Analisis Data METODE PENELITIAN

Kriteria pencemaran organik menurut indeks kimia dapat dilihat dalam Tabel 4. Kandidat daerah yang akan ditetapkan sebagai situs rujukan diusahakan memiliki nilai skor indeks 84 ke atas. Tabel 4 : Kriteria indeks kimia Kirchoff 1991 guna menggolongkan status pencemaran organik. Skor indeks kimia Statuskondisi 0 – 27 28 – 56 57 – 83 84 – 100 Tercemar berat Tercemar sedang Tercemar ringan Belum tercemar Status kontaminasi logam merkuri di sedimen diprediksi dengan menggunakan indeks pencemaran logam yang dihasilkan dari akar konsentrasi logam di daerah situs uji C i dibagi dengan konsentrasi logam di situs rujukan C oi . Tabel 5 merupakan kriteria dari indeks polusi logam di sedimen Chen et al. 2005. Rumus indeks pencemaran logam adalah sebagai berikut : Dengan: PI = indeks pencemaran logam x = C i C C oi i C = konsentrasi logam i di sedimen di daerah situs uji oi = konsentrasi logam di stasiun yang berfungsi sebagai situs rujukan. Tabel 5. Klasifikasi status pencemaran logam di sedimen dari Chen et al. 2005 Skor Kriteria 1 Terpolusi ringan 1 IPI ≤ 2 Terpolusi sedang 2 Terpolusi berat Fenomena abnormalitasnekrosis pada bagian insang abdominal larva Hydropsychid dilakukan pengamatan di masing-masing stasiun. Adanya nekrosis pada insang abdominal umumnya ditandai dengan penghitaman warna atau abrasi insang. Insang dalam kondisi normal akan tampak putih bening. Persentase jumlah individu yang mengalami abnormalitas Y dilakukan analisis korelasi …………………………. 2 Pearson product moment dengan besarnya akumulasi merkuri dalam tubuh larva Cheumatopsyche sp X. Kelimpahan perifiton di setiap titik lokasi pengamatan dihitung dengan menggunakan rumus modifikasi Eaton et al. 1995 sebagai berikut: Keterangan : N : Kelimpahan perifiton selcm 2 n : Jumlah perifiton yang diamati sel A s : Luas substrat yang dikerik cm 2 A untuk perhitungan perifiton cg : Luas penampang permukaan cover glass mm 2 A a : Luas amatan mm 2 V t V : Volume konsentrasi pada botol contoh 10 ml untuk perhitungan perifiton s : Volume konsentrasi dalam cover glass ml Keanekaragaman jenis dari masing-masing stasiun pengamatan ditentukan dengan menggunakan rumus indeks keanekaragaman Shanon-Wiener Cairns Dickson 1971 sebagai berikut: N n N n H i i 2 log ∑ − = Dengan, H’ = indeks keanekaragaman bits per individu n i N = Jumlah total individu spesies. = Jumlah individu dalam satu spesies Penghitungan indeks tersebut dilakukan dengan menggunakan software Spesies Diversity and Richness  versi 2.65 dari Pisces Conservation. Keseragaman dari komunitas larva Trichoptera diprediksi dengan menggunakan Indeks keseragaman sebagai berikut: E’= H’ H maks Dengan, . H maks = Keragaman jenis maksimum = log 2 S = jumlah jenis dalam sampel yang ditemukan. S ……………………… 3 ………………………. 4 ………………………………….….. 5 Kriteria untuk indeks keseragaman berkisar dari 0-1. Bila nilai indeks ≈ 0 maka keseragaman spesiesnya rendah, sedangkan bila nilai indeks ≈ 1 maka keseragaman spesiesnya relatif merata. Adanya perbedaan signifikansi masing-masing variabel lingkungan dilakukan uji statistik dengan menggunakan analisis non parametrik Kruskal- Wallis. Alasan penggunaan analisis non parametrik Kruskal-Wallis adalah pada statistik nonparametrik tidak memerlukan asumsi-asumsi tertentu, misalnya mengenai bentuk distribusi dan hipotesis-hipotesis yang berkaitan dengan nilai- nilai parameter tertentu dan banyaknya grup stasiun pengamatan lebih dari 2. Pengujian statistik tersebut dilakukan dengan menggunakan software STATISTICA versi 10. Uji korelasi ranking Spearman dilakukan antara variabel lingkungan dengan indeks keanekaragaman dan keseragaman guna mengetahui sensitifitas indeks tersebut diatas dalam mecerminkan gangguan pencemaran dan kerusakan habitat. Penghitungan uji korelasi rangking Spearman dilakukan dalam software STATISTICA versi 10. Status gangguan ekologi akibat pencemaran di Sungai Ciliwung diprediksi dengan menggunakan sistem pembobotan antara indeks keanekaragaman dengan variabel lingkungan. Hal ini dapat dilihat dalam BPLHD 2006 yang menggunakan sistem pemberian nilai skor skoring pada masing-masing variabel. Sistem perhitungan lebih rinci dapat dilihat dalam Tabel 6. Kontribusi faktor lingkungan terpilih bahan organik totalTOM, logam merkuri, indek habitat, dan CPOM dalam memberikan pengaruh pada ekologi feeding larva Trichoptera dianalisis dengan menggunakan teknik ordinasi tidak langsung analisis komponen utamaPCA. Teknik ordinasi langsung dengan Canonical Corespondence Analysis CCA diterapkan guna melihat kontribusi masing-masing variabel lingkungan terhadap komposisi dari komunitas makrozoobentos pada setiap stasiun pengamatan Ter Braak Verdonschot 1995. Ordinasi CCA juga berfungsi sebagai clustering site berdasarkan data dari kelimpahan fauna dan variabel lingkungan secara bersama-sama. Sebelum dilakukan ordinasi lebih lanjut terhadap variabel kualitas air yang bertindak sebagai variabel lingkungan pada analisis CCA, maka terlebih dahulu dilakukan seleksi dari variabel Tabel 3 guna menghindari variabel yang saling berautokorelasi satu dengan lainya. Variabel yang paling besar pengaruhnya yang akan digunakan dalam analisis lebih lanjut Ter Braak Verdonschot 1995. Proses seleksi dari variabel yang saling berautokorelasi dilakukan dengan menggunakan uji multikolinearitas. Variabel kualitas air yang mempunyai nilai korelasi R 2 lebih besar dari 0,8 akan dihilangkan dari proses ordinasi. Transformasi data spesies dilakukan dengan menggunakan √ akar kuadrat diterapkan terhadap kelimpahan makrozoobentos yang mempunyai kisaran luas dari 0 indvm 2 hingga lebih dari 100 indvm 2 Tabel 6. Sistem penilaian kualitas lingkungan dengan menggunakan interaksi antara indeks keanekaragaman dengan variabel lingkungan BPLHD 2006. Marchant Hehir 1999, Clarke Warwick 2001. Penghitungan ordinasi PCA dan CCA dilakukan dengan menggunakan software MVSP versi 3.1 Variabel Skor 1 3 6 10 Suhu air 16-20 C 21-25 26-31 31, 16 Konduktivitas µmhoscm 50 50-100 101-500 500 Padatan tersuspensi ppm 20 20-100 101-400 400 Oksigen terlarut ppm 6,5 4,5-6,5 2-4,4 2 pH 6,5-7,5 5,5-6,5 7,4-8,5 4-5,4 8,6-11 4 11 H’ Surber 2,5 1,5-2,5 1-1,5 1 Tabel 7 . Keterangan nilai skor untuk prediksi gangguan ekologi pada sungai BPLHD 2006. Nilai Rerata Skor Kriteria ≤ 2 2 - 4 Belumtercemar sedikit Tercemar ringan 4 - 6 Tercemar sedang 6 Tercemar berat Analisis produktivitas sekunder Hasil penimbangan dari berat larva yang terlalu kecil 0,0001 gr, maka dilakukan pendekatan dengan menggunakan statistik regresi power yang menghubungkan lebar kepala dengan berat tubuh Jin Ward 2007 dengan rumus sebagai berikut : DM = aHW b Dengan, DM = berat kering g a = intercept b = slope HW = Lebar kepala mm. Biomassa dari larva Trichoptera hydropsychid Cheumatopsyche sp. secara sederhana dihitung berdasarkan persamaan: B b Dengan, = n.W B b = Biomassa gm n = jumlah rerata individu individum 2 2 W = Berat rerata individu gramindividu Jin Ward 2007. Analisis produktivitas sekunder dilakukan dengan menggunakan metode frekwensi-ukuran size-frequency method dari Hynes Coleman 1968 yang sudah dimodifikasi oleh Benke Huryn 2007. Pada penelitian ini, penulis membatasi penghitungan produktivitas sekunder hanya menggunakan larva Hydropsychid Cheumatopsyche sp., karena larva hewan tersebut dapat dijumpai dari mulai bagian hulu hingga segmen pertengahan dari Sungai Ciliwung dan jumlahnya relatif berlimpah dibandingkan dengan taksa lainnya. Produktivitas sekunder dari larva Trichoptera Hydropsychidae dihitung dengan menggunakan rumus: Dengan, P = produktivitas sekunder tahunan g m -2 tahun -1 i = jumlah kelas ukuran N = jumlah total data selama sampling ……………………… 6 ………………………… 7 ………… 8 n = jumlah rerata individu pada masing-masing kelas ukuran = rerata geometri berat dari dua kelas ukuran CPI = Interval produksi dari sebuah kohort Figueiredo-Barros et al. 2006. CPI dari Cheumatopsyche spinosa adalah 182,5 dan Hydropsyche chekiangana adalah 365 Jacobsen et al. 2008. Laju pemulihan turn over pada masing-masing larva Cheumatopsyche sp. ditentukan dengan menggunakan rumus = PB, dengan P adalah produktivitas dan B adalah biomassa Benke Huryn 2007. Penyusunan biokriteria dengan konsep multimetrik Atribut biologimetrik yang digunakan untuk menilai gangguan ekologis di setiap lokasi pengamatan disajikan pada Tabel 8. Metrik Stream Invertebrate Grade Number-Average level SIGNAL digunakan untuk melihat besarnya nilai toleransi dari setiap jenis larva Trichoptera yang ditemukan di masing-masing stasiun pengamatan. Sensitifitas taksa genus larva Trichoptera didasarkan pada nilai toleransinya terhadap polutan pollution tolerance valuePTV yang dapat dilihat dalam Lenat 1993 dan US-EPA 1999. Taksa termasuk sensitif jika memiliki nilai PTV 4, fakultatif jika nilai PTV ≥4 dan 6, dan tergolong toleran jika ≥ 6 Blocksom et al. 2002. Penghitungan indeks SIGNAL dilakukan menurut Gooderham Tysrlin 2002 dengan menggunakan rumus: Dengan, I SIGNAL T = Nilai toleransi dari setiap taksa yang ditemukan, = Indeks SIGNAL, n = Jumlah taksa yang berbeda yang ditemukan. Kekuatan diskriminasi masing-masing metrik biologi dalam mencerminkan gangguan mengadopsi dari Barbour et al. 1996 yaitu dengan menggunakan grafik Box-Whisker Plot. Definisi dari kekuatan diskriminasi adalah kemampuan metrik dalam membedakan antara sungai yang berfungsi sebagai ……………………… 9 situs rujukan dengan sungai yang telah mengalami gangguan sebagai situs uji. Tingkatan overlaptumpang tindih antara kisaran interquartile IQ persentil 25 hingga 75 pada daerah situs rujukan dengan situs uji dilakukan scoring sebagai sinyal kemampuan diskriminasi dari masing-masing metrik. Jika kisaran IQ tidak ada tumpang tindih antara situs rujukan dan situs uji, maka diberi skor 3. Skor 2 diberikan jika IQ tumpang tindih tetapi kedua median terletak diluar dari kisaran IQ yang tumpang tindih. Skor 1 jika banyaknya IQ yang tumpang tindih tetapi paling sedikit satu median diluar kisaran IQ yang tumpang tindih. Skor 0 diberikan ketika IQ hampir keseluruan tumpang tindih atau kedua median terjadi tumpang tindih. Skor metrik 2 atau 3 menunjukkan kemampuan diskriminasi antara situs rujukan dan situs uji, dan metrik tersebut akan di analisis lebih lanjut. Penjelasan bobot scoring secara rinci dapat dilihat pada Gambar 9. Tabel 8. Kandidat metrik biologi yang digunakan untuk diskriminasi tingkat gangguan ekologi pada Sungai Ciliwung. Pengelompokan Atribut Biologi MetrikAtribut Biologi Respon yang Diprediksi dari Adanya Gangguan Kekayaan taksa dan komposisi - Jumlah kekayaan taksa Trichoptera - Jumlah taksa famili Hydropsychidae Menurun Menurun Toleransisensitif - Jumlah taksa sensitif - Jumlah taksa toleran - Jumlah taksa fakultatif - Indeks SIGNAL - Jumlah skor nilai toleransi SIGNAL Menurun Meningkat Menurun Menurun Menurun Atribut populasi - Kelimpahan 3 taksa dominan - Kelimpahan larva Hydropsychidae - Kelimpahan total Meningkat Meningkat Meningkat Ekologi feeding - Kelimpahan filtering collector - Kelimpahan shredder Meningkat Menurun Gambar 9. Evaluasi sensitifitas metrik. Kotak kecil merupakan nilai median, sedangkan kotak besar merupakan kisaran IQ persentil ke 25 hingga 75. a tidak ada IQ yang tumpang tindih, b. IQ tumpang tindih tetapi kedua nilai median tidak ada yang tumpang tindih, c. IQ tumpang tindih dengan satu nilai median yang tumpang tindih, d. IQ sebagian besar tumpang tindih atau kedua nilai median tumpang tindih . Pengujian nilai rerata setiap metrik biologi dari situs rujukan dengan situs uji dilakukan dengan menggunakan analisis statistik non parametrik Mann- Whitney U-test. Pengerjaan statistik non parametrik dilakukan dengan software STATISTICA versi 10. Jika metrik biologi yang digunakan menunjukkan adanya tumpang tindih dan perbedaan tidak signifikan pad a α = 5 antara stasiun yang berfungsi sebagai situs rujukan dengan situs uji, maka metrik tersebut kurang sensitif dalam mendeteksi adanya gangguan dan bukan merupakan kandidat yang baik untuk dijadikan sebagai komponen penyusun dari indeks multimetrik. Atribut biologimetrik terpilih kemudian dilakukan tahap normalisasi guna menghasilkan sebuah Indeks Biotik Trichoptera IBT. Tahap normalisasi dilakukan dengan cara menghitung percentile dari setiap atribut biologi di atas. Selanjutnya dilakukan tahap scoring trisection yaitu 1, 3, dan 5 pada masing- masing atribut biologi di atas. Secara umum jika metrik yang diharapkan meningkat dengan adanya peningkatan gangguanstress contoh: dominansi 3, maka nilai metrik terendah sampai percentile ke 25 diberi skor 5, percentile ke 25 sampai 75 diberi skor 3, sedangkan di atas skor 75 percentile diberi skor 1. Begitu juga sebaliknya, jika metrik yang diharapkan adanya penurunan dari gangguan menunjukkan ketinggian kualitas dari metrik maka skor dibalik dengan yang di atas Barbour 1996. Setelah melalui tahap scoring maka dilakukan penjumlahan dari lima atribut biologi ke dalam indeks tunggal atau IBT. Jika diasumsikan sembilan metrik tersebut sensitif dalam mendeteksi tingkat gangguan ekologi pada masing-masing stasiun pengamatan, maka nilai skor yang terendah adalah delapan dan skor tertinggi adalah 40. Hasil penggabungan metrik biologi Tabel 8 setelah dilakukan normalisasi IBT diuji korelasinya dengan indeks kimia, kontaminasi logam, dan habitat dengan menggunakan korelasi rangking Spearman dalam software STATISTICA versi 10.

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Kondisi Umum Sungai Ciliwung

Sungai Ciliwung merupakan salah satu dari 13 sungai di Indonesia yang menjadi prioritas kementrian lingkungan hidup KLH dalam pengelolaan kualitas air. Sungai tersebut memiliki panjang sekitar 125 km yang melewati provinsi Jawa Barat dan DKI Jakarta dengan sumber mata air sebagian besar berasal dari Gunung Gede Pangrango Bogor menuju daerah Jakarta Utara Muara Anke. Panjang dari DAS Ciliwung kira-kira 440 km yang di huni oleh kurang lebih 3,5 juta jiwa PSDA 2006. Keberadaan Sungai tersebut memiliki arti yang sangat penting bagi masyarakat sekitarnya khususnya sebagai bahan baku air minum, pertanian, perkebunan, maupun untuk kepentingan industri. Sungai Ciliwung saat ini telah mengalami gangguan lingkungan akibat aktivitas antropogenik antara lain: pencemaran air oleh limbah cair maupun padat sampah, sedimentasi, dan banjir saat musim hujan. Hasil pemantauan yang dilakukan oleh KLH tentang perubahan tutupan lahan yang terjadi di DAS Ciliwung dari tahun 2000 hingga 2008 menunjukkan adanya peningkatan yang cukup signifikan perubahan lahan oleh aktivitas antropogenik antara lain pembukaan area hutan, perkebunan, dan pemukiman penduduk Tabel 9. Pada tabel tersebut menunjukkan kondisi luas hutan dari 4918 ha menjadi 1256 ha, kebun campuran dari 6502 ha menjadi 8994 ha, dan pemukiman dari 24.833 ha menjadi 35.790 ha KLH 2011. Perubahan tata guna lahan yang terjadi dapat secara langsung mempengaruhi masuknya beban organik ke Sungai Ciliwung, sehingga sungai tersebut mengalami pencemaran. Meningkatnya penggunaan lahan untuk pemukiman penduduk berpotensi meningkatkan status pencemaran organik akibat masukan limbah dari rumah tangga. Pemantauan yang dilakukan oleh KLH tahun 2011 menunjukkan kondisi kualitas air Sungai Ciliwung dari bagian hulu Mata air Gunung Putri hingga hilir Mangga Dua-Jakarta dalam status tercemar berat yang dibandingkan kelas mutu air I, II, III PP 82 tahun 2001tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air. Tabel 9. Perubahan tutupan lahan di DAS Ciliwung dari tahun 2000-2008 KLH 2011 Tutupan Lahan Luas Ha Th. 2000 Th. 2005 Th. 2007 Th. 2008 Hutan 4918 9,43 4162 7,98 1665 3,129 1265 2,42 Kebun Campuran 6502 12,46 10791 20,69 12350 23,67 8994 17,24 Mangrove 43 0,08 Perkebunan 2186 4,19 4185 8,02 Pemukiman 24833 47,60 31580 60,53 33395 64,01 35750 68,53 Rawa 71 0,14 128 0,25 7 0,01 25 0,05 Sawah 1781 3,14 1799 3,45 1681 3,22 1502 2,88 Semak belukar 723 1,39 534 1,02 144 0,28 104 0,22 Tambakempang 7 0.01 1 Tanah terbuka 4550 8,72 423 0,81 20 0,04 14 Tegalanladang 8010 15,35 2422 4,64 385 0,74 233 0,03 Tubuh air 782 1,5 330 0,63 328 0,63 54 0,10 Total 52.169 100 52.169 100 52.169 100 52.169 100 Penelitian ini dilakukan di beberapa ruas Sungai Ciliwung yang masih termasuk dalam gradien tinggi 1289-163 m dpl dan sebagian besar memiliki kecepatan arus 0,5m detik 0,48-1,96. Gambaran kondisi umum masing-masing setiap stasiun pengamatan lebih rinci dijelaskan dalam Tabel 10 dan Lampiran 2.

4.2 Telaah Kualitas Fisik Air Sungai Ciliwung

Hasil pengukuran kualitas fisik air Sungai Ciliwung selama penelitian lebih rinci dijelaskan dalam sub bab di bawah ini.

4.2.1 Suhu Air

Suhu air dapat mempengaruhi proses yang terjadi pada sungai misalnya proses dekomposisi bahan organik, ketersediaan oksigen terlarut, dan sejarah hidup dari banyak organisme makrozoobentos Paul Meyer 2001. Suhu air dan pergerakan air memegang peran penting dalam fisiologi respirasi dengan cara mengontrol ketersediaan oksigen dalam tubuh dan sebagai faktor utama dalam menentukan lokasidistribusi dari sebuah spesies Mackay Wiggins 1979. Kondisi suhu air selama penelitian Gambar 10 dari Stasiun 1 hingga 6 menunjukkan suhu air meningkat secara sinifikan H = 43,50, P = 0,000. Peningkatan suhu air yang signifikan terjadi pada stasiun 5 hingga 6.