DAFTAR GAMBAR lanjutan
5.11 Ekosistem yang ada di kawasan CAPS 43
5.12 Monyet ekor panjang dan Lutung Jawa 44
5.13 Elang laut perut putih Haliaetus leucogaster di Pulau Sempu 44
5.14 Jamur Stereum sp dan Bunga bangkai Amorphophallus sp 45
5.15 Goa macan dan sumber air tawar di pantai air tawar 45
5.16 Sampah plastik dari dalam kawasan dan kerawanan kawasan 46
5.17 Alat transfortasi darat dan laut menuju kawasan CAPS 47
5.18 Kantor resort Pulau Sempu dan sarana parahu patroli 48
5.19 Sampah botol plastik dan pemadatan tanah pada jalan trek 49
5.20 Tradisi petik laut nelayan Sendang Biru 50
5.21 Pembuatan perahu nelayan dan menangkap ikan secara tradisional 51
5.22 Jumlah pengunjung CAPS dalam 5 tahun terakhir 56
5.23 Jenis kelamin dan usia responden pengunjung 57
5.24 Tingkat pendidikan dan pekerjaan responden pengunjung 57
5.25 Daerah asal responden pengunjung 58
5.26 Sumber informasi tentang CAPS 59
5.27 Tujuan pengunjung datang ke CAPS 60
5.28 Tipe rombongan pengunjung dan frekwensi kunjungan 60
5.29 Obyek yang menjadi daya tarik pengunjung di kawasan CAPS 61
5.30 Persepsi pengunjung tentang pemanfaatan kawasan 61
5.31 Bentuk wisata yang diinginkan di kawasan CAPS 62
5.32 Tingkat pendidikan dan pengetahuan status kawasan 62
5.33 Ketergantungan masyarakat dan kegiatan yang dilakukan 63
5.34 Perubahan status dan keberadaan CAPS 64
DAFTAR LAMPIRAN
1. Kriteria penilaian obyek daya tarik wisata alam di kawasan CAPS 83
2. Perhitungan daya dukung fisik, riil dan efektif 93
3. Matrik identifikasi dan pemberian bobot faktor internal dan eksternal 95
4. Matrik IFAS Internal Factor Analisis Summary dan EFAS
Eksternal Factor Analisis Summary pengelolaan ekowisatadi CAPS 98
5. Matrik SWOT pengelolaan ekowisata di kawasan CAPS 100
6. Kuesioner dan panduan kawasan penelitian 101
7. Peta tutupan vegetasi dan sebaran satwa di kawasan CAPS 105
8. Peta rencana pengelolaan blok kawasan CAPS 105
9. Data curah hujan di Kec. Sumbermanjingwetan Kab. Malang tahun 2008-2012
106 10. Grafik data curah hujan di Kec. Sumbermanjingwetan Kab. Malang
tahun 2008-2012 107
11. Perhitungan bulan kering, bulan lembab dan bulan basah 108
12. Daftar riwayat hidup 109
1
1. PENDAHULUAN
Latar Belakang
Indonesia adalah negara mega biodiversity dunia yang memiliki
keanekaragaman hayati paling tinggi setelah Brasil dengan keunikan, keaslian dan keindahan alamnya Indrawan, Supriatna, Primack, 2007. Keanekaragaman flora,
fauna dan ekosistemnya serta keragaman budaya merupakan potensi dan dapat dijadikan salah satu dasar pembangunan nasional yang berkelanjutan Supyan,
2011. Oleh karena itu perlu dikembangkan dan dimanfaatkan bagi sebesar- besarnya kesejahteraan rakyat, melalui upaya konservasi, sehingga tercapai
keseimbangan dan keserasian antara aspek perlindungan, pengawetan dan pemanfaatan secara lestari.
Dalam rangka untuk melindungi keanekaragaman hayati tersebut, pemerintah melalui Departemen Kehutanan menetapkan beberapa kawasan di
Indonesia sebagai kawasan konservasi Zuhri dan Sulistyawati, 2007. Kawasan konservasi merupakan perwakilan keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa,
keutuhan sumber plasma nutfah, keseimbangan ekosistem, keunikan dan keindahan alam. Dengan penetapan kawasan konservasi diharapkan dapat
mendukung pembangunan dan menunjang peningkatan kesejahteraan rakyat serta pelestarian lingkungan hidup Ditjen PHKA, 2004.
Indonesia memiliki 245 kawasan cagar alam darat dan perairan dengan luas 4.485.230 ha Kemenhut, 2012. Pulau Sempu merupakan salah satu kawasan
konservasi di Jawa Timur. Kawasan pulau Sempu ditetapkan sebagai cagar alam berdasarkan Surat Keputusan Gubernur Jenderal Hindia Belanda Nomor. 46 Stbl
No. 69 tanggal 15 Maret 1928, dengan luas kawasan cagar alam tersebut saat itu adalah 877 ha. Penetapan kawasan tersebut didasarkan pada faktor botanis, estetis
dan topografis. Urgensi estetis dari kawasan Cagar Alam Pulau Sempu CAPS memiliki beberapa potensi wisata alam yang indah dan menarik terutama Segara
Anakan. Potensi tumbuhan, satwa dan ekosistem mempunyai nilai tinggi yang dapat mewakili kondisi hutan dan ekosistem daratan Pulau Jawa BBKSDA Jatim,
2011. Menurut Kramadibrata et al. 2010 kawasan CAPS memiliki 4 tipe ekosistem yaitu : ekosistem hutan tropis dataran rendah, ekosistem hutan
mangrove, ekosistem hutan pantai, ekosistem danau. Keragaman ekosistem tersebut menjadikan CAPS memiliki keanekaragaman tumbuhan dan satwa yang
tinggi.
Cagar Alam sebagai salah satu kawasan konservasi memiliki fungsi pokok sebagai kawasan pengawetan keanekaragaman hayati dan wilayah perlindungan
sistem penyangga kehidupan. Perlindungan cagar alam banyak mengalami hambatan dan gangguan yang disebabkan oleh pembatasan akses, sehingga
memicu konflik kepentingan antara pengelola kawasan dengan masyarakat Zuhri dan Sulistyawati, 2007. Permasalahan yang terjadi pada kawasan suaka alam
tersebut disinyalir karena ketidakoptimalan dalam pengelolaan. Ketidakoptimalan pengelolaan kawasan suaka alam diindikasikan dengan hampir semua kawasan
suaka alam mengalami gangguan pencurian, perambahan dan adanya kegiatan wisata alam pada kawasan cagar alam sehingga kawasan tidak berfungsi
2 sebagaimana peruntukan dan masyarakat sekitar hutan termarjinalisasi secara
sosial ekonomi Wiratno et al. 2004. Pemerintah berupaya untuk mempertahankan kawasan cagar alam dari
tekanan dan gangguan. Salah satu caranya adalah dengan memberlakukan aturan pemanfaatan secara ketat. Pengelola menganalogkan kawasan cagar alam sebagai
museum, hanya boleh dilihat dan tidak boleh disentuh, apalagi dimanfaatkan secara langsung. Pemanfaatan kawasan hanya untuk menunjang pendidikan,
penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan. Pada sisi lain, upaya memperketat penjagaan kawasan tidak diimbangi dengan keberadaan sumber
daya pengelolaan yang memadai. Keterbatasan sarana prasarana pengelolaan, sumber daya manusia dan dana pengelolaan menyebabkan permasalahan dalam
pelaksanaan pengelolaan kawasan Chasanatun, 2010.
Pada saat ini telah dikembangkan paradigma baru dalam pengelolaan konservasi, dengan memberdayakan peran serta masyarakat dalam perencanaan
pengelolaan kawasan konservasi. Menurut Fandeli 2000c kegiatan ekowisata sebagai bagian prinsip pengembangan dan pemanfaatan kawasan konservasi
dianggap memberikan manfaat secara berkelanjutan dalam meningkatkan pendapatan masyarakat. Dengan cara seperti itu, ekowisata dapat memberikan
kontribusi keuntungan jangka panjang bagi masyarakat lokal dan lingkungan Wight, 1993.
Peningkatan permintaan wisata ke daerah-daerah yang alami akan berdampak pada penurunan kawasan yang alami baik secara kualitas maupun
kuantitas Wearing dan Neil, 2009. Demikian juga adanya kegiatan ekowisata di kawasan CAPS, memberikan dampak kepada masyarakat lokal tentang status dan
fungsi kawasan cagar alam. Di satu sisi pengelola kawasan selalu menyatakan kepada masyarakat bahwa mereka tidak diijinkan memasuki kawasan CAPS
kecuali untuk kepentingan penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan, pendidikan, dan kegiatan yang menunjang budidaya. Di sisi lain bahwa
masyarakat lokal melihat banyak wisatawan memasuki kawasan untuk berwisata menikmati keunikan dan keindahan alam kawasan CAPS. Sementara pemerintah
sebagai pengelola kawasan masih belum bisa membuat aturannya karena terkendala dengan status cagar alam.
Dari kondisi tersebut maka perlu dilakukan kajian yang menganalisis potensi dan daya dukung ekowisata di kawasan CAPS untuk merumuskan
alternatif kebijakan pengelolaan kawasan. Hasil kajian ini diharapkan dapat menjadi masukan bagi stakeholders dalam menyelesaikan permasalahan
pengelolaan kawasan untuk mewujudkan kawasan yang secara ekologis tetap lestari dan secara ekonomis menguntungkan
Kerangka Pemikiran
Kawasan CAPS dalam beberapa tahun terakhir menghadapi permasalahan pengelolaan yang memerlukan penanganan serius. Permasalahan tersebut adalah
adanya ekowisata dalam kawasan cagar alam. Hal ini bertentangan dengan UU RI No. 5 tahun 1990 pasal 17 ayat 1 yaitu di dalam cagar alam hanya dapat dilakukan
kegiatan untuk kepentingan penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan, pendidikan dan kegiatan lain yang menunjang budidaya.
3 Adanya permasalahan dan tekanan permintaan ekowisata yang besar
terhadap kawasan CAPS, akan menimbulkan dampak yang dapat mengancam kelestarian kawasan cagar alam, sehingga tujuan penetapan kawasan konservasi
tidak dapat tercapai. Berdasarkan keadaan tersebut, diperlukan upaya strategis dalam mengelola kawasan CAPS, sehingga tercapai optimalisasi fungsi dan
manfaat kawasan serta sumberdaya alam yang terkandung di dalamnya. Hal ini sekaligus dapat memecahkan masalah yang dihadapi kawasan pada saat
sekarang dan mengantisipasi kondisi yang akan datang.
Tingginya permintaan ekowisata di kawasan CAPS merupakan potensi yang harus dikelola dengan baik, namun hal ini bertentangan dengan status kawasan
sebagai cagar alam. Oleh karena itu diperlukan kebijakan dan kerjasama antar stakeholders BBKSDA Jatim, Pemerintah Daerah, Masyarakat lokal dan pihak-
pihak terkait
supaya tidak terjadi konflik kepentingan diantara stakeholders dalam pengelolaan dan pelestarian kawasan CAPS. Dengan kebijakan baru ini
diharapkan kawasan cagar alam secara ekologis tetap lestari dan secara ekonomis menguntungkan masyarakat lokal. Kerangka pemikiran kajian potensi dan daya
dukung ekowisata di kawasan CAPS Jawa Timur secara rinci disajikan pada Gambar 1.1 berikut :
Gambar 1.1 Bagan alir kerangka pemikiran penelitian
4
Perumusan Masalah
Permintaan ekowisata yang terus meningkat pada kawasan CAPS dan didukung adanya potensi sumberdaya alam dengan segala keunikannya yang
dimiliki CAPS, terkendala dengan status kawasan sebagai cagar alam. Oleh karena itu perlu dilakukan kajian yang menganalisis potensi dan daya dukung
kawasan dengan adanya kegiatan ekowisata. Untuk menganalisis adanya permasalahan kegiatan ekowisata di kawasan CAPS perlu dilakukan identifikasi
potensi obyek wisata dengan faktor-faktor pendukungnya biofisik, kebijakan pengelolaan, sosial dan ekonomi yang sesuai dengan status kawasan, tujuan
pengelolaan dan rencana pengembangan daerah sekitar kawasan. Hasil kajian ini diharapkan dapat menjadi masukan bagi stakeholders dalam menyelesaikan
permasalahan pengelolaan dan pelestarian kawasan CAPS. Untuk dapat menjawab permasalahan tersebut maka pertanyaan penelitian adalah :
1.
Bagaimana potensi CAPS yang dapat dimanfaatkan untuk ekowisata? 2.
Bagaimana daya dukung yang disediakan kawasan CAPS untuk ekowisata? 3.
Bagaimana strategi pengelolaan kawasan CAPS yang mampu mengadopsi kepentingan para pihak dengan resiko serendah-rendahnya
Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah : 1.
Mengidentifikasi dan menganalisis potensi obyek daya tarik wisata alam di kawasan Cagar Alam Pulau Sempu.
2. Menganalisis daya dukung kawasan Cagar Alam Pulau Sempu dengan adanya
kegiatan ekowisata. 3.
Merumuskan rencana alternatif kebijakan pengelolaan kawasan pulau sempu yang sesuai dengan potensi dan status kawasan cagar alam.
Manfaat Penelitian
Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah : 1.
Sebagai bahan masukan dan pertimbangan bagi pengelola kawasan CAPS dalam menerapkan kebijakan pengelolaan untuk mencapai kawasan yang
secara ekologis tetap lestari dan secara ekonomis menguntungkan. 2.
Untuk meningkatkan partisipasi masyarakat dalam pengelolaan dan pelestarian kawasan CAPS
.
5
2. TINJAUAN PUSTAKA