Hasil pengukuran pH air secara langsung di lapangan menunjukkan nilai pH setelah Stasiun 2 6,8 cenderung menurun secara signifikan H = 24,86, p =
0,0001 pada stasiun 4 6,09. Nilai pH terlihat meningkat kembali hingga stasiun
6 6,95 Gambar 17.
Gambar 17. Hasil pengukuran pH air di masing-masing stasiun pengamatan.
Tanda bar menunjukkan standar deviasi. Nilai pH di air antara 6,5-9 secara umum masih mendukung bagi
kehidupan sebagaian besar hewan akuatik maupun hidup secara normal dalam jangka waktu yang relatif panjang Robertson-Bryan 2004. Kehidupan
makrozoobentos umumnya mampu hidup secara normal ketika nilai pH berkisar antara 6-7 BPLHD 2006. Larva Trichoptera Hydropsyche betteni dan
Brachycentrus americanus masih mampu bertahan hidup dengan rendahnya nilai pH Mackay Wiggins 1979. Pada kondisi yang ekstrim, larva Trichoptera
masih dapat mentoleransi hingga nilai pH 2,4. Nilai pH yang ekstrim basa 11,5- 12 beberapa larva Trichoptera masih mampu bertahan hidup, namun emergence
hewan tersebut cenderung menurun Robertson-Bryan 2004. 4.4.2 DO dan COD
Hasil pengukuran DO konsentrasi oksigen terlarut di Sungai Ciliwung dari mulai Stasiun 1 hingga 6 cenderung menurun secara signifikan H = 37,48, p
= 0,0000. Penurunan secara signifikan terjadi terutama di stasiun 5 hingga 6. Namun sebaliknya untuk parameter COD oksigen yang tersedia untuk oksidasi
semua bahan organik secara kimiawi menjadi karbon dioksida dan air meningkat
secara sigifikan H = 43,72, p = 0,000 khususnya di stasiun 3 hingga 6 5,1-36,22
mgl Gambar 18.
Gambar 18. Konsentrasi DO dan COD di masing-masing stasiun pengamatan.
Tanda bar menunjukkan standar deviasi. Meningkatnya COD dan menurunnya DO di perairan terjadi karena
adanya peningkatan beban organik di perairan yang menyebabkan berkurangnya konsentrasi oksigen terlarut akibat proses respirasi mikroba aerob dalam
merombak bahan organik menjadi senyawa yang lebih sederhana. Oksigen terlarut dapat meningkat ketika ada kontak secara langsung antara udara bebas dengan air
hasil dari turbulensi yang terhalang oleh batuan di dasar sungai. Oleh sebab itu pengkuran nilai DO sangat berfluktuasi tergantung dari adanya turbulensi maupun
suhu air di lingkungannya. Secara umum kondisi DO lebih dari 4 mgl masih memenuhi syarat untuk kehidupan biota akuatik untuk hidup secara layak.
Konsentrasi DO kurang dari nilai tersebut dapat dikategorikan mengalami tercemar berat oleh bahan organik BPLHD 2006. Shakla Srivastava 1992
memberikan batas minimum DO pada kehidupan larva Trichoptera yaitu sebesar 5-6 mgl.
Berdasarkan PP 82 tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air nilai parameter COD di Stasiun Katulampa 27,91
mgl dan Cibinong 36,22 mgl berpotensi menimbulkan gangguan bagi sebagian besar biota akuatik. Oleh sebab itu di dua stasiun tersebut sudah masuk
dalam kelas mutu air golongan III pertanian dan perkebunan.
4.4.3 Amonium NH
4 +
Konsentrasi amonium di Sungai Ciliwung selama penelitian disajikan
dalam Gambar 19. Pada stasiun 4 hingga 6 0,92 mgl menunjukkan
peningkatan konsentrasi amonium yang signifikan H = 42.12, p = 0,000. Amonium dapat menunjukkan pengaruh toksik secara akut pada organisme
makrozoobentos air tawar ketika konsentrasinya 0,53 mgl US-EPA 1986. Didasarkan pada guideline US-EPA 1986, maka di stasiun 5 dan 6 konsentrasi
amoniumnya relatif tinggi hingga 0,53 mgl berpotensi menimbulkan gangguan bagi kehidupan organisme makrozoobentos di Sungai Ciliwung.
Gambar 19. Konsentrasi amonium di air pada masing-masing stasiun
pengamatan. Tanda bar menunjukkan standar deviasi. Amonia NH
3
yang terlarut dalam air umumnya ada dalam dua bentuk kesetimbangan molekul yaitu amonia dan ion amonium NH
4 +
. Umumnya ion amonium dilepaskan dari bahan organik yang mengandung protein dan urea, atau
produk sintesis dalam proses industri. Ion tersebut merupakan bentuk toksik dari amonia NH
3
. Hooda et al. 2000 menunjukkan adanya korelasi negatif antara konsentrasi amonium di perairan dengan nilai indeks biological monitoring
working party BMWP.
4.4.4 Nitrogen Nitrat N-NO
3
Ion nitrat terbentuk karena oksidasi secara sempurna dari ion amonium oleh mikroba dalam air. Air yang teroksigenasi secara alami, ion nitrit dapat
secara cepat teroksidasi menjadi nitrat. Hasil analisis nitrogen-nitrat dari Sungai Ciliwung terlihat cenderung meningkat secara signifikan H = 41,59, p = 0,000 di
stasiun 4 hingga 6 8,57 mgl Gambar 20.
Gambar 20. Konsentrasi nitrogen-nitrat di air pada masing-masing stasiun
pengamatan. Tanda bar menunjukkan standar deviasi Nilai Lethal Concentration LC
50
dari nitrogen-nitrat diketahui pada ikan salmon chinook sebesar 1310 mgl dengan waktu pemaparan 96 jam, sedangkan
pada ikan Salmo gairdneri sebesar 1360 mgl US-EPA 1986. Pada larva chironomid Chironomus dilutus mempunyai nilai LC
50
48 jam dari nitrogen-nitrat sebesar 278 mgl dan LC
50
96 jam dari nympha Plecoptera Amphinemura delosa sebesar 456 mgl US-EPA 2010. Ditinjau dari data toksisitas tersebut diatas,
maka konsentrasi nitrogen-nitrat di Sungai Ciliwung masih mendukung kehidupan biota akuatik secara normal. Difusi sumber nitrogen amonium, nitrit, nitrat ke
perairan umumnya berasal dari pupuk, limbah peternakan, pelindihan sampah atau sanitary landfill, jatuhan partikulat atmosferik, buangan nitrit oksida dan nitrit
dari asap kendaraan bermotor, dan mineralisasi bahan organik dari tanah US- EPA 1986.
4.4.5 Ortofosfat O-PO
4
Fosfor sebagai fosfat merupakan salah satu nutrien utama yang dibutuhkan oleh tanaman, alga, dan makhluk hidup lainnya guna mendukung kehidupan.
Masuknya fosfor sebagai fosfat ke perairan umumnya dihasilkan dari aktivitas antropogenik antara lain: ekskresi dari manusia, penggunaan deterjen, limbah
industri dan peternakan, maupun aktivitas urban lainnya. Secara alami fosfor dihasilkan dari proses pelapukan batuan, maupun hasil perombakan serasah US-
EPA 1986. Kelebihan fosfor dapat mempengaruhi komunitas makrozoobentos melalui eutrofikasi. Ion amonium dan fosfor bersama-sama dapat mengakibatkan
efek merugikan pada populasi makrozoobentos dan keanekaragamannya melalui pengkayaan nutrien Hooda et al. 2000.
Hasil analisis fosfor sebagai fosfat Gambar 21 menunjukkan
peningkatan yang signifikan H = 36,56, p = 0,000 mulai stasiun 4 hingga 6 0,47 mgl. Nilai LC
50
dari ortofosfat pada ikan Lepomis macrochirus sebesar 0,105 mgl selama 48 jam US-EPA 1986. Didasarkan pada guideline US-EPA tahun
1986 menunjukkan konsentrasi ortofosfat di stasiun 4 0,33 mgl hingga 6 0,47 mg berpotensi menimbulkan gangguan bagi kehidupan biota akuatik.
Gambar 21. Konsentrasi ortofosfat di air pada masing-masing stasiun
pengamatan. Tanda bar menunjukkan standar deviasi.
4.4.6 Kesadahan.
Kesadahan air disebabkan adanya keberadaan ion metalik polivalen terutama kalsium dan magnesium yang terlarut dalam air. Di ekosistem air tawar
kesadahan biasanya tersusun oleh unsur kalsium dan magnesium meskipun logam lainnya ada yaitu: besi, stronsium, dan mangan. Kesadahan umumnya dinyatakan
setara dengan kalsium karbonat CaCO
3
. Hasil analisis kesadahan air menunjukkan dari Stasiun 1 17,84 mgl
CaCO
3
hingga 6 30,7 mgl CaCO
3
cenderung meningkat namun tidak terlihat
signifikan H = 8,69, p = 0,12 Gambar 22. Kategori kesadahan air dari Stasiun
1 hingga Cibinong termasuk dalam kesadahan lunak soft. Rendahnya kesadahan ini mungkin erat kaitannya dengan rendahnya kandungan kapur atau mineral
lainnya seperti magnesium yang menyusun batuan dasar sungai. Tingkat kesadahan yang rendah berpotensi untuk meningkatkan toksisitas dari beberapa
logam berat ke biota akuatik. Kesadahan yang tinggi dalam air dapat membentuk logam hidroksida maupun karbonat yang dapat menurunkan toksisitas ion logam
Me
2+
US-EPA 1986. Kesadahan dalam air mungkin erat kaitannya dengan masuknya buangan limbah industri, area pertanian, maupun rumah tangga ke
Sungai Ciliwung.
Gambar 22. Hasil analisis kesadahan mgl setara CaCO
3
di masing-masing stasiun pengamatan. Tanda bar menunjukkan standar deviasi.
4.4.7 C dan N di Seston
Seston merupakan organisme hidup yang kecil misalnya alga dan partikel materi tak hidup yang mengapung di air dan berkontribusi terhadap
turbiditas. Keberadaan seston ini penting artinya dalam ekosistem akuatik karena dapat berfungsi sebagai sumber makanan bagi biota perairan khususnya yang
bertipe filtering collector misalnya larva hydropsychid Hoffsten 1999. Hasil analisis konsentrasi C dan N di seston dari stasiun 1 hingga 6
menunjukkan peningkatan yang signifikan H = 44,23, p = 0,000 terjadi mulai
dari stasiun 3 C = 0,31; N = 0,05 mgl Gambar 23. Kondisi ini sangat
menguntungkan bagi larva Trichoptera khususnya yang bertipe filtering collector seperti Cheumatopsyche sp. yang memanfaatkan seston sebagai makanannya
sehingga mampu mendominasi perairan terutama di bagian hilir. Konsentrasi C dan N di seston yang semakin meningkat ke arah hilir biasanya erat kaitannya
dengan masukan bahan bahan organik allochtonous ke perairan misalnya dari limbah rumah tangga, pertanian, peternakan di sekitar Sungai Ciliwung.
Gambar 23. Konsentrasi C dan N di seston di masing-masing stasiun
pengamatan. Tanda bar menunjukkan standar deviasi.
Kandungan gizi dari seston biasanya dilihat dari unsur C dan N-nya. Unsur C umumnya berfungsi sebagai sumber energi bagi makhluk hidup,
sedangkan unsur N dalam seston biasanya mengindikasikan kandungan protein dan semakin mudahnya seston tersebut untuk dicerna. Hoffsten 1999
menyebutkan distribusi longitudinal dari larva Trichoptera Hydropsyche siltalai dan H. pellucidula di hulu Sungai Galvan berkorelasi kuat dengan kualitas seston
dibandingkan dengan kuantitasnya. 4.4.8 Bahan Organik Total TOM dan Status Pencemaran Sungai Ciliwung
Kandungan bahan organik suatu perairan secara alami berasal dari sumber autochtonous misalnya: plankton, alga, mikroba, dan sebagainya maupun
allochtonous misalnya serasah yang masuk ke perairan US-EPA 1986. Adanya aktifitas antropogenik di sekitar sungai dapat meningkatkan kandungan bahan
organik beberapa kali lipat di perairan. Hasil analisis TOM di Sungai Ciliwung menunjukkan adanya peningkatan yang signifikan H = 39,47, p = 0,000
terutama di stasiun 4 hingga 6 11,77 mgl Gambar 24.
Status pencemaran organik yang terjadi di Sungai Ciliwung dengan menggunakan indeks kimia dapat diketahui bahwa stasiun 1 dan 2 memiliki nilai
indeks berkisar dari 90,02-91,75 dalam kategori belum mengalami pencemaran. Stasiun 3 dan 4 mimiliki nilai 89,25-74,29 dengan status perairan dalam kondisi
tercemar ringan, dan stasiun 5 dan 6 dengan nilai sebesar 68,75-58,39 dalam
kondisi tercemar sedang Gambar 24.
Aktivitas antropogenik yang terjadi di Sungai Ciliwung dapat berpengaruh langsung pada menurunnya kualitas air sungai yang salah satunya disebabkan oleh
bahan organik. Pengkayaan bahan organik di perairan dapat diindikasikan dengan meningkatnya beberapa variabel penting antara lain: TOM, COD, amonium,
nitrat, ortofosfat, dan sebagainya. Hasil perhitungan dengan menggunakan indeks kimia dapat diketahui status mutu air Sungai Ciliwung akibat pencemaran organik
dalam kategori belum tercemar G. Mas hingga tercemar sedang Katulampa- Cibinong. Adanya pencemaran organik di Stasiun Katulampa hingga Cibinong
disebabkan oleh tingginya masukan bahan organik yang berasal dari limbah rumah tangga, perkotaan, industri misalnya hasil samping ekstraksi tepung
tapioka, peternakan, pelindihan sampah di bagian pinggir sungai, run-off dari area persawahan, maupun perkebunan. Diperkirakan beban pencemar BOD dan COD
yang masuk ke sungai Ciliwung dalam sehari mencapai 290.230 kghari dan 60.842 kghari. Dengan kondisi demikian, maka status pencemaran sungai
tersebut oleh polusi bahan organik semakin berat dan potensi untuk terjadinya pemulihan kembali kualitas air akan menjadi semakin kecil KLH 2011.
Gambar 24. Konsentrasi TOM di air dan indeks kimia pada masing-masing
stasiun pengamatan. Tanda bar menunjukkan standar deviasi. Status pencemaran yang terjadi di Sungai Ciliwung lebih bervariasi dari
belum tercemar hingga tercemar sedang Gambar 24. Kondisi ini berbeda dari
hasil pemantauan yang telah dilakukan sebelumnya oleh KLH yang menetapkan sumber air di Gunung Putri hulu sebagai situs rujukan Sungai Ciliwung yang
sudah masuk kategori tercemar berat. Hal ini dapat terjadi karena adanya perbedaan lokasi pengambilan sampel dan metode yang digunakan dalam menilai
status mutu air. Pada penelitian ini, lokasi yang berfungsi sebagai situs rujukan Gunung Mas berada di dalam hutan yang termasuk dalam ekosistem running
water dengan sedikit belum mengalami gangguan oleh aktivitas antropogenik. Lokasi pemantauan yang dilakukan oleh KLH berada di Gunung Putri yang
merupakan area wisata yang sumber airnya relatif tergenang still water. Lokasi tersebut mungkin mendapat kontaminan organik dari kotoran hewan, perombakan
bahan organik dari jatuhan ranting dan daun, runoff di sekitar lokasi pemantauan, maupun limbah dari pengunjung wisata. Indeks kimia hanya menunjukkan status
pencemaran organiknya saja, sedangkan Pusarpedal KLH menggunakan indeks pencemaran dan Storet KEPMENLH no 115 tahun 2001 yang didasarkan pada
perbandingan dengan baku mutu yang cukup ketat dan banyak variabel selain pencemar organik.
4.4.9 Logam Merkuri
Konsentrasi logam merkuri di air mulai stasiun 1 0,06 ppb hingga stasiun 6 2,34 ppb menunjukkan adanya peningkatan yang signifikan H =
44,96, p = 0,000 Gambar 25. Peningkatan yang signifikan terjadi terutama di
stasiun 3 hingga 6. Fenomena yang sama juga damati oleh Barata et al. 2005 yang menunjukkan kontaminasi logam di sungai umumnya lebih tinggi di bagian
hilir dibandingkan dengan hulu.
Gambar 25. Konsentrasi logam merkuri di air pada masing-masing stasiun
pengamatan. Tanda bar menunjukkan standar deviasi.
Konsentrasi logam merkuri di Sungai Ciliwung tergolong relatif tinggi dan patut untuk diwaspadai. Baku mutu US-EPA untuk logam merkuri guna
melindungi kehidupan hewan akuatik dari pengaruh akut sebesar 2,4 ppb dan 0,0012 ppb untuk pengaruh kronis Novotny Olem 1994. Didasarkan pada
konsentrasi tersebut, maka keberadaan logam merkuri di Sungai Ciliwung berpotensi menimbulkan gangguan bagi biota akuatik yang hidup di dalamnya.
Berdasarkan PP No 82 tahun 2001 tentang Pengeloaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air, maka di Stasiun Katulampa dan Cibinong telah
melampaui kelayakan kelas mutu air golongan I dan II 0,001 ppm. Kontaminasi logam merkuri di sedimen mulai stasiun 1 hingga 6
Gambar 26 menunjukkan adanya peningkatan yang signifikan H = 34,95, p =
0,000 hingga 12 kali lipat stasiun 6. Peningkatan logam merkuri di sedimen terlihat signifikan terutama pada stasiun 3 hingga 6. Secara umum konsentrasi
merkuri di sedimen 80,58 ppb masih dibawah baku mutu yang dikeluarkan oleh Negara Canada threshold effect level TEL yaitu sebesar 170 ppb, sehingga
potensi logam tersebut di sedimen untuk menimbulkan toksisitas bagi biota akuatik relatif kecil Burton 2002.
Gambar 26. Konsentrasi logam merkuri sedimen pada masing-masing stasiun
pengamatan. Tanda bar menunjukkan standar deviasi. Tingkat pencemaran logam merkuri di sedimen yang didasarkan pada rasio
terhadap situs rujukan Gambar 27 menunjukkan daerah situs rujukan tergolong
dalam kategori tercemar ringan 0.7-1. Stasiun 2 dalam kategori tercemar ringan hingga sedang 0,7-1,1. Stasiun 3 hingga 5 dalam kategori tercemar sedang
hingga berat 1,8-2,8. Stasiun 6 sudah masuk dalam kategori tercemar berat 2,2- 3,2.
Penggunaan indeks pencemaran logam hanya didasarkan pada rasio konsentrasi terhadap situs rujukan dan belum tentu mencerminkan tingkat
bioavailability maupun gangguan pada biota akuatik yang sebenarnya. Penggunaan indeks tersebut hanya menunjukkan sampai seberapa besar tingkat
pengkayaan logam tersebut pada masing-masing stasiun pengamatan dibandingkan dengan konsentrasi latar belakangnya background concentration.
Gerhardt et al. 2004 yang menyebutkan peningkatan aktivitas antropogenik di ekosistem air tawar dapat meningkatkan konsentrasi logam beberapa kali lipat di
atas konsentrasi latar belakangnya. Mwamburi 2003 menyebutkan kontaminasi logam merkuri di sedimen sebagian besar berasal dari buangan limbah industri
dan perkotaan, emisi atmosfer, dan pelindihan bahan kimia dari lahan pertanian.
Gambar 27. Status pencemaran logam merkuri di sedimen pada masing-masing
stasiun pengamatan. Tanda bar menunjukkan standar deviasi. Beberapa alasan tentang penggunaan larva hydropsychid untuk studi
bioavailability logam merkuri di sungai didasarkan pada pendapat Barata et al. 2005 yang menyebutkan antara lain: larva tersebut terdistribusi secara luas,
ukurannya yang relatif besar 20-100 mg berat basah, kelimpahan yang tinggi di sungai yang sudah terpolusi, kemampuan yang baik untuk akumulasi logam, dan
memegang peran kunci dalam transfer energi dari produsen ke hewan predator lainnya. Pada kondisi demikian, maka larva hydropsychid mampu menyebarkan
kontaminan ke dalam jaring-jaring makanan ke tingkatan trofik yang lebih tinggi.
Hasil analisis logam merkuri yang terakumulasi di tubuh larva Trichoptera hydropsychid Cheumatopsyche sp. menunjukkan kecenderungan logam tersebut
mampu meningkat secara signifikan H = 44,52, p = 0,000 dari Stasiun 1 0,13
ppm hingga stasiun 6 0,4 ppm Gambar 28. Hal yang sama juga diamati oleh
Synder Hendricks 1995 yang melakukan penelitian pada larva hydropsychid Hydropsyche morosa di Sungai Virginia bagian selatan. Hasil penelitiannya
menunjukkan bahwa kemampuan akumulasi yang tinggi dari larva tersebut dapat mencapai 1,20 ppm saat musim panas.
Gambar 28.
Konsentrasi logam merkuri ppm di tubuh larva Trichoptera Cheumatopsyche sp. Tanda bar menunjukkan standar deviasi.
Tingginya konsentrasi merkuri di perairan telah diketahui dapat menimbulkan gangguan pada larva hydropsychid berupa penghitaman warna
nekrosis di bagian insang abdominalnya Skinner Bennett 2007. Kejadian nekrosis insang abdominal pada larva Cheumatopsyche sp. hanya ditemukan di
Stasiun Cibinong dengan rerata persentase 4,17 1,47-11,84 dari kelimpahan total Cheumatopsyche yang ditemukan. Contoh bentuk kejadian nekrosis di
insang abdominal larva Cheumatopsyche sp. disajikan dalam Gambar 29. Hasil
analisis korelasi antara jumlah individu larva Cheumatopsyche sp. yang mengalami nekrosis dengan konsentrasi logam merkuri yang terakumulasi di
tubuh di stasiun 6 Gambar 30 menunjukkan hubungan yang sangat kuat r =
0,81.
Gambar 29. Nekrosis pada insang abdominal larva Cheumatopsyche sp. di
Stasiun Cibinong. Tanda panah menunjukkan lokasi terjadinya nekrosis.
Hubungan antara abnormalitas insang makrozoobentos total dengan kontaminasi logam merkuri telah dipelajari oleh Skinner Bennett 2007.
Peneliti tersebut menunjukkan adanya keterkaitan antara akumulasi logam merkuri total 0,02 ppm di makrozoobentos dengan kejadian abnormalitas insang
abdominalnya yang mencapai 28. Keberadaan logam merkuri yang terakumulasi di tubuh larva Trichoptera hydropsychid menunjukkan bioavailability logam
tersebut di perairan yang berpotensi menimbulkan gangguan bagi larva tersebut untuk emergence menjadi dewasa. Pemaparan logam merkuri ke larva
makrozoobentos mungkin berasal dari air sungai yang sudah terkontaminasi maupun melalui jalur makanan Skinner Bennett 2007. Aktivitas antropogenik
yang diduga mampu meningkatkan konsentrasi merkuri di Sungai Ciliwung berasal dari difusi hasil pembakaran bahan bakar fosil, industri logam, dan
perusahaan farmasi yang berada di bantaran Sungai Ciliwung. Pengaruh atmosferik juga mampu menyumbang kontaminasi logam tersebut ke perairan.
0.31 0.32
0.33 0.34
0.35 0.36
0.37 0.38
0.39 0.40
0.41
Konsentrasi Hg di tubuh ppm
-2 2
4 6
8 10
12 14
Nekr o
si s
d i I
n sa
n g
x:y: y = -38.8734 + 119.4388x; r = 0.8089, p = 0.0150
Hasil analisis air hujan yang telah dilakukan selama penelitian menunjukkan konsentrasi logam tersebut di air hujan mencapai 0,07 ppb. Scroeder Munthe
1998 menyebutkan flux emisi merkuri ke udara secara global pada kondisi alami dapat mencapai 6 gkm
2
tahun 0,7 ngm
2
jam.
Gambar 30.
Hubungan antara jumlah invidu larva Trichoptera yang mengalami nekrosis pada insang dengan kontaminasi merkuri di Stasiun
Cibinong.
4.5 Telaah Kualitas Biologi
Hasil pengukuran parameter biologi meliputi komposisi dan kelimpahan
perifiton dan larva Trichoptera dijelaskan lebih rinci di sub bab 4.5.1 dan 4.5.2. 4.5.1 Perifiton
Perifiton merupakan gabungan dari beberapa alga, sianobakteria, mikroba heterotrofik, maupun detritus yang melekat di permukaan substrat batu, kayu,
tanaman dan sebagainya dari ekosistem perairan Odum 1971. Welch 1952 lebih rinci menyebutkan komposisi penyusun perifiton terdiri dari diatom
Bacillariophyceae, alga berfilamen Chlorophyceae, bakteri, jamur, protozoa, dan rotifera. Peran perifiton dalam ekosistem perairan berfungsi sebagai sumber
makanan bagi hewan herbivora lainnya. Larva Trichoptera yang termasuk dalam ekologi feeding herbivora umumnya memakan diatom, lumut, dan tumbuhan
mirip lumut seperti Cladophora dan Podostemum yang tumbuh diatas permukaan batu Mackay Wiggins 1979.
Hasil analisis komposisi dan kelimpahan perifiton di Sungai Ciliwung
menunjukkan kecenderungan meningkat dari stasiun 1 3828 selcm
2
hingga 3 11.830 selcm
2
. Kelimpahan perifiton di stasiun 4 menunjukkan menurun 6268 selcm
2
. Setelah stasiun 4 kelimpahan perifiton cenderung meningkat kembali hingga stasiun 6 9718 selcm
2
Gambar 31 dan Lampiran 3.
Gambar 31 . Rerata kelimpahan perifiton selcm
2
di Sungai Ciliwung
Rendahnya kelimpahan perifiton di Stasiun Gunung Mas mungkin disebabkan oleh rendahnya nutrien yang tersedia di perairan misalnya nitrat,
TOM, dan ortofosfat dan rapatnya tutupan vegetasi di sekitar lokasi pengamatan yang dapat menjadi faktor penghalang masuknya sinar matahari ke perairan.
Tingginya kelimpahan perifiton di Stasiun Kampung Pensiunan dapat disebabkan oleh masukan nutrien yang berasal dari perkebunan teh dan masih minimnya
bahan polutan toksik lainnya misalnya merkuri di perairan, sehingga pertumbuhan dari perifiton dapat mencapai maksimal. Tutupan vegetasi di stasiun
tersebut relatif lebih terbuka dibandingkan Stasiun Gunung Mas dan nilai turbiditas di stasiun tersebut masih relatif rendah 13,87 NTU, sehingga sinar
matahari bisa langsung mencapai dasar perairan. Di stasiun lainnya Kampung Jog-jogan hingga Cibinong kelimpahan perifiton tidak setinggi di Stasiun
Kampung Pensiunan, kondisi ini mungkin disebabkan oleh nilai turbiditas yang