Peranan Sektor Pertanian dalam Perekonomian ASEAN – China

China ke ASEAN pada tahun 2004 sebagian besar adalah untuk sektor properti yaitu sebesar 61.37 persen, disusul oleh sektor perdagangan 56.12 persen dan sektor manufaktur 33.72 persen. Tabel 3. Arus FDI ke ASEAN Tahun 1995 dan 2004 Negara Asal 1995 2004 Nilai FDI US Juta Total FDI ASEAN Nilai FDI US Juta Total FDI ASEAN ASEAN 4 654.4 16.5 2 432.7 9.5 Hong Kong 1 271.1 4.5 344.9 1.3 Taiwan 914.0 3.2 1 186.6 4.6 Korea Selatan 660.2 2.3 896.5 3.5 Jepang 5 649.3 20.0 2 538.2 9.9 China 136.7 0.5 225.9 0.9 Uni Eropa -15 5 049.6 17.9 5 420.5 21.1 USA 4 318.4 15.3 5 051.9 19.7 Australia 534.9 1.9 392.5 1.5 Rest of World 5 042.0 17.9 7 164.5 27.9 TOTAL 28 230.6 100.0 25 654.2 100.0 Sumber: ASEAN Secretariat 2005

1.1.3. Peranan Sektor Pertanian dalam Perekonomian ASEAN – China

Sektor pertanian memiliki peranan penting dalam perekonomian di negara- negara ASEAN dan China. Meskipun selama ini kontribusi sektor pertanian dalam perekonomian nasional cenderung menurun, tetapi sektor ini masih penting peranannya terutama di negara-negara Cambodia, Laos, Myanmar dan Viet Nam. Data Tabel 4 menunjukkan kontribusi sektor pertanian dalam GDP negara-negara ASEAN tahun 2004 rata-rata sekitar 19.44 persen, dengan persentase tertinggi di Myanmar 50.6 persen dan Laos 47.86 persen. Untuk Indonesia, Philippines, dan Thailand, peranan sektor pertanian dalam GDP masih cukup signifikan dengan kontribusi berkisar antara 15 – 21 persen. Kontribusi sektor pertanian dalam pembentukan GDP China juga masih tinggi mecapai lebih dari 10 persen. Sektor pertanian juga memegang peranan penting dalam penyediaan lapangan kerja di hampir semua negara-negara ASEAN, kecuali Singapore dan Brunei Darussalam. Pada tahun 2004, sekitar 60 – 70 persen tenaga kerja di negara-negara CLMV bekerja di sektor pertanian, dan lebih dari 40 persen di Indonesia, Philippines, dan Thailand. Di Singapore sebagai negara ASEAN dengan ekonomi paling maju, sektor pertanian masih menyerap tenaga kerja sebanyak 1.67 persen. Pada tahun yang sama, jumlah tenaga kerja sektor pertanian di China mencapai lebih dari 60 persen. Dalam perdagangan internasional, sektor pertanian memberikan kontribusi cukup signifikan di beberapa negara ASEAN, seperti: Viet Nam, Myanmar, Thailand dan Indonesia. Kontribusi ekspor pertanian di masing-masing negara tersebut adalah berkisar 12 – 16 persen dari total nilai ekspor barang. Sedangkan ekspor komoditi pertanian China relatif lebih rendah, yaitu sebesar 2.02 persen dari total nilai ekspor. Data pada Tabel 4 menunjukkan bahwa Indonesia, Malaysia, Thailand dan Viet Nam adalah negara pengekspor nett-exporters komoditi pertanian. Sedangkan negara ASEAN lainnya dan China merupakan nett-importers. Pada tahun 2004, ekspor komoditi pertanian ASEAN mencapai lebih dari US 41.07 milyar atau 7.21 persen dari total ekspor, sedangkan impor sebesar US 25.22 milyar atau 5.02 persen . Komoditi ekspor pertanian ASEAN yang paling penting adalah: karet alam, minyak kelapa sawit, beras, ikan dan udang. Pada tahun yang sama, nilai perdagangan komoditi pertanian China adalah sebesar US 62.52 atau 5.4 persen dari total perdagangan. Ekspor pertanian China terutama biji gandum, kapas, buah dan sayuran. Tabel 4. Peranan Sektor Pertanian dalam Perekonomian ASEAN dan China, Tahun 1989 – 2004 Negara Kontribusi terhadap GDP Kontribusi thd Penyerapan Tenaga Kerja Kontribusi thd Total Ekspor Kontribusi thd Total Impor 1989-91 2004 1989-91 2004 2004 2004 ASEAN Brunei Darussalam 2.40 a 3.60 b 1.83 0.57 0.03 11.69 Cambodia 50.00 32.86 73.80 68.51 2.16 4.61 Indonesia 19.17 15.23 55.02 45.66 13.19 9.95 Lao PDR 60.06 47.86 78.15 75.79 5.57 23.70 Malaysia 16.13 8.29 27.46 15.91 8.63 5.55 Myanmar 57.30 a 50.60 b 73.24 68.95 14.99 18.90 Philippines 18.04 15.65 45.78 37.13 5.17 7.40 Singapore 0.35 0.10 0.39 0.09 1.67 2.66 Thailand 12.41 8.02 64.04 53.30 12.41 4.06 Viet Nam 33.58 20.90 71.18 65.69 16.42 7.80 CHINA 21.33 10.77 71.82 64.35 2.02 4.15 Sumber: FAO 2006 Catatan: a data untuk tahun 1990 dan b data tahun 2005 masing-masing bersumber dari ADB 2006

1.2. Perumusan Masalah