2.4. Pengelolaan Perikanan Karang Hias 2.4.1. Peraturan Internasional yang Mengatur Perdagangan Karang Hias
Pengaturan tata cara peredaranperdagangan secara Internasional ke luar negeri dilaksanakan sesuai ketentuan CITES, yang dilakukan antara lain dengan
memperhatikan kelangsungan potensi lestari, daya dukung dan keanekaragaman jenisnya serta pengaturan dan pengawasan sesuai dengan kuota dan perizinan
yang berlaku. The Convention on International Trade in Endangered Species of Wild
Fauna and Flora CITES mengatur perdagangan spesies-spesies internasional yang bertujuan menghindarkan jenis-jenis tumbuhan dan satwa dari kepunahan di
alam melalui pengembangan sistem pengendalian dan perdagangan jenis-jenis satwa dan tumbuhan serta produk - produk secara Internasional. Pengendalian
berdasarkan pada kenyataan bahwa eksploitasi untuk kepentingan komersial terhadap sumberdaya satwa dan tumbuhan liar merupakan salah satu ancaman
terbesar terhadap kelangsungan hidup suatu jenis setelah kerusakan habitat. Ada 5 hal pokok yang mendasari terbentuknya konvensi tersebut, yaitu :
1 Perlunya perlindungan jangka panjang terhadap satwa dan tumbuhan liar; 2 Meningkatnya nilai sumberdaya satwa dan tumbuhan liar bagi manusia;
3 Peran masyarakat dan negara dalam usaha perlindungan tumbuhan dan satwa liar;
4 Makin mendesaknya kebutuhan suatu kerjasama internasional untuk melindungi jenis-jenis tersebut dari over eksploitasi melalui kontrol
perdagangan internasional; 5 Guna mencapai tujuan tersebut, maka jenis-jenis atas dasar kelangkaanya
ditentukan oleh Konferensi Negara Pihak Conference of Parties – COP
CITES digolongkan dalam 3 tiga kelompok atau appendiks yaitu appendiks I, appendiks II dan appendiks III.
CITES pada tahun 1985 memasukkan karang hias kedalam appendix II yang artinya walaupun perdagangan internasional jenis-jenis karang hias adalah legal,
namun perdagangannya harus dikontrol secara internasional dan ketat untuk mencegah
kemungkinan terjadinya
eksploitasi berlebihan
yang dapat
mengakibatkan punahnya jenis-jenis karang tersebut. CITES dalam mencapai tujuannya mempunyai sekretariat yang dipimpin oleh Sekretariat Jenderal dan
secara administratif di bawah UNEP United Nations Environmental Programme of United Nations
– PBB. Pada tahun 1990 semua jenis karang telah terdaftar dalam CITES. Kekuatan hukum CITES di Indonesia sebelumnya telah diratifikasi
melalui Peraturan Presiden Pepres Republik Indonesia No. 43 tahun 1978. Semakin bertambahnya negara yang meratifikasi CITES, maka bersama-sama
dengan upaya konservasi lainnya, konvensi tersebut merupakan perangkat yang makin penting dalam upaya konservasi sumberdaya alam, terutama konservasi
jenis di Indonesia.
2.4.2. Peraturan Nasional dan Kelembagaan yang Mengatur Perdagangan Karang Hias
Indonesia sebagai salah satu anggota CITES mempunyai kewajiban untuk menerapkan ketentuan-ketentuan CITES di bidang pengedalian peredaran jenis,
baik keluar maupun masuk ke negara Indonesia. Semua satwa liar dan tumbuhan langka yang keluar masuk wilayah Republik Indonesia harus diliput oleh
dokumen yang diterbitkan oleh Otorita PengelolaManagement Authority MA yang ditunjuk. Aturan-aturan dalam CITES tidak menghalangi suatu negara
anggota, termasuk Indonesia untuk melakukan atau membuat aturan-aturan domestik yang lebih ketat mengatur pemanfaatan tumbuhan dan satwa liar, salah
satunya pemanfaatan karang hias. Setiap negara anggota diwajibkan memiliki peraturan yang efektif untuk menerapkan ketentuan-ketentuan CITES. Pasal IX
CITES, salah satunya menyebutkan bahwa setiap negara harus menetapkan : 1 Satu atau lebih Otorita PengelolaManagement Authority MA yang
berkompoten untuk memberikan ijin dan sertifikat atas nama negara pihak, dan
2 Satu atau lebih Otorita IlmiahScientific Authority SA. ICRWG 2003 menyebutkan bahwa pemanfaatan karang hias yang dimanfaatkan atau yang
boleh diambil adalah sesuai dengan ukuran yang telah ditentukan oleh Scientific Authority SA.
Indonesia mengatur ekspor karang hidup sebagai karang hias dalam bentuk pembatasan kuota yang dikeluarkan oleh Management Authority MA setiap
tahun berdasarkan rekomendasi SA. Otoritas Pengelolaan Management Authority CITES di Indonesia di bawah Direktorat Jenderal Konservasi Alam dan
Perlindungan Hutan Dirjen PHKA - Departemen Kehutanan, sedangkan Lembaga Ilmu pengetahuan Indonesia LIPI ditunjuk sebagai Otoritas Ilmiah
Indonesia Scientific AuthoritySA berdasarkan Peraturan pemerintah PP Nomor 8 Tahun 1999 tentang Pemanfaatan Tumbuhan dan Satwa Liar. Peraturan
pemerintah tersebut juga mengatur pemanfaatan dan peredaranperdagangan karang hias yang tidak dilindungi di dalam negeri. Sementara itu, tata cara
pengambilan dan peredaran diatur dalam Keputusan Menteri Kehutanan KepMenHut Nomor 447 Tahun 2003.
Pada tahun 1999, perhatian pengelolaan pemanfaatan karang hias Indonesia lebih diutamakan dengan di sahkannya LIPI sebagai SA yang bertangggung jawab
merumuskan rekomendasi kuota ke MA berdasarkan 3 hal, yaitu ; potensi stok karang hias disuatu lokasi, laju pertumbuhan dan sebaran karang di Indonesia.
Komitmen Pemerintah Indonesia tersebut seiring dengan kebijakan Komite Perikanan Internasional di bawah Food and Agricultural Organization FAO
yang pada tahun 1995 menerbitkan konsep baru tentang pengelolaan perikanan yang bertanggung jawab untuk kelestarian sumberdaya perikanan. Meskipun
demikian, hingga saat ini penetapan kuota masih menyisakan permasalahan yang mendasar, dikarenakan penilaian sumberdaya potensi karang hias belum
berdasarkan potensi area pengambilan tertentu. Hal tersebut belum terakomodir dalam kebijakan penetapan kuota yang berdasarkan potensi karang hias suatu area
dengan pendekatan provinsi.
2.5. Perikanan Karang Hias yang Bertanggung Jawab
Perikanan biota ornamental, jika pengelolaannya berkelanjutan dan terintegrasi dengan sumber daya penggunaan lain, maka berpotensi untuk
menyediakan bagi banyak orang dari negara-negara, sumber pendapatan yang stabil dari suatu mata pencarian. Negara-Negara seperti Kepulauan Solomon dan
Vanuatu tidak memiliki rencana pengelolaan spesifik tentang industri perikanan biota ornamental, berbeda dengan negara-negara seperti Fiji, Palau dan Australia