai persen penghambatan pada konsentrasi 4, 6, 8, 10, dan 12 ppm dikarenakan masih menunjukkan hasil yang cukup linear. Perhitungan nilai IC 50 sampel uji dan vitamin C dapat dilihat pada Lampiran 5. Adapun regresi linear sampel uji dapat dilihat pada Gambar 11. Sedangkan nilai IC 50 sampel dan vitamin C terdapat pada Tabel 6. 33 y = 5.960x ‐ 6.475 R² = 0.979 10 20 30 40 50 60 70 80 5 10 15 Daya Antioksidan Konsentrasi ppm y = 4.688x ‐ 6.778 R² = 0.985 10 20 30 40 50 60 5 10 15 Daya Antioksidan Konsentrasi ppm y = 6.240x + 0.972 R² = 0.989 20 40 60 80 100 5 10 15 Daya Antioksidan Konsentrasi ppm y = 6.999x ‐ 0.245 R² = 0.992 20 40 60 80 100 5 10 15 Konsentrasi ppm Daya Antioksidan c Gambar 11. Aktivitas antioksidan ekstrak kasar soxhlet a, fraksi etanol air b, fraksi etil asetat c, ekstak kasar maserasi d, dan vitamin C e pada konsentrasi 4-12 ppm Tabel 6. Nilai IC 50 sampel dan vitamin C a b Jenis Ekstrak Persamaan Regresi R 2 IC 50 ppm Ekstrak Kasar Maserasi y = - 0.2458 + 6.9994 x 0.9929 7.2 Etil Asetat y = 0.9724 + 6.2401 x 0.9895 7.8 Vitamin C y = - 20.96 + 7.8475 x 0.9958 9.0 Ekstrak Kasar Soxhlet y = - 6.475 + 5.9609 x 0.9792 9.5 Etanol Air y = - 6.7782 + 4.6889x 0.9859 12.1 d y = 7.847x ‐ 20.96 R² = 0.995 10 20 30 40 50 60 70 80 5 10 15 Daya Antioksidan Konsentrasi ppm e 34 Pada Tabel 6 terlihat bahwa ekstrak kasar hasil maserasi dan fraksi etil asetat memiliki nilai IC 50 yang lebih kecil dibandingkan dengan nilai IC 50 vitamin C. Hal ini berarti baik ekstrak kasar hasil maserasi maupun fraksi etil asetat memiliki aktivitas antioksidan yang lebih tinggi dibandingkan vitamin C selaku pembanding karena pada konsentrasi yang lebih kecil kedua ekstrak ini sudah mampu memberikan efek penghambatan sebesar 50. Nilai IC 50 terkecil dimiliki oleh ekstrak kasar hasil maserasi dengan nilai 7.2 ppm, diikuti oleh fraksi etil asetat dengan nilai 7.8 ppm, vitamin C 9.0 ppm, ekstrak kasar hasil soxhlet 9.5 ppm, dan fraksi etanol air 12.1 ppm. Menurut Molyneux 2004, suatu senyawa dikatakan sebagai antioksidan sangat kuat apabila nilai IC 50 kurang dari 0.05 mgml 50 ppm, kuat apabila nilai IC 50 antara 0.05-0.10 mgml 50-100 ppm, sedang apabila nilai IC 50 berkisar antara 0.10-0.15 mgml 100-150 ppm, dan lemah apabila nilai IC 50 berkisar antara 0.15-0.20 mgml 150-200 ppm. Hasil penelitian mengenai aktivitas antioksidan ekstrak dan fraksi ekstrak daun dan ranting jarak pagar menunjukkan bahwa semua sampel uji tergolong ke dalam zat yang memiliki aktivitas antioksidan sangat kuat. Bila dibandingkan antara ekstrak kasar, fraksi etil asetat, dan fraksi etanol air yang diperoleh melalui ekstraksi dengan metode soxhlet, maka nilai aktivitas antioksidannya dimulai dari yang paling tinggi dimiliki oleh fraksi etil asetat, ekstrak kasar, dan fraksi etanol air. Hasil analisa total fenol juga menunjukkan hal yang sama dimana total fenol tertinggi dimiliki oleh fraksi etil asetat diikuti dengan ekstrak kasar dan fraksi etanol air. Hal ini mengindikasikan bahwa kandungan total fenol pada suatu zat memiliki korelasi yang positif terhadap aktivitas antioksidannya. Menurut Apak et al. 2007 senyawa antioksidan alami tumbuhan umumnya adalah senyawa fenolik atau polifenolik yang dapat berupa golongan flavonoid, turunan asam sinamat, kumarin, tokoferol, dan asam-asam polifungsional. Golongan flavonoid yang memiliki aktivitas antioksidan meliputi flavon, flavonol, isoflavon, katekin, flavanon, dan kalkon. Sementara turunan asam sinamat meliputi asam kafeat, asam ferulat, asam klorogenat, dan sebagainya. Javanmardi et al. 2003 menyebutkan bahwa senyawa antioksidan alami polifenolik ini adalah multifungsional dan dapat bereaksi sebagai pereduksi, penangkap radikal bebas, pengkelat logam, dan peredam terbentuknya singlet oksigen. Tidak semua senyawa fenol memiliki efek antioksidan. Sifat antioksidan dari senyawa fenolik atau polifenolik ini bergantung dari struktur senyawa tersebut tepatnya bergantung pada jumlah dan lokasi gugus fenolik –OH yang berperan dalam menetralkan radikal bebas. Sehingga, tinggi rendahnya kandungan total fenol suatu zat tidak bisa secara langsung menunjukkan tinggi rendahnya aktivitas antioksidan zat tersebut. Seperti data yang didapatkan pada penelitian kali ini, bila dibandingkan dengan ketiga sampel lainnya, aktivitas antioksidan ekstrak kasar hasil maserasi menunjukkan aktivitas tertinggi walaupun kandungan total fenol zat ini bukan yang paling tinggi. Tidak adanya panas yang digunakan dalam proses ekstraksi maserasi memungkinkan tidak terjadinya kerusakan terhadap senyawa-senyawa yang terekstrak sehingga aktivitas antioksidan ekstrak kasar hasil maserasi lah yang paling tinggi dibanding ketiga sampel uji lainnya. Hasil analisis GC-MS menunjukkan bahwa ekstrak kasar hasil soxhlet dan fraksi etil asetat mengandung senyawa katekin yang tergolong ke dalam flavonoid yang mempunyai aktivitas antioksidan. Ekstrak kasar hasil soxhlet juga mengandung alfa tokoferol, gamma tokoferol, squalene, dan senyawa phytol yang bertanggung jawab terhadap aktivitas antioksidan zat ini. Senyawa lainnya yaitu 2-furancarboxaldehyde,5-hydroxymethyl dari golongan senyawa 35 fural dan hexadecanoid acid dari golongan carboxylic acid yang juga memberikan efek antioksidan. Kedua senyawa ini terkandung baik dalam ekstrak kasar soxhlet maupun fraksi etanol air soxhlet. Fraksi etil asetat mengandung senyawa katekin, hexadecanoic acid, serta phytol isomer yang bertanggung jawab terhadap aktivitas antioksidan. Sementara itu, ekstrak kasar maserasi mengandung senyawa berupa n-phenylisobutyrohydrazide, phenylthiotrimethylsilane, dan diphenylchlorophosphine.

E. AKTIVITAS ANTIMIKROBA