Alternatif Sumberdaya Karang Hias

dimana ; GR = Growth Rate Probability SR = Survivorship Rate K = Konstanta Peluang Pertumbuhan Konstanta peluang pertumbuhan, menurut Gomez, et al. 1985 dibedakan menjadi dua kelompok, yaitu kelompok Fast Growing dan Slow Growing, sebagaimana dijabarkan dalam Tabel 2. Tabel 2. Konstanta Peluang Pertumbuhan Karang slow growing dan fast growing Konstanta peluang pertumbuhan fast growing dari kelas ukuran tertentu kekelas ukuran berikutnya Gomez et al. 1985 SC 1 SC 2 SC 3 SC 4 SC 1 SC 2 1 SC 3 0,66 SC 4 0,66 Konstanta peluang pertumbuhan slow growing dari kelas ukuran tertentu kekelas ukuran berikutnya Gomez et al. 1985 SC 1 SC 2 SC 3 SC 4 SC 1 SC 2 0,8 SC 3 0,3 SC 4 0,3 6 Menyusun model trend kondisi sumberdaya karang hias di alam selama 20 tahun kedepan berdasarkan nilai GR peluang pertumbuhan dan keberlangsungan hidup dari SC 1 ke SC 2 ke SC 3 ke SC 4 . Perhitungan model trend disajikan dalam Tabel 3. Tabel 3. Formula Perhitungan Model Trend Sumberdaya Karang Hias Tahun ke-i SC 1 SC 2 SC 3 SC 4 N sc1 N sc2 N sc3 N sc4 1 ∑N sc2 +N sc3 +N sc4 RR N sc1 GR SC1 ke SC2 N sc2 GR SC2 ke SC3 N sc3 GR SC3 ke SC4 2 ∑ SC 2 thn ke-1 + SC 3 thn ke-1 SC 1 thn ke-1 SC 2 thn ke-1 GR SC2 SC 3 thn ke-1 Tahun ke-i SC 1 SC 2 SC 3 SC 4 + SC 4 thn ke-1 RR GR SC1 ke SC2 ke SC3 GR SC3 ke SC4 … … … … … t ∑ SC 2 thn ke-t + SC 3 thn ke-t + SC 4 thn ke-t RR SC 1 thn ke-t GR SC1 ke SC2 SC 2 thn ke-t GR SC2 ke SC3 SC 3 thn ke-t GR SC3 ke SC4 dimana : N sc1 = N sc2 = N sc3 = N sc4 = Kelimpahan spesies ke-i pada ke-4 size class ≤5cmSC 1 , 5,1-15cmSC 2 , 15,1-25cmSC 3 , 25cmSC 4 RR = Recruitmen rate spesies ke-i GR = Growth Rate Probability Besar kecilnya nilai Total Allowable Collect TAC berbeda tiap spesies. TAC ditentukan berdasarkan trend sumberdaya spesies ke-i selama 20 tahun kedepan. Jika trend sumberdaya spesies ke-i cenderung menurun maka nilai TAC direkomendasikan tidak ditentukan tidak dimanfaatkan demikian juga sebaliknya jika nilai trend sumberdaya spesies cenderung menaik, maka direkomendasikan nilai TAC-nya. Pengaturan nilai TAC hanya berlaku pada kelas ukuran yang menyokong rekruitmen SC 2 dan SC 3 . Pengaturan nilai tersebut akan menentukan kelimpahan pada SC 1 yang merupakan calon koloni kelas ukuran selanjutnya.

3.4. Analisis Kelembagaan

Kelembagaan yang dimaksud adalah yang terkait langsung dengan aspek pengelolaan pemanfaatan karang hias di perairan Teluk Lampung, khususnya di Kabupaten Pesawaran, sehingga metode yang digunakan dalam penentuan stakeholders yang akan diwawancarai adalah metode purposive sampling. Tiga stakeholders yang terkait langsung adalah Balai Konservasi Provinsi Lampung BKSDA, Departemen Kelautan dan Perikanan Provinsi Lampung DKP Provinsi dan Departemen Kelautan dan Perikanan Kabupaten Pesawaran DKP Kabupaten. Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan 2 metode, yaitu: 1 Wawancara mendalam dilakukan terhadap informan dan stakeholder yang dinilai signifikan dan terkait langsung dengan aspek pengelolaan pemanfaatan karang hias. Penetapan informan juga dilakukan berdasarkan peran dan posisinya di lembaga yang terkait tersebut. 2 Data dan informasi berupa pengumpulan dokumen yang relevan dari publikasi-publikasi yang dikeluarkan baik oleh lembaga non pemerintah, pemerintah maupun lembaga - lembaga penelitian yang tekait. Data kualitatif dianalisis secara deskriptif dengan melihat persepsi dari stakeholders stakeholders analysis pada dua aspek yaitu aspek internal dan eksternal kelembagaan yang terkait pengelolaan. Analisis kelembangaan menggunakan AWOT tidak dimungkinkan karena salah satu lembaga utama yang berwenang dalam pengelolaan, yaitu Kabupaten Pesawaran merupakan kabupaten yang baru terbentuk sehingga belum memiliki kebijakan terkait alternatif pengelolaan yang berkelanjutan sehingga lebih tepat jika terlebih dahulu menggali dan mengetahui persepsi masing - masing lembaga yang terkait. 4. HASIL PENELITIAN 4.1. Kondisi Perairan Teluk Lampung

4.1.1. Kondisi Fisika Kimia Perairan Teluk Lampung

Panjang garis pantai Provinsi Lampung lebih kurang 1.105 km termasuk beberapa pulau, memiliki sekitar 69 buah pulau Wiryawan et al. 2002. Wilayah pesisirnya dapat dibagi atas 4 wilayah, yaitu Pantai Barat 210 km, Teluk Semangka 200 km, Teluk Lampung dan Selat Sunda 160 km, dan Pantai Timur 270 km. Masing-masing wilayah tersebut memiliki potensi fisikruang, sosial ekonomi dan lingkungan ekosistem yang berbeda. Potensi pesisir dan lautan tang dapat dijumpai adalah perikanan tangkap, tambak, kerang mutiara, rumput laut, perhubungan, pariwisata, terumbu karang, mangrove, industri dan pemukiman penduduk pesisir. Perairan Teluk Lampung yang terletak pada posisi 5 o 15‟LS – 6 o 0‟ LS dan 105 o 0‟ BT – 105 o 45‟ BT memiliki iklim tropis – humid dengan angin laut lembah yang bertiup dari Samudera Indonesia dengan dua musim angin setiap tahunnya, yaitu angin dari Barat dan Barat Laut November - Maret, yang menyebabkan musim hujan dan angin dari arah utara dan Tenggara April – Oktober, yang menyebabkan musim kemarau. Lebih jauh Wiryawan et al. 2002 mengemukakan bahwa karakteristik pantai dan pulau – pulau kecil di Teluk Lampung merupakan pasir pantai dan berlumpur serta pecahan koral. Kedalaman perairan Teluk Lampung rata-rata 25 meter, dimana di mulut teluk kedalaman berkisar 35 hingga 75 meter, terutama di Selat Legundi. Menuju ke kepala teluk, perairan mendangkal sekitar 20 meter pada jarak yang relatif dekat dengan garis pantai. Karang hias tersebar pada kedalaman 12 hingga 25 meter. Menurut Nybakken 1992 bahwa kedalaman kurang dari 25 meter merupakan batas kedalaman untuk pertumbuhan karang yang optimal. Pasang surut pasut perairan Teluk Lampung mendapat pengaruh pasut dari Lautan Hindia yang diperkirakan merambat memasuki perairan teritorial Indonesia melalui Selat Sunda. Karena kondisi geografi di Selat Sunda dan Laut Jawa yang dangkal, pasut yang merambat masuk mengalami perubahan dari pasut bertipe campuran dengan dominansi ganda menjadi tipe pasut campuran dengan dominansi tunggal di Laut Jawa. Sementara itu, kekuatan arus cukup bervariasi di perairan mulut teluk, yaitu rata – rata bulanan berkisar antara 1 cms hingga 45 cms, dimana kecepatan maksimum terjadi pada bulan Januari dan Februari dan kecepatan minimum pada bulan Maret dan April. Menurut Nybakken 1992, kecepatan arus yang demikian cukup untuk menimbulkan pergerakan air laut yang membawa oksigen dan nutrien yang cukup bagi koloni karang. Kondisi suhu dan salinitas di perairan Teluk Lampung mendukung untuk sebaran dan pertumbuhan karang. Wiryawan et al. 2002 mencatat bahwa suhu rata-rata bulanan permukaan laut relatif stabil sepanjang tahun, berkisar antara 28 – 30 o C dimana kisaran suhu tersebut mendukung koloni karang untuk tumbuh. Demikian juga dengan kandungan salinitas perairan di Teluk Lampung mendukung sebaran dan pertumbuhan karang, yaitu sekitar 32,5 – 33,6 psu.

4.1.2. Kondisi Habitat Utama Perairan Teluk Lampung

Pantai sekitar teluk Teluk Lampung dan Teluk Semangka pada dasarnya mempunyai tipe yang sama dengan Pantai Barat Lampung, yaitu didominasi pantai berpasir, hutan pantai tipe Barringtonia, dengan sisipan tanaman perkebunan rakyat Wiryawan et al. 2002. Namun habitat utama tersebut mengalami degradasi dan kohesi lebih besar karena dampak urbanisasi. Kawasan yang semula merupakan hutan mangrove telah berubah menjadi tambak udang, terutama pada beberapa teluk dan muara sungai. Yang sangat jelas terlihat di Pantai Timur adalah daerah tambah udang yang luas dan sedikit sisa hutan mangrove. Pembukaan lahan tambak secara besar-besaran berdampak pada kekeruhan perairan yang meningkat. Kekeruhan terlihat dengan jelas pada lokasi penyelaman di gosong karang dalam antara Pulau Pohawang Besar dan Pulau Lalangga Kecil, dimana jarak pandang berkisar 2 hingga 5 meter. Kondisi perairan yang keruh dalam waktu yang lama dapat menghambat pertumbuhan karang karena partikel - partikel kekeruhan berpotensi mengendap dan menutupi koloni karang. Veron 1995 menjelaskan bahwa akibat pengendapan sedimen pada koloni karang akan menyebabkan kehilangan energi, sementara untuk mendapatkan makanan dan proses metabolisme lainnya juga membutuhkan energi sehingga sisa energi yang ada tidak lagi mendukung untuk pertumbuhan karang.