Perumusan Masalah Ketua Program Studi 3. Dekan Sekolah Pascasarjana

Tabel 4. Peranan Sektor Pertanian dalam Perekonomian ASEAN dan China, Tahun 1989 – 2004 Negara Kontribusi terhadap GDP Kontribusi thd Penyerapan Tenaga Kerja Kontribusi thd Total Ekspor Kontribusi thd Total Impor 1989-91 2004 1989-91 2004 2004 2004 ASEAN Brunei Darussalam 2.40 a 3.60 b 1.83 0.57 0.03 11.69 Cambodia 50.00 32.86 73.80 68.51 2.16 4.61 Indonesia 19.17 15.23 55.02 45.66 13.19 9.95 Lao PDR 60.06 47.86 78.15 75.79 5.57 23.70 Malaysia 16.13 8.29 27.46 15.91 8.63 5.55 Myanmar 57.30 a 50.60 b 73.24 68.95 14.99 18.90 Philippines 18.04 15.65 45.78 37.13 5.17 7.40 Singapore 0.35 0.10 0.39 0.09 1.67 2.66 Thailand 12.41 8.02 64.04 53.30 12.41 4.06 Viet Nam 33.58 20.90 71.18 65.69 16.42 7.80 CHINA 21.33 10.77 71.82 64.35 2.02 4.15 Sumber: FAO 2006 Catatan: a data untuk tahun 1990 dan b data tahun 2005 masing-masing bersumber dari ADB 2006

1.2. Perumusan Masalah

Sebagaimana diuraikan di atas, China dengan GDP sebesar US 2.2 trilyun dan jumlah penduduk lebih dari satu milyar merupakan pasar ekspor potensial bagi ASEAN. Berkaitan dengan hal ini banyak pihak berharap bahwa pembentukan FTA ASEAN - China akan mempercepat integrasi ekonomi negara-negara ASEAN. Namun di lain pihak, banyak pula yang meragukan akan keuntungan ekonomi yang dapat diperoleh negara-negara ASEAN dari pelaksanaan FTA ASEAN – China tersebut. Pertumbuhan ekonomi China yang tinggi dan perdagangan yang ekspansif dikhawatirkan malah “mengancam” perekonomian negara-negara ASEAN. Kekhawatiran tersebut cukup beralasan mengingat pertumbuhan ekonomi China yang sedemikian pesat sudah barang tentu akan membutuhkan sumber bahan baku dan pasar bagi produk industrinya. Meskipun terdapat potensi komplementaritas, namun dikhawatirkan ASEAN hanya akan menjadi pemasok utama kebutuhan bahan baku dan barang setengah jadi intermediate goods, sehingga tidak memperoleh nilai tambah dari perdagangan antara kedua belah pihak. Menurut Wen dan Shaolian 2005, nilai impor China untuk komoditi berbasis sumberdaya alam dari ASEAN mencapai lebih dari 25 persen dari total impor negara tersebut. Sebagian besar impor China berupa produk minyak dan gas 11.87 persen. Sebaliknya, ekspor produk manufaktur China ke ASEAN mencapai lebih dari 82 persen. Dalam perdagangan bilateral antara Indonesia dengan China, pada tahun 2005 Indonesia memperoleh surplus perdagangan migas sebesar US 1.4 milyar, sedangkan untuk komoditi non-migas Indonesia mengalami defisit sebesar US 0.591 milyar Departemen Perdagangan, 2006. Dengan demikian tidak mengherankan apabila saat ini banyak produk non-migas China membanjiri pasar Indonesia dengan harga yang relatif murah. Akibatnya sebagian besar industri dalam negeri harus menutup usahanya karena tidak mampu bersaing dengan produk impor dari China. Masalah lain yang dihadapi dalam perdagangan bilateral Indonesia – China adalah pola perdagangan yang lebih banyak bersifat inter-industri, yaitu pertukaran antara beberapa jenis produk yang dihasilkan dari industri yang berbeda. Sedangkan perdagangan intra-industri sektor manufaktur masih relatif kecil. Dengan struktur perdagangan tersebut, Indonesia diperkirakan tidak akan banyak memperoleh keuntungan ekonomi dari pelaksanaan FTA ASEAN – China Tambunan, 2005. Di samping itu, Indonesia juga akan menghadapi persaingan yang lebih berat dengan China di pasar ekspor negara ketiga, terutama untuk produk manufaktur. Hal ini disebabkan struktur ekspor manufaktur kedua negara hampir sama. Di pasar Amerika Serikat misalnya, produk peralatan listrik, elektronika, tekstil dan pakaian apparel dari China memiliki keunggulan komparatif yang lebih baik dibandingkan produk yang sama dari Indonesia. Berdasarkan latar belakang dan kekhawatiran banyak pihak seperti yang dikemukakan di atas, maka selanjutnya dapat ditarik rumusan masalah sebagai berikut: 1. Apakah perdagangan bebas ASEAN – China memberikan keuntungan gains atau malah mengakibatkan kerugian losses bagi perekonomian Indonesia? 2. Jika terdapat gains maka apakah perdagangan bebas ASEAN – China akan memperbaiki kinerja sektor pertanian dan kehutanan Indonesia, khususnya peningkatan produksi, ekspor dan impor, serta penyerapan tenaga kerja? 3. Kebijakan nasional apakah yang diperlukan Indonesia untuk meningkatkan daya saing ekonomi, dan sekaligus untuk mengurangi dampak negatif liberalisasi perdagangan ASEAN - China?

1.3. Tujuan Penelitian