Adsorbsi, distribusi dan metabolisme toksikan

mengindikasikan kerusakan hati, sedangkan jumlah kreatinin dan juga urea yang tinggi dalam serum dan juga urin mengindikasikan adanya kerusakan pada ginjal. 5. Pengamatan histologi terhadap organjaringan yang diduga menjadi sasaran senyawa toksik. Pengamatan histologi terhadap organ sasaran aksi senyawa toksik dilakukan untuk mengkonfirmasi kerusakan dan juga menghitung paparan kerusakan terhadap sel organ tersebut. Pengamatan biasanya dilakukan terhadap sel yang normal dan juga sel yang mengalami degradasi, nekrosis dan juga apoptosis. Parameter LD 50 dipakai hanya dalam pengujian toksisitas akut sedangkan parameter yang lainnya bisa dipakai baik dalam pengamatan toksisitas akut, sub kronis maupun kronis. Pada pengujian toksisitas akut kadang kala hanya dilakukan dengan menggunakan parameter LD 50 seperti penelitian yang dilakukan oleh Rasekh et al. 2005, ada yang menggunakan parameter LD 50 dan juga pengamatan tingkah laku hewan percobaan Joshi et al. 2007, Alade et al. 2009 dan ada yang menggunakan parameter LD 50, pengamatan tingkah laku hewan percobaan, berat badan dan konsumsi ransum dan pengamatan histologi terhadap organ Somfai-relle et al. 2005. Sedangkan pengujian toksisitas sub kronis maupun kronis ada yang hanya menggunakan paremeter analisis kimiawi serum Amanvermez et al. 2009, ada yang menggunakan parameter analisis serum dan paraneter pengamatan histologi Alade et al. 2009 dan ada yang menggunakan parameter kematian, pengamatan tingkah laku hewan percobaan, berat badan dan konsumsi pakan, analisis kimiawi terhadap darah, serum dan urin dan juga pengamatan histologi terhadap organ Somfai-relle et al. 2005.

2.2.3. Adsorbsi, distribusi dan metabolisme toksikan

Umumnya racun masuk ke dalam tubuh melalui 3 cara, yaitu sistim pernafasan, mulut pencernaan dan kulit. Meskipun demikian racun tidak bisa begitu saja masuk ke dalam tubuh. Sistim ataupun organ tempat masuknya racun tersebut memiliki pertahanan-pertahanan, baik yang bersifat fisik maupun enzimatis. Membran sel merupakan sawar barrier yang menghalangi masuknya racun pada semua semua sistim organ, artinya racun harus melalui membran-membran sel tersebut untuk dapat diserap, didistribusi, dimetabolisme tubuh. Membran sel mempunyai sifat semipermeabel artinya hanya melewatkan senyawa tertentu yang dikehendaki sel tersebut. Senyawa toksikan melewati membran sel melalui empat mekanisme yaitu difusi pasif, filtrasi oleh pori-pori membran, transport aktif dengan perantara carrier dan pencaplokan oleh sel pinositosis Hodgson dan Levi 2000. Sistim pencernaan umumnya dapat dimasuki toksikan karena toksikan tersebut berada dalam makanan ataupun minuman yang dikonsumsi. Sebelum diabsorsi, toksikan akan mengalami interaksi dengan komponen kimiawi yang ada pada saluran pencernaan seperti HCl pada lambung. Absorsi utamanya terjadi diusus halus dan senyawa-senyawa tertentu dapat diserap dilambung. Faktor penting yang mempengaruhi perjalanan toksikan di saluran pencernaan sampai akhirnya dapat diserap di lambung ataupun usus adalah pH lingkungan pencernaan Hodgson dan Levi 2000, hal ini terjadi karena dari mulut sampai usus halus terjadi perbedaan pH, mulut memiliki pH 7 sedangkan lambung pH nya 1 sampai 2 karena sekresi HCl dan usus halus pH nya sekitar 6. Adanya perbedaan pH saat toksikan melalui jalur pencernaan tersebut menyebabkan terjadinya perubahan kimiawi pada toksikan, sehingga saat mencapai usus halus akan mempengaruhi dapat atau tidaknya suatu toksikan diserap dan juga cara penyerapannya. Racun yang tidak terionisasi dan larut dalam lipid akan diserap melalui cara difusi pasif. Disamping itu dalam usus juga terdapat protein pembawa yang tugas normalnya adalah membawa nutrisi-nutrisi yang dibutuhkan tubuh, namun beberapa toksikan seperti 5-fluorourasil dan timbal dapat menggunakan protein carier tersebut untuk memasuki membran usus halus, sedangkan pewarna azo dan latek polistirena dapat memasuki usus dengan cara pinositosis Lu 1995. Jalur pernafasan juga dapat dimasuki toksikan yang biasanya ada dalam udara yang diserap tubuh. Bentuknya bisa gas seperti karbon monoksida dan belerang dioksida dan juga bisa berupa uap cairan seperti benzen dan karbon tetraklorida. Tempat utama penyerapannya adalah alveoli paru-paru yang memiliki permukaan luas, tempat ini mudah diserang karena 1 memiliki banyak pembuluh darah kapiler tempat terjadinya pertukaran gas 2 memiliki lapisan cair yang tipis yang dapat mudah dilewati gas Hodgson dan Levi 2000. Disamping itu menurut Donatus 2001 ukuran partikel menjadi faktor penentu utama absorsi racun pada alveolus. Misalkan racun timah dengan garis tengah ukuran partikel 0,25 μm dapat dengan mudah diabsorbi di alveoli, sedangkan uranuim dioksida dengan diameter 3 μm tidak bisa diabsorsi di alveoli. Kulit merupakan salah satu tempat yang bisa menjadi jalan masuknya toksikan ke dalam tubuh. Walaupun demikian, umumnya kulit relatif impermeabel sehingga merupakan sawar barrier yang baik bagi tubuh terhadap toksikan. Meskipun demikian senyawa toksik insektisida paration yang bisa masuk melalui kulit dapat menyebabkan dampak yang fatal bagi tubuh Donatus 2001. Zat-zat asam, basa, gas mustard dan beberapa pelarut seperti dimetil sulfoksida DMSO akan merusak sawar kulit sehingga memudahkan masuknya toksikan melalui kulit. Absorbsi toksikan pada kulit dapat terjadi melalui folikel rambut atau lewat kelenjar keringat tetapi absorbsinya kecil. Absorpsi toksikan melalui kulit umumnya terjadi ketika toksikan tersebut dapat menembus lapisan kulit yang terdiri atas epidermis dan dermis Lu 1995. Setelah melewati sawar-sawar yang ada pada jalur masuknya toksikan tersebut, maka toksikan akan masuk ke darah dan didistribusikan ke tempat yang menjadi target aksinya. Laju distribusi ke tiap-tiap organ tubuh berhubungan dengan laju aliran darah, mudah tidaknya zat kimia itu melewati dinding kapiler dan membran sel serta afinitas target aksi dengan toksikan tersebut Lu 1995. Tempat yang biasanya dapat mengikat dan menyimpan toksikan tersebut adalah protein plasma, hati, ginjal, jaringan lemak dan tulang. Komponen protein plasma umumnya berperan mengikat toksikan anorganik, contoh protein plasma adalah albumin yang dapat mengikat aneka ragam senyawa misalnya kalsium, tembaga dan seng; celuloplasmin yang dapat mengikat tembaga dan litium; dan alfa glikoprotein yang dapat mengikat senyawa yang bersifat basa. Jaringan lemak berperan dalam mengikat dan menyimpan toksikan yang larut dalam lipid contohnya DDT, dieldrin dan bifenilpoliklorin PCB. Tulang merupakan tempat penimbunan utama dari toksikan flourida, timbal dan strongsium. Hati dan ginjal merupakan tempat penyimpanan toksikan yang paling besar karena organ tersebut merupakan tempat terjadinya metabolisme hati dan jalur eliminasi ginjal yang utama bagi toksikan.

2.2.4. Organ sasaran utama