Penyusunan Biokriteria dengan Menggunakan Konsep Multimetrik

Tabel 14 . Kemampuan diskriminasi masing-masing metrik biologi dalam mencerminkan gangguan di Sungai Ciliwung. No Komposisi metrik skor IQ Keterangan 1 Jumlah skor SIGNAL 3 Kemampuan deskriminasi tinggi antara bagian yang belum dan sudah mengalami gangguan, kandidat yang baik sebagai metrik penyusun biokriteria 2 Jumlah taksa 3 s.d.a 3 Kelimpahan 3 taksa dominan 3 s.d.a 4 Jumlah taksa sensitif 3 s.d.a 5 Indeks SIGNAL 1 Kemampuan diskriminasi yang rendah antara situs yang belum dengan sudah mengalami gangguan. Adanya tumpang tindih satu median IQ dengan kisaran IQ lainnya. Kandidat yang buruk sebagai penyusun komponen biokriteria. 6 Kelimpahan total Kemampuan diskriminasi rendah antara situs yang belum dengan sudah mengalami gangguan. Adanya tumpang tindih IQ terjadi hampir keseluruhan dengan kisaran IQ lainnya atau kedua median terjadi tumpang tindih. Kandidat yang buruk sebagai penyusun komponen biokriteria. 7 Jumlah taksa Hydropsychidae s.d.a 8 Jumlah taksa toleran s.d.a 9 Kelimpahan Hydropsyche s.d.a 10 Kelimpahan filtering collector s.d.a 11 Jumlah taksa Fakultatif 3 Kemampuan deskriminasi tinggi antara situs yang belum dan sudah mengalami gangguan, namun metrik ini memiliki kisaran yang sangat sempit untuk memisahkan situs yang sudah mengalami gangguan misalnya ringan hingga sedang. Metrik ini merupakan kandidat yang kurang baik sebagai metrik penyusun biokriteria 12 Kelimpahan shredder 3 s.d.a Hasil uji kemampuan diskriminasi Tabel 14 menunjukkan metrik jumlah skor SIGNAL, jumlah taksa, kelimpahan 3 taksa yang dominan, dan jumlah taksa sensitif merupakan kandidat yang paling baik untuk digunakan sebagai komponen penyusun biokriteria. Adapun metrik biologi lainnya relatif kurang baik sebagai kandidat penyusun biokriteria karena adanya tumpang tindih kisaran IQ di antara situs rujukan dengan situs uji, maupun kisaran IQ yang sangat sempit di antara situs uji yang satu dengan lainnya misalnya: metrik taksa fakultatif dan shredder. Hasil uji statistik dengan menggunakan Mann-Whitney U-test empat metrik di atas antara situs rujukan dan situs uji menunjukkan adanya perbedaan yang sangat signifikan p 0,01 Tabel 15 . Kondisi ini menunjukkan empat kandidat metrik diatas dapat dilanjutkan sebagai komponen dari biokriteria yang akan dibuat. Tabel 15. Uji masing-masing metrik antara situs rujukan dengan situs uji dengan menggunakan analisis non parametrik Mann-Whitney U-test. Metrik Uji U Uji Z p Jumlah skor SIGNAL 0.00 5.60 0.00 Jumlah taksa 1.50 5.57 0.00 kelimpahan 3 dominan 0.00 -5.60 0.00 Jumlah taksa sensitif 5.00 5.49 0.00 Berbagai macam metrik biologi telah digunakan dalam mendeteksi gangguan ekologi yang terjadi di Sungai Ciliwung. Hasil uji kemampuan diskriminasi dapat diketahui sensitifitas masing-masing metrik larva Trichoptera dalam mencerminkan gangguan ekologi akibat perubahan kualitas lingkungan di Sungai Ciliwung. Informasi yang dihasilkan dari atribut kekayaan taksa dan dominansi seringkali berguna sebagai komponen dalam penyusunan biokriteria Keran Karr 1994. Lydy et al. 2000 menyebutkan metrik jumlah taksa merupakan salah satu metrik yang paling kuat dalam mencerminkan gangguan ekosistem akuatik, karena biasanya ada korelasi positif antara jumlah taksa dengan tingginya kualitas lingkungan. Atribut biologi kekayaan taksa Famili Hydropsychidae dari penelitian ini relatif kurang sensitif. Hal ini dapat disebabkan oleh kemampuan identifikasi pada penelitian ini hanya sampai level genus sehingga jumlah genus yang ditemukan pada masing-masing situs relatif sedikit dan pada kisaran yang sempit 1–2 taksa. Oleh sebab itu kemampuan deskriminasi IQ dari masing-masing situs banyak yang mengalami tumpang tindih. Atribut populasi indeks keanekaragaman Shannon-Wiener tidak dimasukkan dalam komponen penyusun biokriteria dikarenakan untuk indeks keanekaragaman dapat mengalami redundant dengan metrik biologi lainnya yang sudah ditetapkan sebelumnya jumlah taksa dan kelimpahan 3 taksa yang dominan. Hal ini dikarenakan indeks keanekaragaman menggabungkan tiga komponen utama dari struktur komunitas yaitu: kelimpahan, jumlah taxa, dan evenness kemerataan distribusi organisme diantara spesies Washington 1984. Di samping itu nilai indeks tersebut memiliki kisaran yang relatif sempit 0-2,8 bits per individu sehingga tidak menguntungkan sebagai kandidat metrik, karena kemungkinan untuk terjadinya overlap pada kisaran IQ dengan situs uji lainnya relatif besar. Metrik toleransi terhadap polutan misalnya SIGNAL, jumlah taksa toleran, fakultatif sering digunakan dalam penyusunan indeks multimetrik integritas biotik, karena organisme yang tergolong sensitif seringkali hilang menurun dengan rendahnya kualitas lingkungan. Hal ini dapat disebabkan oleh beberapa faktor antara lain beberapa taksa yang ditemukan masih belum memiliki nilai skor toleransinya misalnya: Alloecella sp., Ecnomina sp. dan sebagainya sehingga akan berpengaruh pada jumlah skor totalnya. Ketidaksensitifan indeks SIGNAL dalam mencerminkan gangguan pada penelitian ini juga disebabkan oleh adanya faktor pembagi dengan jumlah taksa yang ditemukan. Banyaknya taksa yang ditemukan dengan nilai toleransi yang relatif kecil dan adanya faktor pembagi dengan jumlah taksa yang ditemukan, akan berpengaruh pada rendahnya hasil nilai akhirnya. Namun jika tidak menggunakan faktor pembagi jumlah taksa yang ditemukan, nampaknya metrik penjumlahan skor toleransi dari SIGNAL cukup sensitif dalam memisahkan situs yang belum dan sudah mengalami gangguan. Fenomena ini juga mirip dengan penggunaan indeks biological monitoring working party BMWP yang hanya menggunakan penjumlahan skor nilai toleransinya lebih sensitif dalam mendeteksi pencemaran organik dibandingkan dengan indeks average score per taxon ASPT yang menggunakan fakror pembagi dengan jumlah taksa yang ditemukan Armitage et al., 1983. Metrik kelimpahan total, Hydropsychidae, filtering collector, dan shredder seringkali kurang sensitif dalam mencerminkan gangguan akibat aktivitas antropogenik, hal ini dikarenakan banyak faktor yang berpengaruh pada kelimpahan dan distribusi organisme makrozoobentos misalnya predasi, driftting, strategi untuk memperoleh makanan, siklus hidup, musim, dan sensitifitas terhadap polutan atau gangguan. Chatzinikolaou et al. 2008 menambahkan distribusi makrozoobentos juga dipengaruhi oleh komposisi substrat, kimia air, dan kondisi hidrolika perairan. Adanya gangguan yang disebabkan oleh pencemaran tidak selalu diikuti dengan perubahan tipe fungsional feedingnya. Kerans Karr 1994 yang melakukan penelitian di Sungai Tennesse Valley USA menunjukkan atribut ekologi feeding kelimpahan relatif shredder, detritivore, dan gatherer kurang sensitif dalam mencerminkan kualitas air sungai tersebut. Kelimpahan dari shredders dapat dikontrol oleh interaksi antara sungai dengan zona riparian. Dalam konsep river continuum Vannote et al. 1980 menunjukkan kelimpahan shredders akan menurun ketika ukuran lebar dari sungai meningkat, sehingga kemampuan metrik kelimpahan shredders relatif rendah dalam mencerminkan gangguan di sungai akibat aktivitas antropogenik. Metrik shredders mungkin berguna dalam mencerminkan gangguan pada zona riparian khususnya pada sungai-sungai kecil Kerans Karr 1994. Hasil normalisasi empat metrik biologi terpilih dengan menggunakan pembobotan dan grafik Box-Whisker Plot didapatkan hasil seperti yang tercantum pada Tabel 16. Indeks baru yang dihasilkan dari pendekatan konsep multimetrik disebut sebagai indeks biotik Trichoptera IBT. Kategori gangguan yang dihasilkan dari IBT yaitu: 26-28 dalam kategori belumsedikit mengalami gangguan Situs Rujukan, 17-18 kategori gangguan ringan Kampung Pensiunan, 7-16 kategori gangguan sedang Kampung Jog-jogan dan Katulampa, dan 6-4 kategori gangguan berat Cibinong. Tabel 16. Tahap scoring dalam penyusunan biokriteria Indeks biotik Trichoptera. Metrik biologi Nilai skor 7 5 3 1 Jumlah skor SIGNAL ≥ 55 54-33 32-20 ≤19 Jumlah total taksa ≥ 7 6-5 4-3 ≤2 Kelimpahan 3 dominan ≤ 80 81-96 97-99 100 Jumlah taksa sensitif ≥ 5 4-3 2 ≤1 Kriteria gangguan Minimal belum gangguan Gangguan ringan Gangguan sedang Gangguan berat Nilai kisaran indeks biotik Trichoptera IBT 26-28 17-18 7-16 4-6 Hasil uji korelasi rangking Spearman Tabel 17 antara IBT dengan variabel pencemaran organik indeks kimia, gangguan habitat indeks habitat, dan kontaminasi logam berat indeks pencemaran logam menunjukkan adanya korelasi yang sangat kuat r 0.75. Kondisi ini menunjukkan adanya kecenderungan tingginya nilai IBT akan diikuti dengan rendahnya tingkat pencemaran organik, kontaminasi logam merkuri, dan tingginya kualitas habitat alamisedikit mengalami gangguan. Tabel 17. Korelasi rangking Spearman antara indeks biotik trichoptera dengan indeks habitat, indeks kimia, dan polusi logam. Korelasi metrik IBT dengan lainnya Spearman r IBT Indeks habitat 0.85 IBT Indeks kimia 0.92 IBT Indeks polusi logam -0.93 Larva Trichoptera memiliki nilai penting dalam pemantauan biologi perairan kerena kekayaan taksa, keanekaragaman ekologi, dan kelimpahannya mampu merespon perbedaan tipe gangguan di ekosistem akuatik Hougton 2004. Hasil penyusunan biokriteria berupa Indeks Biotik Trichoptera IBT merupakan salah satu kemajuan dalam bioassessment karena hanya menggunakan satu taksa saja dibandingkan dengan metode konvesional sebelumnya melibatkan seluruh taksa makrozoobentos yang ada. Salah satu kelemahan dari IBT yang baru terbentuk adalah masih adanya kesenjangan pada kisaran kriteria IBT sebagai contoh daerah yang belum mengalami gangguan 26-28 dengan daerah yang telah mengalami gangguan ringan 17-18. Kondisi ini disebabkan oleh masih terbatasnya kasus data base tipe gangguan yang terjadi di Sungai Ciliwung khususnya daerah yang belum mengalami situs rujukan. Negara Inggris dalam membuat model prediktif River Invertebrate Prediction and Classification System RIVPACS menggunakan 41 situs rujukan guna menyusun model tersebut Clarke et al. 2003. Lydy et al. 2000 dalam mengembangkan index biotic integrity IBI di Sungai Arkansas menggunakan 30 situs rujukan. Adanya penambahan contoh kasus dari situs rujukan dan situs uji diharapkan mampu menurunkan adanya kesenjangan yang terjadi dari kriteria belum mengalami gangguan dan yang telah mengalami gangguan ringan. Indeks biotik trichoptera IBT relatif sama dengan indeks biologi lainnya yang dikembangkan sebelumnya dalam mendeteksi gangguan ekologi yang terjadi di Sungai. Kerans Karr 1994 menyebutkan keuntungan indeks biologi dibandingkan dengan pengukuran secara kimia, karena parameter kualitas air seringkali tidak mencerminkan seluruh pengaruh manusia pada ekosistem akuatik, sedangkan penggunaan biota yang residentmenetap makrozoobentos mampu merespon penggabungan dari seluruh pengaruh manusia pada ekosistem akuatik. Keuntungan dari penggunaan IBT ini terletak pada informasi yang dihasilkan dari indeks ini mampu menggambarkan tingkat keseimbangan populasi, toleransi polusi, dan keanekaragaman dari hewan Trichoptera secara komprehensif dan terintegrasi dalam menggambarkan gangguan ekologi yang terjadi di Sungai Ciliwung. Karena setiap komponen dari metrik biologi mencerminkan informasi yang spesifik, maka penggabungan ke dalam metrik tunggal dapat memberikan informasi yang menyeluruh terhadap kompleksitas sistem biologi di ekosistem akuatik Kerans Karr 1994.

4.10 Aplikasi Indeks Biotik Trichoptera IBT dalam Mendukung Pengelo- laan Sungai Ciliwung.

Hasil penelitian ini menunjukkan adanya potensi yang besar dari larva Trichoptera untuk digunakan sebagai alat evaluasi kualitas lingkungan akibat pengaruh aktivitas antropogenik di ekosistem Sungai Ciliwung. Larva Trichoptera sebagian besar bersifat sensitif terhadap gangguan yang ditimbulkan oleh pencemaran maupun kerusakan pada habitat. Hewan tersebut memiliki peran yang penting dalam menyusun rantai makanan di ekosistem sungai, oleh karena itu kondisi habitat yang mendukung bagi kehidupan hewan tersebut sudah selayaknya dipertahankan atau dilestarikan. Berbagai macam usaha yang dapat diambil guna menekan atau mencegah kerusakan pada ekosistem Sungai Ciliwung guna mendukung kehidupan larva Trichoptera maupun makrozoobentos lainnya antara lain: 1. Manajemen dan pengolahan limbah domestik maupun industri yang dilakukan secara terpadu oleh berbagai stake holder yang memiliki kepentingan dengan Sungai Ciliwung misalnya: Taman Nasional Gunung Gede Pangrango, Pemkot Bogor-Depok- Jakarta, Pusarpedal, kalangan industri, dan masyarakat di sekitar DAS Ciliwung. Adanya instalasi pengolah limbah sebelum limbah tersebut dibuang ke sungai dapat menurunkan beban pencemar yang masuk ke Sungai Ciliwung. 2. Konservasi vegetasi riparian yang ada di bantaran sungai maupun yang ada di bagian hulu sungai. Keberadaan vegetasi riparian ini sangat penting artinya guna mengurangi masuknya air run-off dan nutrien ke sungai, maupun sebagai sumber penyumbang materi allochtonous bagi kehidupan biota akuatik lainnya. Di samping itu keberadaan vegetasi riparian ini dapat berfungsi sebagai penyedia nektar yang dapat dimanfaatkan oleh serangga bentik dewasa sebagai sumber makanannya maupun untuk berlindung dari predator. 3. Peningkatan rekayasa habitat guna mendukung kehidupan makrozoobentos secara keseluruhan. Pembuatan susbtrat buatan artificial subtrate yang dapat dilakukan dengan cara penanaman vegetasi riparian submerged di bagian pinggir sungai, potongan- potongan kayu, maupun batu guna meningkatkan heterogenitas dan kompleksitas habitat. Komposisi substrat yang lebih heterogen mampu meningkatkan keanekaragaman dari banyak spesies makrozoobentos. Disamping itu perlu adanya upaya pencegahan perusakan habitat pada Sungai Ciliwung misalnya dengan pembatasan penambangan batu dan pasir seperti yang marak dilakukan di Stasiun Katulampa, dan 4. Peningkatan kesadaran masyarakat melalui pelatihan pemanfaatan limbah maupun pendidikan tentang arti pentingnya menjaga kelestarian ekosistem sungai, sehingga sungai tidak dianggap lagi sebagai tempat pembuangan akhir dari kegiatan aktivitas antropogenik. Upaya yang dapat dilakukan guna meningkatkan kesadaran masyarakat dapat melalui jalan formal pendidikan maupun secara informal pelatihan guna mereduksi sampah atau limbah yang dihasilkan agar tidak dibuang secara langsung ke sungai. Bagian hulu Sungai Ciliwung memiliki peran penting dalam pengelolaan ekosistem Sungai Ciliwung secara keseluruhan. Karena pengembangan biokriteria ini sangat bergantung pada keberadaan situs rujukan yang umumnya berada di bagian hulu, maka konservasi di bagian hulu mutlak diperlukan. Hal ini sesuai dengan pendapat Cullen 2002 tentang pentingnya konservasi di situs rujukan yang umumnya terletak di bagian hulu guna melindungi sistem sungai agar tetap sehat yaitu: 1. Menyediakan tempat sumber pembenihan dan membantu rekolonisasi ketika daerah yang ada dibawahnya mengalami gangguan kerusakan. 2. Berfungsi sebagai referensi benchmark guna menilai dan memperkirakan sampai sejauh mana tindakan menejemen sungai yang telah dilakukan menyimpang dari kondisi alaminya. Seperti halnya seorang dokter yang dapat membandingkan antara pasien yang sehat dengan yang sakit. 3. Melindungi spesies air tawar yang hidup di Sungai Ciliwung, karena setiap organisme mempunyai nilai tersendiri bagi ekosistem perairan dan seringkali berfungsi sebagai sumber materi genetik yang tidak terbarukan. Penelitian ini merupakan langkah awal dalam pengembangan biokriteria lokal yang adaptif yang dapat disesuaikan dengan kondisi iklim dan geografis setempat. Karena Negara Indonesia merupakan negara kepulauan yang tersusun dari ribuan pulau yang mungkin memiliki karakteristik geomorfologi berbeda,