E. CANDIDA ALBICANS, MICROSPORUM GYPSEUM, DAN
PSEUDOMONAS AERUGINOSA
Candida albicans merupakan jamur dimorfik karena kemampuannya untuk tumbuh dalam
dua bentuk yang berbeda yaitu sebagai sel tunas yang akan berkembang menjadi blastospora dan menghasilkan kecambah yang akan membentuk hifa semu. Perbedaan bentuk ini tergantung pada
faktor eksternal yang mempengaruhinya. Sel ragi blastospora berbentuk bulat, lonjong atau bulat lonjong dengan ukuran 2-5
μ x 3-6 μ hingga 2-5,5 μ x 5-28 μ Riana 2006. Riana 2006 juga menyebutkan bahwa C. albicans memperbanyak diri dengan
membentuk tunas yang akan terus memanjang membentuk hifa semu. Hifa semu terbentuk dengan banyak kelompok blastospora berbentuk bulat atau lonjong di sekitar septum. Pada
beberapa strain, blastospora berukuran besar, berbentuk bulat atau seperti botol, dalam jumlah sedikit. Sel ini dapat berkembang menjadi klamidospora yang berdinding tebal dan bergaris
tengah sekitar 8-12 μ.
Morfologi koloni C. albicans pada medium padat agar Sabouraud Dekstrosa, umumnya berbentuk bulat dengan permukaan sedikit cembung, halus, licin dan kadang-kadang sedikit
berlipat-lipat terutama pada koloni yang telah tua. Umur biakan mempengaruhi besar kecil koloni. Warna koloni putih kekuningan dan berbau asam seperti aroma tape. Dalam medium cair
seperti glucose yeast, extract pepton, C. albicans tumbuh di dasar tabung Suprihatin 1982. C. albicans
dapat tumbuh pada variasi pH yang luas, tetapi pertumbuhannya akan lebih baik pada pH antara 4,5-6,5. Jamur ini dapat tumbuh dalam perbenihan pada suhu 28
o
C - 37
o
C. C. albicans
membutuhkan senyawa organik sebagai sumber karbon dan sumber energi untuk pertumbuhan dan proses metabolismenya. Unsur karbon ini dapat diperoleh dari karbohidrat.
Jamur ini merupakan organisme anaerob fakultatif yang mampu melakukan metabolisme sel, baik dalam suasana anaerob maupun aerob. Proses peragian fermentasi pada C. albicans dilakukan
dalam suasana aerob dan anaerob. Karbohidrat yang tersedia dalam larutan dapat dimanfaatkan untuk melakukan metabolisme sel dengan cara mengubah karbohidrat menjadi CO
2
dan H
2
O dalam suasana aerob Suprihatin 1982.
Sedangkan dalam suasana anaerob hasil fermentasi berupa asam laktat atau etanol dan CO
2
. Proses akhir fermentasi anaerob menghasilkan persediaan bahan bakar yang diperlukan untuk proses oksidasi dan pernafasan. Pada proses asimilasi, karbohidrat dipakai oleh C. albicans
sebagai sumber karbon maupun sumber energi untuk melakukan pertumbuhan sel. Klasifikasi Candida albicans adalah sebagai berikut:
Kingdom : Fungi
Filum : Ascomycota
Subfilum : Saccharomycotina
Kelas : Saccharomycetes
Ordo : Saccharomycetales
Famili : Saccharomycetaceae
Genus : Candida
Spesies : Candida albicans
Sinonim : Candida stellatoidea dan Oidium albicans
Menurut Segal 1994, pada manusia, C. albicans sering ditemukan di dalam mulut, feses, kulit dan di bawah kuku orang sehat. C. albicans dapat membentuk blastospora dan hifa, baik
dalam biakan maupun dalam tubuh. C. albicans juga dapat menyerang alat dalam berupa hati, 12
paru-paru, limpa dan kelenjar gondok. Mata dan otak sangat jarang terinfeksi. Pada wanita, C. albicans
sering menimbulkan vaginitis dengan gejala utama fluor albus yang sering disertai rasa gatal. Infeksi ini terjadi akibat tercemar setelah defekasi, tercemar dari kuku atau air yang
digunakan untuk membersihkan diri; sebaliknya vaginitis Candida dapat menjadi sumber infeksi di kuku, kulit di sekitar vulva dan bagian lain.
Adapun Microsporum gypseum merupakan cendawan keratophilik geofilik. Kelembapan, pH, dan kontaminasi faeces menjadi faktor yang mempengaruhi pertumbuhannya Emmons et al.
1977. Mikroorganisme ini memiliki dinding sel yang mengandung kitin bersifat heterotrof, menyerap nutrient melalui dinding selnya, dan mengekskresikan enzim-enzim ekstraseluker ke
lingkungannya Indrawati 2006. Klasifikasi Microsporum gypseum menurut Wicaksana 2008 adalah sebagai berikut:
Kingdom : Fungi
Filum : Ascomycota
Kelas : Eurotiomycetes
Ordo : Onygenales
Famili : Arthrodermataceae
Genus : Microsporum
Spesies : Microsporum gypseum
Jamur Microsporum gypseum dapat ditularkan secara langsung baik melalui epitel kulit, rambut yang mengandung jamur, ataupun dari tanah. Beberapa penyakit yang disebabkan oleh
jamur ini antara lain adalah tinea capitis, tinea favosa, dan tinea unguinum. Tinea capitis merupakan salah satu akibat dari infeksi dermatofita yang mengenai kulit kepala dan rambut
Moschella 1992. Tinea favosa merupakan salah satu bentuk infeksi kronik dari Microsporum gypseum
yang infeksinya dapat dimulai semenjak kanak-kanak dan jika tidak dapat ditangani dengan baik maka penderita akan menjadi carier selama hidupnya. Adapun tinea unguinum
adalah kerusakan pada dasar kuku yang dimulai dari tepi kuku. Pada kuku yang terinfeksi maka akan tampak ukuran kukunya mengecil, memiliki batas yang lebih tegas dibandingkan dengan
kuku yang sehat, dan ada bercak-bercak kuning atau putih yang tersebar pada basis kuku Rippon 1974.
Adapun Pseudomonas aeruginosa merupakan mikroorganisme yang tergolong ke dalam bakteri gram negatif aerob obligat, berkapsul, dan mempunyai flagella polar sehingga bakteri ini
bersifat motil. Menurut Tranggono 2007 Pseudomonas aeruginosa merupakan salah satu jenis bakteri yang seringkali menyerang kosmetik. Bakteri ini dapat menghasilkan enzim pyocynase
yang dapat menyebabkan penggunaan zat pengawet menjadi tidak berguna lagi. Kontaminasi Pseudomonas aeruginosa
dapat menyebabkan pembusukan kornea mata dan kebutaan. Adapun yang dimaksud kosmetik untuk daerah mata mencakup produk-produk yang mungkin kontak
dengan kornea mata, misalnya sampo, pembilas rambut, conditioner, krim-krim wajah, lotion, dan cleanser.
F. PERSONAL HYGIENE DAN SABUN TRANSPARAN