5
2. TINJAUAN PUSTAKA
Karakteristik Ekowisata
Istilah ekowisata diperkenalkan pertama oleh Ceballos-Lascurain pada tahun 1983 yang mendefinisikan ekowisata sebagai kunjungan ke daerah-daerah
yang masih alami yang relatif masih belum terganggu dan terpolusi dengan tujuan spesifik untuk belajar, mengagumi, menikmati pemandangan alam, satwa liar dan
budayanya baik masa lalu maupun masa sekarang yang ada pada tempat tersebut. Kemudian Lascurain 1996 melakukan peninjauan ulang terhadap definisi
ekowisata yang dirumuskan sebelumnya dengan menambahkan : untuk mempromosikan konservasi, meminimalkan dampak negatif yang diakibatkan
oleh
pengunjung dan
masyarakat terlibat
secara ekonomi
dalam penyelenggaraanya. Menurut Tuohino dan Hynonen 2001 ekowisata adalah
wisata berbasis alam, dikelola secara lestari, mendukung konservasi dan lingkungan pendidikan.
Ekowisata menurut definisi dari The Ecotourism Society adalah perjalanan wisata ke kawasan alami atau belum terkontaminasi yang bertujuan untuk
mengkonservasi lingkungan dan melestarikan kehidupan dan kesejahteraan penduduk setempat. Kegiatan ini awalnya dilakukan oleh wisatawan pecinta alam
yang menginginkan daerah tujuan wisata tetap utuh dan lestari, di samping budaya dan kesejahteraan masyarakat tetap terjaga. Ekowisata juga merupakan bentuk
perluasan pariwisata alternatif yang timbul sebagai konsekuensi dari ketidakpuasan terhadap bentuk pariwisata yang kurang memperhatikan dampak
ekologis dan sosial, akan tetapi hanya mementingkan keuntungan ekonomi dan kenyamanan manusia. Pelaksanaan ekowisata lebih menekankan konservasi
secara ekologi namun juga tetap memperhatikan kepentingan sosial ekonomi masyarakat lokal Fennell, 1999.
Selanjutnya masyarakat ekowisata internasional mencoba mengidentifikasi prinsip-prinsip ekowisata berdasarkan pada definisi ekowisata yang telah
berkembang. Prinsip ekowisata dimaksudkan adalah sebagai berikut : 1.
Mengurangi dampak negatif berupa kerusakan atau pencemaran lingkungan dan budaya lokal akibat kegiatan wisata;
2. Membangun kesadaran dan penghargaan atas lingkungan dan budaya, baik
pada diri wisatawan, masyarakat lokal maupun pelaku wisata lainnya; 3.
Menawarkan pengalaman-pengalaman positif Damanik dan Weber, 2006. Menurut McDill et al. 1999 bahwa ekowisata mempunyai karakteristik
umum sebagai berikut : 1.
Wisata yang berbasis alam; 2.
Penghargaan sebagai alasan untuk melakukan perjalanan wisata; 3.
Mengembangkan konservasi sumber daya alam dengan melindungi dan memperkecil dampak terhadap lingkungan;
4. Memberikan manfaat kepada penduduk lokal;
5. Menghormati kultur lokal dan memperkecil dampak sosial;
6. Mempromosikan pendidikan lingkungan kepada pengunjung.
6
Ekowisata Sebagai Konsep Pengembangan Kawasan
Kedatangan wisatawan ke tempat wisata di Negara tropika, menurut MacKinnon et al. 1993 tidak lain adalah ingin melihat sesuatu yang berbeda,
sesuatu yang baru, sesuatu yang spektakuler, sesuatu untuk didokumentasikan serta ingin bertamasya dengan nyaman, dengan menggabungkan
“petualangan” dengan kegiatan waktu senggang. Terkait dengan hal tersebut maka paket wisata
yang paling berhasil adalah kombinasi sejumlah minat-minat tersebut. Faktor-faktor yang membuat suatu kawasan konservasi menjadi menarik
untuk dikunjungi bagi pengunjung adalah : 1.
Letaknya dekat atau jauh dari bandar udara internasional dan pusat wisata; 2.
Perjalanan ke kawasan tersebut mudah dan nyaman atau sulit dan berbahaya; 3.
Kawasan tersebut mempunyai atraksi yang menonjol misalnya satwa liar yang menarik atau khas untuk tempat tertentu;
4. Kemudahan untuk melihat atraksi atau satwaliar;
5. Memiliki beberapa keistimewaan berbeda;
6. Memiliki budaya yang menarik;
7. Unik dalam penampilannya;
8. Mempunyai obyek rekreasi pantai, danau, sungai, air terjun, kolam renang;
9. Cukup dekat dengan lokasi lain yang menarik wisatawan sehingga dapat
menjadi bagian kegiatan wisatawan lain; 10.
Sekitar kawasan itu memiliki pemandangan indah; 11.
Keadaan makanan dan akomodasi tersedia. Menurut Wright 1993 strategi yang dibutuhkan untuk mengembangkan
ekowisata seharusnya memenuhi prinsip-prinsip dasar diantaranya : 1.
Ekowisata tidak menyebabkan degradasi sumber daya alam dan pengembangan selalu berdasarkan prinsip ramah lingkungan.
2. Ekowisata seharusnya mendukung partisipasi dan pengalaman baru bagi
wisatawan. 3.
Ekowisata seharusnya mencakup pengetahuan komunitas lokal, pemerintah, lembaga swadaya masyarakat, industri, wisatawan sebelum dan sesudah
melakukan perjalanan. 4.
Ekowisata seharusnya menemukan seluruh nilai intrinsik sumber daya. 5.
Ekowisata mencakup daya dukung sumber daya. 6.
Ekowisata mempromosikan saling pengertian dan menjebatani hubungan antar pihak terkait. Seluruh pihak terkait seharusnya mempromosikan
tanggung jawab perilaku moral dan etika yang berkaitan alam dan budayanya. 7.
Ekowisata seharusnya memberikan keuntungan dalam jangka panjang untuk sumberdaya, komunitas lokal dan industri dimana keuntungan tersebut dapat
berupa konservasi, ilmu pengetahuan dan budaya atau ekonomi. 8.
Ekowisata berorientasi kepada tujuan pembangunan berwawasan lingkungan dengan tetap mengindahkan kelestarian sumber daya alam dan lingkungan.
9. Kegiatan ekowisata seharusnya menjamin bahwa etika dasar praktek
lingkungan yang bertanggung jawab diterapkan tidak hanya sebagai sumberdaya eksternal yang menjadi atraksi wisata tetapi juga faktor internal
operasional.
Pemilihan ekowisata sebagai konsep pengembangan kawasan didasarkan pada beberapa unsur utama yaitu 1 Ketergantungan pada kualitas sumber daya,
7 peninggalan sejarah dan budaya; 2 Melibatkan masyarakat; 3 Meningkatkan
kesadaran dan apresiasi terhadap alam, nilai-nilai peninggalan sejarah dan budaya; 4 Tumbuhnya pasar ekowisata ditingkat internasional dan nasional; 5 Sebagai
sarana mewujudkan ekonomi berkelanjutan Shelly dan Wall, 2001
Pengembangan Ekowisata Dalam Kawasan Konservasi
Indonesia mempunyai potensi yang sangat besar dalam pengembangan ekowisata kawasan hutan tropika yang tersebar di kepulauan sangat menjanjikan
untuk ekowisata dan wisata minat khusus. Ekowisata diberi batasan sebagai kegiatan yang bertumpu pada lingkungan dan bermanfaat secara ekologi, sosial
dan ekonomi bagi masyarakat serta bagi kelestarian sumberdaya dan berkelanjutan.
Pengembangan ekowisata di dalam kawasan hutan dapat menjamin keutuhan dan kelestarian ekosistem hutan. Ecotraveler menghendaki persyaratan
kualitas dan kebutuhan ekosistem, oleh karenanya terdapat beberapa butir prinsip pengembangan ekowisata yang harus dipenuhi. The Ecotourism Society
Eplerwood, 1999 dalam Fandeli, 2000 menyebutkan ada tujuh prinsip dalam kegiatan ekowisata yaitu: 1 Mencegah dan menanggulangi dari aktivitas
wisatawan yang menggangu terhadap alam dan budaya; 2 Pendidikan konservasi lingkungan; 3 Pendapatan langsung untuk kawasan; 4 Partisipasi masyarakat
dalam perencanaan; 5 Meningkatkan penghasilan masyarakat; 6 Menjaga kehormonisan dengan alam; 7 Menjaga daya dukung lingkungan; 8
Meningkatkan devisa buat pemerintah.
Menurut Ridwan 2000 bahwa pengembangan ekowisata harus melibatkan berbagai unsur seperti : pengunjung atau ekowisatawan, sumber daya alam,
pengelola, masyarakat setempat, kalangan bisnis termasuk tour operator, pemerintah, lembaga swadaya masyarakat dan lain sebagainya. Pada prinsipnya
pengembangan ekowisata yang baik merupakan simbiosis antara konservasi dan pembangunan, namun kemungkinan timbulnya konflik kepentingan antara pelaku
ekowisata bisa terjadi. Perencanaan pengembangan ekowisata diantaranya mengacu pada perencanaan perlindungan dan pelestarian lingkungan, perencanaan
penggunaan lahan dan tata ruang. Perencanaan ekowisata merupakan bagian dari proses pemanfaatan dari sumberdaya dan berkelanjutan yang terkoordinasi dan
interaktif berdasarkan aspek pelestarian ekologis kawasan, biodiversitas dan nilai sosial dalam keterlibatan wisatawan bersama masyarakat lokal.
Menurut Bengen 2005 bahwa salah satu cara untuk mencapai keseimbangan antara ketersediaan sumberdaya dan kebutuhan manusia adalah
menetapkan jenis dan besaran aktifitas manusia sesuai dengan kemampuan lingkungan untuk menampungnya. Artinya setiap aktifitas pembangunan di suatu
wilayah harus didasarkan pada analisis kesesuaian lingkungan. Analisis kesesuaian lingkungan harus mencakup aspek ekologis, sosial dan ekonomi yaitu:
1.
Aspek Ekologis, dapat didekati dengan menganalisis; a.
Potensi maksimum sumberdaya berkelanjutan. Berdasarkan analisis ilmiah dan teoritis, dihitung kapasitas maksimum sumberdaya untuk menghasilkan
barang dan jasa good and services dalam jangka waktu tertentu.
8 b.
Kapasitas daya dukung carrying capacity. Daya dukung didefinisikan sebagai tingkat pemanfaatan sumberdaya alam secara berkesinambungan
tanpa menimbulkan kerusakan sumberdaya alam dan lingkungannya. c.
Kapasitas penyerapan limbah assimilative capacity. Kapasitas penyerapan limbah adalah kemampuan sumberdaya alam dapat pulih misalnya air,
udara, tanah untuk menyerap limbah aktifitas manusia. Kapasitas ini bervariasi akibat faktor eksternal seperti cuaca, temperatur dan aktifitas
manusia.
2. Aspek Sosial;
Aspek sosial dapat dilihat dari penerimaan masyarakat terhadap aktifitas yang akan dilakukan, mencakup dukungan sosialterhindar dari konflik pemanfaatan,
terjaganya kesehatan masyarakat dari akibat pencemaran, budaya, estetika, keamanan dan kompatibilitas.
3. Aspek Ekonomi;
Aspek ekonomi dapat ditinjau dari kelayakan usaha dari aktifitas yang akan dilaksanakan.
Dalam rangka untuk mewujudkan pembangunan pariwisata yang berkelanjutan sustainable tourism, ekowisata diharapkan dapat meminimalisir
potensi kerusakan budaya dan lingkungan alam yang mungkin akan terjadi. Oleh karena itu perlu dilakukan identifikasi terhadap adanya potensi dampak negatif
adanya pembangunan pariwisata seperti pada Tabel 2.1. Identifikasi potensi dampak tersebut penting untuk dilakukan dalam membuat perencanaan dalam
penerapan konsep ekowisata dalam rangka pengembangan kawasan konservasi.
Tabel 2.1 Dampak negatif pembangunan pariwisata
Komponen lingkungan
Fenomena dampak negatif Kegiatan pariwisata yang menimbulkan
dampak negatif Flora dan fauna
Gangguan perkembang biakan Hilang atau kepunahan
Pengamatan burung bird watching, Gerak jalan hiking
Perburuan Hunting Masakan istimewa unique dishes
Padatnya visitasi
Perubahan pola migrasi satwa Perjalanan dalam jalur migrasi
Kerusakan vegetasi Pembangunan sarana wisata
Kegiatan wisata pada kawasan hutan konservasi
Polusi Polusi air dan tanah
Limbah cair, Ceceran minyak dan bahan kimia, Pembuangan sampah padat
Polusi udara Emisi kendaraan bermotor
Polusi suara Kemacetan lalu lintas, Kehidupan
malam, Tingginya visitasi Erosi
Pengikisan permukaan tanah Lalu lintas yang padat
Longsor Lingkungan binaan yang tidak terkendali
Penggundulan hutan Kerusakan DAS
Wisata sungai yang tidak terkendali Kepadatan pengunjung
Sumberdaya alam
Habisnya cadangan air tanah dan air permukaan
Banyaknya kawasan terbangun Kerusakan sumber air
Tingginya kemungkinan kebakaran
Api yang tidak terkendali
Sumber : diadopsi dari Heriawan, 2004
9
Konsep Daya Dukung Pengembangan Kawasan Wisata
Pada saat ini, konsep daya dukung merupakan paradigma untuk mengatasi dan membatasi jumlah pembangunan wisata sesuai tujuan telah ditetapkan. Untuk
menetapkan daya dukung jumlah wisatawan tertentu, dalam jangka waktu yang ditentukan. Kekhawatiran tersebut dianggap tepat untuk mempertahankan
masyarakat lokal dalam konteks budaya dan lingkungan McCool dan Lime, 2001
Konsep daya dukung carrying capacity selalu dihubungkan dengan kapasitas atau jumlah manusia yang dapat ditampung dalam sebuah ruang
tertentu. Dalam hubungannya dengan ekowisata maka konsep daya dukung dinyatakan sebagai jumlah atau kapasitas wisatawan yang dapat ditampung dalam
suatu ruang tertentu yang tergantung pada kemampuan sumber daya wisata Dirawan, 2006. Menurut Lascurain 1996 Tourism Carrying Capacity TCC
adalah daya dukung lingkungan dan berhubungan dengan aktivitas wisatawan. TCC didefinisikan sebagai tingkat maksimum pengunjung yang dapat
diakomodasi oleh kawasan wisata dan pembangunannya. Sedangkan daya dukung wisatawan merupakan daya dukung lingkungan terhadap kegiatan
rekreasi. Dengan demikian konsep daya dukung mempunyai komponen utama yaitu kualitas lingkungan dan kemampuan untuk dapat melakukan aktifitas
rekreasi.
Daya dukung wisata merupakan “batas dimana kehadiran wisatawan dan
fasilitas pendukungnya tidak menimbulkan ganguan terhadap lingkungan fisik atau kehidupan ma
syarakat”. Konsep daya dukung merupakan sebuah konsep yang mudah untuk dimengerti akan tetapi sangat sulit untuk dapat dihitung
sehingga tidak terdapat standar baku untuk menghitung nilai daya dukung tersebut. Konsep tersebut juga sangat bervariasi terhadap waktu, iklim dan
karakteristik dilakukannya wisata seperti pesisir, kawasan lindung, rural, gunung, kawasan sejarah. Terdapat beberapa komponen untuk dapat mengukur daya
dukung wisata diantaranya : 1.
Daya dukung fisik yang berhubungan dengan kemampuan lingkungan. Komponen ini sangat tergantung pada kapasitas dari sumberdaya, sistem dan
kemampuan lingkungan untuk mengasimilasi dampak seperti kemampuan ekologis lahan, iklim seperti pengaruh frekwensi dan curah hujan.
2. Daya dukung biologi yang berhubungan dengan ekosistem dan penggunaannya
secara ekologi termasuk didalamnya flora dan fauna, habitat alamiah dan bentang alam.
3. Daya dukung sosial budaya masyarakat terutama masyarakat penerima
wisatawan sebagai contoh: keragaman budaya, kebiasaan penduduk. Konsep daya dukung merupakan prasyarat minimum dalam perencanaan
dan pengembangan konsep ekowisata. Kondisi ini berkaitan dengan aturan dan pengertian wisata alam terbatas yang dapat dilakukan pada kawasan konservasi.
Dimana wisata terbatas juga sangat tergantung dengan kapasitas daya dukung untuk dapat memberikan nilai maksimum terhadap peningkatan ekonomi dan
partisipasi masyarakat sekitar kawasan dengan tetap mempertahankan nilai perlindungan dan pelestarian serta menekan dampak negatif yang di timbulkan.
Dalam perhitungan daya dukung pada kawasan konservasi telah berkembang metode meliputi : limit of acceptable change LAC, visitor impact
10 management VIM, visitor experience and resources protection VERP, visitor
activity management process VAMP, the recreation opportunity spectrum ROS. Perkembangan tersebut dipengaruhi oleh kompleknya permasalahan,
keinginan dan kebutuhan pengunjung, ketersediaan sumberdaya pada kawasan suaka alam yang rentan terhadap perubahan habitat. Berikut Gambar 2.1 adalah
konsep daya dukung dengan faktor-faktor yang mempengaruhinya.
Sumber : diadopsi dari Dirawan, 2006 Gambar 2.1 Faktor-faktor yang mempengaruhi daya dukung ekowisata
Konsep limit of acceptable change LAC digunakan untuk melihat kesesuaian antara kondisi dengan kebutuhan wisata. Dimana konsep ini
dimaksudkan untuk mengontrol terjadinya kerusakan terhadap sumberdaya dibandingkan mencegahnya. Konsep ini bisa dilakukan apabila manajemen
pengelola kawasan mempunyai informasi yang mendukung terkait dengan kondisi eksisting kawasan dan pengaruh jumlah pengunjung yang mempergunakan sebuah
obyek wisata pada kawasan. Dalam proses analisis LAC terlihat bahwa kemampuan dari identifikasi terhadap kebutuhan akan kegiatan wisata yang telah
dilakukan pada kawasan didukung dengan upaya memonitor kondisi kawasan, melalui langkah-langkah berikut :
1. Mengidentifikasi masalah dan isu-isu di kawasan
2. Mendefinisikan dan menggambarkan peluang
3. Pemilihan indikator sumber daya dan kondisi sosial
4. Inventarisasi sumber daya dan kondisi sosial
5. Menentukan standar khusus untuk sumber daya dan kondisi sosial
6. Mengidentifikasi alternatif lokasi dan peluang
7. Tindakan manajemen untuk setiap alternatif
8. Mengevaluasi dan memilih alternatif tindakan
9. Melaksanakan tindakan dan mengevaluasi McKay, 2006
11
Kawasan Konservasi
Menurut UU RI No. 41 tahun 1999 tentang Kehutanan mendefinisikan kawasan konservasi sebagai kawasan hutan dengan ciri khas tertentu, yang
mempunyai fungsi pokok pengawetan keanekaragaman tumbuhan dan satwa serta ekosistemnya. Oleh karena itu, kegiatan konservasi meliputi tiga hal
yaitu konservasi genetik, konservasi spesies dan konservasi ekosistem. Sedangkan tujuan utamanya dalam melakukan kegiatan konservasi yaitu: 1 Melindungi
keanekaragaman hayati; 2 Mempelajari fungsi dan manfaat keanekaragaman hayati; 3 Memanfaatkan keanekaragaman hayati tersebut untuk kesejahteraan
umat manusia Alikodra, 1997.
Perlindungan kawasan
konservasi dilakukan
untuk melindungi
keanekaragaman biota, tipe ekosistem, gejala dan keunikan alam bagi kepentingan plasma nutfah, ilmu pengetahuan dan pembangunan pada umumnya.
Menurut IUCN dalam MacKinnon et al. 1993 dalam pedoman menajemen terdapat dua prinsip mendasar untuk menentukan luasan kawasan konservasi
yaitu daerah tersebut harus cukup luas untuk memelihara spesies dan dapat mendukung proses ekologi. Keanekaragaman hayati saat ini menjadi salah
satu issu global yang sangat penting, sehingga kawasan konservasi mendapat perhatian ekstra.
Menurut UU RI No. 5 tahun 1990 tentang Konservasi Sumberdaya Alam Hayati dan Ekosistemnya, sistem kawasan konservasi di Indonesia terdiri atas:
1. Kawasan Suaka Alam KSA adalah kawasan dengan ciri khas tertentu, baik di
daratan maupun perairan yang mempunyai fungsi pokok sebagai kawasan pengawetan keanekaragaman tumbuhan, satwa dan ekosistemnya juga
berfungsi sebagai wilayah sistem penyangga kehidupan. Kawasan Suaka alam terdiri dari :
a.
Cagar Alam yaitu kawasan suaka alam karena keadaan alamnya mempunyai kekhasan tumbuhan, satwa dan ekosistemnya atau ekosistem tertentu yang
perlu dilindungi dan perkembangannya berlangsung secara alami. b.
Suaka Magasatwa yaitu kawasan suaka alam yang mempunyai ciri khas berupa keanekaragaman dan atau keunikan jenis satwa yang untuk
kelangsungan hidupnya dapat dilakukan pembinaan terhadap habitatnya. 2.
Kawasan Pelestarian Alam KPA adalah kawaan dengan ciri khas tertentu, baik di darat ataupun di perairan yang mempunyai fungsi
perlindungan sistem penyangga kehidupan, pengawetan keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa, serta pemanfaatan secara lestari terhadap
sumber daya alam hayati dan ekosistenya. Kawasan pelestarian alam terdiri atas :
a.
Taman Nasional yaitu kawasan pelestarian alam yang mempunyai ekosistem asli, dikelola berdasarkan zonasi yang dimanfaatkan untuk tujuan
penelitian, ilmu pengetahuan, pendidikan, penunjang budidaya, pariwisata dan rekreasi.
b. Taman Wisata Alam yaitu kawasan pelestarian alam yang terutama
dimanfaatkan untuk pariwisata dan rekreasi alam. c.
Taman Hutan Raya yaitu kawasan pelestarian alam untuk tujuan koleksi tumbuhan dan atau satwa yang alami atau buatan, jenis asli dan atau bukan
12 asli yang dimanfaatkan bagi kepentingan penelitian, ilmu pengetahuan,
pendidikan, menunjang budidaya pariwisata dan rekreasi. 3.
Taman Buru adalah kawasan hutan yang telah ditetapkan untuk diselenggarakannya perburuan satwa secara teratur PP Nomor 13 Tahun
1994. Habitat yang ada bersifat alami atau semi alami berukuran sedang sampai besar, memiliki potensi satwa buru yang jumlah populasinya cukup
besar, tersedianya fasilitas buru yang memadai dan lokasinya mudah dijangkau.
Berdasarkan UU No. 5 tahun 1990 tentang konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya, terdapat tiga kegiatan yang menjadi kuwajiban dan
tanggung jawab
pemerintah dan
masyarakat yaitu
1 Pengawetan
keanekaragaman tumbuhan, satwa dan ekosistemnya 2 Perlindungan terhadap sistem penyangga kehidupan 3 Pemanfaatan sumber daya alam hayati dan
ekosistemnya.
Paradigma baru dalam pengelolaan kawasan konservasi tidak lagi memandang kawasan sebagai sesuatu yang terisolasi eksklusif, melainkan
bagian integral dari wilayah yang lebih besar disekelilingnya. Dengan sudut pandang seperti ini disadari bahwa keberhasilan pencapaian tujuan konservasi
in-situ tergantung pada unsur-unsur tersebut. Oleh sebab itu disepakati bahwa aspek-aspek sosial budaya, ekonomi dan politik perlu dipertimbangkan
dalam pengelolaan kawasan konservasi Wiratno et al. 2004. Dengan paradigma tersebut, maka pengelolaan kawasan konservasi khususnya cagar alam
harus juga mempertimbangkan azas pemanfaatan disamping untuk tujuan pelestarian. Artinya keberadaan cagar alam harus dapat bermanfaat bagi
masyarakat dengan tetap menjamin kelestariannya. Pada kenyataannya, pengelolaan kawasan konservasi sekarang ini lebih mengedepankan aspek
perlindungan dan pelestarian. Sedangkan untuk pemanfaatan kawasan belum dilakukan secara optimal. Untuk itulah memerlukan strategi pengelolaan yang
bersinergi dengan berbagai pihak dan disesuaikan dengan situasi kawasan dengan menganut pola pengelolaan yang adaptif dan prinsip kehati-hatian.
Analisis Ekowisata
Strategi adalah suatu pendekatan pemakaian sumber daya di dalam kondisi persaingan agar seperangkat sasaran dapat dicapai. Strategi pengelolaan adalah
pengelolaan keunggulan persaingan mencakup mengidentifikasi sasaran dan menganalisis lingkungan, mengenali ancaman dan peluang, penerapan strategi dan
memantaunya agar keunggulan persaingan dapat berlanjut meskipun harus menghadapi perubahan dalam lingkungan Hayden, 1991.
Menurut Steiner dan Miner 1997 dalam Rangkuti 2000 strategi merupakan respon terus menerus maupun adaftif terhadap peluang dan ancaman
eksternal serta kekuatan dan kelemahan internal yang dapat mempengaruhi organisasi. Beraneka ragam faktor harus diperhitungkan dalam analisis yang
bersifat strategis, sehingga terpilih suatu alternatif tertentu yang diyakini merupakan keputusan yang paling tepat. Para pakar sependapat bahwa instrumen
untuk menilai berbagai faktor yang layak diperhitungkan yakni analisis SWOT dan pendekatan matriks.
13 Menurut Rangkuti 2000 analisis SWOT adalah identifikasi berbagai faktor
secara sistematis untuk merumuskan strategi perusahaan. Analisis ini didasarkan pada logika yang dapat memaksimalkan kekuatan strengths dan peluang
opportunities, namun secara bersamaan dapat meminimalkan kelemahan weaknesses dan ancaman threats. Analisis SWOT membandingkan antara
faktor eksternal peluang dan ancaman dengan faktor internal kekuatan dan kelemahan sehingga dari analisis tersebut dapat diambil suatu keputusan strategi.
Adapun matriks SWOT disajikan pada Tabel 2.2.
Tabel 2.2 Matriks SWOT
Internal Ekternal
Kekuatan Strengths Tentukan
5-10 faktor-faktor
kekuatan internal Kelemahan Weakness
Tentukan 5-10
faktor-faktor kelemahan internal
Peluang Opportunities Tentukan 5-10 faktor-
faktor peluang eksternal S-O, Strategi kekuatan-peluang:
menciptakan strategi
yang menggunakan kekuatan untuk
memanfaatkan peluang W-O,
Strategi kelemahan-
peluang: menciptakan strategi yang meminimalkan kelemahan
untuk memanfaatkan peluang Ancaman Threats
Tentukan 5-10 faktor- faktor ancaman eksternal
S-T, Strategi
kekuatan- ancaman: menciptakan strategi
yang menggunakan kekuatan untuk mengatasi ancaman
W-T, Strategi
kelemahan- ancaman: menciptakan strategi
meminimalkan kelemahandan
menghindari ancaman
Menurut Rangkuti 2000 dalam analisis SWOT digunakan matriks yang akan menghasilkan 4 set kemungkinan alternatif dari suatu strategi yaitu:
- Strategi SO : strategi yang dibuat dengan memanfaatkan seluruh kekuatan
untuk merebut dan memanfaatkan peluang yang sebesar-besarnya. -
Strategi ST : strategi dalam menggunakan kekuatan yang dimiliki untuk mengatasi ancaman yang mungkin timbul.
- Strategi WO : strategi yang diterapkan berdasarkan pemanfaatan peluang
yang ada dengan cara meminimalkan kelemahan yang ada. -
Strategi WT : strategi ini didasarkan pada kegiatan yang bersifat defensive dan berusaha meminimalkan kelemahan yang ada serta menghindari
ancaman. Menurut Marimin 2004 bahwa proses yang dilakukan dalam analisis
SWOT agar keputusan yang diperoleh lebih tepat perlu melalui beberapa tahapan sebagai berikut :
a. Tahapan pengambilan data yaitu evaluasi faktor eksternal dan internal;
b. Tahapan analisis data yaitu pembuatan matriks internal, eksternal dan matriks
SWOT; c.
Tahapan pengambilan keputusan.
14
3. METODE PENELITIAN