Gambar 12. Kerusakan sel yang meliputi degenerasi hidropis , degenerasi lemak dan nekrosis pada tikus perlakuan pemberian
ekstrak air buah murbei dosis 0,1 gkg bb. Penurunan pH akan mengganggu permeabilitas membran sehingga Ca
2+
mudah masuk ke dalam sel. Konsentrasi Ca
2+
yang terlalu tinggi toksik bagi sel karena akan memicu depolimerisasi sitoskeleton, filamen dan mikrotubul akibatnya
aktivitas sel dalam melakukan pergerakan dan sekresi akan terganggu. Selain itu Ca
2+
juga akan mengaktifkan enzim fosfolipase yang dapat memecah fosfolipid membran sehingga akan merusak membran sel dan akhirnya akan menyebabkan
kematian sel Cheville 2006, McGavin dan Zachary 2007. Data yang dihasilkan tersebut menunjukkan pemberian ekstrak air buah
murbei pada dosis 0,1 dan 1 gkg bb menurunkan sel yang mengalami nekrosis dan degenerasi lemak dan meningkatkan sel normal pada hati tikus Sprague Dawley.
Artinya perlakuan yang diberikan tidak menyebabkan toksisitas pada organ hati bahkan dapat memperbaikinya.
4.5.2.3. Pembahasan umum
Deteksi kerusakan hati dengan menganalisis SGPT, SGOT, alkalin fosfatase, bilirubin total, bilirubin conjugated, total protein, albumin, glukosa, total
lipid, kolesterol dan trigliserida pada serum tikus kontrol dan perlakuan pemberian dosis ekstrak air buah murbei 0,1 dan 1 gkg bb tidak menunjukkan adanya
toksisitas pada organ hati baik pada jantan maupun betina. Hampir semua parameter tersebut pada tikus perlakuan dan kontrol baik jantan maupun betina
tidak berbeda nyata p0,05 kecuali pada albumin tikus jantan yang diberi ekstrak air buah murbei dosis 1 gkg bb. Selain itu, dibandingkan dengan standar pada
tikus normal, hampir semua rata-rata konsentrasi setiap parameter masih dalam rentang normal kecuali pada konsentrasi enzim alkalin fosfatase dan albumin pada
tikus jantan yang diberi ekstrak air buah murbei dosis 1 gkg bb. Hasil pengukuran parameter biokimiawi tersebut ternyata relevan dengan
hasil pengamatan dan perhitungan persentase lesio sel hati pada tikus perlakuan yang dapat meningkatkan jumlah sel normal dan menurunkan sel yang mengalami
degenerasi lemak dan nekrosis. Kedua parameter tersebut memang seharusnya berbanding lurus jika melihat peran dan fungsi dari hati dan serum darah, hasil yang
berbanding lurus tersebut juga terjadi pada penelitian yang dilakukan oleh Somfai-Relle et al. 2005 dan Kim et al. 2002.
Menurut Chan et al. 2004 salah satu indikator terjadinya degenerasi hati adalah adanya peningkatan konsentrasi SGPT. Hasil penelitian juga menunjukkan
terjadi peningkatan konsentrasi SGPT pada tikus kontrol yang diikuti dengan meningkatnya persentase hepatosit yang mengalami degenerasi lemak. Sedangkan
menurut Harlina 2007 terjadinya degenerasi dan nekrosis pada sel hepatosit akan menurunkan protein total pada serum, pendapat ini juga sejalan dengan hasil
penelitian ini yang menunjukkan terjadinya penurunan konsentrasi total protein serum pada tikus yang sel hepatositnya mengalami peningkatan degenerasi dan
nekrosis tikus kontrol. Konsentrasi kolesterol, total lipid dan trigliserida yang semakin menurun pada tikus perlakuan juga berbanding lurus dengan penurunan
persentase sel yang mengalami degenerasi dan nekrosis serta peningkatan persentase sel normal. Hasil ini sejalan dengan hasil penelitian Qureshi et al. 2004
pada serum ayam bloiler yang menunjukkan terjadinya peningkatan konsentrasi kolesterol dan trigliserida dengan semakin naiknya persentase sel nekrosis dan
degenerasi lemak. Pada tikus kontrol, terjadinya degenerasi lemak diduga terkait dengan
defisiensi kolin pada pakan standar yang digunakan. Sumber vitamin yang digunakan pada pembuatan pakan standar adalah multivitamin komersial yang
umumnya hanya mengandung vitamin A, B1, B2, B6, B12, C, D3, E, nikotinamida dan kalsium pantotenat. Menurut Cooke et al. 2007 defisiensi kolin dapat menjadi
salah satu penyebab terjadinya degenerasi lemak karena kolin dibutuhkan untuk sintesis fosfatidilkolin yang merupakan prekursor fosfolipid.
Fosfolipid dapat berikatan dengan triasilgliserol yang salah satunya menjadi sumber lipid membran dan dapat menjadi salah satu komponen VLDL untuk
selanjutnya dikeluarkan dari hati Murray et al. 2003. Sedangkan menurut Rinella et al.
2008 defisiensi kolin menyebabkan peningkatan masuknya trigliserida ke dalam hati dan penurunan pengeluaran VLDL dari hati ke dalam pembuluh darah.
Jadi keberadaan kolin dapat menjadi salah satu jalur eliminasi triasilgliserol dari hati agar tidak terjadi penumpukan lemak di hati. Selain itu terjadinya degenerasi
pada tikus kontrol dikarenakan tikus yang digunakan bukan tikus Specific Pathogen Free
SPF sehingga memungkinkan adanya gangguan dari kondisi tersebut. Berdasarkan hasil pengukuran pada kedua parameter tersebut, maka dapat
dikatakan bahwa perlakuan pemberian ekstrak air buah murbei dosis 0,1 dan 1 gkg bb tidak toksik pada organ hati tikus perlakuan. Bahkan jika mengacu utamanya
pada pengukuran konsentrasi enzim SGPT, SGOT dan alkalin fosfatase, bilirubin baik total maupun conjugated dan profil histologi organ hati maka dapat dikatakan
bahwa perlakuan tersebut dapat memperbaiki organ hati Qureshi et al. 2010, Zeashan et al. 2008.
Menurut Qureshi et al. 2010 senyawa yang dapat berperan dalam memperbaiki fungsi hati adalah antioksidan diantaranya golongan flavonoid seperti
mirisitin 3-O-glikosida, hiperin, isoquesertin, quesertin-3-O-rhamnosida. Pada buah murbei senyawa bioaktif yang bertanggungjawab terhadap aktivitas
antioksidan adalah sianidin 3-rutinosida, sianidin-3-monoglukosida, isoquecertin, quesertin dan vitamin C Chen et al. 2006. Antioksidan tersebut umumnya bekerja
dengan cara melindungi lipid pada membran sel agar tidak teroksidasi sehingga mencegah kerusakan sel Wiseman et al. 2000.
Peran antioksidan akan sangat terlihat pada kerusakan sel yang diakibatkan oleh radikal bebas yang dapat menyerang lipid pada membran sel. Menurut
McGavin dan Zachary 2007 kerusakan membran merupakan salah satu permulaan dari kerusakan sel, sedangkan menurut Halliwel dan Gutteridge 1999
radikal bebas bisa berasal dari dalam tubuh seperti proses pembentukan nitrit oksida yang akan menghasilkan NO radikal, atau asupan dari luar seperti dari
polusi, bahan kimia, bakteri dan virus. Dengan adanya antioksidan maka terjadinya oksidasi membran sel oleh radikal bebas dapat dicegah, karena antioksidan dapat
menangkap radikal bebas tersebut. Menurut Rajalaksmi dan Narisimhan 1996 antioksidan yang berasal dari alam seperti flavonoid dan vitamin C merupakan
antioksidan primer yang dapat menghambat rantai reaksi radikal bebas dengan cara memberikan ion hidrogen atau elektron pada radikal bebas tersebut sehingga
radikal bebas berubah menjadi produk yang stabil. Oleh karena itu berdasarkan keterangan-keterangan diatas dapat dikatakan
bahwa pemberian ekstrak air buah murbei dosis 0,1 dan 1 grkg bb tidak toksik bagi organ hati. Bahkan dengan keberadaan antioksidan pada buah tersebut dapat
memperbaiki profil dan fungsi sel hepatosit.
4.5.3. Analisis Kerusakan Ginjal
Ginjal merupakan organ utama yang berperan mengeluarkan senyawa toksik dari dalam tubuh. Proses tersebut memungkinkan terjadinya interaksi antara
sel-sel dalam organ ginjal dengan senyawa toksik tersebut, akibatnya dapat menyebabkan kerusakan pada sel tersebut. Oleh karena itu selain hati, ginjal juga
merupakan organ yang mudah rusak karena keberadaan senyawa toksik. Nefron merupakan unit fungsional ginjal sehingga bagian ini pula lah yang sering
mengalami kerusakan Carlton dan McGavin 1995. Identifikasi kerusakan ginjal hampir selalu dilakukan pada pengujian
toksisitas suatu sampel, identifikasi dapat dilakukan dengan menganalisis serum darah ataupun histologi organ ginjal. Analisa terhadap serum darah berkaitan
dengan salah satu fungsi ginjal yaitu mempertahankan keseimbangan air, mineral Ca, P, Na, Cl dan K, urea, kreatinin serta asam basa dalam tubuh khususnya dalam
darah. Oleh karena itu identifikasi kerusakan ginjal dalam serum biasanya dilakukan dengan mengukur konsentrasi urea, kreatinin, Ca, P, K, Na, Cl dan HCO
3
. Ginjal yang normal akan dapat mempertahankan konsentrasi senyawa dan mineral
tersebut dalam rentang normalnya, jika konsentrasinya dalam darah berlebih maka