Produktivitas sekunder larva Trichoptera.

Larva Trichoptera umumnya dapat hidup pada habitat lotik maupun lentik dan banyak spesies dari hewan tersebut memakan alga Keiper 2002. Hampir keseluruhann famili dari larva Trichoptera hidup pada ekosistem air mengalir running water, namun banyak spesies yang terbatas distribusinya di sepanjang gradien continuum sungai. Adanya suksesi longitudinal yang berkaitan dengan spesies seringkali terjadi pada sempitnyaoverlap dari zone sungai yang dapat diamati dari beberapa famili antara lain: Hydropsychidae, Polycentropodidae, Glossosomatidae, Limnephelidae, dan Rhyacophilidae. Pada habitat sungai yang bersifat temporer, larva Trichoptera biasanya hidup dengan cara menggali lubang pada substrat yang basah guna menghindari kondisi kekeringan. Pada sungai dengan cukupnya tutupan vegetasi riparian dapat berfungsi menyediakan partikulat organik kasar coarse particulate organic matter CPOM dari jatuhan daun maupun ranting ke perairan, yang dapat mempengaruhi distribusi larva Trichoptera. Kondisi tersebut akan berpengaruh pada komposisi dari larva Trichoptera yang bertipe feeding Shredder untuk mendominasi perairan. Larva Trichoptera lainnya filtering collector dan scraper di bagian hilir membutuhkan suhu yang lebih hangat untuk pertumbuhan dengan cara memakan alga berfilamen dan partikulat organik halus fine particulate organic matter FPOM Mackay Wiggins 1979; Cummins Klug 1979. Larva Trichoptera umumnya dijumpai pada permukaan batuan dari dasar sungai atau danau Mackay Wiggins 1979. Sebagian besar larva Trichoptera lebih menyukai hidup pada tipe perairan dangkal 5-10 cm dengan air yang mengalir di atas permukaan batuan dan sedikit spesies yang ditemukan pada substrat halus di bagian air yang dalam Urbanic et al. 2005. Hewan tersebut untuk memperoleh makanan biasa menggunakan jaring perangkap mirip sutera. Beberapa spesies larva Trichoptera sering hidup dalam seludang pelindung guna mempertahankan diri dari predator maupun sebagai adaptasi perilaku terhadap arus air Mackay Wiggins 1979.

2.2 Produktivitas sekunder larva Trichoptera.

Produktivitas sekunder secara umum didefinisikan sebagai pembentukan biomassa heterotrofik sejalan dengan bertambahnya waktu. Produktivitas sekunder tahunan merupakan jumlah dari biomassa total yang diproduksi oleh sebuah populasi selama satu tahun. Kondisi ini termasuk produktivitas yang tersisa pada akhir tahun dan yang hilang selama periode tersebut. Hilangnya produktivitas ini termasuk kematian misalnya oleh penyakit, parasitisme, kanibalisme, predasi, hilangnya jaringan yang tersisa misalnya oleh molting, kelaparan, dan emigrasi. Satuan dari produktivitas sekunder dapat berupa: Kcal.m -2 tahun or KJm 2 Secara umum pendugaan produktivitas sekunder dikelompokkan menjadi dua kategori yaitu: teknik kohort dan non kohort. Teknik kohort digunakan ketika populasi memungkinkan mengikuti sebuah kohort misalnya: individu yang menetas dari telur dengan selang waktu yang relatif singkat dan laju pertumbuhannya relatif sama sepanjang waktu. Ketika sejarah hidup lebih komplek, maka tehnik non kohort sering digunakan. Sebagai sebuah kohort yang berkembang sepanjang waktu, adanya penurunan kelimpahan secara umum disebabkan oleh kematian peningkatan berat individu dikarenakan pertumbuhan. Interval produksi misalnya waktu diantara dua data sampling dapat mudah dihitung secara langsung dari data lapangan melalui metode penambahan sesaat increment-summation method sebagai produk dari rerata kelimpahan antara dua data sampling tahun satuan energi, berat kering berat kering bebas abu, atau unit karbon mirip pada studi produktivitas primer. Standar konversi dari masing-masing satuan yaitu: 1gr berat kering ≈ 6 gr berat basah ≈ 0,9 gr berat kering bebas abu ≈ 0,5 gr C ≈ 5 Kcal ≈21 KJ Benke Huryn 2007. Produktivitas sekunder dapat menyediakan informasi gabungan pada pertumbuhan individu dan keberlangsungan hidup populasi dan dianggap mewakili jumlah energi yang tersedia untuk tingkatan trofik yang lebih tinggi Jin Ward 2007. Oleh sebab itu produktivitas sekunder seringkali dikaitkan dengan teori bioenergetik. Pada teori bioenergetik biasanya membahas transformasi energi di dalam dan di antara organisme, yang difokuskan pada aliran energi diantara spesies melalui konsumsi sepanjang rantai makanan Benke 2010. dan peningkatan berat individu ΔW yaitu x ΔW. Asumsi dari teknik kohort ini adalah satu generasi pertahun Benke Huryn 2007. Produktivitas tahunan dihitung sebagai jumlah keseluruhan estimasi interval ditambah dengan biomassa awal. Secara matematis dapat digambarkan sebagai berikut: Teknik non kohort digunakan ketika sejarah kehidupan sebuah populasi bersifat lebih kompleks atau tidak mengikuti sebagai kohort dari data lapangan. Metode tersebut membutuhkan independensi dari waktu perkembangan atau laju pertumbuhan biomassa. Salah satu metode umum yang digunakan pada teknik non kohort adalah metode frekwensi-ukuran size frequency method yang sebelumnya dikenal sebagai metode Hynes Coleman 1968. Metode tersebut mengasumsikan sebuah rerata distribusi frekuensi-ukuran yang ditentukan dari sampel yang dikumpulkan sepanjang tahun mengikuti suatu kurva mortalitas untuk sebuah rata-rata kohort. Benke 1979 telah melakukan koreksi dari metode Hynes Coleman 1968 dengan cara mengalikan nilai produktivitas yang telah dihasilkan dengan sebuah faktor koreksi yaitu 365CPI cohort production interval ketika hewan tersebut memiliki waktu generasi yang lebih dari sekali bereproduksi dalam jangka waktu satu tahun multivoltine. CPI umumnya ditetapkan dari rerata waktu dalam hari yang dibutuhkan dari mulai menetas hingga mencapai ukuran akhir. Kadangkala faktor koreksi tersebut menggunakan bulan dibandingkan dengan menggunakan hari yang rumusnya adalah sebagai berikut: 12CPI Benke Huryn 2007. 2.3 Faktor Lingkungan Penting Dalam Mengatur Komunitas dan Produktivitas sekunder larva Trichoptera. Kualitas air dapat mempengaruhi nilai produktivitas sekunder dari larva Hydropsychidae terutama yang hidup di daerah yang belum mengalami gangguan dari aktivitas antropogenik. Hal ini berkaitan dengan cukupnya nutrien yang terkandung dalam air dalam mendorong pertumbuhan alga atau perifiton yang berfungsi sebagai makanan larva Trichoptera. Ross Wallace 1983 melakukan penelitian pada Famili Hydropsychidae di Sungai Appalachian Selatan elevasi 600 m menunjukkan produktivitas dari larva tersebut berkisar 23-983 mg berat kering bebas abu AFDM m -2 tahun -1 . Rendahnya nilai tersebut disebabkan oleh rendahnya nilai nutrisi di bagian hulu sungai yang mengurangi kualitas makanan detritus, pertumbuhan alga, dan produktivitas dari invertebrata kecil lainnya yang dimakan oleh larva hydropsychid sebesar 72. Konsentrasi sebagian besar ion di sungai tersebut relatif rendah yaitu 1 mgl, nitrat 0,03 mg Nl, fosfat 0,001- 0,002 mg Pl, dan pH 6,6-6,8. Dalam hubungannya dengan faktor kimia di perairan, larva Trichoptera dapat dijumpai dari perairan yang belum tercemar hingga tercemar berat. Sebagai contoh genus Hydropsyche dan Cheumatopsyche relatif sensitif terhadap air yang tercemar Chakona et al. 2009 dan keberadaan hewan tersebut akan meningkat kembali di bagian hilir ketika kualitas airnya meningkat Mackay Wiggins 1979. Stuijfzand et al. 1999 menggunakan larva Hydropsyche sp. untuk evaluasi kualitas air Sungai Rhine dan Sungai Meuse. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa distribusi dan kelangsungan hidup larva Hydropsyche sp. cukup tinggi di Sungai Rhine dan hampir tidak ada yang hidup di Sungai Meuse. Hal ini erat kaitannya dengan rendahnya kualitas air Sungai Meuse yang ditunjukkan dengan rendahnya konsentrasi oksigen terlarut 1,7 mgl dan tingginya konsentrasi amonium 4,1 mgl, di-isopropylether 60 µgl, flourida 1,3 mgl, dan diuron 0,8 µgl sebagai faktor pembatas utama, di samping faktor fisik lainnya seperti kecepatan arus. Redell et al. 2009 menunjukkan larva Oligostomis ocelligera Famili Phryganeidae mampu bertahan dalam kondisi lingkungan akuatik yang ekstrim air masam tambang akibat aktivitas antropogenik penambangan. Larva tersebut mampu hidup pada pH yang rendah 2,58 – 3,13, konsentrasi sulfat 542 mgl, logam berat Fe 12 mgl, Mn 14 mgl, dan Al 16 mgl yang tinggi. Mackay Wiggins 1979 menyebutkan larva Helicopsyche borealis dapat hidup pada sumber mata air panas dengan kandungan hidrogen sulfida yang tinggi dan sungai yang menerima buangan limbah domestik. Hewan tersebut telah dilaporkan mampu mentolerir adanya kebocoran dari tangki bensin yang masuk ke dalam sungai yang mengakibatkan sebagian besar makrozoobentos yang ada mengalami drifting penghanyutan atau kematian. Larva Hydropsyche betteni dan Brachycentrus americanus mampu bertahan hidup pada nilai pH yang rendah Mackay Wiggins 1979. Penelitian yang dilakukan Clements 1994 di bagian hulu Sungai Arkansas, Colorado menunjukkan hasil yang berlawanan dengan Stuijfzand et al. 1999. Sungai yang mendapat masukan dari air asam tambang dalam kategori tercemar sedang hingga berat didominasi oleh larva Chironomid Othocladiinae dan Trichoptera. Beasley Kneale 2004 menyebutkan larva Trichoptera Famili Hydropsychidae relatif toleran terhadap kontaminasi logam berat Cu, Cd, dan Pb di perairan. Peningkatan dominansi makrozoobentos pada beberapa spesies Famili Chironomidae dan Hydropsychidae merupakan sinyal awal dari meningkatnya kontaminasi logam Winner et al. 1980; Luoma Carter 1991; Canfield et al. 1994. Hydropsychid merupakan salah satu penyusun larva Trichoptera yang umum dijumpai dan memiliki peran penting di sungai terutama dalam aliran energi, nutrisi, dan jaring-jaring makanan. Sejarah kehidupan hewan tersebut bervariasi dari univoltine hingga multivoltine yang dipengaruhi oleh faktor lingkungan yang turut berkontribusi dalam mengatur produktivitas sekundernya Alexander Smock 2005. Gurtz Wallace 1986 menyebutkan faktor lingkungan seperti ukuran partikel, kecepatan arus, kelimpahan dan kualitas makanan, serta lokasi mikro pada habitat memiliki peran besar dalam mengatur produktivitas larva hydropsychid. Alexander Smock 2005 telah mengkaji produktivitas sekunder tahunan dari larva hydropsychid Cheumatopsyche analis di Sungai Upham Brook Virginia dapat mencapai 18,2 gm 2 Tingginya pencemaran di ekosistem air tawar telah diketahui dapat meningkatkan insiden abnormalitas morfologi dari hewan air tawar. Abnormalitas morfologi dari serangga akuatik telah lama digunakan dalam studi yang berkaitan dengan pengaruh polutan toksik di ekosistem akuatik Wiederholm 1984; Warwick 1985; Dickman et al. 1992; Bisthoven et al. 1998. Respon subletal berupa kecacatan insang dan anal papilae dari larva Trichoptera telah dipelajari secara mendalam guna pengembangan indikator biologi perairan khususnya dalam bidang biomarker. Biomarker secara umum didefinisikan sebagai substansi yang digunakan sebagai indikator dari suatu proses biologi. Abnormalitas pada insang thn. Tingkat toleransi hewan tersebut cukup luas dari kualitas air yang belum terpolusi hingga tercemar sedang. trachea, organ regulasi ion, dan anal papilae dapat menunjukkan adanya gangguan pada respirasi dan fungsi pengaturan ion pada individu Vuori Kukkonen 1996. Adanya perubahan morfologi dari insang larva Hydropsychidae berupa penghitaman warna, reduksi dari anal papilae dan insang abdominal ketika larva tersebut dipaparkan dengan menggunakan logam berat: kadmium, tembaga, aluminium Vuori Kukkonen 1996, dan chromium Leslie et al. 1999. Munculnya penghitaman warna dan kelainan pada insang ini umumnya dijumpai pada larva instar terakhir atau yang lebih tua Vuori Kukkonen 2002. Camargo 1991 mengamati adanya gangguan berupa penonjolan dan penghitaman warna pada anal papilae dan insang abdominal pada larva Hydropsyche pellucidula yang dipaparkan dengan air yang terklorinasi. Jumlah cabang-cabang pada insang abdominal mengalami reduksi hingga menjadi potongan tunggal yang pendek. Adanya penghitaman warna insang di larva Trichoptera dapat dilihat pada Gambar 5. Gambar 5. Larva Hydropsychidae yang hidup dalam kondisi normal, warna insang trachea tampak pucat kiri dan penghitaman warna pada bagian insang kanan. Disadur dari Vuori Kukkonen 2002. Pengaruh fisik berupa gangguan pada habitat terhadap komunitas Trichoptera telah dipelajari secara mendalam oleh Camargo 1991 dan Takao et al. 2006. Takao et al. 2006 menyebutkan bahwa kecepatan aliran dan fluktuasi dari debit sungai merupakan pengendali utama dari organisasi biologi yang ada dalam sistem lotik. Tingginya arus sungai dapat menyebabkan perubahan pada populasi larva Trichoptera dengan cara menghanyutkan semua individu atau memindahkan material sedimen yang dapat menyebabkan kematian. Camargo 1991 menunjukkan dampak negatif dari pembangunan dam bendungan air di Rio Duraton Spanyol pada komunitas Hydropsychidae berupa menurunnya kekayaan taksa, keanekaragaman spesies, dan dominansinya. Biomassa total dan kelimpahan larva Hydropsychidae juga mengalami penurunan di bawah dam secara langsung. Semakin jauh dari bangunan dam, kelimpahan total dan biomassa menjadi lebih tinggi dibandingkan dengan di bagian hulu sungai. Hal ini mungkin erat kaitannya dengan peningkatan ketersediaan suplai makanan dan habitat di daerah tersebut. Kelimpahan Cheumatopsyche lepida, Hydropsyche sp. dan H. pellucidula secara signifikan menurun di bagian hilir, namun H. siltalai, H. exocellata dan H. bulbifera mengalami peningkatan secara drastis. Chakona et al. 2009 menggunakan komunitas larva Trichoptera guna mendeteksi gangguan ekosistem sungai akibat deforestasi dan aktivitas pertanian di dua daerah tangkapan DAS yaitu Nyaodza-Gachegache dan Chimanimani Zimbabwe. Hasil penelitian tersebut menunjukkan adanya perubahan dalam komposisi genus akibat perubahan pada tata guna lahan dan geomorfologi. Genus Anisocentropus, Dyschimus, Lepidostoma, Leptocerina, Athripsodes, Parasetodes, Aethaloptera, Hydropsyche, dan Polymorphanisus keberadaannya terbatas pada daerah hutan yang belum mengalami gangguan dengan karakteristik rendahnya suhu, kekeruhan, konsentrasi silt lanau, dan tingginya elevasi, oksigen terlarut, dan transparansi. Sedangkan kelimpahan larva Hydroptila cenderung menyukai habitat yang sudah mengalami gangguan khususnya di daerah pertanian. Hilangnya beberapa genus larva Trichoptera Hydropsyche, Lepidostoma, Macrostemum yang tergolong sensitif di daerah yang mengalami deforestasi kemungkinan besar disebabkan oleh berkurangnya material tanaman yang masuk pada sungai sebagai bahan makanan bagi larva tersebut maupun disebabkan rusaknya habitat akibat sedimentasi. Suhu dan pergerakan air memainkan peran penting dalam proses fisiologi pernafasan dengan mengendalikan ketersediaan oksigen terlarut. Larva Trichoptera mampu menempati habitat hampir seluruh kisaran temperatur lotik, termasuk mata air dingin dan panas. Sebagai contoh Eobrachycentrus gelidae mampu hidup di mata air pegunungan yang bersuhu 2° C. Apatania muliebris yang hanya ditemukan pada mata air yang bersuhu dingin. Pada suhu yang ekstrem lainnya, Oligoplectrum echo dan Helicopsyche borealis dapat hidup pada sungai termal yang mencapai suhu 34° C atau lebih Mackay Wiggins 1979. Larva Trichoptera memiliki preferensi atau kekhususan tertentu terhadap kisaran kecepatan arus air. Spesies yang telah beradaptasi dengan ekosistem air mengalir dapat mengalami stress dalam respirasinya ketika ditempatkan pada air menggenang. Hewan tersebut dapat mentoleransi konsentrasi oksigen terlarut yang rendah dan suhu air yang meningkat ketika hidup dalam arus air yang mengalir secara cepat. Stimulus untuk memilinmembuat jala sangat ditentukan oleh kecepatan minimum arus air. Jala yang dibentuk untuk menangkap makanan pada arus air yang deras cenderung memiliki mata jala yang kasar dan jalinan yang kuat guna menahan kuatnya arus, berlindung terhadap predator, dan sebagai tempat untuk mengkaitkan anchor larva agar tidak hanyut. Sedangkan larva yang hidup pada arus air lambat, mata jalanya terlihat lebih halus dan berukuran besar Mackay Wiggins 1979. Substrat dasar sungai dapat memberikan pengaruh pada distribusi dan kelimpahan hewan avertebrata lotik dan hewan tersebut mampu merespon terhadap gangguan. Faktor yang mempengaruhi spesifikasi substrat terhadap kelimpahan atau produktivitas sekunder dari organisme makrozoobentos antara lain: ukuran partikel, kecepatan arus, kestabilan fisik, dan ketersediaan makanan. Oleh sebab itu produktivitas sekunder dari serangga akuatik dapat berubah secara signifikan pada substrat yang berbeda Gurtz Wallace 1986. Substrat merupakan materi yang ada di dasar sungai yang didistribusikan oleh arus air akibat erosi di daerah substrat mineral kasar dan daerah endapan sedimen halus yang banyak mengandung bahan organik. Ke dua daerah tersebut mampu mendukung tumbuhan atau alga berfilamen yang menempel pada batu yang dapat dianggap sebagai substrat pada habitat lotik. Larva Trichoptera cenderung memilih substrat kasar sebagai respon terhadap derasnya arus air daripada ukuran substrat Mackay Wiggins 1979. Pemilihan substrat juga didasarkan pada mekanisme feeding larva Trichoptera. Perilaku larva yang hidup di permukaan batu mungkin strategi untuk: a. mendapatkan makanan berupa diatom, lumut, Cladophora dan Podostemum, b. predator, dan c. menyaring makanan di dalam arus. Banyak spesies dari larva Trichoptera menjadi pupa di bagian bawah batu. Hal ini mungkin strategi dari hewan tersebut pada saat musim panas yang rentan terhadap penurunan level air, dan perlindungan dari predator seperti ikan. Spesies lain yang hidup pada substrat yang lebih halus dapat beradaptasi dengan cara menggali lubang pada daerah yang berarus lambat dan endapan sedimen. Larva sericostomatid genus Agarodes dan Fattigia membuat liang yang portable dari bahan butiran pasir guna memberikan perlindungan dan tidak menghambat untuk melakukan penggalian. Beberapa spesies dari larva Sericostoma. tidak menggali liang dan tampak aktif di permukaan kerikil hanya pada saat malam hari Mackay Wiggins 1979. Tipe substrat dapat mempengaruhi kelimpahan larva Trichoptera, sehingga secara langsung akan berpengaruh pada produktivitas sekundernya. Sebagai contoh studi yang dilakukan oleh Jin Ward 2007 pada larva Glossosoma nigrior yang hidup di sungai kecil Collier USA menunjukkan pada habitat kerikil mendukung kelimpahan dan biomassa G. nigrior secara substansial lebih besar dibandingkan dengan habitat bed rock. Pada habitat kerikil dapat mencapai rata- rata kelimpahan 147 m -2 kisaran: 0-607 m -2 dibandingkan pada bed rock dengan kelimpahan 15 m -2 kisaran: 0-306 m -2 . Rata-rata biomassa di habitat kerikil mencapai rata-rata 13 mg kisaran: 0-39 mg AFDM m -2 dibandingkan pada bagian bed rock dengan rata-rata 3 mg, kisaran: 0-22 mg AFDM m -2 . Produktivitas sekunder larva tersebut mencapai 115 mg AFDM m –2 Fenomena berbeda ditunjukkan pada dua larva hydropsychid yaitu Parapsyche cardis dan Diplectrona modesta yang memiliki preferensi berbeda terhadap substrat. Larva hydropsychid memiliki preferensi yang kuat terhadap spesifikasi substrat antara lain ukuran partikel, kecepatan arus air, kelimpahan lumut, dan lokasi mikro substrat. Larva Trichoptera yang bertipe penyaring filtering collector relatif sensitif terhadap perubahan kualitas dan kuantitas makanan di sepanjang hulu sungai sebagai akibat adanya gangguan di daerah tangkapannya. Oleh sebab itu larva hydropsychid merupakan spesies yang cocok untuk pengujian terhadap perbedaan diantara sungai, produksi, dan kelimpahan dalam kaitannya dengan substrat yang spesifik. Produktivitas dan kelimpahan dari P. cardis secara signifikan lebih tinggi pada rock face cobble riffle kerikil dengan PB = 17,9. pasir. Sedangkan distribusi D. modesta relatif sama diantara tipe substrat dan kadangkala sifatnya tidak stabil kelimpahan dan produktivitas kadang kala lebih tinggi di cobble atau rock face diantara sungai. Rendahnya kelimpahan dari D. modesta pada bagian cobble mungkin disebabkan oleh rendahnya kelimpahan lumut yang dapat berfungsi menyediakan cukupnya mikrohabitat bagi hewan tersebut dibandingkan pada bagian rock face yang relatif tebal Gurtz Wallace 1986. Ukuran partikel dari makanan diduga juga turut berpengaruh pada kelimpahan dan pergeseran dari spesies larva hydropsychid, walaupun pengaruh dari ukuran partikel itu sendiri hingga saat ini masih belum dapat dipahami secara pasti. Sebagai contoh produktivitas dan kelimpahan larva Hydropsyche menunjukkan lebih tinggi 2,5 gm 2 tahun dan 156 indm 2 pada bagian hilir 1 km setelah dam dibandingkan dengan larva Cheumatopsyche yang jauh berlimpah setelah di bawah Dam Upham Brook-Virginia 18,2 gm 2 tahun dan 2490 indm 2

2.4. Kompleksitas Respon Tingkatan Organisasi Biologi Terhadap Pemaparan Logam Berat.