EKSTRAKSI DAN FRAKSINASI SENYAWA AKTIF

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. EKSTRAKSI DAN FRAKSINASI SENYAWA AKTIF

Senyawa aktif yang terkandung pada tanaman atau bahan alam dapat kita peroleh melalui proses ekstraksi. Ekstraksi yaitu proses pemisahan komponen tertentu dari suatu bahan sehingga didapatkan zat yang terpisah baik secara fisik maupun kimiawi. Sebelum dimulai proses ekstraksi, bahan baku berupa daun dan ranting jarak pagar Jatropha curcas Linn mengalami beberapa perlakuan pendahuluan berupa pengecilan ukuran dan pengeringan hingga diperoleh serbuk simplisia yang siap untuk diekstraksi. Penghalusan atau pengecilan ukuran akan menyebabkan rusaknya sel tanaman sehingga senyawa aktif yang terkadung di dalamnya akan dengan mudah larut saat kontak dengan pelarut yang dikenal dengan istilah pencucian oleh pelarut. Semakin halus ukuran simplisia maka semakin optimal jalannya proses pencucian tersebut. Selain itu, ukuran partikel yang lebih halus juga menyebabkan luas permukaan bahan menjadi semakin luas sehingga semakin besar kontak yang terjadi antara bahan dan pelarut yang menyebabkab proses ekstraksi menjadi lebih optimal. Gambar 7 memperlihatkan gambar campuran serbuk daun dan ranting jarak pagar sebelum dan sesudah proses ekstraksi. Gambar 7. Campuran serbuk daun dan ranting jarak pagar sebelum A dan setelah B proses ekstraksi Bahan yang sudah halus dan menjadi serbuk siap untuk mengalami proses ekstraksi. Sebelum dilakukan proses ekstraksi, dilakukan analisis terhadap kadar air, abu, lemak dan protein untuk mengetahui komposisi kimia bahan baku yang digunakan. Hasil analisis terhadap kadar air, abu, lemak dan protein daun dan ranting jarak pagar kering dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Hasil analisis kadar air, abu, lemak, dan protein serbuk daun dan ranting Jatropha curcas Linn kering A Komponen Nilai Air 10.44 Abu 8.16 Lemak 5.46 Protein 11.86 Kadar air merupakan salah satu karakteristik bahan baku yang penting untuk diketahui karena akan mempengaruhi mutu hasil ekstraksi. Setyowati 2009 menyatakan bahwa dalam proses ekstraksi, maksimum kadar air yang disyaratkan agar proses ekstraksi dapat berjalan lancar yaitu sebesar 11. Pada penelitian ini, kadar air serbuk daun dan ranting jarak pagar kering bernilai 10.44. Nilai tersebut berada di bawah nilai kadar air maksimum yang 21 B dipersyaratkan sehingga masih layak digunakan sebagai bahan baku proses ekstraksi. Adapun bila dibandingkan dengan penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Windarwati 2011, kadar air sampel pada penelitian ini bernilai sedikit lebih tinggi. Kadar air serbuk daun dan ranting jarak pagar pada penelitian Windarwati 2011 bernilai 9.58. Komponen lainnya yang diukur dari sampel bahan adalah kadar abu. Analisis kadar abu dilakukan untuk mengetahui kandungan mineral sampel. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kadar abu sampel bernilai 8.16. Nilai ini lebih rendah bila dibandingkan dengan penelitian Windarwati 2011 dimana nilai kadar abu sampel adalah 13.74. Begitupula hal nya bila dibandingkan dengan penelitian Nurmillah 2009 dimana kadar abu sampel daun dan ranting jarak pagar yang ia teliti bernilai 10.58. Tinggi rendahnya kadar abu dipengaruhi oleh habitat dimana tanaman jarak pagar tersebut tumbuh. Bahan baku jarak pagar pada penelitian ini diperoleh dari kebun Lewikopo IPB dimana kondisi lahannya tidak terlalu berkapur. Sementara itu, bahan baku jarak pagar pada penelitian Windarwati 2011 dan Nurmillah 2009 berasal dari kebun jarak pagar PT. Indocement Tunggal Prakarsa, Tbk yang memiliki kondisi lahan berkapur sehingga kandungan mineral seperti Fe, Mg, Ca, Zn, K, Si, Al, dan mineral lainnya cukup tinggi. Setelah pengukuran kadar abu, dilakukan pengukuran kadar lemak. Menurut Lehninger 1982, lemak merupakan senyawa organik yang tidak larut dalam air dan dapat diekstrak dari suatu bahan dengan menggunakan pelarut non polar seperti kloroform dan eter. Lemak merupakan bahan bakar utama bagi hampir semua organisme. Hasil pengujian kadar lemak menunjukkan bahwa sampel mengandung lemak sebesar 5.46 bk. Nilai ini jauh lebih rendah bila dibandingkan dengan nilai kadar lemak daun dan ranting jarak pagar pada penelitian Windarwati 2011 yaitu sebesar 12.47. Komponen terakhir yang diukur adalah kadar protein. Protein merupakan sumber asam amino yang mengandung unsur C, H, O, dan N yang tidak dimiliki oleh lemak ataupun karbohidrat. Pengukuran yang dilakukan menunjukkan bahwa kadar protein sampel bernilai 11.86. Setelah penentuan kadar air, abu, lemak, dan protein selesai, dilakukan proses ekstraksi serbuk daun dan ranting Jatropha curcas Linn menggunakan pelarut etanol teknis 96 yang telah mengalami proses destilasi terlebih dahulu. Pemilihan etanol sebagai pelarut pada proses ekstraksi didasarkan pada sifatnya yang merupakan pelarut universal sehingga dapat melarutkan hampir semua senyawa. Penggunaan etanol juga didasarkan oleh keunggulannya sebagai pelarut zat bioaktif. Menurut Voight 1994, pelarut etanol tidak bersifat toksik, tidak menyebabkan pembengkakan membran sel, dan mampu mengendapkan albumin serta menghambat kerja enzim. Etanol juga efektif menghasikan bahan aktif yang optimal karena hanya terdapat sedikit kehilangan loss produk yang larut dalam pelarut. Pada penelitian ini, metode ekstraksi yang dipilih yaitu metode ekstraksi soxhlet dan maserasi. Metode ekstraksi soxhlet dipilih untuk mewakili ekstraksi dengan cara panas hot extraction . Umumnya ekstraksi dengan cara panas akan menghasilkan rendemen yang lebih tinggi dibandingkan dengan cara dingin karena semakin tinggi suhu maka daya larut bahan yang diekstrak akan semakin tinggi. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Nurmillah 2009, ekstraksi daun dan ranting jarak pagar dengan pelarut metanol menggunakan metode soxhletasi menghasilkan rendemen sebesar 9.75. Sedangkan penelitian yang dilakukan oleh Windarwati 2011 menunjukkan nilai rendemen yang lebih rendah yaitu 5.08. Rendemen ini diperoleh setelah melakukan ekstraksi daun dan ranting jarak pagar dengan pelarut metanol menggunakan cara ekstraksi dingin yaitu maserasi. 22 Penelitian terhadap bahan lain seperti tembakau yang dilakukan oleh Stanisavlejic et al. 2009 juga menunjukkan hasil yang sama. Stanisavlejic et al. 2009 mengemukakan bahwa proses ekstraksi benih tembakau dengan metode soxhletasi menghasilkan rendemen tertinggi 31.1 g100 g dibandingkan dengan metode maserasi 19.9 g100 g dan ultrasonifikasi langsung 21.0 g100 g. Sehingga dapat disimpulkan bahwa dari segi pertimbangan rendemen yang akan diperoleh, metode soxhlet lebih baik dibandingkan metode maserasi. Sedangkan dari segi senyawa bioaktif yang akan diperoleh, penelitian Gunawan et al. 2008 mengenai ekstraksi herba meniran menunjukkan bahwa daya hambat fraksi n–heksana hasil maserasi adalah 1 mm terhadap bakteri Escherichia coli dan 0,5 mm terhadap bakteri Staphylococcus aureus, sedangkan daya hambat fraksi n–heksana hasil soxhletasi yaitu 10 mm terhadap bakteri Escherichia coli dan 12 mm terhadap bakteri Staphylococcus aureus. Hasil tersebut menunjukkan bahwa senyawa yang diperoleh dari proses ekstraksi soxhlet memiliki daya hambat yang jauh lebih tinggi dibandingkan senyawa yang di dapat dari metode maserasi. Hal ini mengindikasikan bahwa proses ekstraksi soxhlet lebih bisa menarik senyawa bioaktif yang memiliki efek antimikroba. Dengan demikian, metode soxhlet merupakan rekomendasi terbaik utnuk mengekstrak sampel bahan pada penelitian ini dengan harapan diperoleh rendemen dan senyawa bioaktif yang tinggi. Selain metode ekstraksi soxhlet, pada penelitian ini juga dilakukan ekstraksi dengan metode maserasi untuk mewakili cara dingin. Metode maserasi dilakukan untuk mengetahui pengaruh panas pada saat proses ekstraksi terhadap kualitas ekstrak yang dihasilkan. Metode maserasi pada penelitian ini dilakukan dengan cara merendam bahan di dalam pelarut dengan perbandingan 1:2 bv selama 24 jam. Setelah 24 jam, pelarut yang telah berisi senyawa-senyawa yang berhasil diekstrak dipisahkan dan diganti dengan pelarut baru sebanyak tiga kali penambahan. Ekstraksi lainnya yang dilakukan pada penelitian ini adalah ekstraksi cair-cair partisi pelarut atau proses fraksinasi yang juga bertujuan untuk mendapatkan bahan uji berdasarkan tingkat kepolarannya. Proses fraksinasi ini dilakukan terhadap hasil ekstraksi soxhlet ekstrak kasar soxhlet dengan menggunakan pelarut etanol air, etil asetat dan heksan. Hasil yang diperoleh selanjtnya disebut sebagai fraksi etanol air dan fraksi etil asetat. Rendemen ketiga bahan uji berupa ekstrak kasar, fraksi etanol air, dan fraksi etil asetat hasil metode ekstraksi soxhlet setelah freeze dryer terhadap berat sampel kering yang diekstraksi disajikan pada Tabel 2. Adapun ekstrak kasar yang diperoleh dari hasil ekstraksi dengan metode maserasi tidak diukur rendemennya karena hanya ingin dilihat pengaruh panasnya saja. Tabel 2. Rendemen bb ekstrak kasar soxhlet, fraksi etanol air, dan fraksi etil asetat terhadap simplisia uji Jenis Zat Rendemen Ekstrak Kasar 12.879 Fraksi Etanol-Air 2.956 Fraksi Etil Asetat 2.605 Bila dibandingkan dengan penelitian yang dilakukan oleh Windarwati 2011 yang menggunakan metode ekstraksi maserasi, rendemen ekstrak kasar daun dan ranting jarak pagar pada penelitian kali ini lebih tinggi yaitu 12.879 dibandingkan dengan 5.08 . Perbedaan ini diduga disebabkan oleh perbedaan metode ekstraksi yang digunakan. Penampakan dari ketiga bahan uji pada penelitian kali ini dapat dilihat pada Gambar 8. 23 a b c Gambar 8. a Ekstrak kasar; b Fraksi etanol air; c Fraksi etil asetat.

B. KOMPOSISI SENYAWA EKSTRAKFRAKSI EKSTRAK DAUN DAN