TINJAUAN PUSTAKA Jumlah pengunjung CAPS dalam 5 tahun terakhir 56

5

2. TINJAUAN PUSTAKA

Karakteristik Ekowisata Istilah ekowisata diperkenalkan pertama oleh Ceballos-Lascurain pada tahun 1983 yang mendefinisikan ekowisata sebagai kunjungan ke daerah-daerah yang masih alami yang relatif masih belum terganggu dan terpolusi dengan tujuan spesifik untuk belajar, mengagumi, menikmati pemandangan alam, satwa liar dan budayanya baik masa lalu maupun masa sekarang yang ada pada tempat tersebut. Kemudian Lascurain 1996 melakukan peninjauan ulang terhadap definisi ekowisata yang dirumuskan sebelumnya dengan menambahkan : untuk mempromosikan konservasi, meminimalkan dampak negatif yang diakibatkan oleh pengunjung dan masyarakat terlibat secara ekonomi dalam penyelenggaraanya. Menurut Tuohino dan Hynonen 2001 ekowisata adalah wisata berbasis alam, dikelola secara lestari, mendukung konservasi dan lingkungan pendidikan. Ekowisata menurut definisi dari The Ecotourism Society adalah perjalanan wisata ke kawasan alami atau belum terkontaminasi yang bertujuan untuk mengkonservasi lingkungan dan melestarikan kehidupan dan kesejahteraan penduduk setempat. Kegiatan ini awalnya dilakukan oleh wisatawan pecinta alam yang menginginkan daerah tujuan wisata tetap utuh dan lestari, di samping budaya dan kesejahteraan masyarakat tetap terjaga. Ekowisata juga merupakan bentuk perluasan pariwisata alternatif yang timbul sebagai konsekuensi dari ketidakpuasan terhadap bentuk pariwisata yang kurang memperhatikan dampak ekologis dan sosial, akan tetapi hanya mementingkan keuntungan ekonomi dan kenyamanan manusia. Pelaksanaan ekowisata lebih menekankan konservasi secara ekologi namun juga tetap memperhatikan kepentingan sosial ekonomi masyarakat lokal Fennell, 1999. Selanjutnya masyarakat ekowisata internasional mencoba mengidentifikasi prinsip-prinsip ekowisata berdasarkan pada definisi ekowisata yang telah berkembang. Prinsip ekowisata dimaksudkan adalah sebagai berikut : 1. Mengurangi dampak negatif berupa kerusakan atau pencemaran lingkungan dan budaya lokal akibat kegiatan wisata; 2. Membangun kesadaran dan penghargaan atas lingkungan dan budaya, baik pada diri wisatawan, masyarakat lokal maupun pelaku wisata lainnya; 3. Menawarkan pengalaman-pengalaman positif Damanik dan Weber, 2006. Menurut McDill et al. 1999 bahwa ekowisata mempunyai karakteristik umum sebagai berikut : 1. Wisata yang berbasis alam; 2. Penghargaan sebagai alasan untuk melakukan perjalanan wisata; 3. Mengembangkan konservasi sumber daya alam dengan melindungi dan memperkecil dampak terhadap lingkungan; 4. Memberikan manfaat kepada penduduk lokal; 5. Menghormati kultur lokal dan memperkecil dampak sosial; 6. Mempromosikan pendidikan lingkungan kepada pengunjung. 6 Ekowisata Sebagai Konsep Pengembangan Kawasan Kedatangan wisatawan ke tempat wisata di Negara tropika, menurut MacKinnon et al. 1993 tidak lain adalah ingin melihat sesuatu yang berbeda, sesuatu yang baru, sesuatu yang spektakuler, sesuatu untuk didokumentasikan serta ingin bertamasya dengan nyaman, dengan menggabungkan “petualangan” dengan kegiatan waktu senggang. Terkait dengan hal tersebut maka paket wisata yang paling berhasil adalah kombinasi sejumlah minat-minat tersebut. Faktor-faktor yang membuat suatu kawasan konservasi menjadi menarik untuk dikunjungi bagi pengunjung adalah : 1. Letaknya dekat atau jauh dari bandar udara internasional dan pusat wisata; 2. Perjalanan ke kawasan tersebut mudah dan nyaman atau sulit dan berbahaya; 3. Kawasan tersebut mempunyai atraksi yang menonjol misalnya satwa liar yang menarik atau khas untuk tempat tertentu; 4. Kemudahan untuk melihat atraksi atau satwaliar; 5. Memiliki beberapa keistimewaan berbeda; 6. Memiliki budaya yang menarik; 7. Unik dalam penampilannya; 8. Mempunyai obyek rekreasi pantai, danau, sungai, air terjun, kolam renang; 9. Cukup dekat dengan lokasi lain yang menarik wisatawan sehingga dapat menjadi bagian kegiatan wisatawan lain; 10. Sekitar kawasan itu memiliki pemandangan indah; 11. Keadaan makanan dan akomodasi tersedia. Menurut Wright 1993 strategi yang dibutuhkan untuk mengembangkan ekowisata seharusnya memenuhi prinsip-prinsip dasar diantaranya : 1. Ekowisata tidak menyebabkan degradasi sumber daya alam dan pengembangan selalu berdasarkan prinsip ramah lingkungan. 2. Ekowisata seharusnya mendukung partisipasi dan pengalaman baru bagi wisatawan. 3. Ekowisata seharusnya mencakup pengetahuan komunitas lokal, pemerintah, lembaga swadaya masyarakat, industri, wisatawan sebelum dan sesudah melakukan perjalanan. 4. Ekowisata seharusnya menemukan seluruh nilai intrinsik sumber daya. 5. Ekowisata mencakup daya dukung sumber daya. 6. Ekowisata mempromosikan saling pengertian dan menjebatani hubungan antar pihak terkait. Seluruh pihak terkait seharusnya mempromosikan tanggung jawab perilaku moral dan etika yang berkaitan alam dan budayanya. 7. Ekowisata seharusnya memberikan keuntungan dalam jangka panjang untuk sumberdaya, komunitas lokal dan industri dimana keuntungan tersebut dapat berupa konservasi, ilmu pengetahuan dan budaya atau ekonomi. 8. Ekowisata berorientasi kepada tujuan pembangunan berwawasan lingkungan dengan tetap mengindahkan kelestarian sumber daya alam dan lingkungan. 9. Kegiatan ekowisata seharusnya menjamin bahwa etika dasar praktek lingkungan yang bertanggung jawab diterapkan tidak hanya sebagai sumberdaya eksternal yang menjadi atraksi wisata tetapi juga faktor internal operasional. Pemilihan ekowisata sebagai konsep pengembangan kawasan didasarkan pada beberapa unsur utama yaitu 1 Ketergantungan pada kualitas sumber daya, 7 peninggalan sejarah dan budaya; 2 Melibatkan masyarakat; 3 Meningkatkan kesadaran dan apresiasi terhadap alam, nilai-nilai peninggalan sejarah dan budaya; 4 Tumbuhnya pasar ekowisata ditingkat internasional dan nasional; 5 Sebagai sarana mewujudkan ekonomi berkelanjutan Shelly dan Wall, 2001 Pengembangan Ekowisata Dalam Kawasan Konservasi Indonesia mempunyai potensi yang sangat besar dalam pengembangan ekowisata kawasan hutan tropika yang tersebar di kepulauan sangat menjanjikan untuk ekowisata dan wisata minat khusus. Ekowisata diberi batasan sebagai kegiatan yang bertumpu pada lingkungan dan bermanfaat secara ekologi, sosial dan ekonomi bagi masyarakat serta bagi kelestarian sumberdaya dan berkelanjutan. Pengembangan ekowisata di dalam kawasan hutan dapat menjamin keutuhan dan kelestarian ekosistem hutan. Ecotraveler menghendaki persyaratan kualitas dan kebutuhan ekosistem, oleh karenanya terdapat beberapa butir prinsip pengembangan ekowisata yang harus dipenuhi. The Ecotourism Society Eplerwood, 1999 dalam Fandeli, 2000 menyebutkan ada tujuh prinsip dalam kegiatan ekowisata yaitu: 1 Mencegah dan menanggulangi dari aktivitas wisatawan yang menggangu terhadap alam dan budaya; 2 Pendidikan konservasi lingkungan; 3 Pendapatan langsung untuk kawasan; 4 Partisipasi masyarakat dalam perencanaan; 5 Meningkatkan penghasilan masyarakat; 6 Menjaga kehormonisan dengan alam; 7 Menjaga daya dukung lingkungan; 8 Meningkatkan devisa buat pemerintah. Menurut Ridwan 2000 bahwa pengembangan ekowisata harus melibatkan berbagai unsur seperti : pengunjung atau ekowisatawan, sumber daya alam, pengelola, masyarakat setempat, kalangan bisnis termasuk tour operator, pemerintah, lembaga swadaya masyarakat dan lain sebagainya. Pada prinsipnya pengembangan ekowisata yang baik merupakan simbiosis antara konservasi dan pembangunan, namun kemungkinan timbulnya konflik kepentingan antara pelaku ekowisata bisa terjadi. Perencanaan pengembangan ekowisata diantaranya mengacu pada perencanaan perlindungan dan pelestarian lingkungan, perencanaan penggunaan lahan dan tata ruang. Perencanaan ekowisata merupakan bagian dari proses pemanfaatan dari sumberdaya dan berkelanjutan yang terkoordinasi dan interaktif berdasarkan aspek pelestarian ekologis kawasan, biodiversitas dan nilai sosial dalam keterlibatan wisatawan bersama masyarakat lokal. Menurut Bengen 2005 bahwa salah satu cara untuk mencapai keseimbangan antara ketersediaan sumberdaya dan kebutuhan manusia adalah menetapkan jenis dan besaran aktifitas manusia sesuai dengan kemampuan lingkungan untuk menampungnya. Artinya setiap aktifitas pembangunan di suatu wilayah harus didasarkan pada analisis kesesuaian lingkungan. Analisis kesesuaian lingkungan harus mencakup aspek ekologis, sosial dan ekonomi yaitu: 1. Aspek Ekologis, dapat didekati dengan menganalisis; a. Potensi maksimum sumberdaya berkelanjutan. Berdasarkan analisis ilmiah dan teoritis, dihitung kapasitas maksimum sumberdaya untuk menghasilkan barang dan jasa good and services dalam jangka waktu tertentu. 8 b. Kapasitas daya dukung carrying capacity. Daya dukung didefinisikan sebagai tingkat pemanfaatan sumberdaya alam secara berkesinambungan tanpa menimbulkan kerusakan sumberdaya alam dan lingkungannya. c. Kapasitas penyerapan limbah assimilative capacity. Kapasitas penyerapan limbah adalah kemampuan sumberdaya alam dapat pulih misalnya air, udara, tanah untuk menyerap limbah aktifitas manusia. Kapasitas ini bervariasi akibat faktor eksternal seperti cuaca, temperatur dan aktifitas manusia. 2. Aspek Sosial; Aspek sosial dapat dilihat dari penerimaan masyarakat terhadap aktifitas yang akan dilakukan, mencakup dukungan sosialterhindar dari konflik pemanfaatan, terjaganya kesehatan masyarakat dari akibat pencemaran, budaya, estetika, keamanan dan kompatibilitas. 3. Aspek Ekonomi; Aspek ekonomi dapat ditinjau dari kelayakan usaha dari aktifitas yang akan dilaksanakan. Dalam rangka untuk mewujudkan pembangunan pariwisata yang berkelanjutan sustainable tourism, ekowisata diharapkan dapat meminimalisir potensi kerusakan budaya dan lingkungan alam yang mungkin akan terjadi. Oleh karena itu perlu dilakukan identifikasi terhadap adanya potensi dampak negatif adanya pembangunan pariwisata seperti pada Tabel 2.1. Identifikasi potensi dampak tersebut penting untuk dilakukan dalam membuat perencanaan dalam penerapan konsep ekowisata dalam rangka pengembangan kawasan konservasi. Tabel 2.1 Dampak negatif pembangunan pariwisata Komponen lingkungan Fenomena dampak negatif Kegiatan pariwisata yang menimbulkan dampak negatif Flora dan fauna Gangguan perkembang biakan Hilang atau kepunahan Pengamatan burung bird watching, Gerak jalan hiking Perburuan Hunting Masakan istimewa unique dishes Padatnya visitasi Perubahan pola migrasi satwa Perjalanan dalam jalur migrasi Kerusakan vegetasi Pembangunan sarana wisata Kegiatan wisata pada kawasan hutan konservasi Polusi Polusi air dan tanah Limbah cair, Ceceran minyak dan bahan kimia, Pembuangan sampah padat Polusi udara Emisi kendaraan bermotor Polusi suara Kemacetan lalu lintas, Kehidupan malam, Tingginya visitasi Erosi Pengikisan permukaan tanah Lalu lintas yang padat Longsor Lingkungan binaan yang tidak terkendali Penggundulan hutan Kerusakan DAS Wisata sungai yang tidak terkendali Kepadatan pengunjung Sumberdaya alam Habisnya cadangan air tanah dan air permukaan Banyaknya kawasan terbangun Kerusakan sumber air Tingginya kemungkinan kebakaran Api yang tidak terkendali Sumber : diadopsi dari Heriawan, 2004 9 Konsep Daya Dukung Pengembangan Kawasan Wisata Pada saat ini, konsep daya dukung merupakan paradigma untuk mengatasi dan membatasi jumlah pembangunan wisata sesuai tujuan telah ditetapkan. Untuk menetapkan daya dukung jumlah wisatawan tertentu, dalam jangka waktu yang ditentukan. Kekhawatiran tersebut dianggap tepat untuk mempertahankan masyarakat lokal dalam konteks budaya dan lingkungan McCool dan Lime, 2001 Konsep daya dukung carrying capacity selalu dihubungkan dengan kapasitas atau jumlah manusia yang dapat ditampung dalam sebuah ruang tertentu. Dalam hubungannya dengan ekowisata maka konsep daya dukung dinyatakan sebagai jumlah atau kapasitas wisatawan yang dapat ditampung dalam suatu ruang tertentu yang tergantung pada kemampuan sumber daya wisata Dirawan, 2006. Menurut Lascurain 1996 Tourism Carrying Capacity TCC adalah daya dukung lingkungan dan berhubungan dengan aktivitas wisatawan. TCC didefinisikan sebagai tingkat maksimum pengunjung yang dapat diakomodasi oleh kawasan wisata dan pembangunannya. Sedangkan daya dukung wisatawan merupakan daya dukung lingkungan terhadap kegiatan rekreasi. Dengan demikian konsep daya dukung mempunyai komponen utama yaitu kualitas lingkungan dan kemampuan untuk dapat melakukan aktifitas rekreasi. Daya dukung wisata merupakan “batas dimana kehadiran wisatawan dan fasilitas pendukungnya tidak menimbulkan ganguan terhadap lingkungan fisik atau kehidupan ma syarakat”. Konsep daya dukung merupakan sebuah konsep yang mudah untuk dimengerti akan tetapi sangat sulit untuk dapat dihitung sehingga tidak terdapat standar baku untuk menghitung nilai daya dukung tersebut. Konsep tersebut juga sangat bervariasi terhadap waktu, iklim dan karakteristik dilakukannya wisata seperti pesisir, kawasan lindung, rural, gunung, kawasan sejarah. Terdapat beberapa komponen untuk dapat mengukur daya dukung wisata diantaranya : 1. Daya dukung fisik yang berhubungan dengan kemampuan lingkungan. Komponen ini sangat tergantung pada kapasitas dari sumberdaya, sistem dan kemampuan lingkungan untuk mengasimilasi dampak seperti kemampuan ekologis lahan, iklim seperti pengaruh frekwensi dan curah hujan. 2. Daya dukung biologi yang berhubungan dengan ekosistem dan penggunaannya secara ekologi termasuk didalamnya flora dan fauna, habitat alamiah dan bentang alam. 3. Daya dukung sosial budaya masyarakat terutama masyarakat penerima wisatawan sebagai contoh: keragaman budaya, kebiasaan penduduk. Konsep daya dukung merupakan prasyarat minimum dalam perencanaan dan pengembangan konsep ekowisata. Kondisi ini berkaitan dengan aturan dan pengertian wisata alam terbatas yang dapat dilakukan pada kawasan konservasi. Dimana wisata terbatas juga sangat tergantung dengan kapasitas daya dukung untuk dapat memberikan nilai maksimum terhadap peningkatan ekonomi dan partisipasi masyarakat sekitar kawasan dengan tetap mempertahankan nilai perlindungan dan pelestarian serta menekan dampak negatif yang di timbulkan. Dalam perhitungan daya dukung pada kawasan konservasi telah berkembang metode meliputi : limit of acceptable change LAC, visitor impact 10 management VIM, visitor experience and resources protection VERP, visitor activity management process VAMP, the recreation opportunity spectrum ROS. Perkembangan tersebut dipengaruhi oleh kompleknya permasalahan, keinginan dan kebutuhan pengunjung, ketersediaan sumberdaya pada kawasan suaka alam yang rentan terhadap perubahan habitat. Berikut Gambar 2.1 adalah konsep daya dukung dengan faktor-faktor yang mempengaruhinya. Sumber : diadopsi dari Dirawan, 2006 Gambar 2.1 Faktor-faktor yang mempengaruhi daya dukung ekowisata Konsep limit of acceptable change LAC digunakan untuk melihat kesesuaian antara kondisi dengan kebutuhan wisata. Dimana konsep ini dimaksudkan untuk mengontrol terjadinya kerusakan terhadap sumberdaya dibandingkan mencegahnya. Konsep ini bisa dilakukan apabila manajemen pengelola kawasan mempunyai informasi yang mendukung terkait dengan kondisi eksisting kawasan dan pengaruh jumlah pengunjung yang mempergunakan sebuah obyek wisata pada kawasan. Dalam proses analisis LAC terlihat bahwa kemampuan dari identifikasi terhadap kebutuhan akan kegiatan wisata yang telah dilakukan pada kawasan didukung dengan upaya memonitor kondisi kawasan, melalui langkah-langkah berikut : 1. Mengidentifikasi masalah dan isu-isu di kawasan 2. Mendefinisikan dan menggambarkan peluang 3. Pemilihan indikator sumber daya dan kondisi sosial 4. Inventarisasi sumber daya dan kondisi sosial 5. Menentukan standar khusus untuk sumber daya dan kondisi sosial 6. Mengidentifikasi alternatif lokasi dan peluang 7. Tindakan manajemen untuk setiap alternatif 8. Mengevaluasi dan memilih alternatif tindakan 9. Melaksanakan tindakan dan mengevaluasi McKay, 2006 11 Kawasan Konservasi Menurut UU RI No. 41 tahun 1999 tentang Kehutanan mendefinisikan kawasan konservasi sebagai kawasan hutan dengan ciri khas tertentu, yang mempunyai fungsi pokok pengawetan keanekaragaman tumbuhan dan satwa serta ekosistemnya. Oleh karena itu, kegiatan konservasi meliputi tiga hal yaitu konservasi genetik, konservasi spesies dan konservasi ekosistem. Sedangkan tujuan utamanya dalam melakukan kegiatan konservasi yaitu: 1 Melindungi keanekaragaman hayati; 2 Mempelajari fungsi dan manfaat keanekaragaman hayati; 3 Memanfaatkan keanekaragaman hayati tersebut untuk kesejahteraan umat manusia Alikodra, 1997. Perlindungan kawasan konservasi dilakukan untuk melindungi keanekaragaman biota, tipe ekosistem, gejala dan keunikan alam bagi kepentingan plasma nutfah, ilmu pengetahuan dan pembangunan pada umumnya. Menurut IUCN dalam MacKinnon et al. 1993 dalam pedoman menajemen terdapat dua prinsip mendasar untuk menentukan luasan kawasan konservasi yaitu daerah tersebut harus cukup luas untuk memelihara spesies dan dapat mendukung proses ekologi. Keanekaragaman hayati saat ini menjadi salah satu issu global yang sangat penting, sehingga kawasan konservasi mendapat perhatian ekstra. Menurut UU RI No. 5 tahun 1990 tentang Konservasi Sumberdaya Alam Hayati dan Ekosistemnya, sistem kawasan konservasi di Indonesia terdiri atas: 1. Kawasan Suaka Alam KSA adalah kawasan dengan ciri khas tertentu, baik di daratan maupun perairan yang mempunyai fungsi pokok sebagai kawasan pengawetan keanekaragaman tumbuhan, satwa dan ekosistemnya juga berfungsi sebagai wilayah sistem penyangga kehidupan. Kawasan Suaka alam terdiri dari : a. Cagar Alam yaitu kawasan suaka alam karena keadaan alamnya mempunyai kekhasan tumbuhan, satwa dan ekosistemnya atau ekosistem tertentu yang perlu dilindungi dan perkembangannya berlangsung secara alami. b. Suaka Magasatwa yaitu kawasan suaka alam yang mempunyai ciri khas berupa keanekaragaman dan atau keunikan jenis satwa yang untuk kelangsungan hidupnya dapat dilakukan pembinaan terhadap habitatnya. 2. Kawasan Pelestarian Alam KPA adalah kawaan dengan ciri khas tertentu, baik di darat ataupun di perairan yang mempunyai fungsi perlindungan sistem penyangga kehidupan, pengawetan keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa, serta pemanfaatan secara lestari terhadap sumber daya alam hayati dan ekosistenya. Kawasan pelestarian alam terdiri atas : a. Taman Nasional yaitu kawasan pelestarian alam yang mempunyai ekosistem asli, dikelola berdasarkan zonasi yang dimanfaatkan untuk tujuan penelitian, ilmu pengetahuan, pendidikan, penunjang budidaya, pariwisata dan rekreasi. b. Taman Wisata Alam yaitu kawasan pelestarian alam yang terutama dimanfaatkan untuk pariwisata dan rekreasi alam. c. Taman Hutan Raya yaitu kawasan pelestarian alam untuk tujuan koleksi tumbuhan dan atau satwa yang alami atau buatan, jenis asli dan atau bukan 12 asli yang dimanfaatkan bagi kepentingan penelitian, ilmu pengetahuan, pendidikan, menunjang budidaya pariwisata dan rekreasi. 3. Taman Buru adalah kawasan hutan yang telah ditetapkan untuk diselenggarakannya perburuan satwa secara teratur PP Nomor 13 Tahun 1994. Habitat yang ada bersifat alami atau semi alami berukuran sedang sampai besar, memiliki potensi satwa buru yang jumlah populasinya cukup besar, tersedianya fasilitas buru yang memadai dan lokasinya mudah dijangkau. Berdasarkan UU No. 5 tahun 1990 tentang konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya, terdapat tiga kegiatan yang menjadi kuwajiban dan tanggung jawab pemerintah dan masyarakat yaitu 1 Pengawetan keanekaragaman tumbuhan, satwa dan ekosistemnya 2 Perlindungan terhadap sistem penyangga kehidupan 3 Pemanfaatan sumber daya alam hayati dan ekosistemnya. Paradigma baru dalam pengelolaan kawasan konservasi tidak lagi memandang kawasan sebagai sesuatu yang terisolasi eksklusif, melainkan bagian integral dari wilayah yang lebih besar disekelilingnya. Dengan sudut pandang seperti ini disadari bahwa keberhasilan pencapaian tujuan konservasi in-situ tergantung pada unsur-unsur tersebut. Oleh sebab itu disepakati bahwa aspek-aspek sosial budaya, ekonomi dan politik perlu dipertimbangkan dalam pengelolaan kawasan konservasi Wiratno et al. 2004. Dengan paradigma tersebut, maka pengelolaan kawasan konservasi khususnya cagar alam harus juga mempertimbangkan azas pemanfaatan disamping untuk tujuan pelestarian. Artinya keberadaan cagar alam harus dapat bermanfaat bagi masyarakat dengan tetap menjamin kelestariannya. Pada kenyataannya, pengelolaan kawasan konservasi sekarang ini lebih mengedepankan aspek perlindungan dan pelestarian. Sedangkan untuk pemanfaatan kawasan belum dilakukan secara optimal. Untuk itulah memerlukan strategi pengelolaan yang bersinergi dengan berbagai pihak dan disesuaikan dengan situasi kawasan dengan menganut pola pengelolaan yang adaptif dan prinsip kehati-hatian. Analisis Ekowisata Strategi adalah suatu pendekatan pemakaian sumber daya di dalam kondisi persaingan agar seperangkat sasaran dapat dicapai. Strategi pengelolaan adalah pengelolaan keunggulan persaingan mencakup mengidentifikasi sasaran dan menganalisis lingkungan, mengenali ancaman dan peluang, penerapan strategi dan memantaunya agar keunggulan persaingan dapat berlanjut meskipun harus menghadapi perubahan dalam lingkungan Hayden, 1991. Menurut Steiner dan Miner 1997 dalam Rangkuti 2000 strategi merupakan respon terus menerus maupun adaftif terhadap peluang dan ancaman eksternal serta kekuatan dan kelemahan internal yang dapat mempengaruhi organisasi. Beraneka ragam faktor harus diperhitungkan dalam analisis yang bersifat strategis, sehingga terpilih suatu alternatif tertentu yang diyakini merupakan keputusan yang paling tepat. Para pakar sependapat bahwa instrumen untuk menilai berbagai faktor yang layak diperhitungkan yakni analisis SWOT dan pendekatan matriks. 13 Menurut Rangkuti 2000 analisis SWOT adalah identifikasi berbagai faktor secara sistematis untuk merumuskan strategi perusahaan. Analisis ini didasarkan pada logika yang dapat memaksimalkan kekuatan strengths dan peluang opportunities, namun secara bersamaan dapat meminimalkan kelemahan weaknesses dan ancaman threats. Analisis SWOT membandingkan antara faktor eksternal peluang dan ancaman dengan faktor internal kekuatan dan kelemahan sehingga dari analisis tersebut dapat diambil suatu keputusan strategi. Adapun matriks SWOT disajikan pada Tabel 2.2. Tabel 2.2 Matriks SWOT Internal Ekternal Kekuatan Strengths Tentukan 5-10 faktor-faktor kekuatan internal Kelemahan Weakness Tentukan 5-10 faktor-faktor kelemahan internal Peluang Opportunities Tentukan 5-10 faktor- faktor peluang eksternal S-O, Strategi kekuatan-peluang: menciptakan strategi yang menggunakan kekuatan untuk memanfaatkan peluang W-O, Strategi kelemahan- peluang: menciptakan strategi yang meminimalkan kelemahan untuk memanfaatkan peluang Ancaman Threats Tentukan 5-10 faktor- faktor ancaman eksternal S-T, Strategi kekuatan- ancaman: menciptakan strategi yang menggunakan kekuatan untuk mengatasi ancaman W-T, Strategi kelemahan- ancaman: menciptakan strategi meminimalkan kelemahandan menghindari ancaman Menurut Rangkuti 2000 dalam analisis SWOT digunakan matriks yang akan menghasilkan 4 set kemungkinan alternatif dari suatu strategi yaitu: - Strategi SO : strategi yang dibuat dengan memanfaatkan seluruh kekuatan untuk merebut dan memanfaatkan peluang yang sebesar-besarnya. - Strategi ST : strategi dalam menggunakan kekuatan yang dimiliki untuk mengatasi ancaman yang mungkin timbul. - Strategi WO : strategi yang diterapkan berdasarkan pemanfaatan peluang yang ada dengan cara meminimalkan kelemahan yang ada. - Strategi WT : strategi ini didasarkan pada kegiatan yang bersifat defensive dan berusaha meminimalkan kelemahan yang ada serta menghindari ancaman. Menurut Marimin 2004 bahwa proses yang dilakukan dalam analisis SWOT agar keputusan yang diperoleh lebih tepat perlu melalui beberapa tahapan sebagai berikut : a. Tahapan pengambilan data yaitu evaluasi faktor eksternal dan internal; b. Tahapan analisis data yaitu pembuatan matriks internal, eksternal dan matriks SWOT; c. Tahapan pengambilan keputusan. 14

3. METODE PENELITIAN