dan strongsium. Hati dan ginjal merupakan tempat penyimpanan toksikan yang paling besar karena organ tersebut merupakan tempat terjadinya metabolisme hati
dan jalur eliminasi ginjal yang utama bagi toksikan.
2.2.4. Organ sasaran utama
2.2.4.1. Hati a. Morfologi hati
Hati merupakan salah satu organ besar dalam tubuh. Beratnya rata-rata sekitar 2,5 dari berat badan normal. Hati terletak pada rongga perut kanan
bagian atas dibawah diafragma. Permukaan hati diliputi oleh lapisan jaringan ikat padat dan ditutupi oleh peritoneum. Hati terbagi menjadi beberapa lobus
tergantung spesiesnya, hati tikus terbagi menjadi empat lobus, yaitu lobus kiri, lobus median, lobus kanan dan lobus kaudatus. Secara mikrokopis, setiap
lobus hati terbagi menjadi struktur-struktur yang disebut sebagai lobulus yang merupakan unit fungsional dari organ hati dan letaknya mengelilingi sebuah
vena sentralis. Setiap lobulus hati terbangun dari beberapa komponen yaitu sel-sel parenkim hati sel hepatosit, vena sentralis, sinusoid, cabang-cabang
vena porta, cabang-cabang arteri hepatika, sel kuppfer dan kanakuli billiaris.
Gambar 2. Anatomi hati www.enjoylongerhealth.com Sel hepatosit berbentuk polihedral dengan inti bulat terletak ditengah,
sel tersebut tersusun radial kearah luar vena sentralis. Diantara hepatosit terdapat kapiler-kapiler yang disebut sebagi sinusoid yang merupakan cabang
vena porta dan arteri hepatika Gambar 2. Pada beberapa sinusoid akan ditemukan sel kuppfer yang berfungsi sebagai makrofag yang memiliki fungsi
fagositik Delman dan Eurell 1998. Hati menerima darah dari dua sumber yaitu darah arteri dari arteri
hepatika kiri dan kanan dan darah vena porta yang mengalir dari saluran pencernaan dan abdomen lain yaitu limpa dan kantung empedu Delman dan
Eurell 1998. Darah yang masuk mengandung berbagai nutrisi yang baru diserap oleh saluran pencernaan, selain itu turut masuk juga berbagai bakteri,
darah merah yang sudah tua dan toksin yang harus diolah, dihancurkan atau disimpan. Sebanyak 75-80 darah pada organ hati berasal dari vena porta
sedangkan 20-25 darah yang masuk ke hati berasal dari arteri hepatika dan darah tersebut kaya akan oksigen Duffus dan Worth 2006.
Hati mempunyai beberapa fungsi yaitu fungsi metabolisme diantaranya karbohidrat, lipid, vitamin, zat besi dan darah; fungsi sintesis dan fungsi
detoksifikasi. Fungsi metabolisme karbohidrat dilakukan hati dengan cara mengatur pembentukan, penyimpanan, dan pemecahan glikogen. Sedangkan
dalam metabolisme lipid hati berperan dalam mensintesis, menyimpan dan mengeluarkan lemak untuk didistribusikan ke seluruh tubuh. Berkaitan
dengan vitamin larut lemak ADEK dan zat besi hati berperan sebagai organ penyimpanan bagi keduanya Delman dan Eurell 1998.
Fungsi sintesis dilakukan hati dengan melakukan beberapa proses diantaranya mensintesis protein plasma seperti albumin dan globulin dan juga
mensintesis empedu yang memungkinkan makanan berlemak dan mengandung vitamin yang larut dalam lemak vitamin A, D, E dan K dapat
diserap oleh usus halus. Fungsi detoksifikasi dapat dilakukan oleh hati karena hati memiliki
enzim-enzim yang dapat melakukan proses tersebut. Proses detoksifikasi dilakukan melalui dua tahap, yaitu: 1. mengubah senyawa xenobiotik melalui
reaksi oksidasi, reduksi, hidrolisis dan hidrasi yang dikatalisis oleh enzim hepatik contohnya sitokrom P450 Hukkanen et al. 2001, 2. mengikatnya
dengan senyawa yang lebih larut air konjugasi misalnya glukoronat, asam sulfat, dan glutation yang dikatilisis oleh enzim. Contohnya
glutation-S-transferase yang mengkatalisis mengikatan senyawa glutation pada senyawa xenobiotik Fanucchi et al. 2000.
b. Patologi hati Hati merupakan organ yang umumnya paling sering mengalami
kerusakan akibat adanya toksikan, kondisi tersebut berkaitan dengan peran dan posisi hati dalam sirkulasi cairan tubuh. Sebagian besar toksikan
memasuki tubuh melalui sistem pencernaan, setelah diserap lalu memasuki darah di sistim vena porta dan di distribusikan ke hati. Kondisi tersebut
diperparah dengan kenyataan bahwa 80 darah yang masuk ke hati berasal dari vena porta tersebut Harlina 2007.
Berdasarkan proses sirkulasi toksikan yang masuk melalui pencernaan, maka hati merupakan organ yang pertama kali menerima toksikan tersebut dan
juga organ yang pertama kali akan memetabolismenya. Proses metabolisme tersebut dalam beberapa kasus dapat meningkatkan toksisitas toksikan
sehingga dapat merusak hati, contohnya senyawa epoksida yang setelah dimetabolisme dengan komplek enzim fase I ternyata menjadi senyawa yang
lebih reaktif dan dapat melekat pada DNA hati membentuk “DNA adduct” sehingga menyebabkan kanker.
Keberadaan toksikan tersebut dapat menyebabkan beberapa perubahan pada berbagai komponen sel hati seperti bocornya membran sel dan
mitokondria yang membesar. Perubahan pada komponen sel hati ada yang bersifat reversibel dan ada yang irreversibel. Degenerasi merupakan
kerusakan sel yang reversibel karena hati dapat melakukan proses regenerasi sel dengan cara melakukan replikasi Guyton dan Hall 1997. Meskipun
demikian proses degenerasi yang berlangsung secara terus menerus dapat menyebabkan kematian sel nekrosis dan nekrosis merupakan kerusakan sel
yang bersifat irreversibel. Keberadaan toksikan juga dapat menyebabkan kerusakan pada organ
hati secara umum yang juga berhubungan dengan kerusakan pada sel hati seperti nekrosis, perlemakan hati dan sirosis Lu 1995. Nekrosis merupakan
kematian sel hati hepatosit, berdasarkan penyebabnya dapat disebabkan karena dua hal yaitu 1 karena pengaruh langsung zat toksik 2 karena
kekurangan O
2
dan nutrisi. Perlemakan hati terjadi jika berat lipid yang ada pada hati lebih dari 5
Lu 1995. Lemak yang menumpuk dihati merupakan lemak netral dalam bentuk trigliserida. Menurut Farrel dan Larter 2006 secara garis besar
penumpukan tersebut bisa disebabkan karena konsumsi alkohol yang berlebihan ataupun bukan karena alkohol seperti tetrasiklin, etionin Lu 1995
dan defisiensi kolin Rinella et al. 2008. Mekanisme yang paling umum yang menyebabkan penumpukan trigliserida tersebut adalah terganggunya
pelepasan trigliserida dari hati ke dalam plasma darah Carlton dan McGavin 1995.
Sirosis merupakan bentuk peradangan kronis yang ditandai dengan pembentukan jaringan. Sirosis ditandai dengan adanya septa kolagen yang
tersebar disebagian besar hati sehingga hati menjadi keras. Beberapa senyawa karsinogen dan juga CCl
4
dapat menjadi penyebab sirosis, selain itu konsumsi alkohol dan dibarengi dengan diet yang kurang kolin, protein, metionin,
vitamin B
12
, dan asam folat juga dapat menyebabkan sirosis pada hati Lu 1995.
Pendeteksian gangguan fungsi hati dapat dilihat terhadap kandungan bilirubin total hati yang meningkat dan kadar protein plasma albumin dan
globulin yang menurun. Menurut Harlina 2007 penurunan kadar albumin dan peningkatan kadar globulin sering terjadi pada sindrom nefrotik, patah
tulang, infeksi, tumor dan kondisi-kondisi peradangan. Sedangkan gangguan terhadap proses detoksifikasi dalam hati ditandai dengan peningkatan kadar
enzim-enzim transaminase yaitu serum glutamat oksaloasetat transaminase SGOT, serum glutamat piruvat transaminase SGPT dan juga enzim alkalin
fosfatase. Gangguan fungsi hati juga dapat dilihat dari kandungan total lemak, protein, kolesterol dan trigliserida.
Gangguan yang diidentifikasi pada profil biokimiawi serum darah tersebut dapat dikorelasikan dengan profil histopatologi hati yang berkaitan
dengan kondisi sel yang mengalami lesio degenerasi hidropik, degenerasi lemak, nekrosis ataupun apoptosis. Pengamatan dilakukan pada bagian
perilobuler yang dekat dengan vena hepatika dan arteri hepatika, karena bagian ini yang pertama kali berinteraksi dengan darah yang berasal dari usus
membawa zat gizi dan juga xenobiotik. Dengan mengkorelasikan kedua
parameter tersebut maka akan didapat gambaran yang lebih utuh terkait dampak toksisitas dari suatu senyawa terhadap organ hati.
2.2.4.2. Ginjal a. Morfologi ginjal
Ginjal terletak pada dinding posterior abdomen terutama di daerah lumbal, disebelah kanan dan kiri tulang belakang dibungkus lapisan lemak
dengan jumlah sepasang. Pada umumnya ginjal berbentuk seperti kacang dengan warna merah kecoklatan. Bagian luar ginjal yang beraspek gelap
disebut kortek dan bagian dalam yang beraspek agak cerah disebut medula yang di dalamnya terdapat unit fungsional ginjal yang disebut nefron dengan
jumlah ribuan. Nefron memiliki fungsi dasar untuk membersihkan plasma darah dari substansi yang tidak diinginkan oleh tubuh yang biasanya berasal
dari hasil metabolisme urea, kreatinin, asam urat, ion-ion natrium, kalium, klorida serta ion hidrogen dalam jumlah yang berlebih Guyton dan Hall 1997.
Secara struktur nefron terdiri atas glomerulus dan serangkaian tubulus. Glomerulus terdapat dalam ruang bowman dan mendapat aliran darah
dari arteri aferen yang merupakan sistim kapiler bertekanan tinggi Lu 1995. Dinding kapiler dari glomerulus memiliki pori-pori untuk filtrasi atau
penyaringan. Darah dapat disaring melalui dinding epitelium tipis yang berpori dari glomerulus dan ruang Bowman karena adanya tekanan dari darah
yang mendorong plasma darah. Filtrat yang dihasilkan akan masuk ke dalam tubulus ginjal mengalir melalui tubulus proksimal, ansa henle dan ke tubulus
distal Gambar 3. Dari sini cairan akan mengalir kesistem pengumpul yang terdiri dari tubulus penghubung, tubulus kolektivus kortikal dan tubulus
kolektivus medularis. Cairan menjadi makin kental di sepanjang tubulus dan saluran untuk membentuk urin, yang kemudian dibawa ke kandung kemih
melewati ureter Delman dan Eurell 1998. Fungsi ginjal adalah menyingkirkan hasil metabolisme normal seperti
urea, asam urat dan kreatinin dan juga senyawa xenobiotik yang tidak dibutuhkan tubuh. Disamping itu ginjal juga berperan penting dalam menjaga
homeostasis tubuh berkaitan dengan pH, cairan dan juga komposisi mineral
seperti sodium, potasium, klorida, kalsium dan fosfor.
Gambar 3. Antomi Ginjal www.uic.edu. Proses pengaturan cairan dan juga mineral dilakukan oleh ginjal dengan
perantara 2 hormon yaitu hormon vasopresin dan hormon aldosteron yang pengeluarannya diperantarai oleh sistem renin-angiotensin. ketika tubuh
kekurangan cairan salah satunya ditandai dengan ketika osmolalitas plasma yang meningkat maka parat juxtaglomerulat pada ginjal akan mengeluarkan
enzim proteolitik renin. Enzim tersebut akan mengkatalisis perubahan angiotensin plasma menjadi angiotensin I yang selanjutnya akan diubah
menjadi angiotensin II di paru-paru oleh angiotensin converting enzim ACE. Angiotensin II akan memerintahkan hipotalamus melakukan 2 hal, yaitu
1 menstimulasi rasa haus, 2 memerintahkan jaringan ptuitari posterior untuk melepaskan hormon vasopresin ke dalam plasma, selanjutnya hormon
ini menuju sel-sel duktus koligenites ginjal untuk meningkatkan permeabilitas terhadap air sehingga mengakibatkan peningkatan reabsorbsi air. Air yang
direabsorbsi ini meningkatkan volume dan menurunkan osmolaritas cairan ekstraseluler CES, jadi secara singkat hormon vasopresin mempunyai fungsi
antidiuretik. Tetapi jika osmolalitas tubuh normal kembali maka sekresi hormon vasopresin dihentikan.
Selain itu angiotensin II juga memerintahkan kortek adrenal untuk
mengeluarkan hormon aldosteron. Hormon ini berfungsi meningkatkan reabsorpsi natrium dan air serta meningkatkan sekresi kalium pada bagian
tubulus distal ginjal Guyton dan Hall 1997. b. Patologi ginjal
Ginjal juga merupakan salah satu organ utama yang menjadi sasaran aksi toksikan karena beberapa hal, yaitu: 1 Mempunyai volume aliran darah
yang tinggi, darah tersebut umumnya membawa zat-zat yang tidak diperlukan tubuh termasuk toksikan, 2 Mengkonsentrasikan toksikan pada filtrat, 3
Membawa toksikan melalui tubulus dan, 4 Mengaktifkan toksikan tertentu Lu 1995. Keberadaan senyawa toksik dan juga peranan ginjal terhadap
senyawa toksik tersebut menyebabkan terjadi interaksi antara toksikan dengan sel-sel pada ginjal, interaksi tersebut dapat menyebabkan efek buruk pada
semua bagian ginjal. Gangguan yang umumnya terjadi pada glomerulus adalah gangguan
filtrasi yang bisa diakibatkan karena pori-pori glomerulus mudah dilakui oleh senyawa sehingga ketika filtrat yang sampai di tubuli berada dalam jumlah
yang tidak normal Harlina 2007, selain itu pada glomerulus juga sering terjadi endapan protein maupun amiloid yang dapat melebar sehingga
mempersempit ruang Bowman McGavin dan Zachary 2007. Sedangkan kelainan pada tubulus biasanya berkaitan dengan tidak sempurnanya fungsi
reabsorpsi dan keberadaan senyawa toksik. Beberapa kelainan yang umumnya terjadi berkaitan dengan tidak sempurnya reabsoprsi diantaranya adalah
degenerasi hidropik, degenerasi hialin dan degenerasi lemak pada tubulus proksimal Thomas 1979. Degenerasi tersebut bersifat reversibel, artinya jika
penyebabnya hilang maka degenerasi pun akan hilang, tetapi jika penyebabnya terus-menerus ada maka sel yang mengalami degenerasi lama
kelamaan akan berubah menjadi sel nekrosis McGavin dan Zachary 2007. Gangguan-gangguan yang terjadi pada ginjal dapat menyebabkan
terhambatnya proses pembentukan urin yang bisa diakibatkan karena kemampuan filtrasi glomerulus menurun. Kondisi ini akan mengakibatkan
tekanan darah meningkat dan timbul racun metabolisme dalam darah terutama ureum dan kreatinin.
Pengujian untuk mendeteksi kerusakan ginjal dapat diamati secara kimiawi pada urin dan serum darah. Analisis dapat dilakukan pada kandungan
kreatinin, urea, beberapa ion elektrolit seperti potasium, sodium, kalsium, fosfor dan klorida. Kreatinin merupakan hasil degradasi dari kreatin dan juga
merupakan produk akhir dari metabolisme otot. Kreatinin disintesis dari asam amino arginin dan glisin di dalam hati dan ginjal. Kreatinin difiltrasi
glomerulus dan tidak disekresikan ataupun direasorbsi tubulus, sehingga kreatinin sering dijadikan indikator untuk mengetahui laju filtrasi glomerulus
Harlina 2007. Sedangkan urea merupakan hasil metabolisme tubuh terhadap amonia
dari protein atau dengan kata lain urea merupakan bentuk buangan amonia yang dihasilkan dari katabolisme protein. Sehingga kadar ureum akan
tergantung dari kadar amonia yang tentunya tergantung dari banyaknya asam amino yang dikatabolisme oleh tubuh. Pada kondisi normal kandungan ureum
yang berlebih akan dikeluarkan tubuh lewat ginjal, sehingga jika kadar urea dalam serum darah tinggi berarti ada indikasi kelainan ginjal dalam
menjalankan fungsinya untuk mengeluarkan ureum lewat urin. Peranan ginjal dalam menjaga hemostasis pH dan cairan tubuh sangat
erat kaitannya dengan keberadaan ion-ion elektrolit dalam tubuh khususnya pada serum darah yang mudah diamati. Jumlahnya pada serum darah yang
lebih rendah ataupun lebih tinggi dari normal, mengindikasikan adanya permasalahan pada ginjal khususnya pada bagian tubulus dalam mereabsorbi
ion-ion tersebut. Kelainan-kelainan yang diamati pada profil biokimia serum darah,
dapat dikorelasikan dengan profil histologi ginjal yang berkaitan dengan terjadinya lesio degenerasi hialin pada tubulus dan endapan protein pada
glomerulus. Pengamatan terhadap preparat histologi ginjal dilakukan pada bagian glomerulus yang menjalankan fungsi filtrasi dan tubulus proksimal
karena bagian ini yang pertama kali menerima filtrat hasil filtrasi glomerulus.
METODOLOGI 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian dilakukan di Laboratorium Biokimia Pangan dan Laboratorium Kimia Pangan Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan ITP Fakultas Teknologi
Pertanian IPB, Laboratorium Hewan Percobaan Departemen ITP dan Seafast Centre IPB dan Bagian Patologi Departemen Klinik Reproduksi dan Patologi,
Fakultas Kedokteran Hewan IPB. Penelitian dilakukan dari bulan Desember 2009 sampai bulan Juni 2010.
3.2. Bahan