Meningkatnya suhu air ke arah hilir dapat disebabkan oleh beberapa faktor penting antara lain ketinggian tempat yang semakin menurun 1289-163 dpl,
berkurangnya ketersediaan vegetasi dalam memberikan naungan, waktu pengukuran, musim, dan masuknya limbah cair hasil aktivitas antropogenik ke
perairan.
Tabel 10. Gambaran kondisi umum lokasi pengamatan.
No Karakte-
ristik Stasiun
1 2
3 4
5 6
1 Tipe vegetasi Alami
indige- nous
Alami indige-
nous Kebun teh
dan semak Padi,
kebun singkong
, pepaya Rumput
dan semak
Bambu, rumput,
semak, kebun
singkong
2 Aktivitas
antropogenik Belum
ada minimal
Belum ada
minimal Perkebunan
teh Sawah,
perkebu- nan,
rumah tangga
Penam- bangan
batu dan
pasir, rumah
tangga Industri,
rumah tangga,
perkebu- nan
3 Fisik air
Jernih, relatif
belum terpolu-
si Jernih,
relatif belum
terpolu- si
Jernih Agak
keruh Keruh
Keruh
4 Kecepatan
arus Sedang-
Sangat cepat
Sedang- Sangat
cepat Sedang
Sedang Sedang
Sedang
5 Tipe substrat
dasar kerikil,
pebble, dan
cobble puing.
kerikil, pebble,
puing . kerikil,
puing, dan sedikit
pebble. Pasir,
puing, dan
boulder Pasir,
pebble, dan
puing Pasir,
sedikit pebble
dan puing
6 Kedalaman
m 0,15-
0,19 0,11-
0,15 0,17-
0,34 0,23 –
1 0,30 –
1 0,74 –
1 7
Ketinggian m dpl
1289 1284
1152 735
374 163
Tutupan vegetasi di pinggir sungai dapat menghalangi masuknya sinar matahari ke dasar sungai. Semakin berkurangnya tutupan vegetasi ini
menyebabkan sinar matahari dapat secara langsung mengenai badan sungai,
sehingga suhu air semakin meningkat. Secara umum suhu air di Sungai Ciliwung masih mendukung sebagian besar organisme makrozoobentos untuk hidup secara
normal. Hewan tersebut sebagian besar mampu mentoleransi suhu air dibawah 35 C, walaupun ada yang mampu bertahan pada suhu ekstrim misalnya di sumber
mata air panas yang bersuhu 35-50 C Williams 1979. Mackay Wiggins
1979 menyebutkan larva Trichoptera mempunyai kisaran luas dalam mentoleransi suhu air di perairan lotik. Sebagai contoh larva Eobrachycentrus
gellidae mampu mentoleransi suhu air 2 C dan Oligoplectrum echo mampu
bertahan pada suhu 34 C atau lebih.
Gambar 10. Hasil pengukuran suhu air di setiap stasiun pengamatan. Tanda bar
menunjukkan standar deviasi. 4.2.2 Kecepatan arus
Dalam ekosistem akuatik, variabel kecepatan arus dipercaya sebagai faktor penting dalam menentukan distribusi makrozoobentos Katano et al. 2005.
Spesies yang biasa hidup dalam ekosistem air mengalir running water dapat mengalami stress ketika hidup di ekosistem air menggenang still water.
Rendahnya konsentrasi oksigen dan tingginya suhu air dapat di toleransi dengan cepatnya arus air Mackay Wiggins 1979.
Gambar 11
merupakan hasil pengukuran kecepatan arus di masing- masing stasiun pengamatan yang terlihat menurun secara signifikan H = 40,17, p
= 0,00 di stasiun 4 0,5-0,82 mdt hingga 6 0,46-0,59 mdt. Menurut kriteria dari Mason 1988, kecepatan arus di bagian hulu Gunung Mas termasuk dalam
kategori sangat cepat 1 mdt, sedangkan bagian hilir Cibinong termasuk dalam kategori kecepatan sedang 0,46 mdt.
Kecepatan arus ini dipengaruhi oleh slope kemiringan dan tingkat kekasaran dari susbtrat dasar. Tingginya kecepatan arus di bagian hulu disebabkan
oleh kemiringan lahan yang lebih curam di Gunung Mas dibandingkan dengan hilir Katulampa dan Cibinong yang lebih landai. Angelier 2003 menyebutkan
kecepatan arus maksimum yang masih bisa di toleransi oleh larva Trichoptera Rhyacophila sp. adalah 1,22 mdt. Larva Glossosoma sp. yang termasuk dalam
ekologi feeding grazer-scraper lebih menyukai arus sungai yang cepat. Larva hydropsychid Hydropsyche siltalai memerlukan kecepatan arus yang kontinyu
dari 0,15 - 1 mdt Poepperl 2000.
Gambar 11. Hasil pengkuran kecepatan arus di setiap stasiun pengamatan. Tanda
bar menunjukkan standar deviasi.
4.2.3 Distribusi partikel
Komposisi substrat merupakan refleksi dari pengaruh kecepatan arus, karena hasil dari proses dinamika sedimentasi dan erosi Graf 2008. Substrat di
dasar sungai berperan penting dalam menjaga kelangsungan hidup sebagian besar biota akuatik. Penggunaan substrat oleh komunitas makrozoobentos berfungsi
utama sebagai tempat untuk melekat atau bergantung, berlindung dari predator dan arus air, sarang tempat tinggal, mencari makan, maupun tempat untuk
meletakkan telor Minshall 1996.
Hasil analisis distribusi partikel di Sungai Ciliwung menunjukkan di stasiun 1 hingga 3 komposisi substrat kerikil gravel masih mendominasi
perairan 50, namun ketika di stasiun 4 hingga 6 menurun secara signifikan
H = 44.49, p = 0,00 Gambar 12. Substrat pasir cenderung meningkat secara
signifikan mulai dari stasiun 4 menuju ke arah hilir H = 42.80, p = 0,00. Substrat lempung dan debu juga menunjukkan pola yang sama dengan substrat pasir yang
cenderung meningkat ke arah hilir.
Gambar 12.
Komposisi substrat dasar di masing-masing stasiun pengamatan. Tanda bar menunjukkan standar deviasi.
Adanya kecenderungan semakin meningkatnya pasir dan partikel halus di bagian hilir sungai mungkin dihasilkan dari diendapkannya bahan partikulat dari
proses erosi di bagian hulu. Berdasarkan konsep river continuum semakin ke arah hilir keberadaan FPOM semakin mendominasi substrat dasar sungai Vannote et
al. 1980. Kondisi ini mungkin erat kaitannya dengan terjadinya erosi di bagian hulu dengan kecepatan arus yang lebih tinggi dan akan diendapkan di bagian hilir
dengan kecepatan arus yang lebih rendah. Adanya aktivitas antropogenik misalnya pertanian, perkebunan, maupun pembukaan lahan dapat meningkatkan
sedimentasi di Sungai Ciliwung. Minshall 1996 menyebutkan kelimpahan organisme makrozoobentos secara umum akan meningkat dengan semakin
bertambahnya ukuran partikel yaitu dari ukuran pasir 1,5-3 mm hingga ukuran
puing 30-200 mm, dan cenderung menurun kembali ketika ukuran substrat meningkat sampai ukuran boulder 256 mm. Larva Trichoptera umumnya lebih
memilih substrat bertipe kasar yang mungkin lebih merespon kecepatan arus dibandingkan ukuran substrat Mackay Wiggins 1979. Larva Trichoptera
Arctophyche grandis lebih menyukai substrat berukuran 6-12 mm atau pasir halus 1-1,5mm. Namun sebaliknya larva hydropsychid Parapsyche cardis lebih
menyukai batuan boulder dan bed rock Ross Wallace 1983.
4.2.4 Turbiditas
Turbiditas secara umum didefinisikan sebagai tingkat kekeruhan di dalam air yang disebabkan oleh partikel tersuspensi dari silt lanau atau bahan organik
lainnya. Peningkatan turbiditas di sungai biasanya erat kaitanya dengan pengaruh
input sedimen halus yang disebabkan oleh aktivitas antropogenik misalnya: pertanian, pembukaan lahan pembuatan jalan, erosi atau longsoran tanah, maupun
yang disebabkan oleh blooming alga. Hasil pengukuran turbiditas di Sungai Ciliwung menunjukkan adanya peningkatan yang signifikan H = 44,31, p =
0,000 terutama di stasiun 3 14 NTU hingga 6 32,30 NTU Gambar 13.
Gambar 13. Nilai turbiditas di masing-masing stasiun pengamatan. Tanda bar
menunjukkan standar deviasi. Tanda bar menunjukkan standar deviasi
Quinn et al. 1992 mengamati adanya peningkatan turbiditas diatas 23 NTU dapat menurunkan kekayaan dan kelimpahan taxa dari sebagian besar
makrozoobentos. Wood Armitage 1997 menjelaskan pengaruh padatan tersuspensi dan endapan sedimen pada makrozoobentos melalui beberapa cara
yaitu: merubah komposisi substrat, meningkatkan drift makrozoobentos karena ketidakstabilan substrat, mengganggu aktivitas respirasi, menganggu aktivitas
feeding khususnya filter feeding, penurunan jumlah perifiton, dan kelimpahan prey
.
Berdasarkan kriteria dari Quinn et al. 1992 maka komunitas larva Trichoptera di Stasiun Kampung Jog-jogan hingga Cibinong berpotensi
mengalami gangguan akibat tingginya turbiditas.
4.2.5 Konduktivitas
Hasil pengukuran konduktivitas air Sungai Ciliwung selama penelitian
disajikan dalam Gambar 14. Nilai konduktivitas terendah masih terdapat di
Stasiun 1 dan 2 61,63 µScm
2
dan meningkat secara signifikan H = 45,82, p = 0,0000 di stasiun 4 195,54 µScm
2
hingga 6 252,38 µScm
2
.
Gambar 14.
Hasil pengukuran konduktivitas di masing-masing stasiun
pengamatan. Tanda bar menunjukkan standar deviasi. Tanda bar menunjukkan standar deviasi.
Nilai konduktivitas air sangat dipengaruhi oleh keberadaan ion-ion yang dapat menghantarkan arus listrik melalui masuknya limbah dari rumah tangga,
pertanian, industri, maupun aktivitas antropogenik lainnya. Barata et al. 2005 menunjukkan adanya korelasi positif r 0,5 antara besarnya nilai konduktivitas
dengan kontaminasi beberapa logam berat antara lain: Zn, Cu, Pb, Cr, Ni, dan Co.
Ditinjau dari besarnya nilai konduktivitas air Sungai Ciliwung selama penelitian secara umum masih tergolong relatif normal. Nilai konduktivitas air 500 µScm
2
masih mendukung sebagian besar kehidupan hewan air tawar BPLHD 2006.
4.2.6 CPOM bahan organik partikel kasar Hasil analisis CPOM selama penelitian disajikan dalam Gambar 15. Pada
stasiun 1 dan 2 memiliki konsentrasi rerata CPOM tertinggi diantara semua stasiun lainnya 101,6 dan 93,1 g berat kering.m
-2
. Konsentrasi CPOM di stasiun lainnya cenderung menurun secara signifikan H = 42,04, p = 0,0000 dari stasiun
3 hingga 6 9,4 g berat kering.m
-2
. Menurunnya CPOM di bagian hilir Sungai Ciliwung mungkin erat kaitannya dengan berkurangnya vegetasi riparian di
sekitar bantaran sungai akibat aktivitas antropogenik misalnya: pertanian, perkebunan, perumahan dan sebagainya. Vegetasi riparian berperan penting
dalam menyumbang materi allochtonous berupa CPOM dan Large Wood Debris LWD ke perairan yang dapat berfungsi sebagai sumber makanan, habitat biota
akuatik, dan mengurangi air runoff yang masuk ke Sungai Bilby Bisson 1998. CPOM dan LWD akan dimanfaatkan oleh makrozoobentos sebagai sumber
makanan maupun sarang tempat tinggal guna menghindari predator misalnya pada larva Trichoptera Lepidostoma, Agapetus dan sebagainya.
Gambar 15. Konsentrasi CPOM g berat kering.m
-2
di masing-masing stasiun
pengamatan. Tanda bar menunjukkan standar deviasi.
Tipe ekologi feeding sangat dipengaruhi oleh masukan bahan organik allochtonous di perairan. Keberadaan CPOM memiliki peran penting dalam
mendukung banyak kehidupan larva Trichoptera. Bilby Bisson 1998 menyebutkan kandungan nilai nutrisi dari CPOM dan LWD mungkin lebih
rendah, akan tetapi mikroba alga, jamur yang tumbuh di permukaan CPOM dan LWD memiliki nilai nutrisi yang lebih tinggi. Berkurangnnya vegetasi di bagian
pinggir sungai akan menurunkan kandungan CPOM dan LWD di perairan yang dapat mempengaruhi komposisi dan kelimpahan makrozoobentos sesuai dengan
ekologi feedingnya Hersey Lamberti 1998.
4.3. Telaah Kualitas Habitat
Tingkat gangguan pada habitat di sekitar lokasi penelitian yang diprediksi
dengan menggunakan indeks habitat disajikan dalam Gambar 16. Pada stasiun 3
hingga 6 menunjukkan penurunan nilai indeks habitat yang signifikan H = 43,96, p = 0,0000. Stasiun 1 termasuk dalam kategori optimal gangguan habitat sangat
kecil dengan nilai skor 175-184. Stasiun 2 dalam kategori optimal hingga sub optimal 135-153. Stasiun 3, 4, dan 6 dalam kategori marginal 65-95.
Sedangkan stasiun 5 dalam status marginal hingga mengalami gangguan berat 55-67.
Gambar 16. Status gangguan yang terjadi pada sungai Ciliwung berdasarkan
indeks habitat. Tanda bar menunjukkan standar deviasi.
Adanya kecenderungan menurunnya indeks habitat dari mulai hulu Gunung Mas hingga hilir Cibinong disebabkan oleh berkurangnya tutupan
vegetasi, adanya erosi di sekitar lokasi penelitian, berkurang atau tertutupnya batuan dasar sungai akibat sedimentasi maupun penambangan batu, modifikasi
habitat di bantaran sungai misalnya penturapan, bendungan, dan sebagainya. Secara umum aktivitas antropogenik yang dapat mempengaruhi kondisi habitat di
Sungai Ciliwung berasal dari berubahnya alih fungsi lahan menjadi area pertanian
maupun untuk pemukiman penduduk Tabel 9. Aktivitas pembukaan lahan
biasanya akan meningkatkan sedimentasi ke perairan yang dapat menurunkan produktivitas primer dengan cara menurunkan penetrasi cahaya, abrasi,
mengganggu respirasi, maupun penyerapan nutrien atau bahan polutan lainnya. Pengaruh sedimentasi pada komunitas makrozoobentos dan ikan dengan cara
mengisi ruang interstitial substrat dan menghancurkan habitat, dan menutupi lamellae insang dan telur Fairchild et al. 1987. Adanya gangguan pada habitat
juga berpengaruh pada masukan CPOM ke perairan. Konsentrasi CPOM di perairan akan jauh berkurang ketika vegetasi riparian di sekitar Sungai Ciliwung
semakin banyak berkurang, sehingga tipe larva Trichoptera yang bertipe shredder juga banyak mengalami penurunan.
4.4 Telaah Kualitas kimia Sungai Ciliwung
Hasil pengukuran kualitas kimia dari sungai Ciliwung meliputi: pH air, Oksigen terlarut, COD, amonium, nitrat, ortofosfat, kesadahan, C dan N di
seston, merkuri di air, sedimen dan terakumulasi dalam tubuh larva Trichoptera
lebih rinci dijelaskan dalam sub bab 4.4.1 hingga 4.4.9. 4.4.1 pH air
Potential of Hydrogen pH merupakan ukuran konsentrasi ion hidrogen H
+
yang menunjukkan tingkat keasaman atau kebasaan suatu zat. Nilai pH dalam air berpengaruh penting pada normalnya fungsi fisiologi dalam organisme
akuatik terutama dalam mengatur pertukaran ion dengan air dan respirasi Robertson-Bryan 2004.