Alat Metode Toksisitas akut dan subkronis ekstrak air buah murbei pada tikus Sprague dawley

3.3. Alat

Alat-alat yang digunakan untuk pembuatan laruan ekstrak air buah murbei adalah neraca analitik, blender, sentrifugasi, gelas piala, sudip, batang pengaduk, corong, gelas ukur, tissu dan tabung reaksi. Sedangkan alat-alat yang digunakan untuk pemeliharaan tikus adalah kandang tikus dari boks plastik, tempat pakan dari alumunium, tempat minum berupa botol, timbangan tikus dan alat pembersih kandang serta syringe. Alat-alat yang digunakan saat analisis adalah neraca analitik, gelas piala, tabung reaksi, gelas ukur, corong, sentrifugasi, tabung sentrifugasi, syringe, spektrofotometer UV vis, kuvet, timbangan, sudip, batang pengaduk, pipet tetes, pipet volumetrik, peipet mikro, tip plastik, mikrotom, mikroskop, preparat kaca, botol-botol tempat reagen, oven, penangas air, vortek, eppendorf dan alat-alat bedah tikus.

3.4. Metode

Penelitian ini dilakukan dalam dua tahap yaitu pembuatan ekstrak air buah murbei dan persiapan pakan setelah itu dilakukan penelitian uji toksisitas ekstrak air buah murbei pada tikus Sprague Dawley Gambar 4. 1. Pembuatan ekstrak air buah murbei dan persiapan pakan standar a. Pembuatan ekstrak air buah murbei Buah Morus alba L. semi kering yang didapat dari Fytagoras BV Sylviusweg Leiden Belanda masih berbentuk buah utuh. Langkah awal adalah menghaluskan sampel dengan menggunakan disc mill sehingga di dapat sampel yang agak halus, selanjutnya sampel diblender kering sehingga bentuk sampel menjadi lebih halus. Sampel yang telah halus tersebut selanjutnya digunakan untuk membuat ekstrak air buah murbei, dengan cara : ™ Pembuatan dosis 5 gkg bb Lima puluh gram sampel ditimbang lalu di tambah 150 mL H 2 O dan dihomogenisasi dengan blender selama 5 menit, setelah itu di saring dengan saringan 70 mesh. Filtrat cairan itu yang nantinya akan dicekok menggunakan sonde lambung ke tikus dengan volume 15 mlkg berat badan tikus. Gambar 4. Diagram alir rencana penelitian. Ditambah H 2 O dan Di blender Blender kering Penepungan dengan disc mill Buah semi kering Morus alba L. Ekstrak air buah Morus alba L. Di saring dengan mesh 70 Analisis: bilirubin, albumin, total lemak dan protein, SGPT, SGOT, ALT, urea, kreatinin, kolesterol, TGA, fosfor, kalium, klorida, kalsium dan glukosa Dibedah terminasi dengan eter over dosis Pengamatan: persentase sel normal, degeneratif dan nekrosis Histologi:pewarnaan hematoksilin-eosin Hati dan ginjal Serum Darah Dikelompokkan Adaptasi 2 minggu 40 Tikus Sprague Dawley 20 jantan dan 20 betina Sub kronis: dosis 0,1 kgkg BB; 1 kgkg BB; kontrol. kelompok 5 jantan 5 betina Akut: Dosis 5 gkg bb 5 jantan dan 5 betina 92 hari perlakuan, pengamatan: kematian, tingkah laku, berat badan, konsumsi pakan Parameter : kematian dan tingkah laku Pengamatan 3 hari Perlakuan akut 1 kali pemberian sari murbei, sub kronis pemberian sari murbei setiap hari selama 92 hari perlakuan ™ Pembuatan dosis 1 gkg bb Sepuluh gram sampel ditimbang lalu di tambah 50 mL H 2 O dan dihomogenisasi dengan blender selama 5 menit, setelah itu di saring dengan saringan 70 mesh. Filtrat cairan itu yang nantinya akan dicekok menggunakan sonde lambung ke tikus dengan volume 5 mlkg berat badan tikus. ™ Pembuatan dosis 0,1 gkg bb Satu gram sampel ditimbang lalu di tambah 50 mL H 2 O dan dihomogenisasi dengan blender selama 5 menit, setelah itu di saring dengan saringan 70 mesh. Filtrat cairan itu yang nantinya akan dicekok menggunakan sonde lambung ke tikus dengan volume 5 mlkg berat badan tikus. b. Pembuatan pakan Pada penelitian ini pakan atau ransum standar yang digunakan mengacu kepada ransum standar American Institute of Nutrition AIN 1976 dalam Puspawati 2009 dengan sedikit modifikasi berupa penambahan air. Komposisi ransum standar tertera pada Tabel 3. Tabel 3. Konsumsi ransum standar Bahan Standar Standar Proteincasein 20,00 Lemak 5,00 Selulosa 5,00 Campuran mineral 3,50 Campuran vitamin 1,00 Air 10,00 Karbohidrat 55,50 Total 100 Bahan-bahan yang digunakan sebagai campuran pakan adalah tepung jagung maizena merek Horning, sellulosa CMC, kasein, mineral mix, minyak jagung, vitamin B kompleks Bekamin-10 dan aquades. 2. Pemeliharaan, pengamatan dan analisis tikus percobaan a. Adaptasi Tikus yang digunakan dalam penelitian ini adalah tikus Sprague Dawley berjumlah 40 ekor dengan jenis kelamin jantan dan betina, berumur 6-7 minggu dengan berat badan 100-120 gram. Tikus berasal dari breeding di Laboratorium Hewan SEAFAST dan Departemen ITP IPB. Setiap tikus ditempatkan dalam kandang boks plastik dalam ruangan ber AC dengan suhu diatur sebesar 28 C dan dengan pengaturan gelap terang secara alami. Tikus diadaptasikan selama 1 minggu dan selama masa adaptasi tikus percobaan diberi pakan dan air secara ad libitum. Selama masa adaptasi sisa pakan dihitung dan berat badan ditimbang. Setelah itu tikus dikelompokkan menjadi 2 kelompok besar yaitu 10 ekor 5 jantan dan 5 betina untuk uji toksisitas akut dan 30 ekor 15 jantan dan 15 betina untuk uji toksisitas sub kronis. 30 ekor tikus untuk uji sub kronis dibagi dalam 6 kelompok dengan masing-masing kelompok berjumlah 5 ekor tikus. b. Perlakuan Sepuluh tikus pada kelompok perlakuan akut di bagi 2 kelompok yaitu 5 ekor jantan kelompok A dan 5 ekor betina kelompok B. Setiap tikus mendapat perlakuan pemberian 1 kali ekstrak air buah murbei dengan dosis 5 gkg bb dan setelah itu dilakukan pengamatan selama 3 hari. Tiga puluh tikus pada pengujian sub kronis dibagi menjadi 6 kelompok dengan setiap kelompok terdiri dari 5 ekor tikus, setiap kelopok mendapat perlakuan : Kelompok C : Kontrol tikus jantan, dicekok menggunakan sonde lambung dengan air aquades selama 92 hari. Kelompok D : Kontrol tikus betina, dicekok menggunakan sonde lambung dengan air aquades selama 92 hari. Kelompok E : Tikus jantan yang mendapat perlakuan pemberian ekstrak air buah murbei dosis 0,1 gkg bb selama 92 hari. Kelompok F : Tikus betina yang mendapat perlakuan pemberian ekstrak air buah murbei dosis 0,1 gkg bb selama 92 hari. Kelompok G : Tikus jantan yang mendapat perlakuan pemberian ekstrak air buah murbei dosis 1 gkg bb selama 92 hari. Kelompok H : Tikus betina yang mendapat perlakuan pemberian ekstrak air buah murbei dosis 1 gkg bb selama 92 hari. Setiap tikus mendapat pakan yang sama yaitu pakan standar dan juga air minum dengan aquades. Pemberian pakan selama pemeliharaan tikus dilakukan setiap hari pada waktu yang sama yaitu pukul 8.00 – 10.00 WIB. Jumlah pakan yang diberikan sebanyak 20 gram dan minum ad libitum. Pakan diganti setiap hari dan sisanya ditimbang. Kandang dan sekam diganti setiap 2 hari sekali. c. Analisis Pada perlakuan akut, hanya dilakukan 1 kali pemberian ekstrak air buah murbei dengan dosis 5 gkg bb setelah itu dilakukan pengamatan selama 3 hari. Pengamatan yang dilakukan meliputi terjadinya kematian, perubahan fisik dan tingkah laku Tabel 4, konsumsi pakan setiap hari selama 3 hari perngamatan dan berat badan yang ditimbang pada hari ke 1 dan ke 3. Pada perlakuan sub kronis pemberian ekstrak air buah murbei dilakukan setiap hari selama 92 hari perlakuan, sedangkan kelompok tikus kontrol diberi perlakuan air aquades setiap hari selama 92 hari. Pengamatan yang dilakukan selama 92 hari perlakuan meliputi terjadinya kematian, perubahan fisik dan tingkah laku Tabel 4, konsumsi pakan setiap hari, berat badan tikus yang ditimbang 2 hari sekali. Pada hari ke 93 tikus perlakuan sub kronis dan kontrol semuanya diterminasidieutanasi menggunakan eter. Segera setelah itu, tikus dibedah dan diambil darahnya melalui jantung, selanjutnya hati dan ginjal diambil. Darah yang didapat lalu didiamkan disuhu ruang maksimal selama 30 menit dan langsung disentrifugasi dengan kecepatan 3000 rpm, setelah itu supernatannya diambil sebagai serum dan dilakukan analisis terhadap kandungan bilirubin, alkalin fosfatase, glukosa, albumin, total lemak, total protein, SGOT, SGPT, urea, kreatinin, trigliserida, kolesterol, fosfor, kalium, klorida dan kalsium. Tabel 4. Jenis pengamatan fisik dan tingkah laku yang dilakukan pengamatan fisik pengamatan tanda-tanda umum parameter sistim saraf pusat dan somatomotor perilaku gelisah yatidak gerakan tremorgetaran yatidak konvulsikejang yatidak keaktifan terhadap aneka rangsang keaktifan yatidak kepasifan yatidak pernafasan laju pernafasan dyspneasesak napas yatidak saluran pencernaan feses diare yatidak bentuk feses padatberair warna feses hitamlainnya kulit dan bulu warna dan keutuhan warna bulu putihlainnya keutuhan bulu utuhtidak mata bulu mata dan bola mata bulu mata utuh yatidak warna mata merahlainnya kejernihan yatidak mulut pendarahan pendarahan yatidak pembengkakan yatidak hidung pendarahan pendarahan yatidak pembengkakan yatidak genitourinari kelenjar mamae pembengkakan yatidak penis pembengkakan yatidak Hati dan ginjal yang diambil langsung dicuci dengan buffer salin fosfat dan kemudian ditimbang, pada hati diambil lobus bagian tengahnya sedangkan ginjal diambil bagian tengahnya dengan lebar 0,5-1 cm dan langsung direndam dalam larutan fiksatif buffer netral formalin. Setelah itu pada masing-masing organ dilakukan proses pembuatan sediaan histologi dengan urutan : 1 dehidrasi jaringan dengan menggunakan alkohol bertingkat dari konsentrasi rendah 70 sampai absolut 100 , 2 infiltrasi parafin cair ke dalam jaringan, 3 Pemotongan dengan mikrotom dan 4 diwarnai dengan menggunakan Hematoksilin-Eosin HE. Metode pengamatan preparat histologi yang dilakukan pada jaringan hati yaitu : Jaringan hati diamati pada 5 lapang pandang disekitar vena porta dengan perbesaran lensa objektif 40x. Hepatosit diamati berkaitan dengan terjadinya lesio degenerasi hidropis, degenerasi lemak dan nekrosa. Jumlah sel yang mengalami lesio dihitung persentasenya dari jumlah seluruh sel yang diamati. Sedangkan pengamatan yang dilakukan pada preparat histologi ginjal adalah : ™ Jaringan tubulus proksimal ginjal diamati pada 10 lapang pandang dengan perbesaran lensa objektif 40x disekitar glomerulus, epitel tubulus ginjal diamati berkaitan dengan terjadinya lesio degenerasi hialin. Jumlah tubulus yang mengalami lesio dihitung persentasenya dari jumlah seluruh tubulus yang diamati. ™ Jaringan glomerulus diamati pada 20 lapang pandang dengan perbesaran lensa objektif 40x, kejadian yang diamati adalah adanya endapan protein. Jumlah glomerulus yang mengalami lesio dihitung persentasenya dari jumlah seluruh glomerulus yang diamati. 3. Pengolahan data dan rancangan percobaan Pada percobaan akut data kuantitatif berupa berat badan dan sisa pakan hanya dilihat kecenderungannya saja. Sedangkan pada percobaan sub kronis data kuantitatif berupa berat badan, sisa pakan, analisis biokimia serum dan juga pengamatan preparat histologi diambil dari semua tikus dalam setiap kelompok dan dibandingkan. Rancangan percobaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Rancangan Acak Lengkap RAL sederhana dengan 1 perlakuan dan 2 taraf serta 10 ulangan dengan persamaan sebagai berikut : Y ijk = µ + A i + Σ ij Y ijk = Variabel respon yang dipengaruhi µ = Nilai tengah perlakuan A i = Perlakuan dosis sonde ke i I = 1,2 Σ ij = Gallat error perlakuan akibat 10 kali ulangan Kemudian dilakukan uji lanjut dengan uji wilayah berganda duncan DMRT taraf 5 untuk melihat perbedaan antar perlakuan. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kandungan Gizi Buah Murbei Kandungan gizi sampel buah murbei diukur dengan metode analisis proksimat AOAC 1995 terhadap 5 parameter yaitu air, protein, lemak, abu dan karbohidrat by different. Persentase nilai gizi terbesar dari buah murbei adalah karbohidrat sebesar 55, lalu air 25, protein 10, abu 8 dan lemak 3 Tabel 5. Berdasarkan kadar airnya sampel buah yang digunakan bukan buah segar, karena menurut Syafutri 2008 kadar air buah murbei segar adalah 87. Sampel buah murbei yang digunakan pada penelitian ini berwarna ungu tua dan menurut Dharmananda 2003 warna tersebut menunjukkan buah murbei yang digunakan sudah matang. Buah murbei matang memiliki rasa manis yang lebih tinggi dibanding buah mentahnya, ini berkaitan dengan semakin tingginya kadar karbohidrat sederhana pada buah matang utamanya adalah glukosa dan fruktosa Dharmananda 2003 Sedangkan menurut Winarno 1991 buah-buahan umumnya mengandung monosakarida seperti glukosa dan fruktosa dan juga karbohidrat lain seperti selulosa dan pektin. Persentase protein berbasis berat kering dari sampel sebesar 13 , nilai ini sedikit lebih tinggi dari persentase berat kering protein buah murbei menurut Duke dan Ayensu 1985 dalam Anonim 2008 yaitu sebesar 12. Perbedaan tersebut terjadi karena perbedaan faktor ekologi yaitu kondisi tempat tumbuh yang berbeda misalnya dari unsur hara dan juga kondisi iklim Yang et al. 2010. Tabel 5. Kandungan gizi buah murbei Paremeter Persentase bb Air 25 Protein 10 Lemak 3 Abu 8 Karbohidrat 55 Kadar abu suatu bahan mencerminkan jumlah mineral yang ada pada suatu bahan Winarno 1991. Kadar abu sampel buah murbei sebesar 7,68 , jenis mineral terbanyak yang ada pada buah murbei adalah kalium sebesar 1141 mg100 gram sampel, selain itu jenis mineral lain yang ada pada buah murbei adalah fosfor, kalsium, magnesium, natrium, besi, tembaga, mangan dan seng Tabel 1 Ercisli dan Orhan 2007. Persentase lemak pada buah murbei sampel sebesar 2,62 dan persentase ini merupakan nilai gizi terendah dibanding zat gizi yang lainnya. Menurut Salukhe et al. 2000 buah-buahan merupakan sumber zat gizi seperti vitamin, mineral dan serat tetapi hanya sedikit mengandung lemak. Jenis asam lemak utama yang ada pada buah murbei adalah asam linoleat, asam palmitat dan asam oleat Ercisli dan Orhan 2007. Sedangkan menurut Yang et al. 2010 30,7 asam lemak pada buah murbei berasal dari bijinya dan 87,5 asam lemak yang ada pada buah murbei adalah asam lemak tak jenuh dengan komponen terbesarnya adalah asam linoleat sebesar 79,37, lalu asam palmitat 8,57 serta asam oleat 7,45 Yang et al. 2010.

4.2. Kondisi Tikus Percobaan