-15 -10
-5 5
10 15
1990- 95
1996 1997
1998 1999
2000- 05
2006 2007
ASEAN-5 CHINA
INDO
Sumber: Diolah dari data ADB 2008, dan ASEAN Secretariat 2006 Gambar 1. Pertumbuhan Ekonomi ASEAN-5 dan China, Tahun 1990-2007
1.1.1. Struktur Ekonomi ASEAN – China
Sebagaimana umumnya di negara-negara berkembang, struktur ekonomi ASEAN dan China mengalami pergeseran dari sektor pertanian ke sektor industri dan
jasa. Pada Gambar 2.a dapat dilihat bahwa selama kurun waktu 1990 – 2005,
kontribusi sektor industri ASEAN meningkat lebih cepat menjadi sebesar 36.5 persen dan sebaliknya kontribusi sektor pertanian turun menjadi 20.1 persen. Sektor jasa
merupakan penyumbang terbesar dalam pembentukan output nasional di negara- negara ASEAN. Berbeda dengan di ASEAN, kontribusi sektor pertanian China
mengalami penurunan sangat signifikan selama kurun waktu 1990 – 2005.
Sebagaimana ditunjukkan pada Gambar 2.b, kontribusi sektor pertanian di China turun dari 27 persen 1990 menjadi kurang dari 12.5 persen pada tahun 2005.
Sebaliknya peranan sektor industri dan jasa terus menunjukkan peningkatan. Namun demikian kontribusi sektor jasa di China masih relatif tertinggal dibandingkan dengan
di negara-negara ASEAN. Peran sektor industri selama ini masih mendominasi struktur ekonomi China. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa sektor industri
merupakan penggerak utama pembangunan ekonomi China.
10 20
30 40
50 60
1990 2000
2005
Pertanian Industri
Jasa
10 20
30 40
50 60
1990 2000
2005
Pertanian Industri
Jasa
a ASEAN b China
Sumber: Diolah dari data ADB 2006 Gambar 2. Kontribusi Sektor Utama dalam GDP ASEAN dan China
Dilihat dari laju pertumbuhan masing-masing sektor, perubahan struktural ekonomi China berlangsung lebih cepat dibandingkan dengan di negara-negara
ASEAN. Pada Gambar 3a dapat dilihat bahwa setelah mengalami kemerosotan ekonomi akibat krisis ekonomi Asia pada tahun 1997
– 1998, pertumbuhan sektor industri negara-negara ASEAN mengalami pasang surut. dan cenderung terus
menurun. Setelah mencapai pertumbuhan sebesar hampir 10 persen pada tahun 2002, selanjutnya pertumbuhan sektor industri di ASEAN cenderung terus menurun. Hal ini
antara lain disebabkan oleh berkurangnya arus investasi yang mengalir ke negara- negara ASEAN sehingga tidak ada pembangunan industri baru. Bahkan akibat dari
krisis ekonomi, banyak terjadi relokasi industri ke negara-negara lain di luar ASEAN.
Di lain pihak, proses industrialisasi di negara China berlangsung lebih cepat dan relatif stabil dibandingkan di negara-negara ASEAN. Sebagaimana dapat dilihat
pada Gambar 3.b, pertumbuhan sektor industri China selama periode 1998 – 2005
meningkat rata-rata 9.9 persen per tahun. Pada periode yang sama, pertumbuhan sektor jasa rata-rata sebesar 8.6 persen per tahun.
-2.0 0.0
2.0 4.0
6.0 8.0
10.0 12.0
14.0
1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005
Pertanian Industri
Jasa
0.0 2.0
4.0 6.0
8.0 10.0
12.0 14.0
1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005
Pertanian Industri
Jasa
a. ASEAN b. China
Sumber: Diolah dari data ADB 2004 dan 2006 Gambar 3. Pertumbuhan Sektor Utama di ASEAN dan China
Strategi pembangunan ekonomi ASEAN dan China selama ini lebih berorientasi keluar outward-looking, dimana perdagangan ekspor dan investasi
merupakan mesin penggerak utama pertumbuhan ekonomi. Kegiatan perdagangan tersebut sebagian besar dilakukan oleh perusahaan asing yang melakukan investasi
melalui aliran FDI dan alih teknologi, khususnya di sektor manufaktur sebagai basis kegiatan ekspor.
Investasi asing tersebut penting untuk meningkatkan belanja modal, menyerap tenaga kerja, transfer teknologi dan manajemen. Selain itu, aliran FDI ke
suatu negara dapat menjadikan negara tersebut sebagai bagian dari rantai produksi
dunia yang akan memberikan nilai tambah bagi peningkatan daya saing ekonomi. Hal ini terutama terjadi apabila FDI tersebut dilakukan oleh perusahaan multi-nasional
yang memiliki jaringan internasional. Mereka melakukan investasi kegiatan produksi di sebuah negara dan mengekspor produknya ke negara-negara lain melalui jaringan
pemasaran dunia yang telah mereka kuasai. Menurut Krugman dan Obstfeld 2000, rasio ekspor terhadap GDP suatu
negara menunjukkan tingkat daya saing ekonomi negara tersebut di pasar internasional. Selain itu, rasio total perdagangan terhadap GDP merupakan ukuran
tingkat keterbukaan openness ekonomi suatu negara. Data pada Tabel 1 menunjukkan bahwa negara-negara Malaysia, Philippines, Singapore dan Thailand
memiliki daya saing dan keterbukaan ekonomi yang lebih baik dibandingkan dengan Indonesia.
Nilai ekspor dan total perdagangan Indonesia meskipun menunjukan peningkatan selama kurun waktu 1990
– 2005, namun rasio nilai ekspor terhadap GDP dan total perdagangan terhadap GDP masih relatif kecil dibandingkan dengan
negara-negara ASEAN tersebut di atas. Pada tahun 2005, rasio ekspor terhadap GDP Indonesia sebesar 27.55 persen dan rasio total perdagangan terhadap GDP sebesar
46.3 persen. Hal ini mengindikasikan bahwa ekonomi Indonesia relatif kurang kompetitif dan terintegrasi di pasar global dibandingkan dengan ekonomi negara
ASEAN-5 lainnya. Daya saing ekonomi yang rendah tersebut juga berkaitan dengan penurunan aliran FDI yang masuk ke Indonesia.
Pada Gambar 4 dapat dilihat bahwa sejak krisis ekonomi tahun 1998 hingga tahun 2003, telah terjadi pengalihan modal asing keluar dari Indonesia capital
outflow , dengan puncaknya terjadi pada tahun 2000 sebesar US 4.55 milyar.
Kondisi tersebut mengakibatkan daya saing Indonesia semakin rendah karena praktis tidak terjadi investasi untuk meningkatkan kapasitas dan memperbaiki teknologi yang
diperlukan guna meningkatkan pertumbuhan dan daya saing ekonomi. Keadaan sebaliknya terjadi di China, dimana aliran FDI yang masuk relatif tinggi meskipun
terjadi krisis ekonomi. Selama sepuluh tahun terakhir 1995
– 2005 China merupakan negara penerima aliran FDI terbesar diantara negara-negara berkembang. Pada tahun
2005, aliran bersih FDI yang masuk ke China mencapai hampir US 68.0 milyar. Jumlah aliran FDI yang besar tersebut telah meningkatkan pembentukan modal
domestik gross domestic capital formation dalam ekonomi China dan sekaligus meningkatkan Total Factor Productivity TFP yang sangat diperlukan bagi
pertumbuhan ekonomi. Pada tahun yang sama, aliran FDI yang masuk ke ASEAN hanya sebesar US 25.0 milyar. Diantara negara-negara ASEAN, Thailand
menempati urutan pertama dalam perolehan FDI yaitu sebesar US 7.5 milyar, diikuti oleh Singapore sebesar US 7.0 milyar.
Tabel 1. Total GDP dan Perdagangan ASEAN-5 dan China, Tahun 1990 – 2005
Negara GDP
Harga berlaku dalam US
Milyar Nilai Ekspor
Barang US
Milyar Rasio Nilai
Ekspor thd GDP
Rasio Nilai Perdagangan
thd GDP
1990 2005
1990 2005 1990
2005 1990 2005
Indonesia 114.41
281.27 25.7 77.5
22.5 27.6
41.5 46.3
Malaysia 44.10
130.49 29.5 140.8 66.9 107.9 133.4 195.7
Philippines 44.31
97.65 8.2
41.3 18.5
42.3 47.7
92.9 Singapore
36.84 116.77 52.5 229.8 142.5 196.8 307.6 368.2
Thailand 85.33
176.60 23.0 110.3 27.0
62.5 65.7 129.4
China 387.77 2,224.97 62.1 762.0
16.0 34.3
32.5 63.9
Sumber: ADB 2006
Indonesia Malaysia
Singapore Thailand
ASEAN China
-10.0 0.0
10.0 20.0
30.0 40.0
50.0 60.0
70.0 80.0
1995 1996
1997 1998
1999 2000
2001 2002
2003 2004
2005
U S
M ilya
r
Indonesia Malaysia
Singapore Thailand
ASEAN China
Sumber: Diolah dari ADB 2006 Gambar 4. Aliran Foreign Direct Investment ke negara-negara ASEAN dan China,
Tahun 1995 – 2005
1.1.2. Perdagangan dan Investasi ASEAN – China